EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI (KIE) TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK
PADA BAYI DI KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEH TAHUN 2012
TESIS
Oleh
RISNAH AFRI YANTI 107032235/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE EFFECTIVENESS OF COMMUNICATION, INFORMATION, EDUCATION ON THE KNOWLEDGE OF MOTHERS ABOUT
THE ADMINISTRATION OF MEASLES IMMUNIZATION IN THE BABIES IN ACEH BESAR DISTRICT,
PROVINCE OF ACEH IN 2012
THESIS
By
RISNAH AFRI YANTI 107032235/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI (KIE) TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK
PADA BAYI DI KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEH TAHUN 2012
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RISNAH AFRI YANTI 107032235/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI (KIE) TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI DI KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEH TAHUN 2012
Nama Mahasiswa : Risnah Afri Yanti Nomor Induk Mahasiswa : 107032235
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K)) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)
Ketua Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 25 Oktober 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si
PERNYATAAN
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI (KIE) TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK
PADA BAYI DI KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEH TAHUN 2012
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Nopember 2012
ABSTRAK
Imunisasi campak merupakan salah satu cara pencegahan terhadap penyakit campak yang diberikan sejak usia bayi 9 bulan dan pada anak yang berusia 6-7 tahun. Perolehan imunisasi campak dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dari masyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Quasi experiment. Penelitian ini dilakukan terhadap 96 orang ibu yang hadir di 3 posyandu yaitu posyandu seulanga (Kelompok I), cempaka (Kelompok II) dan putri beugak (Kelompok III). Data diperoleh dengan dua cara yaitu tes dan observasi. Tes dilakukan dua kali yaitu dalam bentuk pretest dan posttest dengan menggunakan kuesioner yang sama. Uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Uji Wilcoxon, Uji Kruskall-Wallis dan Uji Mann-Whitney.
Hasil penelitian menunjukan beda mean nilai pengetahuan dari kelompok I, II dan III sebagai berikut 2,81, 0,8 dan 2,2. Nilai pengukuran KIE dari kelompok I, II, dan III sebagai berikut 41,63, 34,69 dan 38,97. Hasil uji dengan Kruskall-Wallis diperoleh nilai p = 0.001, maka dapat diambil kesimpulan bahwa paling tidak terdapat satu kelompok yang mempunyai nilai pengetahuan berbeda dari yang lain. Hasil uji Mann-Whitney dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan bermakna pada perubahan pengetahuan ibu adalah antara kelompok 1 dengan kelompok 2 (p = 0,0001) dan kelompok 2 dengan kelompok 3 (p = 0,009). Sedangkan antara kelompok 1 dan kelompok 3 tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0,185).
Kesimpulan KIE merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan Ada hubungan antara pelaksanaan KIE dengan peningkatan pengetahuan. Disarankan kepada pimpinan puskesmas untuk mengoptimalkan setiap pelaksanaan KIE dan selalu memperbaruhi materi kesehatan serta meningkatkan kemampuan komunikator dalam penyampaian materi kesehatan.
ABSTRACT
Measles immunization which was given to the babies in 9 months old and to the children of 6-7 years old is one of the ways to prevent measles. The acquisition of measles immunization is influenced by the factor of knowledge of the community members.
This study was done with quasi-experiment. The population of this study was the 96 mothers attending the CIE activity at 3 (three) Posyandu (Integrated Health Post), namely, Posyandu Seulanga (Group I), Cempaka (Group II), and Putri Beugak (Group III). The data for this study were obtained through test and observation. The test was done twice in the forms of pretest and posttest using the same questionnaire. The tests used were Wilcoxon Test, Kruskall-Wallis Test, and Mann-Whitney Test.
The result of this study showed that the mean difference of the value of the knowledge of Group I, II and III were 2.81, 0.8, and 2.2. The value of CIE measurement of Group I, II and III was 41.63, 34.69, and 38.97. The result of Kruskall-Wallis showed that p = 0.001 which means that at least there was one group with the value which is different from the other groups. The result of Mann-Whitney showed that there was a significant difference between the knowledge of mothers in Group I and that in Group II (p = 0.001) and between that in Group II and that in Group III (p = 0.009). There was no significant difference between the knowledge of mothers in Group I and that in Group III (p = 0.185).
The conclusion drawn is that CIE is the effective way to improve the knowledge because there is a relationship between the CIE implementation and the improvement of knowledge. The management of Health Center is suggested to improve the ability of communicator in delivering health materials, optimizing each CIE implementation, and always update the available health materials.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Efektivitas Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012” dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan penyelesaian studi pada Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat pada Program Pascasarjana
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyusun tesis ini, penulis banyak mendapatkan masukan, saran,
kritik, motivasi, dorongan, bantuan, bimbingan, fasilitas dan kesempatan dari
berbagai pihak dan keluarga. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan
dan ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, MSc (CTM), SpA (K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
3. Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) selaku Ketua Komisi Pembimbing dalam
penulisan tesis ini
4. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing dalam
penulisan Tesis ini
6. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Pembanding
7. dr. Iman Murahman selaku Staf P2P di Dinas Kesehatan Aceh yang telah banyak
memberikan masukan pada judul tesis ini
8. dr. Syamsuddin selaku Pimpinan Puskesmas Seulimum
9. dr. Zuheri selaku Pimpinan Puskesmas Indrapuri
10.dr. Niki Wulandari selaku Pimpinan Puskesmas Kuta Chot Glie
11.dr. H.T. Fadly selaku Pimpinan Puskesmas Ingin Jaya
12.Kedua orang tua tercinta dan tersayang Ir. H. Muhammad Rusli Busar, Bcm dan
Hj. Nurdjanah yang telah membesarkan, mendidik dan selalu mendoakan yang
terbaik bagi penulis sehingga penulis berhasil sampai saat ini.
13.Teristimewa suami tercinta Mayor Czi Hartanto Dwi Priono ST dan anak-anak
yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi dan doa dalam penyelesaian
penulisan tesis ini.
14.Adikku tercinta drg. Muhammad Fauzan Busar yang telah membantu secara
moral dan materil.
15.dr. Yusnidar M.Kes(Epid) selaku Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III
Banda Aceh.
16.Teman-teman sekerja di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Banda Aceh.
17.Teman-teman yang ada di Program studi S2 IKM Universitas Sumatera Utara dan
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan baik dari segi bahasa maupun isinya, untuk itu mohon
masukan dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini.
Medan, Nopember 2012
RIWAYAT HIDUP
Risnah Afri Yanti, lahir di Palembang pada tanggal 07 April 1976, beragama
Islam, anak kedua dari 4 bersaudara, dari pasangan Ir. H. Rusli Busar Bcm dan Hj.
Nurdjanah yang saat ini bertempat tinggal di jalan Sentosa Sri Raya 9 No 01 RT 42
RW 15 Plaju Ulu Palembang.
Pendidikan formal penulis yaitu pendidikan Sekolah Dasar di SD Nasional 1
Plaju selesai tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama di SMP Yaktapena 2 Plaju
selesai pada tahun 1991, sekolah Menengah Atas di SMA Yaktapena 1 Plaju selesai
pada tahun 1994. Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sriwijaya Palembang
selesai pada tahun 2002. Penulis berdomisilir di Jln Jendral Sudirman Keutapang Dua
No 01 Desa Geuceu Meunara Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh.
Bekerja di RSUP Moehammad Hoesin Palembang sebagai Dokter PTT
Brigade Siaga Bencana pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Pada tahun 2003
sampai dengan Bulan Mei 2009 penulis sebagai dokter part time di UGD Rumkit AK
Gani Palembang. Pada tahun 2007 menjadi staf di Departemen Cardiologi di RSUP
Moehammad Hoesin Palembang sampai dengan bulan Mei tahun 2009. Dari bulan
Mei tahun 2009 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staff di Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas III Banda Aceh.
Penulis telah menikah dengan Mayor Czi Hartanto Dwi Priono ST anak dari
Mayor (purnawirawan) H. Eddy Sarbu dan Hj. Supinah pada tahun 24 Mei 2003 dan
berusia delapan tahun. Sekolah kelas tiga SD di SD Negeri 2 Banda Aceh dan dua
orang putri yang bernama Balqis Nurul Ramadhini yang berusia enam tahun, sekolah
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Hipotesis ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Efektivitas KIE ... 9
2.1.1 Efektivitas ... 9
2.1.1.1 Pengertian Efektivitas ... 9
2.1.1.2 Cara Pengukuran Efektivitas ... 10
2.1.1.3 Pendekatan Efektivitas ... 11
2.1.1.4 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas ... 12
2.1.2 KIE ... 14
2.2 Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Imunisasi Campak ... 19
2.2.1 Penyakit Campak ... 19
2.2.1.1 Definisi Penyakit Campak ... 19
2.2.1.2 Penyebab Penyakit Campak ... 20
2.2.1.3 Gejala Klinis Penyakit Campak ... 20
2.2.1.4 Cara Penularan Penyakit Campak ... 21
2.2.1.5 Komplikasi Penyakit Campak ... 21
2.2.2 Imunisasi Campak ... 22
2.2.2.1 Manfaat Imunisasi ... 22
2.2.2.6 Efek Samping Pemberian Imunisasi Campak 24 2.2.2.7 Tempat Untuk Mendapatkan Imunisasi Campak 24
2.3 Landasan Teori ... 25
2.4 Kerangka Konsep ... 29
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 30
3.1 Jenis Penelitian ... 30
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 30
3.2.2 Waktu Penelitian ... 32
3.3 Populasi dan Sampel ... 32
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 33
3.4.1 Data Primer ... 33
3.4.2 Data Sekunder ... 33
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 34
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 36
3.5.1 Variabel Independen ... 36
3.5.2 Variabel Dependen ... 36
3.6 Metode Pengukuran ... 37
3.6.1 Pengukuran Variabel KIE ... 37
3.6.2 Pengukuran Variabel Pengetahuan Ibu ... 38
3.7 Metode Analisis Data ... 38
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 40
4.1Gambaran Umum Kabupaten Aceh Besar ... 40
4.2Karakeristik Responden ... 43
4.3Desa Meure Lam Glumpang ... 47
4.3.1 Pengukuran KIE di Desa Meure Lam Glumpang ... 47
4.3.2 Persentase Responden Menjawab Pertanyaan dengan Benar Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE di Desa Meure Lam Glumpang ... 47
4.3.3 Perbedaan Pengetahuan Responden Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE di Desa Meure Lam Glumpang ... 48
4.4Desa Uloe Glong ... 50
4.4.1 Pengukuran KIE di Desa Uloe Glong ... 50
4.4.2 Persentase Responden Menjawab Pertanyaan dengan Benar Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE di Desa Uloe Glong ... 50
4.5Desa Lambeugak ... 53
4.5.1 Pengukuran KIE di Desa Lambeugak ... 53
4.5.2 Persentase Responden Menjawab Pertanyaan dengan Benar Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE di Desa Lambeugak ... 53
4.5.3 Perbedaan Pengetahuan Responden Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE di Lambeugak ... 54
4.6Hasil Uji Kruskall-Wallis ... 56
4.7Hasil Uji Mann Whitney ... 57
BAB 5. PEMBAHASAN ... 59
5.1 Efektivitas KIE Terhadap Pengetahuan Responden di Kabupaten Aceh Besar ... 59
5.1.1 Situasi Pelaksanaan KIE ... 59
5.1.2 Analisa Pertanyaan ... 61
5.2 Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Antara Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE ... 63
5.3 Keterbatasan Penelitian ... 66
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
6.1 Kesimpulan ... 67
6.2 Saran ... 67
DAFTAR TABEL No. 3.1 3.2 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 Judul
Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ...
Metode Pengukuran Variabel KIE ...
Karakteristik Responden di Desa MeureLamGlumpang ...
Karakteristik Responden di Desa Uloe Glong ...
Karakteristik Responden di Desa Lambeugak ...
Pengetahuan Responden tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi di Desa Meure Lam Glumpang Sebelum dan Sesudah Memperoleh KIE ...
Pengetahuan Responden tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi di Desa Uloe Glong Sebelum dan Sesudah Memperoleh KIE ...
Pengetahuan Responden tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi di Desa Lambeugak Sebelum dan Sesudah Memperoleh KIE ...
Beda Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Memperoleh KIE tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi Di 3 Puskesmas Kabupaten Aceh Besar ...
Rata-rata Ranking Nilai Beda Pengetahuan (Sebelum dan Sesudah Memperoleh KIE) Kelompok I, II dan III ...
Rata-rata Ranking Antara Kelompok I dan Kelompok II ...
Rata-rata Ranking Antara Kelompok I dan Kelompok III ...
Rata-rata Ranking Antara Kelompok II dan Kelompok III ....
DAFTAR GAMBAR
No 2.2
2.3
3.1
3.2
3.3
4.1
4.2
4.3
Judul Landasan Teori
Kerangka Konsep Penelitian
Disain Penelitian
Lokasi Penelitian
Rumus Besar Sampel
Persentase Responden Menjawab Pertanyaan Pretest dan Posttest dengan Benar di Desa Meure Lam Glumpang
Persentase Responden Menjawab Pertanyaan Pretest dan Posttest dengan Benar di Desa Uloe Glong
Persentase Responden Menjawab Pertanyaan Pretest dan Posttest dengan Benar di Desa Lambeugak
Halaman 29
29
30
32
33
47
50
53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 74
2. Skala Pengukuran KIE Imunisasi... 73
3. Kuesioner Penelitian ... 81
4. Skala Pengukuran KIE di Desa Meure Lam Glumpang ... 85
5. Skala Pengukuran KIE di Desa Uloe Glong ... 88
6. Skala Pengukuran KIE di Desa Lambeugak ... 92
7. Pertanyaan di Desa Meure Lam Glumpang ... 96
8. Pertanyaan di Desa Uloe Glong ... 98
9. Pertanyaan di Desa Lambeugak ... 100
10. Nilai Pretest dan Posttest, Nilai Subjektif Responden serta Karakteristik Responden di Desa Meure Lam Glumpang, Uloe Glong dan Lambeugak ... 101
11. Hasil Uji Wilcoxon ... 110
12. Hasil Uji Kruskall-Wallis ... 112
13. Hasil Uji Mann-Whitney ... 113
14. Uji Reliabilitas ... 115
18. Master Data Penelitian ... 117
19. Hasil Persentase Jumlah Responden Menjawab Benar di Prestest dan Post- Test ... 121
20. Master Data Analisa Persentase Jumlah Responden Menjawab Benar di Pre- Test dan Posttest ... 149
21. Foto-foto Kegiatan Penelitian ... 156
23. Surat Keterangan Ijin Uji Kuesioner ... 159
24. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Kuesioner ... 161
25. Surat Keterangan Mohon Ijin Melaksanakan Penelitian ... 162
26. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas Indrapuri ... 164
27. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas Seulimum ... 165
28. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas Kuta Chot- Glie ... 166
29. Absensi Responden di Desa Meure Lam Glumpang ... 167
30. Absensi Responden di Desa Uloe Glong ... 168
31. Absensi Responden di Desa Lambeugak ... 170
ABSTRAK
Imunisasi campak merupakan salah satu cara pencegahan terhadap penyakit campak yang diberikan sejak usia bayi 9 bulan dan pada anak yang berusia 6-7 tahun. Perolehan imunisasi campak dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dari masyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Quasi experiment. Penelitian ini dilakukan terhadap 96 orang ibu yang hadir di 3 posyandu yaitu posyandu seulanga (Kelompok I), cempaka (Kelompok II) dan putri beugak (Kelompok III). Data diperoleh dengan dua cara yaitu tes dan observasi. Tes dilakukan dua kali yaitu dalam bentuk pretest dan posttest dengan menggunakan kuesioner yang sama. Uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Uji Wilcoxon, Uji Kruskall-Wallis dan Uji Mann-Whitney.
Hasil penelitian menunjukan beda mean nilai pengetahuan dari kelompok I, II dan III sebagai berikut 2,81, 0,8 dan 2,2. Nilai pengukuran KIE dari kelompok I, II, dan III sebagai berikut 41,63, 34,69 dan 38,97. Hasil uji dengan Kruskall-Wallis diperoleh nilai p = 0.001, maka dapat diambil kesimpulan bahwa paling tidak terdapat satu kelompok yang mempunyai nilai pengetahuan berbeda dari yang lain. Hasil uji Mann-Whitney dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan bermakna pada perubahan pengetahuan ibu adalah antara kelompok 1 dengan kelompok 2 (p = 0,0001) dan kelompok 2 dengan kelompok 3 (p = 0,009). Sedangkan antara kelompok 1 dan kelompok 3 tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0,185).
Kesimpulan KIE merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan Ada hubungan antara pelaksanaan KIE dengan peningkatan pengetahuan. Disarankan kepada pimpinan puskesmas untuk mengoptimalkan setiap pelaksanaan KIE dan selalu memperbaruhi materi kesehatan serta meningkatkan kemampuan komunikator dalam penyampaian materi kesehatan.
ABSTRACT
Measles immunization which was given to the babies in 9 months old and to the children of 6-7 years old is one of the ways to prevent measles. The acquisition of measles immunization is influenced by the factor of knowledge of the community members.
This study was done with quasi-experiment. The population of this study was the 96 mothers attending the CIE activity at 3 (three) Posyandu (Integrated Health Post), namely, Posyandu Seulanga (Group I), Cempaka (Group II), and Putri Beugak (Group III). The data for this study were obtained through test and observation. The test was done twice in the forms of pretest and posttest using the same questionnaire. The tests used were Wilcoxon Test, Kruskall-Wallis Test, and Mann-Whitney Test.
The result of this study showed that the mean difference of the value of the knowledge of Group I, II and III were 2.81, 0.8, and 2.2. The value of CIE measurement of Group I, II and III was 41.63, 34.69, and 38.97. The result of Kruskall-Wallis showed that p = 0.001 which means that at least there was one group with the value which is different from the other groups. The result of Mann-Whitney showed that there was a significant difference between the knowledge of mothers in Group I and that in Group II (p = 0.001) and between that in Group II and that in Group III (p = 0.009). There was no significant difference between the knowledge of mothers in Group I and that in Group III (p = 0.185).
The conclusion drawn is that CIE is the effective way to improve the knowledge because there is a relationship between the CIE implementation and the improvement of knowledge. The management of Health Center is suggested to improve the ability of communicator in delivering health materials, optimizing each CIE implementation, and always update the available health materials.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi
serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai investasi untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan
pendapatan (Elfindri, 2011). Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
maka paling sedikit yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan dasar adalah: a).
Pendidikan kesehatan, b). Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi, c).
Penyediaan air minum dan sanitasi dasar, d). Pelayanan kesehatan ibu dan anak
termasuk keluarga berencana, e). Imunisasi, dan f). Pengobatan dan pengadaan obat
(Hasanah, 2010).
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa imunisasi merupakan
salah satu pelayanan kesehatan dasar. Imunisasi merupakan salah satu cara yang
efektif untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, kecacatan akibat
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi adalah TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Campak, Polio, dan
Hepatitis B. Selain itu pencegahan penyakit melalui imunisasi merupakan cara
seseorang apabila jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Imunisasi disebut
sebagai pencegahan primer (Lisnawati, 2011) dan (Ranuh, 2011).
Vaksinasi merupakan teknologi yang sangat berhasil di dunia Kedokteran
yang oleh Katz (1999) dikatakan sebagai “Sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik
yang pernah diberikan para ilmuwan di dunia ini”, satu upaya kesehatan yang paling
efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya kesehatan lainnya (Ranuh, 2011).
Tanpa imunisasi kira-kira 3 dari 100 anak akan meninggal karena campak.
Sebanyak 2 dari 100 anak akan meninggal karena batuk rejan. Satu dari 100 anak
akan meninggal karena penyakit tetanus. Dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita
penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan
melindungi anak terhadap penyakit-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas
pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi
telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi lengkap (Proverawati dan Andhini, 2010).
Hal ini ditandai dengan masih banyaknya negara berkembang yang masih belum
dapat mencapai Universal Child Immunization (UCI) karena cakupan imunisasi yang rendah. Sebenarnya apabila UCI dapat dicapai maka kita dapat menyelamatkan tiga
juta anak yang meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi setiap
tahun (Ranuh, 2011).
Oleh karena itu untuk meningkatkan cakupan imunisasi pada anak-anak di
seluruh belahan dunia, sejak tahun 1974 Badan kesehatan Dunia (World Health
Organization) mencanangkan Expanded Program on Immunization (EPI), yang
cakupan terus meningkat dan hampir setiap tahun minimal 3 juta anak terhindar dari
kematian dan sekitar 750.000 anak terhindar dari kecacatan. Pada sidang WHO tahun
1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena
satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin
dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vaksin 85%. Berdasarkan
kesimpulan tersebut maka ditetapkan kesepakatan global untuk me-Reduksi Campak
(RECAM) pada tahun 2000. Tahap eradikasi diperkirakan akan dapat dicapai 10-15
tahun setelah eliminasi (Ranuh, 2011) dan (Lisnawati, 2011).
Tahun 2000 pada sidang persatuan Perserikatan Bangsa–bangsa dibuatlah
kesepakatan deklarasi milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan
perwakilan dari 189 negara untuk bersinergi dalam mencapai tujuan pembangunan
milenium (Millennium Development Goals–MDGs) pada tahun 2015. MDGs
menetapkan delapan tujuan pembangunan milenium, tujuan ke-4 nya adalah
menurunkan angka kematian anak, dengan target menurunkan angka kematian balita
menjadi dua pertiga antara 1990 ke tahun 2015 (Ranuh, 2011).
Kebijakan Nasional Imunisasi, menurut Renstra Kemenkes tahun 2011, target
cakupan imunisasi yang harus dicapai pada tahun 2011 yaitu cakupan pemberian
imunisasi pada bayi 0-11 bulan 82%, persentase anak SD yang mendapatkan
imunisasi 80%, persentase desa yang mencapai UCI 85%. Menurut Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, target
cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi 0-11 bulan 90% dan tercapainya UCI di
dibawah satu tahun yang diimunisasi campak adalah 92% (Dinas Kesehatan Aceh,
2011).
Upaya imunisasi di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 70-an pada bayi dan
anak, sedangkan program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982
dan masuk dalam pengembangan program imunisasi (PPI). Tahun 1990 Indonesia
sudah mencapai Universal Child Immunization (UCI) Nasional. UCI adalah
tercapainya cakupan minimal 80 persen imunisasi dasar lengkap bayi sebelum usia 1
tahun. Program imunisasi dasar lengkap (LIL/ Lima Imunisasi dasar Lengkap) pada
bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, dan 1
dosis campak (Lisnawati, 2011).
Cakupan imunisasi campak nasional dari tahun 2007 sampai tahun 2010
berturut-turut adalah 81,6% (Bappenas, 2010), 83,0% (Ranuh, 2011), 92,09% (Profil
Kesehatan Indonesia, 2009), dan 74,5% (Bappenas, 2010). Berdasarkan data ini dapat
dilihat pencapaian cakupan imunisasi campak nasional mengalami penurunan yang
bermakna dari tahun 2009 ke tahun 2010. Pencapaian UCI nasional di Indonesia dari
tahun 2006 sampai tahun 2009 berturut-turut adalah 73,26%, 71,18%, 74,02%, dan
69,76% (Profil Kesehatan Indonesia, 2009). Penurunan pencapaian UCI nasional di
Indonesia terjadi pada tahun 2008 ke tahun 2009.
Kebalikan dari cakupan imunisasi campak nasional dan pencapaian UCI di
Indonesia, pencapaian cakupan imunisasi campak dan UCI di Provinsi Aceh
meningkat dalam dua tahun terakhir yaitu dari tahun 2010 ke tahun 2011. Pencapaian
65,9%. Cakupan imunisasi campak di Provinsi Aceh dari tahun 2008 sampai tahun
2011 berturut-turut adalah 70%, 92,3% 81,2% dan 86,4% (Profil Kesehatan Provinsi
Aceh, 2010 dan 2011).
Peningkatan cakupan imunisasi campak ini tidak merata disetiap
kabupaten/kota di Provinsi Aceh, contohnya di Kabupaten Aceh Besar cakupan
imunisasi campak dalam dua tahun terakhir justru menurun 83,7% pada tahun 2010
dan 78,9% pada tahun 2011 (Profil Kesehatan Aceh Besar, 2010 dan 2011). Dari 25
Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Besar hanya 5 puskesmas yang
menunjukkan peningkatan dalam cakupan imunisasi campak, 19 puskesmas
menunjukkan penurunan cakupan imunisasi campak dan satu puskesmas tidak
mempunyai data. Kabupaten Aceh Besar menempati posisi 5 terendah dalam cakupan
imunisasi campak di Provinsi Aceh pada tahun 2011. Cakupan imunisasi campak
yang terendah di Kabupaten Aceh Besar adalah pada Puskesmas Seulimum yaitu
57,6% (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2010 dan 2011) .
Upaya Dinas Kesehatan Provinsi Aceh dan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Besar untuk menanggulangi permasalahan tersebut dengan menerapkan kebijakan
bahwa penyelenggaraan imunisasi dasar dapat dilaksanakan oleh pemerintah, swasta
dan masyarakat, dengan prinsip keterpaduan; mengupayakan pemerataan jangkauan
pelayanan; mengupayakan kualitas pelayanan; mengupayakan kesinambungan
penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu. Perhatian
khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit dan daerah-daerah sulit
Salah satu hambatan program imunisasi adalah isu-isu negatif tentang
imunisasi dan persepsi negatif terhadap imunisasi serta mitos–mitos mengenai
imunisasi itu sendiri. Pandangan negatif terhadap vaksinasi bukan saja dikemukan
oleh masyarakat awam namun juga oleh sebagian petugas kesehatan. Masyarakat
awam lebih khawatir terhadap efek samping dari imunisasi daripada penyakitnya
sendiri dan komplikasi penyakit tersebut yang dapat menyebabkan kecacatan dan
kematian, (Ranuh, 2010). Isu dan mitos negatif mengenai imunisasi dapat
mempengaruhi pengetahuan, pemahaman dan akhirnya berpengaruh pada tindakan
ibu untuk mengimunisasikan anaknya. Hambatan ini juga terjadi pada Provinsi Aceh
khususnya pada daerah Kabupaten Aceh Besar. Hal ini dinyatakan oleh tenaga
kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Aceh dan di Puskesmas Kabupaten Aceh
Besar, serta ibu yang menjadi responden pada survei pendahuluan.
Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karena orang
terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Pengetahuan, kepercayaan dan perilaku
kesehatan seorang ibu akan mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi campak
pada bayi, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasi bayi. Masalah pengertian,
pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak akan menjadi
halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal itu
diberikan (Ali M, 2002).
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan April tahun 2012
di tiga tempat di daerah Kabupaten Aceh Besar yaitu Puskesmas Indrapuri,
mempunyai Balita didapatkan hasil bahwa hanya 12 (30,8%) orang ibu yang
mempunyai pengetahuan yang benar mengenai imunisasi campak.
Pemberian informasi yang benar dan adekuat mengenai pemberian imunisasi
campak melalui komunikasi dan edukasi sangat lah diperlukan oleh ibu untuk
meningkatkan pengetahuan ibu mengenai pemberian imunisasi campak. Tenaga
kesehatan merupakan sumber informasi yang dapat digunakan ibu untuk mengetahui
imunisasi campak, maka diperlukan interaksi komunikasi dengan kualitas yang baik
antara tenaga kesehatan dan ibu yang mempunyai bayi. Strategi komunikasi dan
edukasi yang baik dan adekuat dapat membangun kepercayaan terhadap imunisasi
campak tersebut serta mendapat dukungan penuh dari lingkungan sekitar sehingga
dapat mencapai populasi yang tinggi pada pemberian imunisasi campak (Waisbord
dan Carson, 2005).
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Rendahnya pengetahuan ibu
tentang pemberian imunisasi campak pada bayi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi
Aceh”.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana efektivitas KIE
yang dilakukan petugas puskesmas terhadap pengetahuan ibu tentang pemberian
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh KIE terhadap peningkatan
pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi di Kabupaten Aceh
Besar Provinsi Aceh.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Dinas Kesehatan
Provinsi Aceh dan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar mengenai sejauh mana
effektivitas KIE terhadap pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada
bayi. Sehingga dapat diambil suatu kebijakan dengan membuat program KIE yang
sesuai untuk meningkatkan cakupan imunisasi campak dan menurunkan jumlah kasus
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana efektivitas KIE yang
dilakukan petugas puskesmas terhadap pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi
campak pada bayi, maka dalam tinjauan pustaka ini mengkaji mengenai efektivitas
KIE dan pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi.
2.1. Efektivitas KIE
Untuk memahami efektivitas KIE terlebih dahulu dipahami arti efektivitas dan
arti dari KIE.
2.1.1. Efektivitas
Pemahaman terhadap efektivitas ini meliputi pengertian efektivitas, cara
pengukuran efektivitas, pendekatan efektivitas, dan masalah dalam pengukuran
efektivitas.
2.1.1.1. Pengertian Efektivitas
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif
yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai
kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa
efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan
menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang
disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana
tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan (Starawaji,
2009).
Penjelasan di dalam Ensiklopedia Agama dan Filsafat yang disalin dari
Starawaji (2009) bahwa efektivitas adalah menunjukkan taraf tercapainya tujuan.
Suatu program atau usaha dikatakan efektif kalau usaha mencapai tujuannya. Secara
ideal efektivitas dapat dinyatakan dengan ukuran yang dapat dihitung seperti dalam
persentase.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian efektivitas adalah keberhasilan suatu
aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah
ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan
yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan
dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka
aktifitas itu dikatakan tidak efektif.
2.1.1.2. Cara Pengukuran Efektivitas
Menurut Starawaji (2009) yang mengutip pendapat Campbell (1989), terdapat
cara pengukuran terhadap efektivitas yang secara umum dan yang paling menonjol
adalah sebagai berikut:
1. Keberhasilan program
2. Keberhasilan sasaran
3. Kepuasan terhadap program
5. Pencapaian tujuan menyeluruh
2.1.1.3. Pendekatan Efektivitas
Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas itu
efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu:
a. Pendekatan Sasaran
Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil
merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam
pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan
mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.
Selain tercapainya tujuan, efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu
pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu
pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut
efektif (Starawaji, 2009).
b. Pendekatan Sumber
Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga
dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga
harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan
dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai
keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga
mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari
out put yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya (Starawaji,
2009).
c. Pendekatan Proses
Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari
suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan
dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara
terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan
memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap
sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta
kesehatan lembaga.
2.1.1.4. Masalah dalam Pengukuran Efektivitas
Efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba.
Pengukuran efektivitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan
memberikan hasil pengukuran efektivitas berdasarkan sasaran dengan memperhatikan
masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut:
a. Adanya macam-macam output
Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran
efektivitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran
juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya.
Efektivitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau
efektivitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektivitas
efektivitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektivitas
pada setiap sasaran yang dimilikinya.
Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi
penggunaan kriteria dalam pengukuran efektivitas seperti yang dikemukakan oleh
Steers (1985) yang dikutip oleh Starawaji (2009) yaitu bahwa kriteria tersebut dalam
pengukuran efektivitas adalah: Adaptabilitas dan fleksibilitas, Produktivitas,
keberhasilan memperoleh sumber, keterbukaan dalam komunikasi, Keberhasilan
pencapaian program, Pengembangan program.
b. Subjektivitas dalam penilaian
Pengukuran efektivitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali
mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan
juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Untuk
itu ada baiknya bila meninjau bahwa perlu masuk kedalam suatu lembaga untuk
mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari
dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau
masyarakat, seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas. Untuk sasaran yang dinyatakan
dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran
yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat
tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya.
Hal ini didukung oleh pendapat Steers (1985) yang dikutip oleh starawaji
(2009) yaitu bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual
yang hendak dicapai. Karena itu perbedaan karakteristik faktor-faktor kontekstual ini
perlu diperhatikan apabila hendak bermaksud mengukur efektifivas program yang
terdapat pada lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan
dikatakan efektif apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai
dengan kebutuhan.
2.1.2. KIE
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) berasal dari bahasa Inggris yang
telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia, yaitu dari kata Communication Information, Education, (CIE). Istilah KIE mempunyai pengertian yang komplek
karena dalam proses komunikasi terkandung unsur informasi dan informasi itu sendiri
mempunyai unsur edukasi, yang mempunyai sifat dapat menggerakkan seseorang
atau kelompok untuk melakukan sesuatu (Depkes RI, 1993). Tujuan KIE adalah
peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku individu maupun kelompok
(Depkes RI, 2002). Secara rinci pengertian KIE dapat diformulasikan sebagai
berikut:
a) Komunikasi
Diartikan sebagai proses penyampaian berbagai informasi antara petugas KIE
dengan masyarakat sehingga pada akhirnya tercapai suatu persepsi (pandangan)
yang sama antara petugas dengan masyarakat.
Diartikan sebagai semua data, fakta, rumusan serta acuan yang perlu diketahui,
dipahami dan dilaksanakan oleh petugas dan masyarakat dalam rangka
melaksanakan suatu kegiatan.
c) Edukasi
Diartikan sebagai proses kegiatan yang teratur yang mendorong terjadinya proses
perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang suatu kegiatan
tersebut secara wajar, sehingga masyarakat melaksanakan kegiatan tersebut dan
bertanggung jawab atas keberhasilannya (Depkes RI, 1993).
Agar berjalan dengan efektif sebaiknya topik KIE berdasarkan kebutuhan dan
kondisinya. Mengingat ruang lingkup penyampaian KIE adalah perilaku dengan
berbagai variabelnya, maka KIE ini juga mempergunakan prinsip dan metoda dari
berbagai disiplin ilmu seperti komunikasi, antropologi medis, psikologi sosial dan
pemasaran sosial.
Pengelolaan KIE dibagi dalam 3 tahap pokok, yaitu:
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah: Mengumpulkan
data, Mengembangkan strategi, Mengembangkan, menguji coba dan
memproduksi bahan-bahan komunikasi, Membuat rencana pelaksanaan,
Menyiapkan pelaksanaan (Triamanah, 2004).
2. Tahap Intervensi (Pelaksanaan)
Tahap intervensi ini dibagi kedalam siklus-siklus pesan yang terpisah. Setiap
berbeda disesuaikan dengan perubahan kebutuhan sasaran.
Perubahan-perubahan ini dilakukan secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran
dan memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan. Cara ini
memungkinkan perencana program untuk memasukkan hasil-hasil tahap
sebelumnya ke dalam perencanaan tahap-tahap berikutnya. Cara ini
memungkinkan perencana membuat beberapa kali perubahan-perubahan
penting dalam strategi yang ditempuh. Perubahan-perubahan ini harus
dilakukan sebagai jawaban terhadap informasi-informasi tentang penerimaan
sasaran terhadap program dan efektifitas kegiatan yang dilaksanakan
(Triamanah, 2004).
3. Tahap Monitoring dan Evaluasi (Pemantauan dan Penilaian)
Tahap monitoring memberikan informasi kepada perencana mengenai
pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu yang tepat, hingga
perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan (Triamanah, 2004).
Aspek-aspek yang dipantau meliputi input, proses, dan output dari suatu
kegiatan KIE. Aspek-aspek tersebut meliputi: sasaran, media, jalur, isi pesan,
hasil-hasil kegiatan, permasalahan yang dihadapi, kegiatan pemantauan oleh
instansi di atasnya, tindak lanjut kegiatan dan kemandirian (Depkes RI, 1993).
Tahap Evaluasi dilakukan terhadap keluaran (output) program, dampak
primer, perubahan perilaku dan perubahan status dari sasaran yang
Tahapan Indikator Keberhasilan
Keluaran (output) Frekuensi kegiatan KIE kelompok
Frekuensi kegiatan KIE perorangan
Frekuensi kegiatan KIE massa
Efek Primer Tingkat pengetahuan
Perubahan Perilaku Tingkat partisipasi dalam program
Tingkat kelestarian partisipasi
Perubahan Status Tingkat kesadaran
Kegiatan KIE dapat dibagi menjadi 2 (dua) kegiatan pokok yakni: Kegiatan
KIE kesepakatan dan Kegiatan KIE Perubahan Perilaku (Depkes RI, 1993)
1. Kegiatan KIE Kesepakatan
Seperti diketahui bahwa program KIE mengandung unsur inti yaitu proses
peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku. Sebagai proses
perubahan sikap, kita perlu menyiapkan terlebih dahulu lingkungan yang
mendukung. Hal ini dapat berarti kesiapan, baik para pengelola program maupun
masyarakat sasaran. Dapat dikatakan bahwa KIE-Kesepakatan adalah kegiatan
KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan serta
kesepakatan tokoh-tokoh masyarakat, baik politis maupun operasional dalam
melaksanakan program tersebut.
2. Kegiatan KIE Perubahan Perilaku
Kegiatan KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, merubah sikap
a). KIE massa: Kegiatan KIE yang dilaksanakan melalui media elektronik dan cetak.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menyiapkan kondisi sebelum kegiatan KIE yang
lain dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
multimedia khususnya pada waktu melaksanakan kampanye program yang
sifatnya masih inovatif/baru. Ide penggunaan pendekatan Multi media ini
dimaksudkan agar penyampaian pesan dapat secara intensif dan sekaligus
menghilangkan terjadinya distorsi informasi yang disampaikan oleh salah satu
media.
b). KIE Wawan Muka (Interpersonal): kegiatan KIE yang dilaksanakan secara
perorangan melalui kunjungan rumah. Kegiatan ini dilaksanakan secara kontinyu
dan berkesinambungan baik oleh para petugas KIE maupun kader. Petugas KIE
harus dengan sabar dan tekun mengadakan kunjungan ulang pada setiap sasaran,
hingga akhirnya sasaran mau melakukan apa yang disarankan oleh petugas KIE
maupun kader.
c). KIE Kelompok: Kegiatan KIE dilaksanakan secara berkelompok, untuk
mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan KIE. KIE kelompok dapat
dilaksanakan dengan menggunakan forum komunikasi yang sudah melembaga
(musyawarah desa), maupun forum komunikasi yang telah terbentuk seperti
klompencapir.
Ketiga bentuk kegiatan dapat dilaksanakan sendiri-sendiri, tetapi terkoordinasi,
khususnya dalam isi pesan yang mau di sampaikan pada sasaran (Depkes RI,
2.2. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Imunisasi Campak
Pengetahuan yang diperlukan seorang ibu tentang pemberian imunisasi
campak pada bayi meliputi pengetahuan mengenai penyakit campak dan
imunisasinya. Pengetahuan mengenai penyakit campak meliputi pengertian penyakit
campak, penyebab penyakit campak, gejala klinis penyakit campak, cara penularan
penyakit campak, komplikasi penyakit campak.
Pengetahuan mengenai imunisasi campak meliputi pengertian imunisasi,
manfaat imunisasi, usia pemberian imunisasi campak pada bayi, dosis dan cara
pemberian imunisasi campak, berapa kali pemberian imunisasi campak pada bayi,
kontra indikasi pemberian imunisasi campak pada bayi, efek samping imunisasi
campak dan tempat atau fasilitas yang dapat memberikan pelayanan imunisasi
campak.
2.2.1.Penyakit Campak
Pengetahuan yang sebaiknya seorang ibu ketahui tentang penyakit campak
meliputi definisi penyakit campak, penyebab penyakit campak, gejala klinis penyakit
campak, cara penularan penyakit campak, dan komplikasi penyakit campak.
2.2.1.1. Definisi Penyakit Campak
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles dengan gejala
bercak merah menyeluruh dengan panas dan disertai dengan salah satu gejala atau
lebih dari gejala batuk, pilek dan kemerahan pada mata. Pada mukosa mulut ada
bercak koplik. Setelah gejala mereda warna kulit menjadi kehitaman
Menurut Septenia (2010) yang mengutip Maldorado (1996) Campak
merupakan suatu penyakit akut menular yang ditandai oleh 3 stadium: (1). Stadium
inkubasi sekitar 10-12 hari. Disertai dengan sedikit tanda-tanda atau gejala-gejala:
(2). Stadium prodromal ditandai dengan bercak koplik pada mukosa bukal dan faring,
demam ringan sampai dengan sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk yang
semakin berat: (3). Stadium akhir dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut
pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki disertai demam yang tinggi.
2.2.1.2. Penyebab Penyakit Campak
Penyebab penyakit campak adalah virus RNA dari Famili Paramixoviridae,
genus Morbili virus. Hanya satu tipe antigen yang diketahui. Selama masa prodromal
dan selama masa waktu singkat sesudah ruam campak, Virus ditemukan dalam
sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya
34 jam dalam suhu kamar ini berdasarkan Septenia (2010) yang mengutip dari
Maldorado (1996).
2.2.1.3. Gejala Klinis Penyakit Campak
a) Panas badan biasanya ≥ 38 derajat celcius selama 3 hari atau lebih, disertai salah
satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair.
b) Khas (Patognomonis) ditemukan Koplik’s spot atau bercak putih keabuan dengan
dasar merah di pipi bagian dalam (Mucosa Basal).
c) Bercak kemerahan rash yang dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk
makulo papular selama 3 hari atau lebih, beberapa hari (4-7 hari) ke seluruh
d) Bercak kemerahan makulo papular setelah 1 minggu sampai 1 bulan berubah
menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Kasus yang telah
menunjukkan hiperpigmentasi (kehitaman) perlu dilakukan anamnesis dengan
teliti, dan apabila pada masa akut (permulaan sakit) terdapat gejala-gejala tersebut
di atas maka kasus tersebut termasuk kasus campak (Depkes RI. 2008).
2.2.1.4. Cara Penularan Penyakit Campak
a) Penularan dari orang ke orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara
terutama batuk, bersin atau sekresi hidung.
b) Masa penularan 4 hari sebelum rash sampai 4 hari setelah timbul rash, puncak
penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama
sakit (Depkes RI, 2008).
2.2.1.5. Komplikasi Penyakit Campak
Sebagian besar penderita campak akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada
anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia > 20 tahun. Penyakit campak dapat
menjadi lebih berat atau fatal pada penderita malnutrisi dan defisiensi Vitamin A
serta Human Immuno deficiency Virus (HIV). Komplikasi yang sering terjadi yaitu:
a). Diare b). Bronchopneumonia, c). Malnutrisi, d). Otitis Media, e). Kebutaan, f).
Encephalittis, g). Measles encephalittis, hanya 1/1.000 penderita campak, h).
Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), hanya 1/100.000 penderita campak dan,
2.2.2. Imunisasi Campak
Imunisasi berasal dari bahasa latin “ Immun” yang berarti kebal. Dalam istilah kedokteran dikenal dengan istilah imunitas yaitu suatu peristiwa mekanisme
pertahanan tubuh terhadap serangan benda asing, sehingga terjadi interaksi antara
tubuh dengan benda asing tersebut.
Menurut Mansjoer (2000) yang dikutip oleh Lisnawati (2011) imunisasi
adalah suatu cara untuk memberikan kekebalan kepada seseorang secara aktif
terhadap penyakit menular. Berdasarkan Ranuh (2001) yang dikutip oleh Lisnawati
(2011) imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpapar antigen yang serupa tidak
pernah terjadi penyakit.
Dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1059/MENKES/SK/IX/2004 imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia
terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut
(Purnamaningrum, 2010).
2.2.2.1. Manfaat Imunisasi
1. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan
3. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan
berpendidikan untuk melanjutkan pembangunan (Proverawati dan Andhini,
2010).
2.2.2.2. Usia Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi
Bayi terlindung dari campak karena ada antibodi dari ibunya yang masuk
kedalam darah bayi melalui plasenta. Lama perlindungan bayi dari penyakit campak
tergantung pada jumlah antibodi yang disalurkan lewat plasenta, faktor genetik,
faktor lingkungan, perbedaan cepat lambatnya kehilangan antibodi pasif yaitu infeksi
kuman lain, katabolisme Ig G yang meningkat. Kekebalan maternal yang dibawa
berangsur-angsur menurun sampai pada usia 9 bulan. Keadaan ini dipakai alasan
program imunisasi pemberian imunisasi segera setelah anak berusia 9 bulan
(Wisnuwijoyo, 2004).
2.2.2.3. Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi Campak
Dosis vaksin campak sebanyak 0,5 ml. Sebelum disuntikan, vaksin campak
terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml
cairan pelarut. Vaksin diberikan secara intramuskular.
Cara pemberian:
a. Atur bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan bahu lengan
telanjang.
b. Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi, dan gunakan jari-jari tangan untuk
c. Cepat tekan jarum ke dalam kulit yang menonjol ke atas dengan sudut 45
derajat.
d. Usahakan kestabilan posisi jarum (Proverawati dan Andhini, 2010).
2.2.2.4. Berapa Kali Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi
Di Indonesia, sejak tahun 2004 imunisasi campak diberikan dua kali, yang
pertama pada umur 9-11 bulan dan yang kedua pada program Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS) pada umur 6–7 tahun (Hartati, 2008).
2.2.2.5. Kontra Indikasi Pemberian Imunisasi Campak Kontra indikasi pemberian vaksin campak:
1. Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38° Celcius
2. Gangguan sistem kekebalan
3. Pemakaian obat imunosupresan
4. Alergi terhadap protein telur
5. Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
6. Wanita hamil (Lisnawati, 2011)
2.2.2.6. Efek Samping Imunisasi Campak
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3
hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Proverawati dan Andhini, 2010).
2.2.2.7. Tempat untuk Mendapatkan Imunisasi Campak
Untuk memaksimalkan pelayanan imunisasi, dan mengoptimalkan
keberhasilan program imunisasi, telah disediakan tempat-tempat khusus yang bisa
puskesmas, polindes, rumah sakit, bidan desa, praktek dokter, dan tempat lain yang
telah disediakan (Proverawati dan Andhini, 2010).
2.3. Landasan Teori
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya
adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu
mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi,
berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan
kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh
organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut
dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat
dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku
makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Perilaku manusia merupakan refleksi dari
berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi,
persepsi sikap dan sebagainya.
Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat
2.3.1. Landasan Teori Perubahan Pengetahuan
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam
diri manusia) maupun faktor eksternal (diluar diri manusia). Faktor internal terdiri dari faktor
fisik dan faktor psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor lain sosial, budaya
masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis
besar faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok, maupun
masyarakat, dikelompokkan menjadi 4 menurut Teori Blum yang dikutip dari Notoatmodjo
(2003) yaitu 1). Lingkungan, 2). Perilaku, 3). Pelayanan kesehatan, 4). Hereditas
(keturunan).
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat hendaknya juga
dialamatkan kepada empat faktor tersebut. Dengan kata lain intervensi atau upaya
kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4 (empat), yakni intervensi
terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas.
Dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, maka
intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis.
Intervensi terhadap faktor perilaku ini secara garis besar dapat dilakukan melalui
upaya yaitu dengan tekanan (enforcement), hukum (Regulation), dan edukasi (Education) (Notoatmodjo, 2010).
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan
dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi,
memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan
perubahan perilaku masyarakat akan memakan waktu yang lama, namun demikian
bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan langgeng, bahkan
selama hidup dilakukan.
Perubahan atau adopsi perilaku merupakan suatu proses yang komplek dan
memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang
menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahapan
yaitu: pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan (practice).
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Seperti telah diartikan diatas bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu. Untuk
mendapatkan tahu itu seorang dapat melalui proses belajar. Seorang dapat dikatakan
belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari
tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu.
Belajar sebenarnya adalah suatu usaha untuk memperoleh hal-hal baru dalam
tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan nilai-nilai) dengan aktivitas
kejiwaan sendiri. Dari pernyataan tersebut tampak jelas bahwa sifat khas dari proses
belajar ialah memperoleh sesuatu yang baru, yang dahulu belum ada, sekarang
menjadi ada, yang sebelum diketahui, sekarang diketahui, yang dahulu belum
Kegiatan belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja dan
kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri: a). Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan
perubahan pada diri individu yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. b).
Perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku
untuk waktu yang relatif lama. c). Perubahan-perubahan itu terjadi karena usaha.
Bukan karena proses kematangan (Notoatmodjo, 2003).
Telah disebutkan diatas salah satu cara untuk merubah perilaku adalah dengan
pendidikan. Menurut Craven dan Hirnle 1996 pendidikan kesehatan adalah
penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktek belajar
atau instruksi dengan tujuan untuk mengingat fakta/kondisi nyata, dengan cara
memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), dan aktif memberikan
informasi-informasi. Tujuan umum dari pendidikan kesehatan adalah bertujuan
meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk
hidup sehat dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan (Ali, 2010). Pendidikan
sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik
kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku
(Notoatmodjo, 1981).
Penyuluhan kesehatan menurut Azrul Azwar dalam Ali (2010) adalah
kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara memberikan pesan, menanamkan
keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan mengerti tapi juga mau
Gambar 2.1. Kerangka Teori
2.4. Kerangka Konsep
Keterangan:
: tidak diteliti : diteliti
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Penyuluhan
Proses belajar dan mengajar
Pengetahuan sebelum proses belajar mengajar
Pengetahuan sesudah proses belajar mengajar
Tindakan Tindakan
KIE Imunisasi campak
Pengetahuan ibu tentang pemberian
imunisasi campak pada bayi sesudah
KIE Pengetahuan ibu
tentang pemberian imunisasi campak pada bayi sebelum
KIE
Tindakan Imunisasi campak
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen semu (Quasi
experiment). Penelitian eksperimen ialah adanya perlakuan terhadap subyek
penelitian, kemudian efek perlakuan di observasi. Disain yang digunakan adalah The One Group Pretest-Posttest Design ialah rancangan penelitian yang hanya
menggunakan satu kelompok subyek serta melakukan pengukuran sebelum dan
sesudah pemberian perlakuan pada subyek (Cook and Campbell, 1979). Secara
skematis dapat dilukiskan sebagai berikut:
Pretest Perlakuan Posttest
Gambar 3.1. Disain Penelitian
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh yaitu di
wilayah kerja Puskesmas Seulimum, Puskesmas Indrapuri dan Puskesmas Kuta Chot
Glie. Puskesmas ini dipilih dikarenakan Puskesmas Seulimum mempunyai cakupan
imunisasi campak yang terendah di Kabupaten Aceh Besar yaitu 57,6% dan dari 34
non UCI sisanya 8 desa sudah UCI. Ini merupakan Puskesmas yang mempunyai
jumlah desa non UCI yang terbesar di Kabupaten Aceh Besar.
Oleh karena penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa KIE
mempunyai pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan ibu tentang pemberian
imunisasi campak pada bayi, maka penelitian dilakukan bukan hanya pada satu
puskesmas, tetapi pada 3 puskesmas. Puskesmas yang dipilih adalah yang letaknya
berdekatan agar mendapatkan karakteristik ibu yang sama. Maka dipilihlah
Puskesmas Kuta Chot Glie dan Puskesmas Indrapuri yang berdekatan dengan
Puskesmas Seulimum.
Penelitian KIE di Puskemas Indrapuri di laksanakan di Desa Meure Lam
Glumpang yang merupakan binaan posyandu Seulanga. Penelitian KIE di Puskemas
Seulimum di laksanakan di Desa Uloe Glong yang merupakan binaan posyandu
Cempaka dan Penelitian KIE di Puskemas Kuta Chot Glie di laksanakan di Desa
Gambar 3.2. Lokasi Penelitian 3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian direncanakan dilakukan selama 6 bulan, dari bulan Februari
sampai dengan bulan Agustus 2012.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah semua ibu yang hadir di posyandu pada saat acara
KIE tentang pemberian imunisasi campak pada bayi. Sampel pada penelitian ini
adalah seluruh populasi.
Rumus besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus besar sampel
Keterangan:
n = Besar sampel penelitian
Zα = 5% = 1,64
Zβ = 10% = 1,28
S = 3,813 (dari Tesis Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Ibu Balita
Gizi Buruk Di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010).
X1 – X2 =3 (selisih minimal yang dianggap bermakna)
n = (1,64 + 1,28) 3,813 3
2
n = 13,7 ≈ 14
Besar sampel minimum pada setiap puskesmas pada saat pelaksanaan KIE adalah 14
orang ibu.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan dua cara yaitu tes dan observasi. Tes dilakukan
pada ibu yang hadir pada saat KIE dilaksanakan, untuk mengukur pengetahuan ibu
dengan menggunakan kuesioner. Agar kuesioner lebih dimengerti oleh responden
maka istilah penyakit campak juga menggunakan bahasa setempat. Pengukuran
pengetahuan ibu dilakukan dua kali yaitu sebelum mendapat KIE tentang pemberian n = (Zα+Zβ)S2
imunisasi campak dari petugas puskesmas dalam bentuk pretest dan setelah
mendapatkan KIE tentang pemberian imunisasi campak dari petugas puskesmas
dalam bentuk posttest dengan menggunakan kuesioner yang sama.
Pengukuran KIE dilakukan dengan observasi menggunakan skala pengukuran
KIE yang telah ditetapkan, observasi dilakukan terhadap para pelaku KIE dari mulai
tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai monitoring KIE tersebut.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari posyandu di Puskesmas Seulimum, Puskesmas
Indrapuri, dan Puskesmas Kuta Chot Glie serta sumber lainnya.
3.4.3. Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan pada 30 orang ibu di
Puskesmas Ingin Jaya. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui tingkat kehandalan
atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasiitem dengan skor total item menggunakan corrected item total correlation, dengan ketentuan jika nilai r
corrected item total correlation > ˝r˝ di tabel Pearson Product Moment maka dinyatakan valid dan sebaliknya, nilai ˝r˝ dicari pada tabel r Pearson Product
Moment disignifikansi 0,05 dengan uji dua sisi dan jumlah data n = 30. Didapat dari
tabel r Pearson Product Moment adalah 0,361 (Priyatno, 2010). Ketentuan kuesioner
dikatakan valid pada penelitian ini, jika:
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan
metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali
pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai koefisien reliabilitas yang terukur dalam
[image:57.612.111.526.274.557.2]interval 0,70 sampai dengan 0,95, maka dinyatakan reliabel.
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Item Corrected Item Hasil Cronbach’sAlpha Hasil Total Correlation
1 0,584 Valid Reliabel
2 0,517 Valid Reliabel
3 0,450 Valid Reliabel
4 0,718 Valid Reliabel
5 0,620 Valid Reliabel
6 0,509 Valid Reliabel
7 0,577 Valid Reliabel
8 0,676 Valid Reliabel
9 0,464 Valid Reliabel
10 0,507 Valid 0,877 Reliabel
11 0,652 Valid Reliabel
12 0,633 Valid Reliabel
13 0,530 Valid Reliabel
14 0,711 Valid Reliabel
15 0,446 Valid Reliabel
16 0,511 Valid Reliabel
17 0,572 Valid Reliabel
18 0,572 Valid Reliabel
Berdasarkan Tabel 3.1. r hasil pertanyaan 1 sampai dengan pertanyaan 18
diperoleh dari nilai corrected item total correlation, semua nilainya lebih dari 0,361
dengan demikian pertanyaan 1 sampai dengan 18 valid. Untuk uji realibilitas, nilai