• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.13   Masalah Etika

a. Pasien sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat serta resiko dan hal yang terkait dengan penelitian. Kemudian diminta mengisi formulir kesediaan menjadi subjek penelitian.

b. Sebelum anestesi dan proses penelitian dimulai dipersiapkan alat kegawatdaruratan (oro/nasopharyngeal airway, ambu bag, sumber oksigen, laringoskop, endotracheal tube ukuran pasien, suction set), monitor (pulse oximetry, tekanan darah, EKG, laju jantung), obat emergensi (efedrin, adrenalin, sulfas atropin, lidokain, aminofilin, deksametason).

c. Jika terjadi hipotensi akibat tindakan spinal, akan diatasi dengan pemberian efedrin, sebuah vasokonstriktor seperlunya.

d. Bila terjadi kegawatdaruratan jalan nafas, jantung, paru dan otak selama anestesi dan proses penelitian berlangsung, maka langsung dilakukan antisipasi dan penanganan sesuai dengan teknik, alat dan obat standar seperti yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

e. Bila terjadi PDPH berat yang sangat mengganggu, maka akan diberikan cairan dekstran 5% 500 cc melalui infus, kemudian obat-obat analgesia seperti parasetamol. Bila diperlukan maka akan dilakukan kompresi abdomen dengan pemakaian korset. Apabila hal ini juga tidak dapat membantu, maka akan dilakukan tindakan Epidural Blood Patch, dengan memberikan 15 cc darah autologous pasien sendiri.

BAB 4

4 HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan selama 1 bulan dari awal sampai akhir bulan November 2010, dan diperoleh 100 pasien yang bersedia mengikuti penelitian dengan status fisik ASA 1 dan 2 yang menjalani operasi dengan spinal anestesia sesuai dengan prosedur penelitian. Dari 100 pasien yang menjadi subjek penelitian dibagi secara random dalam 2 kelompok dengan menggunakan dua tipe jarum spinal yang berbeda, yakni kelompok A 50 orang dengan jarum spinal Whitacre 27G dan kelompok B 50 orang dengan jarum spinal Quincke 27G.

4.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian

Karakteristik umum subjek penelitian berupa umur, jenis kelamin. Sebaran data karakteristik tersebut terlihat pada tabel (4.1-1)

Tabel 4.1-1. Data Demografi Umur Subjek Penelitian

Jenis Jarum n Mean Std. Deviation p Whitacre 50 44.34 12.145

Umur

Quincke 50 40.60 12.304 0.129*

*uji t-independent tes

Umur pasien yang menjadi subjek pada kedua kelompok dari yang paling muda usia 20 tahun dan tertua usia 65 tahun dengan rerata 44.34 pada kelompok Whitacre dan 40.60 pada kelompok Quincke dengan uji T independent test didapat nilai p = 0.129 berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok.

Sedang penyebaran demografi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin bisa dilihat pada tabel (4.1-2) di bawah ini

Tabel 4.1-2. Data Demografi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Whitacre Quincke Total p Pria 33 (66%) 33 (66%) 66 (66%)

Wanita 17 (34%) 17 (34%) 34 (34%) 1.000*

*uji Chi square

Jenis kelamin pada kelompok Whitacre 33 pria dan 17 wanita, dengan pada kelompok Quincke 33 pria dan 17 wanita dengan uji Chi square didapat nilai p=1.000, berarti tidak ada perbedaan jenis kelamin antara kedua kelompok data.

4.2 Physical status ASA

Karakteristik PS-ASA pada penelitian ini terlihat pada tabel (4.2-1) dibawah ini.

Tabel 4.2-1. Data demografi PS-ASA

PS ASA

Whitacre Quincke Total p 1 23 (46%) 28 (56%) 51 (51%)

2 27 (54%) 22 (44%) 49 (49%) 0.424*

*uji Chi square

Physical status ASA (PS ASA) pada kedua kelompok ini adalah 1 dan 2, dimana pada pasien PS ASA 1 berjumlah 51 orang dan pasien PS ASA 2 49 orang.

Dari analisa dengan uji Chi square untuk PS ASA terhadap kedua kelompok, didapat p=0.424, berarti tidak ada perbedaan PS ASA antara kedua kelompok data.

4.3 Jenis operasi pada kedua kelompok penelitian

Karakteristik jenis operasi yang dilaksanakan pada subjek penelitian ini yaitu bedah ortopedi, obstetrik, urologi, digestif. Dimana data demografinya dapat dilihat pada tabel (4.3-1) berikut ini

Tabel 4.3-1. Jenis operasi antar kedua kelompok

Jenis operasi Whitacre Quincke Total p Urologi 23(46%) 15(30%) 38(38%)

Pada penelitian ini jenis operasi urologi paling banyak dijumpai pada kedua kelompok yakni 38 orang (38%), kemudian ortopedi 32(32%), digestif 25 (25%) dan jenis operasi paling sedikit obstetrik 5 (5%). Setelah dianalisa dengan uji Chi square di dapat hasil p=0.65, dengan arti tidak ada perbedaan yang signifikan tetrhadap jenis operasi antar kedua grup.

4.4 Banyak usaha tusukan

Banyaknya usaha tusukan untuk masuk ke rongga sub-araknoid dengan tanda dijumpainya tetesan CSF melalui jarum spinal dapat dilihat melalui tabel di bawah ini.

Tabel 4.4-1. Banyak Usaha tusukan

UsahaTusukan Whitacre Quincke Total p

1 kali tusukan 27 33 60

2 kali tusukan 15 10 25

3 kali tusukan 7 5 12

4 kali tusukan 1 2 3

0.519*

*uji Chi-square

Dari hasil penelitian didapat bahwa ada 33 pasien kelompok Quincke yang hanya membutuhkan 1 tusukan, dan 27 pasien kelompok Whitacre dengan 1 tusukan.

15 pasien membutuhkan 2 tusukan untuk kelompok Whitacre dan 10 pasien untuk kelompok Quincke. 7 pasien membutuhkan 3 tusukan pada kelompok Whitacre dan 5 pasien untuk kelompok Quincke. 1 pasien dari kelompok Whitacre membutuhkan 4 tusukan dan 2 pasien pada kelompok Quincke. Dari analisa tes uji Chi square didapat p=0.519, dengan arti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap usaha tusukan antara kedua kelompok jarum.

Gambaran demografis banyaknya tusukan pada dua kelompok ini dapat lebih jelasnya dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 4.4-1. Banyaknya usaha tusukan

4.5 Insidensi PDPH

Jumlah pasien yang mengalami kejadian PDPH dalam kurun waktu pemantauan penelitian ini dapat dilihat dari table-tabel di bawah ini.

4.5.1 Insidensi PDPH selama observasi Tabel 4.5-1. Insidensi Kejadian PDPH

Insidensi

PDPH Whitacre Quincke Total p

Negatif 49 (98%) 45 (90%) 94 (94%)

Positif 1 (2%) 5 (10%) 6 (6%) 0.204*

*uji Chi square

Pada tabel ini adalah data insidensi PDPH yang terjadi dalam kurun waktu penelitian (3 hari). Didapat hasil pada penelitian ini hanya 1 (2%) pasien pada kelompok Whitacre yang mengalami PDPH, sementara pada kelompok Quincke terdapat 5 (10%) pasien mengalami PDPH. Dari analisa tes Chi square didapat hasil p=0.204, berarti tidak ada perbedaan bermakna insidensi PDPH antara kedua kelompok ini.

Untuk lebih jelasnya gambaran insidensi PDPH antar jarum Whitacre dan Quincke ini dapat dilihat dari grafik (4.5-1) di bawah ini.

Grafik 4.5-1. Insidensi PDPH antara Jarum Whitacre dan Quincke

Tampak walaupun kejadian PDPH lebih banyak terjadi pada pasien kelompok Quincke, 5 org (10%) dan hanya 1 org (2 %) pasien dalam kelompok Whitacre yang mengalami PDPH, tapi dari perbandingan statistik, tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna.

Jumlah kejadian PDPH dibagi menjadi 4 rentang waktu observasi, yakni 6 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam paska spinal anestesia. Didapat hasil-hasil sebagai berikut.

4.5.2 Insidensi PDPH 6 jam paska spinal Tabel 4.5-2. Insidensi PDPH 6 jam paska spinal

Insidensi

PDPH 6 jam Whitacre Quincke Total p Negatif 50 (100%) 49 (98%) 99

Positif 0 1 (2%) 1 1.000*

*uji Chi square

Dari hasil di atas dilakukan uji Chi square didapat hasil p=1.000, sehingga tidak ada perbedaan bermakna yang signifikan terhadap insidensi PDPH 6 jam paska spinal pada kedua kelompok ini.

4.5.3 Insidensi PDPH 24 jam paska spinal Tabel 4.5-3. Insidensi PDPH 24 jam paska spinal

Insidensi

PDPH 24 jam Whitacre Quincke Total p Negatif 50 (100%) 49 (98%) 99

Positif 0 1 (2%) 1 1.000*

*uji Chi square

Dari hasil di atas dilakukan uji Chi square didapat hasil p=1.000, sehingga tidak ada perbedaan bermakna yang signifikan terhadap insidensi PDPH 24 jam paska spinal pada kedua kelompok ini.

4.5.4 Insidensi PDPH 48 jam paska spinal Tabel 4.5-4. Insidensi PDPH 48 paska spinal

Insidensi

PDPH 48 jam Whitacre Quincke Total p Negatif 49 (98%) 45 (90%) 94

Positif 1 (2%) 5 (10%) 6 0.204*

*uji Chi square

Dari hasil di atas dilakukan uji Chi square didapat hasil p=0.204, sehingga tidak ada perbedaan bermakna yang signifikan terhadap insidensi PDPH 48 jam paska spinal pada kedua kelompok ini.

4.5.5 Insidensi PDPH 72 jam paska spinal

Tabel 4.5-5. Insidensi PDPH 72 jam paska spinal

Insidensi

PDPH 72 jam Whitacre Quincke Total p Negatif 50 (100%) 48 (96%) 98

Positif 0 2 (4%) 2 0.495*

*uji Chi square

Dari hasil di atas dilakukan uji Chi square didapat hasil p=0.495, sehingga tidak ada perbedaan bermakna yang signifikan terhadap insidensi PDPH 72 jam paska spinal pada kedua kelompok ini.

4.6 Keparahan PDPH

Keparahan dari kejadian PDPH selama pemantauan 6 jam paska, spinal, 24 jam, 48 jam dan 72 jam dapat dilihat dari tabel-tabel berikut ini.

4.6.1 Keparahan PDPH 6 jam paska spinal Tabel 4.6-1. Keparahan PDPH 6 jam paska spinal

Keparahan

Dari data di atas dilakukan uji Chi square dengan hasil p=1.000, berarti tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap keparahan PDPH yang terjadi pada kedua kelompok jarum 6 jam paska spinal.

4.6.2 Keparahan PDPH 24 jam paska spinal Tabel 4.6-2. Keparahan PDPH 24 jam paska spinal

Keparahan

Dari data di atas dilakukan uji Chi square dengan hasil p=0.495, berarti tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap keparahan PDPH yang terjadi pada kedua kelompok jarum 24 jam paska spinal.

4.6.3 Keparahan PDPH 48 jam paska spinal Tabel 4.6-3. Keparahan PDPH 48 jam paska spinal

Keparahan

Dari data di atas dilakukan uji Chi square dengan hasil p=0.131, berarti tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap keparahan PDPH yang terjadi pada kedua kelompok jarum 48 jam paska spinal.

4.6.4 Keparahan PDPH 72 jam paska spinal Tabel 4.6-4. Keparahan PDPH 72 jam paska spinal

Keparahan

Dari data di atas dilakukan uji Chi square dengan hasil p=0.495, berarti tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap keparahan PDPH yang terjadi pada kedua kelompok jarum.

4.7 Hubungan insidensi PDPH dengan banyaknya tusukan

Dalam penelitian dilakukan analisa data terhadap banyaknya tusukan dengan insiden kejadian PDPH, yang bisa dilihat dari tabel data di bawah ini.

Tabel 4.7-1. Hubungan banyak tusukan dengan PDPH Insidensi PDPH Banyak Usaha

Tusukan Negatif Positif

Total

p

1 kali tusukan 57 3 60

2 kali tusukan 23 2 25

3 kali tusukan 12 0 12

4 kali tusukan 2 1 3

0.170*

*uji Chi square

Dari data di atas dilakukan analisa dengan tes uji Chi square dan didapatkan hasil p=0.170, berarti tidak ada hubungan kejadian PDPH dengan banyaknya usaha tusukan spinal.

Untuk lebih jelasnya gambaran hubungan banyaknya tusukan dengan insidensi PDPH ini dapat dilihat melalui grafik (4.7-1) di bawah ini.

Grafik 4.7-1. Hubungan banyak tusukan dan insidensi PDPH

BAB 5

5 PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum

Dari data umum karakteristik sampel terlihat bahw umur, jenis kelamin, PS ASA dan jenis operasi antara kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik, sehingga sampel yang diambil relative homogen dan layak untuk dibandingkan.

5.2 Banyak Usaha Tusukan

Banyaknya usaha tusukan diperhitungkan karena tingkat kesukaran dalam penggunaan jarum Whitacre diperkirakan sedikit lebih sulit dibandingkan penggunaan jarum Quincke yang sudah lazim dipakai.

Dari penelitian Lynch dkk, menggunakan jarum spinal 27G Quincke dan 27G Whitacre pada pasien-pasien ortopedik dengan spinal anestesi, menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap kegagalan tindakan anestesi dengan 27G Quincke 8.5% dan 27G Whitacre 5.5%.14

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan berapa kali usaha tusukan dilakukan dalam upaya mencapai ruang sub-arakhnoid dengan tipe jarum Quincke dan Whitacre. Dimana yang melakukan tusukan ini adalah dokter-dokter PPDS anestesi dengan pengalaman tindakan spinal anestesi minimal 6 bulan (pertengahan semester 2). Dari hasil penelitian ini didapatkan p=0.519 melalui uji Chi square dengan makna tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap usaha tusukan antar kedua jarum.

Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa walau penggunaan jarum Whitacre sedikit lebih sulit, tetapi tingkat kesulitan dalam penggunaannya tidak jauh berbeda dengan jarum Quincke secara statistik.

5.3 Insidensi PDPH

Keluhan PDPH diduga merupakan akibat dari hilangnya cairan cerebrospinal ke dalam ruang epidural. Hal ini disebabkan terjadinya robekan akibat penggunaan jarum spinal. Diperkirakan besar dan tipe jarum antara cutting point dengan pencil point dapat mengurangi insidensi PDPH yang timbul.

Dari penelitian Lynch dkk, menggunakan jarum spinal 27G Quincke dan 27G Whitacre pada pasien-pasien ortopedik dengan spinal anestesi, menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua tipe jarum dengan 27G Quincke 1.1%

dan 27G Whitacre 0.5%.14 Sebaliknya, pada penelitian Ripul dkk, yang membandingkan insidensi PDPH antara jarum 25G Quincke dengan 25G Whitacre pada pasien-pasien obstetrik, menemukan bahwa ada perbedaan yang bermakna terhadap kejadian insidensi PDPH antara jarum 25G Quincke (9%) dan 25G Whitacre (1%).12 Begitu juga dengan penelitian Irawan dkk dan Shah dkk yang meneliti insidensi PDPH pada pasien paska seksio caesarea dengan 3 jarum spinal, yakni 25G Quincke, 27G Quincke dan 27G pencil point, didapatkan ada hubungan bermakna insidensi PDPH dengan tipe jarum yang digunakan, dimana jarum Whitacre 27G memiliki insidensi yang lebih kecil dibandingkan jarum 25G dan 27G Quincke.

Pada penelitian ini hanya 1 (2%) pasien pada kelompok Whitacre yang mengalami PDPH, sementara pada kelompok Quincke terdapat 5 (10%) pasien mengalami PDPH. Dari analisa tes Chi square didapat hasil p=0.204, berarti tidak ada perbedaan bermakna insidensi PDPH antara kedua kelompok ini. Begitu juga dengan Insidensi PDPH dalam 6 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam paska spinal, juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kedua jarum.

Hasil penelitian ini memberikan hasil yang serupa seperti yang dilakukan oleh Lynch dkk, dan berbeda dengan hasil yang dilakukan oleh Irawan, Shah maupun Ripul, kemungkinan disebabkan sampel pasien yang digunakan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Irawan, Shah dan Ripul, populasi sampel adalah pasien-pasien obstetrik paska section caesarea dengan spinal anestesi. Dimana pada pasien-pasien obstetrik, terutama pasien-pasien yang hamil, ketebalan dura maternya berbeda dengan pasien yang tidak hamil. Tekanan dari rongga abdomen menyebabkan ruang subarakhnoidnya lebih kecil dan duramaternya cenderung lebih rapuh dibandingkan dengan pasien yang tidak hamil. Hal ini menyebabkan insidensi PDPH pada pasien-pasien wanita hamil cenderung lebih sering terjadi.17 Sedang pada penelitian ini, wanita hamil tidak diikut sertakan sebagai sampel guna mengurangi bias yang ditimbulkan. Hal ini serupa dengan yang dilakukan oleh Lynch dkk, sehingga hasil penelitian ini hampir serupa dengan hasil yang dilakukan oleh Lynch.

Ada kemungkinan bahwa hasil penelitian bisa menjadi berbeda bila sampel pasien termasuk pasien-pasien hamil, atau sampel hanya terdiri dari pasien-pasien hamil saja.

5.4 Keparahan PDPH

Diperkirakan keparahan dari PDPH yang timbul bisa disebabkan oleh besarnya robekan yang ditinggalkan akibat tusukan jarum spinal.

Dari keenam pasien yang mengalami PDPH, derajat keparahan yang terjadi berkisar ringan dan sedang. Tidak ada keparahan yang berat timbul selama pengamatan paska operasi. 1 pasien Whitacre yang mengalami PDPH derajat keparahannya ringan. Sedang pada 5 pasien Quincke, 2 mengalami PDPH derajat ringan dan 3 mengalami PDPH derajat sedang. Dari hasil analisa tingkat keparahan terhadap waktu-waktu pengamatan dengan tes Chi square didapat tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap tingkat derajat PDPH antara kedua jarum.

5.5 Hubungan banyaknya tusukan dengan Insidensi PDPH

Diperkirakan bahwa semakin besar lubang atau robekan yang timbul akibat jarum, semakin besar pula insidensi PDPH yang timbul. Diasumsikan bahwa semakin banyak usaha tusukan, semakin banyak lubang yang terjadi, maka semakin besar insidensi PDPH yang terjadi.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Singh dkk (2009) dengan menggunakan jarum 23G Quincke membandingkan banyaknya tusukan dengan insidensi PDPH, didapat ada hubungan yang signifikan terhadap banyaknya usaha tusukan dengan tingginya insidensi.18 Akan tetapi penelitian Kang SB dkk, menemukan bahwa pada jarum-jarum yang lebih kecil 26G dan 27G tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara banyaknya tusukan dengan tingginya insidensi PDPH.19

Dari data penelitian yang didapat, dari 60 pasien yang memerlukan 1 kali upaya tusukan, terdapat 3 insidensi PDPH. Pada 25 pasien yang memerlukan 2 kali upaya tusukan, ada 2 insidensi PDPH. Pada 12 pasien yang memerlukan 3 kali usaha tusukan, tidak ada PDPH yang terjadi. Dan pada 3 pasien yang memerlukan 4 kali usaha tusukan, ada 1 insidensi PDPH. Pada penelitian ini, yang menggunakan tipe jarum ukuran 27G, dengan analisa uji Chi square didapati hasil p=0.170, berarti tidak ada hubungan kejadian PDPH dengan banyaknya usaha tusukan spinal. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Kang SB dkk.

BAB 6

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tidak ada perbedaan bermakna secara statistik terhadap insidensi PDPH antara jarum spinal Whitacre dan Quincke.

2. Tidak ada perbedaan bermakna secara statistik terhadap keparahan PDPH antara jarum spinal Whitacre dan Quincke.

3. Tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik terhadap banyaknya usaha tusukan antara jarum spinal Whitacre dan Quincke.

4. Pada penelitian ini tidak dijumpai adanya hubungan antara banyaknya usaha tusukan jarum spinal dengan insidensi PDPH.

6.2 Saran

1. Jarum Quincke 27G menunjukkan kemampuan yang sama secara statistik dalam mengurangi insidensi dan keparahan PDPH pada pasien-pasien anestesi spinal dibandingkan dengan jarum Whitacre 27G.

2. Penggunaan jarum Whitacre 27G ternyata dapat diterima dan dipakai pada ruang lingkup pendidikan dokter spesialis anestesi berhubung tingkat kesukaran dalam banyaknya usaha tusukan tidak berbeda bermakna secara statistik dibandingkan dengan jarum Quincke 27G.

3. Penelitian ini perlu dilanjutkan dalam membandingkan kedua tipe jarum Quincke dan Whitacre pada populasi wanita hamil yang cenderung lebih mudah mengalami PDPH.

4.

DAFTAR PUSTAKA

1. Shah A, Bhatia PK, Tulsiani KL. Postdural puncture headache in Caesarean Section – A comparative study using 25G Quincke, 27G Quincke and 27G Whitacre needle. Dalam : Indian Journal of Anaesthesiology, 456,2002,hal:373-7.

2. Shutt LE, et al. Spinal anaesthesia for Caesarean section: comparison of 22 gauge and 25 gauge Whitacre needle with 26 gauge Quincke needles. Dalam : Anesthesia Journal, 69, 1992, hal: 589-4.

3. Holdgate A, Cuthbert K. Perils and pitfalls of lumbar puncture in the emergency department. Dalam: Emergency Medicine, Fremantle, 13(3), 2001 Sep,hal: 351-8.

4. Kleinman, Wayne, Mikhail, Maged. Spinal, epidural and caudal blocks. Dalam:

Clinical Anesthesiology, Lange, Edisi 4. 2006, hal: 319.

5. Hart JR, Whitacre RJ. Pencil point needle in prevention of post spinal headache.

147, 1951, hal:. 657-658.

6. Kaul TK, Chopra H, Gautam PL. Hearing Loss after spinal Anesthesia relation to needle size. Dalam: Journal of Anesthesia Clinical Pharmacology, 12, 1996, hal:

113-6.

7. Eerola M, Kaukinen L, Kaukinen S. Fatal brain lesion following spinal anaesthesia. Dalam: Acta Anaesthesiology Scandinavia 25, 1981, hal:115-6.

8. Gerrtse BJ, Gielen MJ. Seven months delay for epidural blood patch in PDPH.

Dalam: European Journal of Anaesthesiology 16, 1999, Vol. I, hal: 650-1.

9. Zeidon A, et al. Does PDPH left untreated lead to subdural haematoma? Case report and review of the literature., Dalam: International Journal of Obstetric Anesthesiology, 15, 2006, hal: 50-8.

10. Hawkins JL, et al. Anesthesia-related deaths during obstetric delivery in the United States. Dalam: Anesthesiology, 1997, Vol. 86, hal: 277-84.

11. Reid JA, Thorburn J. Headache after spinal anesthesia. Dalam: British Journal of Anesthesia, 1991. hal: 674-7.

12. Ripul Oberoi, et al. Incidence of Post Dural Puncture Headache: 25 Gauge Quincke VS 25 Gauge Whitacre Needles. Dalam: Journal of Anaesthesiology of Clinical Pharmacology, 25, 2009, hal: 420-2.

13. Hwang JJ and Ho ST, Wang JJ, Liu HS. Post dural puncture headache in cesarean section: comparison of 25-gauge Whitacre with 25- and 26-gauge Quincke needles. Dalam: Acta Anaesthesiology Singapore, 35(1), Mar 1997,hal: 33-7.

14. Lynch J, Kasper SM, Strick K, Topalidis K, Schaaf H, Zech D, Krings-Ernst. The use of Quincke and Whitacre 27-gauge needles in orthopedic patients: incidence of failed spinal anesthesia and postdural puncture headache. Dalam:

Anesthesiology Analgesia, 79, Jul 1994, Vol. 1, hal: 124-8.

15. Irawan Dino, Tavianto Doddy and Surahman Eri. Kejadian Post Dural Puncture Headache dan Nilai Numeric Rating Scale Pada Pasien Paska Seksio Cesarea Dengan Anestesi Regional Spinal Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

Bandung : FK Unpad, 2010, hal: 1-30.

16. Carrie LES, Collins PD. 29 gauge spinal needles. Dalam: Brisith Journal of Anaesthesiology, 66, 1991, hal: 145-6.

17. Turnbull D K, Shepherd D. B.Post-dural puncture headache: pathogenesis, prevention and treatments. Dalam: British Journal of Anaesthesia, 91(5), 2003, hal: 718-29.

18. Singh, Ranju, Padmaja, S. and Jain, Aruna. Incidence of Post Dural Puncture Headache with a 23 G Quincke Needle in Emergency Lower Segment Caesarean Section - an Audit. Dalam: Journal of Anaesthesiology Clinical Pharmacology, 25(4), 2009, hal: 486-90.

19. Kang B, Seuk et al. Comparison of 26G and 27G Needles for Spinal Anesthesia or Ambulatory Surgery Patients. Dalam: Anesthesiology, 76, 1992, hal: 734-8.

20. Shaikh, Jan Muhammad, et al. Post dural puncture headache after spinal anaesthesia for caesarean section: a comparison of 25g quincke, 27g quincke and 27g whitacre spinal needles. Dalam: J Ayub Med Coll Abbottabad, 20(3), 2008, hal: 1-4.

21. Kotur PF. Evidence Based Management of Post Dural Puncture Headache.

Dalam: Indian Journal of Anaesthesiology, 50 (4), 2006, hal: 307-8.

22.Schwalbe, Steve. Pathophysiology and Management of Post-dural Puncture Headache: A Current Review. Society of Obstetric Anesthesia and Perinatology.

2000. Diambil dari: http://www.soap.org/media/newsletters/fall2000/pathophysio logy_management.htm

23. Madiyono, Bambang, Sastroasmoro, Sudigdo and Ismael, Sofyan. Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3, Sagung Seto, 2010, 16, hal: 314-5.

LAMPIRAN 1: RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : Dr. Edlin

Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh,26 Februari 1981

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jl. Sei Bahorok Gg. Keplor No.30 Medan Nama Ayah : dr. Nadi Zaini Bakri, SpAn

Nama Ibu : Rita Zulmi

Status : Belum Menikah

RIWAYAT PENDIDIKAN

1980-1986 : TK Bintang Kecil 1986-1989 : SD Harapan I Medan 1989-1992 : SMP Harapan I Medan 1996-1999 : SMU Negeri 1 Medan

1999-2006 : S1 Pend. Dokter Fakultas Kedokteran USU Medan

2006-Sekarang : PPDS Anestesiologi dan Reanimasi FK USU Medan

LAMPIRAN 2: LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN Assalamualaikum Wr.Wb,

Bapak/Ibu/Saudara/i Yth.

Saya, Dr. Edlin, saat ini menjalani program pendidikan dokter spesialis Anestesiologi dan Reanimasi akan melakukan penelitian,

Perbandingan Insidensi Post Dural Puncture Headache Setelah Anestesia Spinal Dengan Jarum 27G Quincke dan 27G Whitacre

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pilihan tipe jarum spinal yang dapat mengurangi kejadian dan keparahan dari PDPH atau nyeri kepala setelah tindakan pembiusan melalui tulang belakang pada daerah punggung (pembiusan spinal).

Bapak/Ibu/Saudara/I Yth,

Penelitian ini menyangkut pelayanan tindakan pembiusan pada pasien yang menjalani operasi dengan pembiusan melalui tulang belakang (spinal). Yang dimaksud dengan pembiusan melalui tulang belakang (spinal) adalah pasien mendapatkan pembiusan separuh badan, pasien tetap sadar namun bagian tubuh yang dibius tidak merasa sakit/ sedikit merasa sakit karena telah mendapatkan pembiusan. Diharapkan operasi dapat berlangsung sesuai dengan perkiraan dokter bedah dan anestesi. Tetapi apabila operasi tidak dapat berlangsung sesuai perkiraan dan operasi berlangsung lebih

Penelitian ini menyangkut pelayanan tindakan pembiusan pada pasien yang menjalani operasi dengan pembiusan melalui tulang belakang (spinal). Yang dimaksud dengan pembiusan melalui tulang belakang (spinal) adalah pasien mendapatkan pembiusan separuh badan, pasien tetap sadar namun bagian tubuh yang dibius tidak merasa sakit/ sedikit merasa sakit karena telah mendapatkan pembiusan. Diharapkan operasi dapat berlangsung sesuai dengan perkiraan dokter bedah dan anestesi. Tetapi apabila operasi tidak dapat berlangsung sesuai perkiraan dan operasi berlangsung lebih

Dokumen terkait