• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASALAH ETIKA TERAPAN DAN TANTANGANNYA BAGI ZAMAN KITA

Dalam dokumen Review Bab 1-8 buku etika karya bertens (Halaman 41-47)

1. Etika Sedang Naik Daun

Etika terapan atau yang biasa disebut filsafat terapan, saat ini telah banyak membahas tentang masalah-masalah yang sangat praktis. Jika kita melihat ke belakang, etika justru jarang menyinggung persoalan konkret dan aktual. Etika terapan ini muncul dari kepedulian etis yang mendalam, hal ini dipicu oleh beberapa faktor yaitu:

1. Perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Terciptanya semacam ”iklim moral” yang mengundang minat baru untuk etika.

Selain itu, berbagai permasalahan yang dihadapi dan kasus-kasus baru yang berkembang di kehidupan sosial manusia, juga membuat berkembangnya ilmu etika terapan. Beberapa diantaranya adalah:

1. Munculnya perjuangan hak-hak kewarganegaraan di Amerika Serikat, khususnya persamaan hak bagi golongan kulit hitam.

2. Adanya gerakan kuat yang menuntut persamaan hak antara pria dan wanita.

3. Terjadinya “revolusi mahasiswa” di beberapa Negara bagian Barat, dengan puncaknya di Prancis pada Mei 1968.

Etika terapan bukan hal baru dalam sejarah filsafat moral. Sejak Plato dan Aristoteles, etika merupakan filsafat praktis artinya filsafat yang ingin memberikan penyuluhan kepada tingkah laku manusia dengan memperlihatkan apa yang harus kita lakukan. Etika terapan mengalami masa kejayaan yang ditandai dengan berkembangnya etika terapan melalui berbagai situasi dan kegiatan diantara lain:

1. Di banyak tempat di seluruh dunia setiap tahun diadakan kongres dan seminar tentang masalah-masalah etis.

2. Telah didirikan cukup banyak institut, di dalam maupun di luar kalangan perguruan tinggi, yang khusus mempelajari persoalan-persoalan moral.

3. Terutama di Amerika Serikat, etika dalam salah satu bentuk seringkali dimasukkan dalam kurikulum di perguruan tinggi.

4. Terdapat suatu banjir publikasi tentang etika terapan yang tidak pernah terpikirkan beberapa dekade yang lalu.

5. Pada dekade-dekade terakhir ini tidak jarang jasa ahli etika diminta untuk mempelajari masalah-masalah yang berimplikasi moral.

2. Beberapa Bidang Garapan bagi Etika Terapan

Etika terapan terbagi menjadi beberapa, yaitu:

1. Makroetika. Makroetika berbicara masalah-masalah moral pada skala besar. Misalnya: ekonomi dan keadilan, lingkungan hidup, dan alokasi sarana pelayanan kesehatan.

2. Mikroetika. Mikroetika membicarakan pertanyaan-pertanyaan etis dimana individu terlibat. Misalnya: kewajiban seorang dokter terhadap pasiennya atau kewajiban pengacara terhadap kliennya.

3. Mesoetika. Mesoetika menyoroti masalah-masalah etis yang berkaitan dengan suatu kelompok atau profesi. Misalnya: kelompok ilmuwan, profesi wartawan, dan sebagainya.

Bidang garapan dalam etika juga meliputi berbagai aspek, yaitu:

1. Etika individual, yaitu membahas kewajiban manusia terhadap dirinya.

2. Etika sosial, yaitu memandang kewjiban manusia sebagai anggota masyarakat.

3. Etika Terapan dan Pendekatan Multidisipliner

Salah satu ciri etika terapan sekarang ini adalah kerjasama antara etika dan ilmu-ilmu lain. Etika terapan tidak bisa dijalankan dengan baik tanpa adanya kerjasama tersebut, karena ia harus membentuk mempertimbangkan bidang-bidang yang berada diluar keahliannya. Oleh karena itu, pelaksanaan etika terapan menggunakan perlu menggunakan pendekatan multidisipliner. Pendekatan multidisipliner sendiri merupakan usaha pembahasan tentang tema yang sama oleh berbagai ilmu, sehingga semua ilmu memberikan sumbangan yang satu disamping yang lain. Pendekatan multidisipliner membutuhkan usaha yang lebih realistis dan cukup sulit dilakukan.

Pendekatan interdispliner adalah kerja sama antara beberapa ilmu tentang tema yang sama dengan maksud mencapai suatu pandangan terpadu. Pendekatan interdisipliner dijalankan dengan cara lintas disiplin. Terdapat dua efek keterbatasan peranan etika yang terbatas ditengah ilmu-ilmu lain, yaitu:

1. Etika terapan sering dipraktekkan tanpa mengikutsertakan etikawan profesional.

2. Etika semakin keluar dari keterasingannya, terpaksa harus melepaskan diri dari konteks akademis yang eksklusif, dan memasuki suatu kawasan yang lebih luas.

4. Kasuistik

Kasuistik dimaksudkan untuk memecahkan kasus-kasus konkret di bidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum. Kasuistik menjadi cara yang begitu popular untuk menangani masalah moral karena kasuistik diakui sebagai metode yang efisien untuk mencapai kesepakatan di bidang moral. Jika orang berangkat dari teori, jauh lebih sulit untuk sampai pada kesepakatan. Kasusitik begitu menarik karena mengungkapkan sesuatu tentang kekhususan argumentasi dalam etika. Penalaran moral berbeda dengan penalaran matematis dan ilmu alam yang selalu dilakukan dengan cara yang sama. Sifat penalaran moral menunjukkan dua hal:

1. Kasuistik secara implisit mengandaikan bahwa relativisme moral tidak bisa dipertahankan. Seandainya setiap kasus mempunyai kebenaran etis maka tidak akan dibutuhkan kasuistik.

2. Prinsip-prinsip etis tidak bersifat absolut, sehingga tidak bisa diterapkan tanpa memperhatikan situasi konkret. Sebagaimana arti sebuah kata/kalimat bisa berubah karena konteksnya.

Uraian tentang etika terapan sekarang ini, seringkali disertai dengan pembahasan kasus. Kasusitik sudah banyak digunakan dalam beberapa bidang, diantaranya:

1. Etika biomedis. Ilmu kedokteran menerapkan prinsip-prinsip ilmiah pada kasus-kasus konkret. Sebelum membuat diagnosis, seorang dokter akan membuat anamnesis (riwayat kasusnya) terlebih dahulu.

2. Bidang hukum. Dalam konteks kehakiman situasi khusus klien memainkan peran penting (hal-hal yang dapat meringankan atau memberatkan).

3. Etika bisnis. Ilmu manajemen modern banyak dipraktekkan dengan menganalisis kasus-kasus konkret.

5. Kode Etik Profesi

Sudah lama kode etik diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu kelompok masyarakat tersebut adalah kelompok profesi tertentu.

Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memilki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Profesi terbentuk karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain. Dengan demikian profesi menjadi suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan tersendiri dan karena itu mempunyai tanggung jawab khusus. Dengan adanya kode etik, kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin. Kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat.

Agar etik dapat berfungsi dengan baik, berikut hal-hal yang perlu diperhatikan:

1. Kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif jika dibuat dari instansi pemerintah atau dari instansi lain. Hal tersebut terjadi karena kode etik tersebut akhirnya tidak dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang dihidupi oleh profesi itu sendiri. Selain itu kode etik harus merupakan hasil dari pengaturan diri masing-masing profesi.

2. Pelaksanaannya harus diawasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar. Kasus-kasus pelanggaran akan dinilai dan ditindak oleh suatu “dewan kehormatan” atau komisi yang dibentuk secara khusus untuk itu. Selain itu, dengan dibentuknya kode etik berdasarkan pengaturan diri masing-masing profesi maka mereka juga memiliki tanggung jawab untuk menjalankan kode etik tersebut.

6. Etika di depan Ilmu dan Teknologi

Metode ilmu pengetahuan memang otonom dan tidak boleh dicampuri oleh pihak lain, entah itu terjadi atas nama nilai moral, nilai keagamaan, pertimbangan nasional atau alasan apapun juga. Gambaran tentang situasi ilmu dan teknologi bagi banyak orang cenderung pesimistis. Tapi bagi beberapa orang setidaknya ada inti kebenaran di dalamnya. Kesulitan yang dialami etika untuk memasuki kawasan ilmiah dan teknologi bisa memperkuat lagi kesan itu. Contoh pengalaman peneliti Amerika, Thomas Grissom. Hati nuraninya mendesak kita untuk berhenti bekerja dalam proyek pengembangan senjata nuklir. Akan tetapi ia sadar bahwa tempatnya akan diisi oleh orang lain karena bagaimanapun juga proyek itu berjalan terus. Banyak orang mendapat kesan bahwa proses pengembangan ilmu dan teknologi seolah-olah kebal terhadap tuntutan etis. Begitulah yan terjadi, memperhatikan segi-segi etis tidak menjadi tugas ilmu pengetahuan sendiri, melainkan tugas manusia di balik ilmu dan teknologi tanpa mengorbankan ilmu itu sendiri.

Perkembangan pesat di bidang ilmu dan teknologi mempunyai kedudukan yang penting. Dengan ilmu dan teknologi memungkinkan kita untuk menguasai dan memanfaatkan daya-daya alam. Salah satu dampak dari perkembangan ilmu dan teknologi dari segi etis adalah ambivalensi kemajuan ilmiah.

Kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan teknologi saat ini bersifat ambivalen yang berarti di samping terdapat dampak-dampak positif, tetapi juga terdapat akibat-akibat negatif. Problematik dan kesulitan yang terjadi akibat kemajuan ini sering mempunyai konotasi etis. Salah satu contohnya adalah nuklir. Dengan nuklir kita bisa menghasilkan energy untuk meghidupi manusia. Di sisi lain, dengan adanya bom nuklir ini ternyata manusia memiliki kemungkinan yang mengerikan untuk memusnahkan kehidupan seluruh bumi. Penggunaan teknologi tanpa batas dalam industri modern akhirnya membahayakan kelangsungan hidup itu sendiri. Karena yang dibawakan oleh ilmu dan teknologi modern bukan saja kemajuan, melainkan juga kemunduran dan bahkan kehancuran. Hal ini dapat terjadi jika manusia tidak segera membatasi diri.

7. Metode Etika Terapan

Dalam melakukan metode etika terapan, tidak ada metode yang benar-benar paten. Banyak sekali variasi metode yang dapat digunakan. Akan tetapi, semua metode tersebut harus memiliki empat unsur ini, yaitu:

1. Dari sikap awal menuju refleksi

Dalam membentuk pandangan tentang masalah etis apapun pasti kita sudah memiliki sikap awal entah pro, konta, netral ataupun tidak acuh. Sikap awal ini bertahan sampai ada peristiwa/keadaan yang membuat kita berefleksi. Saat kita berefleksi itulah maka kita akan menemukan pentingnya hal tersebut untuk dibahas lebih mendalam.

2. Informasi

Berikutnya, kita perlu untuk mancari kenyataan yang bersifat objektif. hal ini perlu dilakukan karena sikap awal yang kita miliki bersifat subjektif, maka kita perlu mencari hal yang lebih objektif. hal ini dapat ditemukan melalui informasi. Informasi ini hanya bisa diberikan oleh ahli-ahli dalam bidangnya yang berwawasan luas. Informasi merupakan alasan terpenting mengapa etika terapan harus dijalankan dalam konteks kerjasama multidisipliner.

Setelah kita menemukan informasi-informasi yang objektif, kita juga perlu untuk membandingkan hal tersebut dengan norma-norma moral. Norma moral yang dimaksud adalah yang relevan dengan topik atau bidang khusus yang dibahas. Contoh prinsip normative dalam etika biomedis: berbuat baik, tidak merugikan, menghormati otonomi manusia, dan keadilan. Norma tersebut harus diterima oleh semua orang agar berlaku untuk kasus atau bidang tertentu.

4. Logika

Terakhir, Uraian yang diberikan sebagai kesimpulan dalam etika terapan harus bersifat logis. Logika dapat memperlihatkan bagaimana kesimpulan etis tersebut tahan uji. Logika dapat menunjukkan kesalahan penalaran/inkonsistensi dalam argumentasi. Logika memungkinkan untuk menilai definisi dan klasifikasi yang dipakai dalam argumentasi.

Dalam dokumen Review Bab 1-8 buku etika karya bertens (Halaman 41-47)

Dokumen terkait