• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASALAH HUKUM

Dalam dokumen PT Bank Bali Tbk Dan Anak Perusahaan (Halaman 74-79)

a. Pada tanggal 5 Februari 1997, Bank mengajukan gugatan terhadap Santosa Widjaja selaku “personal guarantor” dari PT Cakra Ekacemerlang Elektrindo (CEE). Gugatan tersebut timbul dari ketidakmampuan CEE dalam memenuhi kewajibannya atas kredit yang telah jatuh tempo sebesar US$ 8.000.000. Pada tanggal 4 November 1997, Mahkamah Agung Singapura membatalkan gugatan tersebut. Kemudian karena masalah tersebut di atas, Santosa Widjaja melakukan gugatan terhadap Bank atas tuduhan pencemaran nama baik. Pada tanggal 18 Februari 1999, Pengadilan Negeri Jakarta Barat melalui Surat Putusan No. 318/PDT/G/1998/PN.JKT.BAR. telah memutuskan agar Bank membayar ganti rugi sebesar Rp 2.141.765.000 dan US$ 6.000.000. Namun demikian, Bank telah mengajukan naik banding, dan diterima oleh Pengadilan Tinggi pada tanggal 14 September 1999 berdasarkan suratnya No. PTS.Pdt.1878.2929.1999, tanggal 11 November 1999.

Pada tanggal 14 Februari 2000 melalui surat turunan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam perkara No. 816/PDT/1999/PT.DKI.YO.NO.318/PDT.G/1998/PN.JKT.BAR., Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah memutuskan agar Bank membayar ganti rugi sebesar Rp 467.000.000 dan US$ 1.000.000. Namun demikian, Bank maupun Santosa Widjaja sama-sama mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.

b. Pada tanggal 17 September 1998, Bank mewakili sindikasi mengajukan gugatan atas kredit yang diberikan tertentu dan permohonan sita jaminan terhadap Bambang Sutrisno selaku “personal guarantor” dari PT Surya Supratama Finance (SSF). Gugatan tersebut timbul dari ketidakmampuan SSF dalam memenuhi kewajibannya atas kredit sindikasi yang telah jatuh tempo sebesar US$ 16.500.000. Pada tanggal 17 September 1998, Pengadilan Negeri Singapura telah memerintahkan penyitaan jaminan terhadap kekayaan milik Bambang Sutrisno dan Gina Widjaja (istri dari Bambang Sutrisno).

Kemudian karena masalah tersebut di atas, Gina Widjaja melakukan gugatan terhadap Bank atas tuduhan pencemaran nama baik dengan tuntutan ganti rugi sebesar US$ 15.000.000. Pada tanggal 10 Maret 1999, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Surat Penetapan No. 93/Pdt.G/1999/PN.Jak-Sel. telah memerintahkan penyitaan jaminan terhadap bangunan tertentu milik Bank. Namun demikian, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam suratnya (Referensi No: W7-Dd.Ht.04.10.01.1062 dan W7-Dd.Ht.04.10.01.1063) tanggal 19 Maret 1999, telah memerintahkan bahwa tidak ada penyitaan jaminan atas bangunan tersebut, sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.

Pada tanggal 27 April 2000, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengeluarkan putusan yang menyatakan gugatan Gina Widjaja tidak dapat diterima dan penetapan sita jaminan No. 20/1999 Eks.jo No. 93/Pdt.G/1999/PN.Jak-Sel tidak mempunyai kekuatan hukum. Namun demikian, Gina Widjaja mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.

Pada tanggal 27 Oktober 2000, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan bahwa pengadilan menguatkan putusan PN Jakarta Selatan tanggal 27 April 2000, namun Bank belum memperoleh pemberitahuan resmi dari PN Jakarta Selatan.

Selain itu pada tanggal 11 Februari 1999, melalui Surat Penetapan No. 035/Pdt.G/1999/PN.JKT.BAR., Gina Widjaja mengajukan gugatan terhadap Bambang Sutrisno dan Bank mengenai keabsahan perjanjian ganti kerugian dan jaminan yang diberikan suaminya kepada Bank atas kekayaan bersama. Gina Widjaja menggugat ganti rugi sebesar Rp 1.200.000.000. Perkara ini sudah diputuskan pada tanggal 25 Agustus 1999 yang dimenangkan oleh Bank. Namun demikian, Gina Widjaja mengajukan banding dan telah terdaftar di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan No. 210/PDT/2000/PT.DKI. Pada tanggal 3 November 2000, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengeluarkan putusan dengan inti menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 035/Pdt.G/1999/PN.JKT.BAR. tanggal 25 Agustus 1999. Berdasarkan catatan pada Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 3 November 2000, Gina Widjaja telah mengajukan kasasi, namun sampai saat ini Bank belum mendapat pemberitahuan resmi atas kasasi tersebut.

c. Pada tanggal 21 April 1999, melalui Surat Penetapan No. 202/Pdt.G./1999/PN.Jak.Sel., Insan Budi Maulana, S.H., ketua Yayasan Klinik Hak Atas Kekayaan Intelektual (YKHAKI), mengajukan gugatan terhadap Bank di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sehubungan dengan penolakan yang tidak beralasan untuk menerima transfer uang dari Japan External Trade Organization kepada YKHAKI. Penggugat mengajukan sita terhadap kantor Bank di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat dan ganti rugi sebesar US$ 30.000. Gugatan ini ditolak oleh pengadilan, namun

penggugat mengajukan banding. Pada tanggal 28 Maret 2000 melalui surat

No. 986/Pdt/1999/PT DKI, Pengadilan Tinggi memutuskan untuk memenangkan Bank. Namun sampai saat ini Bank belum memperoleh putusan resmi atas perkara tersebut. Bank menerima pemberitahuan mengenai adanya kasasi yang diajukan penggugat pada tanggal 24 Oktober 2000, namun hingga saat ini penggugat tidak menyerahkan memori kasasi.

d. Pada tanggal 28 Juni 1999, melalui Surat Penetapan No. 224/Pdt.G/1999/PN.JKT.BAR., PT Samarinda Pratama Gemilang Enterprisse (SPGE) mengajukan gugatan terhadap Bank sehubungan dengan penyampaian informasi mengenai SPGE sebagai bukti dalam kasus dengan Santoso Widjaja di Pengadilan Negeri Singapura. SPGE mengajukan sita terhadap kantor Bank di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat dan ganti rugi sebesar US$ 15.100.000. Pada tanggal 30 September 1999, perkara ini sudah diputus yang mengabulkan gugatan sebagian berupa ganti rugi sebesar US$ 10.100.000, jika putusan sudah berkekuatan hukum tetap. Bank tidak menerima putusan ini dan sudah menyatakan banding tanggal 17 Desember 1999.

Pada tanggal 2 November 2000, melalui putusan No. 302/PDT/2000/PT DKI, Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan untuk menerima permohonan banding Bank dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanggal 30 September 1999 No. 224/PDT.G/1999/PN.JKT.BAR. e. Pada tanggal 24 September 1999, melalui Surat Penetapan No. 448/Pdt.G/1999/PN.Jak.Sel.,

EGP mengajukan gugatan terhadap Bank sehubungan dengan perjanjian pengalihan/“cessie” atas tagihan BDNI dan BUN dari Bank kepada EGP. Gugatan ini timbul karena Bank dianggap telah melakukan wanprestasi. Oleh karena itu EGP mengajukan sita terhadap tanah dan bangunan milik Bank yang dikenal sebagai Bank Bali Tower dan Bintaro serta ganti kerugian sebesar Rp 2.536.000.000.000 dan meminta agar dinyatakan sebagai pemilik dana hasil pencairan piutang tersebut yang diletakkan dalam “Escrow Account” di bawah pengawasan Bank Indonesia. Hingga saat ini, perkara ini sedang dalam proses di pengadilan. Berdasarkan pendapat dari penasehat hukum Bank, gugatan tersebut tidak mempunyai dasar hukum yang kuat.

Pada tanggal 18 April 2000, melalui penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengenai perkara No. 448/Pdt.G/1999/PN.Jak.Sel., Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan perjanjian pengalihan/“cessie” atas tagihan BDNI dan BUN dari Bank kepada EGP adalah sah dan mengikat sehingga EGP berhak atas dana yang diletakkan dalam “Escrow Account” sebesar Rp 546.466.116.369. Pada tanggal 5 Juni 2000 terhadap putusan tersebut, Bank telah mengajukan banding, sehingga putusan Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

f. Pada tanggal 24 November 1999, melalui surat penetapan No. 148/G.TUN/1999/PTUN-JKT. Drs. Setya Novanto telah mengajukan gugatan terhadap BPPN di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan tersebut mengenai permohonan pembatalan Surat Keputusan Ketua BPPN No. SK-423/BPPN/1099 tanggal 15 Oktober 1999 yang membatalkan perjanjian pengalihan/“cessie” antara Bank dan EGP. Penggugat meminta ganti kerugian Rp 5.000.000 dan menyatakan batal atau tidak sah serta mencabut surat keputusan tersebut.

Pada tanggal 30 November 1999, melalui penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengenai perkara No. 148/G.TUN/1999/PTUN-JKT, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memerintahkan untuk menunda pelaksanaan Surat Keputusan Ketua BPPN No. SK-423/BPPN/1099 tanggal 15 Oktober 1999, mengenai pembatalan perjanjian pengalihan/“cessie” dengan EGP.

Pada tanggal 2 Maret 2000, berdasarkan Surat Kuasa Hukum BPPN No. 044/GN/II/2000 tanggal 2 Maret 2000, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta telah mengambil keputusan mengabulkan gugatan EGP kepada Ketua BPPN berkaitan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Ketua BPPN No. SK-423/BPPN/1099 tentang pembatalan perjanjian pengalihan (cessie) tagihan antara Bank dengan EGP yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta No. 148/G.TUN/1999/PTUN.JKT. Terhadap putusan tersebut, BPPN telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara pada tanggal 8 Maret 2000 dan menurut Divisi

Hukum dan Perundang-undangan BPPN putusan PTUN tanggal 2 Maret 2000 belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga Surat Keputusan Ketua BPPN No. SK-423/BPPN/1099 tentang pembatalan perjanjian pengalihan (cessie) tagihan antara Bank dengan EGP belum dinyatakan batal demi hukum.

Pada tanggal 26 Juli 2000, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta melalui surat

No. 096/B/2000/PT.TUN-JKT. memutuskan untuk menguatkan keputusan PTUN

No. 148/G.TUN/1999/PTUN-JKT. tanggal 2 Maret 2000.

Namun, BPPN pada tanggal 12 September 2000 telah menyatakan kasasi melalui akta permohonan kasasi No. 072/KAS-2000/PTUN-JKT. Sampai saat ini, perkara masih dalam pemeriksaan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.

g. Pada tanggal 10 Desember 1999, PT Sarijaya Wirasentosa, pemegang saham, mengirimkan surat kepada BAPEPAM yang mempersoalkan keabsahan pernyataan pendaftaran penawaran umum terbatas (Rights Issue III Bank Bali) yang disampaikan oleh tim pengelola. Pelaksanaan penawaran umum terbatas tersebut oleh tim pengelola Bank sesuai dengan hak dan wewenang yang dimiliki oleh tim pengelola Bank berdasarkan Surat Keputusan Ketua BPPN No. 328/BPPN/0799 tanggal 23 Juli 1999.

Masalah hukum ini sudah diselesaikan dengan perjanjian perdamaian tanggal 17 Juli 2000 (lihat Catatan 38t dan 38v).

h. Pada tanggal 19 Oktober 1999, melalui Surat Penetapan No. 138/G.TUN/1999/PTUN-JKT, Herman Ramli sebagai Penggugat I, Rudy Ramli sebagai Penggugat II menggugat Gubernur Bank Indonesia sebagai Tergugat I dan BPPN sebagai Tergugat II intervensi mengenai gugatan untuk menyatakan batal atau tidak sah dan karenanya memerintahkan pencabutan atas Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Tergugat I berupa Surat Keputusan Tergugat I No. 1/14/Kep/DpG/1999 tanggal 23 Juli 1999 yang menetapkan bahwa Bank menjadi Bank Take Over (BTO). Menurut pendapat Konsultan Hukum Bank sepanjang Para Penggugat tidak dapat membuktikan secara sah dan berharga menurut hukum, adanya alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 (2) Undang-undang No. 5 tahun 1986, maka tindakan Para Tergugat tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang merugikan kepentingan Para Tergugat, cacat hukum, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan melampaui kewenangan.

Pada tanggal 30 Maret 2000, Majelis Hakim Tata Usaha Negara telah memutuskan perkara No. 138/G.TUN/1999/PTUN-JKT yang diantaranya, menyatakan batal surat keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 1/14/KEP/DpG/1999, tanggal 23 Juli 1999, tentang penyerahan Bank kepada BPPN dan memerintahkan tergugat untuk mencabut Surat Keputusan tersebut. Berkaitan dengan

keputusan tersebut, BPPN mengirimkan surat kepada Tim Pengelola Bank

No. PB-333/BPPN/0300 tanggal 30 Maret 2000 yang menyatakan adanya upaya banding dari BPPN sebagai Tergugat II intervensi dan meminta Tim Pengelola Bank untuk menunda RUPS Luar Biasa Bank yang akan memutuskan Penawaran Umum Terbatas III dalam rangka rekapitalisasi Bank sampai dengan selesainya masalah gugatan tersebut di atas.

Menurut pendapat Konsultan Hukum Bank, secara umum adanya putusan PTUN-JKT tanggal 30 Maret 2000 tersebut atas dasar ketentuan yang berlaku tidak mengakibatkan Bank tidak dapat melanjutkan rencananya untuk melaksanakan Penawaran Umum Terbatas III. Demikian pula dari segi ketentuan yang berlaku dibidang Pasar Modal, asalkan saja adanya putusan PTUN-JKT dan akibatnya dikemudian hari sekiranya putusan PTUN-JKT mempunyai kekuatan hukum tetap,

diuraikan secara jelas dalam prospektus guna memenuhi prinsip keterbukaan. Sesuai dengan ketentuan UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN maka dalam hal putusan PTUN-JKT telah mempunyai kekuatan hukum tetap namun sepanjang waktu empat bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap belum terlampaui dan Guberbur BI belum mencabut Surat Keputusan Gubernur BI No. 1/14/KEP/DpG/1999, tanggal 23 Juli 1999 tersebut, maka putusan PTUN-JKT tersebut juga belum berpengaruh atas Penawaran Umum Terbatas III (apabila telah dilaksanakan).

Apabila Surat Keputusan Gubernur BI No. 1/14/KEP/DpG/1999, tanggal 23 Juli 1999 tersebut, tidak mempunyai kekuatan hukum lagi, maka segala tindakan yang merupakan pelaksanaan dari surat keputusan tersebut menjadi batal atau harus dibatalkan. Sebagai akibatnya, apabila Penawaran Umum Terbatas III telah dilaksanakan, maka harus dikembalikan kepada keadaan sebelumnya dengan memperkecil modal dan mengembalikan uang setoran yang telah diterima Bank dari masyarakat pemodal yang berpartisipasi dalam Penawaran Umum Terbatas III.

Pada tanggal 24 Juli 2000, melalui penetapan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta mengenai perkara Banding No. 102/B/2000/PT.TUN.JKT., Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta menerima permohonan banding dari Gubernur Bank Indonesia sebagai Tergugat I dan BPPN sebagai Tergugat II intervensi, membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 138/G.TUN/1999/PTUN-JKT tanggal 30 Maret 2000 yang dimohonkan banding dan menyatakan gugatan Penggugat Herman Ramli sebagai Penggugat I dan Rudy Ramli sebagai penggugat II tidak dapat diterima. Menurut pendapat Konsultan Hukum Bank sesuai Pasal 131 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI No. 5 tahun 1996 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Jis Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 46 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, mengingat telah lewatnya jangka waktu untuk mengajukan permohonan kasasi oleh Para Pihak berperkara terhitung sejak diterimanya putusan banding oleh Para Pihak yang berperkara, maka Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (lihat Catatan 38t dan 38v).

i. Pada tanggal 29 Februari 2000, melalui Surat Penetapan No. 019/G.TUN/2000/PTUN-JKT., Joko Soegiarto Tjandra, Direktur Utama PT Persada Harum Lestari (PHL), telah mengajukan gugatan terhadap BPPN di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Gugatan tersebut mengenai pembatalan perjanjian pengalihan/“Cessie” antara Bank dan PHL berdasarkan Surat Keputusan ketua BPPN No. SK-464/BPPN/1199 tanggal 30 November 1999. Penggugat meminta ganti kerugian Rp 5.000.000 dan menyatakan batal atau tidak sah serta mencabut Surat Keputusan tersebut. Perkara ini sedang dalam proses di Pengadilan. Menurut pendapat Konsultan Hukum Bank sepanjang Penggugat tidak dapat membuktikan secara sah dan berharga menurut hukum, adanya alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 (2) Undang-undang No. 5 tahun 1986, maka tindakan Tergugat tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang merugikan kepentingan tergugat dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sekaligus melampaui kewenangan.

Pada tanggal 30 Agustus 2000, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutuskan untuk mengabulkan gugatan penggugat. Namun BPPN telah menyatakan banding berdasarkan Akta Permohonan Banding No. 091/BD/2000/PTUN.JKT tanggal 13 September 2000 dan sampai saat ini perkara banding tersebut masih dalam pemeriksaan Pengadilan Tinggi Jakarta.

Manajemen berpendapat, penyelesaian akhir dari masalah hukum tersebut tidak akan berdampak buruk terhadap hasil usaha dan posisi keuangan Bank.

Dalam dokumen PT Bank Bali Tbk Dan Anak Perusahaan (Halaman 74-79)

Dokumen terkait