BAB III TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN GPIB JEMAAT
A. Masuknya Injil di Wilayah Kecamatan Marau (1970-1985)
Masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau, diawali dengan datangnya
rombongan penginjil dari Batu Malang, Jawa Timur. Permulaan dilaksanakannya
kegiatan penginjilan di wilayah pedalaman Kalimantan Barat ini berawal dari
diadakannya kunjungan oleh Rektor Institut Injil Indonesia bersama Yayasan
Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) Batu Malang Jawa Timur ke Jemaat
GPIB “Siloam” Pontianak67
, yang berada di wilayah Kalimantan Barat. Maksud
dari dilaksanakannya kunjungan tersebut adalah untuk mencari informasi
mengenai wilayah pedalaman Kalimantan Barat, sekaligus mengajak Jemaat
GPIB “Siloam” Pontianak untuk bersama-sama melaksanakan kegiatan penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat. Maksud tersebut tampaknya
mendapat respon yang cukup baik, sehingga tak lama setelah itu, kegiatan
penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat yang digagas berdasarkan konsep
“Jemaat Missioner”68
ini pun mulai dilaksanakan.69
67 Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak merupakan salah satu dari 53 Jemaat GPIB pada saat pertama kali terbentuk tahun 1948.
68
Jemaat Misioner merupakan jemaat yang menjalankan tugas panggilan dan pengutusan, bukan saja dalam arti terbatas melaksanakan Amanat Agung (Matius 28:19-20), tetapi menjalankan seluruh aspek kehidupannya, dengan berpedoman pada ajaran Kristus Raja Gereja yang terdapat dalam Kitab Suci Kristen Perjanjian Baru.
69
Wawancara dengan Pendeta Urbanus Latudasan, tokoh Penginjil tahun 1970-an, 1 Oktober 2013.
39
Proses penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat ini dimulai dari wilayah
Ketapang (Kabupaten Ketapang). Menurut beberapa narasumber yang berhasil
diwawancarai, kedatangan para penginjil ini terbagi kedalam beberapa tahap.
Tahap pertama pada tahun 1970, terdiri dari :
1. Urbanus Latudasan 2. Iwan Gunawan 3. Rusdi Johan 4. Adni Wahai70 5. Pdt. Wem Fanggidae 6. Swedi Nabin71
Tahap kedua, para penginjil ini datang secara silih berganti, yaitu antara
tahun 1971-1973, terdiri dari :
1. Pdt. SA. Kelly 2. Simson Lala 3. Musa Saefatu 4. Nimrod 5. Yonathan A. Kabu 6. Fince Saudale 7. Urbanus Latudasan72 8. Mica 9. Swedi Nabin 10. Masri 11. Ibrahim 12. Wahidin 13. Alfonso One73 14. Budri 15. Erika 16. Lusi Coa 17. Oktaf 18. Jurkasi 19. Dwiyono74 70 Idem.
71 Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, op. cit., hlm. 58.
72 Idem.
73 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013.
74
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013.
40
Tahap ketiga, merupakan periode datangnya para penginjil beserta
guru-guru yang datang sekitar tahun 1973-1975, terdiri dari :
1. Didimus Bole 2. Dorta Ota 3. Suan 4. Sudomo 5. Herry L 6. Markus Pingar 7. Yance Raung 8. Andri Lumik 9. Samuel Ranuparesa75 10. Budi Lembong 11. Petrus Londong 12. Taat Aryoko76 13. Exlopas F. Neno77
Para penginjil ini datang dari Batu Malang Jawa Timur melewati kota
Pontianak, kemudian melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Ketapang.78 Pada saat
itu, di Ketapang sudah terdapat Gereja Kristen Protestan (sebut saja Gereja
Ketapang karena merupakan satu-satunya Gereja Kristen Protestan yang ada di
Ketapang, namun belum memiliki nama atau lembaga untuk tempat mereka
bernaung). Gereja Ketapang tersebut kedatangan tamu yaitu rombongan penginjil
dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur. Rombongan penginjil ini
berada di bawah pimpinan Bapak S.A. Kelly (seorang mahasiswa senior dari
Institut Injil Indonesia Batu Malang).79 Sebenarnya, tempat yang dituju oleh
rombongan penginjil ini adalah pedalaman Kalimantan Barat. Maka, setelah
75 Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, op. cit., hlm 59.
76 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013.
77 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013.
78 Idem.
79
41
sampai di Ketapang dan bertemu dengan warga jemaat Gereja Ketapang, para
penginjil ini pun mencari informasi mengenai wilayah pedalaman Kalimantan
Barat, dan didapatlah informasi mengenai keberadaan daerah Marau (Kecamatan
Marau)80 yang berdasarkan informasinya, masyarakat yang tinggal di daerah
tersebut belum memiliki suatu kepercayaan, maka rombongan penginjil ini pun
memutuskan untuk mendatangi daerah Marau tersebut. Rombongan penginjil ini
mulai masuk ke daerah Marau melalui jalur Pesaguan, kemudian melewati daerah
Tumbang Titi, untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan mereka ke wilayah
Marau81, tepatnya di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau.
Pada saat rombongan penginjil ini masuk ke wilayah Kecamatan Marau,
masyarakat pertama yang menerima penginjilan tersebut adalah masyarakat yang
tinggal di Dusun Tempayak. Pada saat itu, baru ada lima keluarga yang mendiami
dusun tersebut, yaitu keluarga Bapak Kristianto Parsin, keluarga Bapak Kimtia,
keluarga Ibu Oning, keluarga Bapak Kusum, dan keluarga Bapak Tingal.82 Karena
kelima keluarga ini belum memiliki suatu kepercayaan, maka para penginjil ini
pun mengenalkan mereka pada agama Protestan dan mulai membuka Pos-pos
Pekabaran Injil di wilayah Kecamatan Marau dan sekitarnya. Dusun Tempayak
merupakan tempat pertama dibukanya Pos Pekabaran Injil di wilayah Kecamatan
Marau. Penginjil pertama yang pada saat itu ditempatkan di Dusun Tempayak
adalah Saudara Urbanus Latudasan dan Saudara Iwan Gunawan. Mereka
mengajak masyarakat yang ada di tempat itu beribadah, membaca alkitab, belajar
80
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013.
81 Majelis Jemaat GPIB Ebenhaezer Ketapang, op. cit., hlm. 26.
82 Wawancara dengan masyarakat di wilayah Kecamatan Marau, Bapak Kristianto Parsin, 25 Juli 2013.
42
bernyanyi lagu-lagu Gereja dan belajar berdoa. Proses penginjilan yang dilakukan
oleh para penginjil ini tampaknya mengalami keberhasilan. Hal ini terbukti
dengan sudah mulai dilaksanakannya baptisan kudus bagi mereka yang mengaku
percaya dan mau dibaptis. Baptisan kudus ini dilakukan oleh Pendeta SA. Kelly
dengan dibantu oleh beberapa penginjil seperti Saudara Urbanus, Saudara Oktaf,
dan Saudara Jurkasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pendeta Urbanus
Latudasan, ada sekitar 3.500 orang yang mengaku percaya dan bersedia dibaptis.
Karena merasa mendapat respon yang baik dari masyarakat setempat, kegiatan
pengenalan agama Protestan ini pun terus dilakukan. Sekitar tahun 1971, di Dusun
Tempayak sudah mulai dibangun gedung gereja pertama walaupun masih dengan
bahan bangunan seadanya83, yaitu berlantaikan tanah, berdindingkan papan, dan
beratapkan sirap.
Selain melaksanakan kewajibannya untuk mengenalkan agama Protestan
kepada masyarakat, para penginjil ini juga membagikan pengetahuan-pengetahuan
mereka kepada masyarakat setempat dengan cara memberikan pengajaran kepada
mereka yang masih buta huruf bagaimana caranya menulis dan membaca. Selain
itu, mereka juga memberikan pendidikan kepada anak-anak. Hal ini terbukti
dengan berhasil dibangunnya Sekolah Dasar (SD) Kristen, meskipun dengan
kondisi darurat. Salah seorang penginjil yang ditugaskan untuk mengepalai SD
Kristen yang baru dibangun itu adalah Saudara Simson Lala. Selain sekolah,
dibangun pula Asrama Propeka yang diperuntukkan bagi anak-anak yang
bersekolah di SD Kristen tersebut. Pembangunan Asrama Propeka ini, selain
83
43
bertujuan untuk menampung anak-anak yang memiliki tempat tinggal yang sangat
jauh dari lingkungan sekolah tempat mereka belajar, juga bertujuan untuk
membantu anak-anak tersebut dalam hal bantuan makanan, akomodasi, dan biaya
sekolah. Salah seorang penginjil, yaitu Saudara Musa Saefatu dipercaya untuk
menjadi ketua Asrama Propeka tersebut. 84 Dalam buku yang berjudul “Sejarah
Gereja GPIB Ebenhezer Ketapang”, dijelaskan bahwa pada awal dibukanya, Asrama Propeka yang dibangun oleh para penginjil beserta masyarakat ini
berhasil menampung kurang lebih sekitar 70 anak-anak sekolah.85 Maka, dapat
dikatakan bahwa usaha pemerataan pendidikan bagi masyarakat dan
pembangunan gedung yang dilakukan oleh para penginjil ini terbukti memberikan
hasil yang cukup baik.
Kemudian, pada tahun 1972 mulai dibangun pula gedung Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Kristen Marau (sekarang disebut SMP Kristen Siloam
Marau). SMP Kristen ini diresmikan penggunaannya pada tanggal 4 Maret 1973.
Kepala Sekolah SMP Kristen tersebut juga dipercayakan kepada salah satu
penginjil yaitu Saudara Herry L, dan dibantu oleh Saudara Peter Limbung
bersama Ev. Sudomo. SMP Kristen Siloam Marau ini merupakan SMP pertama
yang ada di wilayah Kecamatan Marau, dan sekolah ini masih ada sampai
sekarang.
Selama periode 1970-1980, masyarakat di wilayah Kecamatan Marau,
terkhusus di Dusun Tempayak terus mengalami perkembangan yang signifikan
baik dalam hal iman maupun dalam pendidikan dan kehidupan sosialnya. Hal ini
84 Majelis Jemaat GPIB Ebenhaezer Ketapang, op. cit., hlm. 59.
85
44
tentu bisa terwujud berkat kerjasama yang baik antara para penginjil dan
masyarakat setempat. Banyak hal positif yang masyarakat dapatkan dari para
penginjil, demikian juga sebaliknya, banyak pelajaran berharga yang para
penginjil dapatkan dari kesediaannya membimbing masyarakat yang ada di
wilayah Kecamatan Marau.
Dari sekian banyak penginjil yang datang, Saudara Urbanus Latudasan
adalah salah seorang penginjil yang bertahan selama kurang lebih 10 tahun untuk
melaksanakan penginjilan di Dusun Tempayak dan di sekitar wilayah Kecamatan
Marau. Kepindahan Saudara Urbanus Latudasan ketempat tugas yang baru,
sempat membuat kegiatan penginjilan di Dusun Tempayak dan sekitarnya
mengalami kemunduran, karena terjadinya kekosongan pelayan di wilayah yang
terbilang masih baru dan masih sangat memerlukan pelayanan yang berkelanjutan
ini. Namun, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat
setempat. Masyarakat setempat beserta para guru yang mengajar di SMP Kristen
Siloam Marau ini, terus mengusahakan perkembangan baik dalam hal
kepercayaan maupun pendidikan yang sudah dimulai oleh para penginjil ini.
Untuk selanjutnya, pelayanan di Dusun Tempayak dan sekitarnya ini diserahkan
kepada Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak. Hal ini terus berlangsung hingga pertengahan tahun 1986, dan pada tanggal 18 Mei 1986, yaitu bertepatan dengan
dilembagakannya GPIB “Ebenhezer” Ketapang menjadi Gereja Dewasa dan Mandiri, Gereja Marau yang semula merupakan Pos Pelayanan dari GPIB
“Siloam” Pontianak, beralih menjadi Pos Pelayanan dari GPIB “Ebenhezer” Ketapang dengan nama GPIB “Siloam” Marau.
45
2. Gereja Protestan Marau menjadi bagian dari Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat
Gereja Protestan yang ada di Dusun Tempayak (sebut saja Gereja Marau)
merupakan Gereja Protestan pertama yang dibangun dalam lingkup wilayah
Kecamatan Marau. Gereja ini sudah dibangun sejak tahun 1971.86 Seperti yang
sudah disinggung pada pembahasan sebelumnya, Gereja Protestan pertama yang
ada di wilayah Kecamatan Marau ini dibangun dengan bentuk yang masih sangat
sederhana, yaitu dengan hanya berlantaikan tanah, berdinding papan, dan
beratapkan sirap. Luas bangunan gedung gereja pertamanya pun kurang lebih
sekitar 4 x 6 meter. Hal ini sangat dimungkinkan terjadi karena melihat kehidupan
perekonomian masyarakat setempat yang pada saat itu masih sangat sederhana.
Namun, tak lama kemudian, yaitu sekitar tahun 197687, masyarakat setempat yang
pada perkembangan selanjutnya sudah mengalami kemajuan perekonomian,
bersama-sama dengan para penginjil yang ada, mulai membangun gedung gereja
yang kedua. Gedung gereja kedua ini dibangun dengan menggunakan
bahan-bahan bangunan yang cukup baik, di mana semua elemen yang ada pada
bangunan gedung gereja tersebut berbahan dasar kayu. Luas bangunan gedung
gereja yang kedua ini kurang lebih sekitar 5 x 10 meter.88
Semula, Gereja Marau ini belum memiliki nama dan status Gereja, karena
pada saat penginjilan masuk ke wilayah tersebut, Gereja Marau masih termasuk
dalam Pos Pekabaran Injil yang berpusat di kota Pontianak (GPIB “Siloam”
86
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013.
87 Idem.
88 Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau, 1991.
46
Pontianak). Walaupun belum diketahui status Gerejanya, satu hal yang pasti
adalah semua kegiatan penginjilan yang dilakukan di wilayah Kalimantan Barat
ini berada di bawah naungan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB).
Alasan mengapa semua kegiatan penginjilan yang dilaksanakan pada saat itu
berada di bawah naungan GPIB adalah selain karena Gereja yang sudah ada pada
saat itu adalah Gereja GPIB yang letaknya berada di kota Pontianak (GPIB
“Siloam” Pontianak), juga karena sejak semula kegiatan penginjilan yang dilaksanakan oleh YPPII ini adalah gagasan dari GPIB yang ingin menjadikan diri
sebagai Jemaat yang Missioner. Oleh karenanya, semua jiwa yang telah
dimenangkan oleh mahasiswa-mahasiswa praktek yang dikenal dengan sebutan
para penginjil ini, diserahkan kepada GPIB yang kebetulan sudah ada pada waktu
itu. Oleh sebab itu, pusat pelayanannya tidak lagi berpusat di Batu Malang Jawa
Timur, tetapi berada di kota Pontianak, tepatnya di GPIB “Siloam” Pontianak.89
Oleh sebab itu jugalah, Gereja Ketapang yang juga sempat menerima pelayanan
dari Para Penginjil utusan dari Institut Injil Indonesia Batu Malang ini pun sepakat
bergabung dan menyatakan diri sebagai Gereja Protestan di Indonesia bagian
Barat. Hal ini bermula pada tahun 1971, bertepatan dengan datangnya salah
seorang perwakilan dari Sinode GPIB Jakarta yaitu Ibu Maitimu yang sedang
melakukan kunjungan ke Ketapang. Setelah disahkan oleh Majelis Sinode GPIB
Jakarta, pada tahun 1972 Gereja Ketapang pun dimasukkan dalam wilayah
pelayanan GPIB “Siloam” Pontianak, dan Gereja Ketapang dikenal dengan nama
GPIB “Ebenhezer” Ketapang.
89 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013.
47
Pada saat GPIB “Ebenhezer” Ketapang resmi menjadi Pos Pelayanan dari
GPIB Siloam Pontianak, status Gereja Marau masih merupakan Pos Pekabaran
Injil. Baru kemudian, setelah melihat kondisi Gereja Marau yang terus mengalami
perkembangan dan jumlah jemaat yang semakin bertambah banyak, maka Gereja
Marau juga dimasukkan dalam wilayah Pelayanan GPIB “Siloam” Pontianak.
Oleh karena sudah memiliki status Gereja yang jelas, maka Gereja Marau pun
berganti nama menjadi GPIB “Siloam” Marau.
B. Masa Persiapan Pelembagaan (1986-1990)