• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masuknya Injil di Wilayah Kecamatan Marau (1970-1985)

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 53-62)

BAB III TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN GPIB JEMAAT

A. Masuknya Injil di Wilayah Kecamatan Marau (1970-1985)

Masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau, diawali dengan datangnya

rombongan penginjil dari Batu Malang, Jawa Timur. Permulaan dilaksanakannya

kegiatan penginjilan di wilayah pedalaman Kalimantan Barat ini berawal dari

diadakannya kunjungan oleh Rektor Institut Injil Indonesia bersama Yayasan

Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) Batu Malang Jawa Timur ke Jemaat

GPIB “Siloam” Pontianak67

, yang berada di wilayah Kalimantan Barat. Maksud

dari dilaksanakannya kunjungan tersebut adalah untuk mencari informasi

mengenai wilayah pedalaman Kalimantan Barat, sekaligus mengajak Jemaat

GPIB “Siloam” Pontianak untuk bersama-sama melaksanakan kegiatan penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat. Maksud tersebut tampaknya

mendapat respon yang cukup baik, sehingga tak lama setelah itu, kegiatan

penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat yang digagas berdasarkan konsep

“Jemaat Missioner”68

ini pun mulai dilaksanakan.69

67 Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak merupakan salah satu dari 53 Jemaat GPIB pada saat pertama kali terbentuk tahun 1948.

68

Jemaat Misioner merupakan jemaat yang menjalankan tugas panggilan dan pengutusan, bukan saja dalam arti terbatas melaksanakan Amanat Agung (Matius 28:19-20), tetapi menjalankan seluruh aspek kehidupannya, dengan berpedoman pada ajaran Kristus Raja Gereja yang terdapat dalam Kitab Suci Kristen Perjanjian Baru.

69

Wawancara dengan Pendeta Urbanus Latudasan, tokoh Penginjil tahun 1970-an, 1 Oktober 2013.

39

Proses penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat ini dimulai dari wilayah

Ketapang (Kabupaten Ketapang). Menurut beberapa narasumber yang berhasil

diwawancarai, kedatangan para penginjil ini terbagi kedalam beberapa tahap.

Tahap pertama pada tahun 1970, terdiri dari :

1. Urbanus Latudasan 2. Iwan Gunawan 3. Rusdi Johan 4. Adni Wahai70 5. Pdt. Wem Fanggidae 6. Swedi Nabin71

Tahap kedua, para penginjil ini datang secara silih berganti, yaitu antara

tahun 1971-1973, terdiri dari :

1. Pdt. SA. Kelly 2. Simson Lala 3. Musa Saefatu 4. Nimrod 5. Yonathan A. Kabu 6. Fince Saudale 7. Urbanus Latudasan72 8. Mica 9. Swedi Nabin 10. Masri 11. Ibrahim 12. Wahidin 13. Alfonso One73 14. Budri 15. Erika 16. Lusi Coa 17. Oktaf 18. Jurkasi 19. Dwiyono74 70 Idem.

71 Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, op. cit., hlm. 58.

72 Idem.

73 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013.

74

Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013.

40

Tahap ketiga, merupakan periode datangnya para penginjil beserta

guru-guru yang datang sekitar tahun 1973-1975, terdiri dari :

1. Didimus Bole 2. Dorta Ota 3. Suan 4. Sudomo 5. Herry L 6. Markus Pingar 7. Yance Raung 8. Andri Lumik 9. Samuel Ranuparesa75 10. Budi Lembong 11. Petrus Londong 12. Taat Aryoko76 13. Exlopas F. Neno77

Para penginjil ini datang dari Batu Malang Jawa Timur melewati kota

Pontianak, kemudian melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Ketapang.78 Pada saat

itu, di Ketapang sudah terdapat Gereja Kristen Protestan (sebut saja Gereja

Ketapang karena merupakan satu-satunya Gereja Kristen Protestan yang ada di

Ketapang, namun belum memiliki nama atau lembaga untuk tempat mereka

bernaung). Gereja Ketapang tersebut kedatangan tamu yaitu rombongan penginjil

dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur. Rombongan penginjil ini

berada di bawah pimpinan Bapak S.A. Kelly (seorang mahasiswa senior dari

Institut Injil Indonesia Batu Malang).79 Sebenarnya, tempat yang dituju oleh

rombongan penginjil ini adalah pedalaman Kalimantan Barat. Maka, setelah

75 Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, op. cit., hlm 59.

76 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013.

77 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013.

78 Idem.

79

41

sampai di Ketapang dan bertemu dengan warga jemaat Gereja Ketapang, para

penginjil ini pun mencari informasi mengenai wilayah pedalaman Kalimantan

Barat, dan didapatlah informasi mengenai keberadaan daerah Marau (Kecamatan

Marau)80 yang berdasarkan informasinya, masyarakat yang tinggal di daerah

tersebut belum memiliki suatu kepercayaan, maka rombongan penginjil ini pun

memutuskan untuk mendatangi daerah Marau tersebut. Rombongan penginjil ini

mulai masuk ke daerah Marau melalui jalur Pesaguan, kemudian melewati daerah

Tumbang Titi, untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan mereka ke wilayah

Marau81, tepatnya di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau.

Pada saat rombongan penginjil ini masuk ke wilayah Kecamatan Marau,

masyarakat pertama yang menerima penginjilan tersebut adalah masyarakat yang

tinggal di Dusun Tempayak. Pada saat itu, baru ada lima keluarga yang mendiami

dusun tersebut, yaitu keluarga Bapak Kristianto Parsin, keluarga Bapak Kimtia,

keluarga Ibu Oning, keluarga Bapak Kusum, dan keluarga Bapak Tingal.82 Karena

kelima keluarga ini belum memiliki suatu kepercayaan, maka para penginjil ini

pun mengenalkan mereka pada agama Protestan dan mulai membuka Pos-pos

Pekabaran Injil di wilayah Kecamatan Marau dan sekitarnya. Dusun Tempayak

merupakan tempat pertama dibukanya Pos Pekabaran Injil di wilayah Kecamatan

Marau. Penginjil pertama yang pada saat itu ditempatkan di Dusun Tempayak

adalah Saudara Urbanus Latudasan dan Saudara Iwan Gunawan. Mereka

mengajak masyarakat yang ada di tempat itu beribadah, membaca alkitab, belajar

80

Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013.

81 Majelis Jemaat GPIB Ebenhaezer Ketapang, op. cit., hlm. 26.

82 Wawancara dengan masyarakat di wilayah Kecamatan Marau, Bapak Kristianto Parsin, 25 Juli 2013.

42

bernyanyi lagu-lagu Gereja dan belajar berdoa. Proses penginjilan yang dilakukan

oleh para penginjil ini tampaknya mengalami keberhasilan. Hal ini terbukti

dengan sudah mulai dilaksanakannya baptisan kudus bagi mereka yang mengaku

percaya dan mau dibaptis. Baptisan kudus ini dilakukan oleh Pendeta SA. Kelly

dengan dibantu oleh beberapa penginjil seperti Saudara Urbanus, Saudara Oktaf,

dan Saudara Jurkasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pendeta Urbanus

Latudasan, ada sekitar 3.500 orang yang mengaku percaya dan bersedia dibaptis.

Karena merasa mendapat respon yang baik dari masyarakat setempat, kegiatan

pengenalan agama Protestan ini pun terus dilakukan. Sekitar tahun 1971, di Dusun

Tempayak sudah mulai dibangun gedung gereja pertama walaupun masih dengan

bahan bangunan seadanya83, yaitu berlantaikan tanah, berdindingkan papan, dan

beratapkan sirap.

Selain melaksanakan kewajibannya untuk mengenalkan agama Protestan

kepada masyarakat, para penginjil ini juga membagikan pengetahuan-pengetahuan

mereka kepada masyarakat setempat dengan cara memberikan pengajaran kepada

mereka yang masih buta huruf bagaimana caranya menulis dan membaca. Selain

itu, mereka juga memberikan pendidikan kepada anak-anak. Hal ini terbukti

dengan berhasil dibangunnya Sekolah Dasar (SD) Kristen, meskipun dengan

kondisi darurat. Salah seorang penginjil yang ditugaskan untuk mengepalai SD

Kristen yang baru dibangun itu adalah Saudara Simson Lala. Selain sekolah,

dibangun pula Asrama Propeka yang diperuntukkan bagi anak-anak yang

bersekolah di SD Kristen tersebut. Pembangunan Asrama Propeka ini, selain

83

43

bertujuan untuk menampung anak-anak yang memiliki tempat tinggal yang sangat

jauh dari lingkungan sekolah tempat mereka belajar, juga bertujuan untuk

membantu anak-anak tersebut dalam hal bantuan makanan, akomodasi, dan biaya

sekolah. Salah seorang penginjil, yaitu Saudara Musa Saefatu dipercaya untuk

menjadi ketua Asrama Propeka tersebut. 84 Dalam buku yang berjudul “Sejarah

Gereja GPIB Ebenhezer Ketapang”, dijelaskan bahwa pada awal dibukanya, Asrama Propeka yang dibangun oleh para penginjil beserta masyarakat ini

berhasil menampung kurang lebih sekitar 70 anak-anak sekolah.85 Maka, dapat

dikatakan bahwa usaha pemerataan pendidikan bagi masyarakat dan

pembangunan gedung yang dilakukan oleh para penginjil ini terbukti memberikan

hasil yang cukup baik.

Kemudian, pada tahun 1972 mulai dibangun pula gedung Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Kristen Marau (sekarang disebut SMP Kristen Siloam

Marau). SMP Kristen ini diresmikan penggunaannya pada tanggal 4 Maret 1973.

Kepala Sekolah SMP Kristen tersebut juga dipercayakan kepada salah satu

penginjil yaitu Saudara Herry L, dan dibantu oleh Saudara Peter Limbung

bersama Ev. Sudomo. SMP Kristen Siloam Marau ini merupakan SMP pertama

yang ada di wilayah Kecamatan Marau, dan sekolah ini masih ada sampai

sekarang.

Selama periode 1970-1980, masyarakat di wilayah Kecamatan Marau,

terkhusus di Dusun Tempayak terus mengalami perkembangan yang signifikan

baik dalam hal iman maupun dalam pendidikan dan kehidupan sosialnya. Hal ini

84 Majelis Jemaat GPIB Ebenhaezer Ketapang, op. cit., hlm. 59.

85

44

tentu bisa terwujud berkat kerjasama yang baik antara para penginjil dan

masyarakat setempat. Banyak hal positif yang masyarakat dapatkan dari para

penginjil, demikian juga sebaliknya, banyak pelajaran berharga yang para

penginjil dapatkan dari kesediaannya membimbing masyarakat yang ada di

wilayah Kecamatan Marau.

Dari sekian banyak penginjil yang datang, Saudara Urbanus Latudasan

adalah salah seorang penginjil yang bertahan selama kurang lebih 10 tahun untuk

melaksanakan penginjilan di Dusun Tempayak dan di sekitar wilayah Kecamatan

Marau. Kepindahan Saudara Urbanus Latudasan ketempat tugas yang baru,

sempat membuat kegiatan penginjilan di Dusun Tempayak dan sekitarnya

mengalami kemunduran, karena terjadinya kekosongan pelayan di wilayah yang

terbilang masih baru dan masih sangat memerlukan pelayanan yang berkelanjutan

ini. Namun, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat

setempat. Masyarakat setempat beserta para guru yang mengajar di SMP Kristen

Siloam Marau ini, terus mengusahakan perkembangan baik dalam hal

kepercayaan maupun pendidikan yang sudah dimulai oleh para penginjil ini.

Untuk selanjutnya, pelayanan di Dusun Tempayak dan sekitarnya ini diserahkan

kepada Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak. Hal ini terus berlangsung hingga pertengahan tahun 1986, dan pada tanggal 18 Mei 1986, yaitu bertepatan dengan

dilembagakannya GPIB “Ebenhezer” Ketapang menjadi Gereja Dewasa dan Mandiri, Gereja Marau yang semula merupakan Pos Pelayanan dari GPIB

“Siloam” Pontianak, beralih menjadi Pos Pelayanan dari GPIB “Ebenhezer” Ketapang dengan nama GPIB “Siloam” Marau.

45

2. Gereja Protestan Marau menjadi bagian dari Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat

Gereja Protestan yang ada di Dusun Tempayak (sebut saja Gereja Marau)

merupakan Gereja Protestan pertama yang dibangun dalam lingkup wilayah

Kecamatan Marau. Gereja ini sudah dibangun sejak tahun 1971.86 Seperti yang

sudah disinggung pada pembahasan sebelumnya, Gereja Protestan pertama yang

ada di wilayah Kecamatan Marau ini dibangun dengan bentuk yang masih sangat

sederhana, yaitu dengan hanya berlantaikan tanah, berdinding papan, dan

beratapkan sirap. Luas bangunan gedung gereja pertamanya pun kurang lebih

sekitar 4 x 6 meter. Hal ini sangat dimungkinkan terjadi karena melihat kehidupan

perekonomian masyarakat setempat yang pada saat itu masih sangat sederhana.

Namun, tak lama kemudian, yaitu sekitar tahun 197687, masyarakat setempat yang

pada perkembangan selanjutnya sudah mengalami kemajuan perekonomian,

bersama-sama dengan para penginjil yang ada, mulai membangun gedung gereja

yang kedua. Gedung gereja kedua ini dibangun dengan menggunakan

bahan-bahan bangunan yang cukup baik, di mana semua elemen yang ada pada

bangunan gedung gereja tersebut berbahan dasar kayu. Luas bangunan gedung

gereja yang kedua ini kurang lebih sekitar 5 x 10 meter.88

Semula, Gereja Marau ini belum memiliki nama dan status Gereja, karena

pada saat penginjilan masuk ke wilayah tersebut, Gereja Marau masih termasuk

dalam Pos Pekabaran Injil yang berpusat di kota Pontianak (GPIB “Siloam”

86

Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013.

87 Idem.

88 Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau, 1991.

46

Pontianak). Walaupun belum diketahui status Gerejanya, satu hal yang pasti

adalah semua kegiatan penginjilan yang dilakukan di wilayah Kalimantan Barat

ini berada di bawah naungan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB).

Alasan mengapa semua kegiatan penginjilan yang dilaksanakan pada saat itu

berada di bawah naungan GPIB adalah selain karena Gereja yang sudah ada pada

saat itu adalah Gereja GPIB yang letaknya berada di kota Pontianak (GPIB

“Siloam” Pontianak), juga karena sejak semula kegiatan penginjilan yang dilaksanakan oleh YPPII ini adalah gagasan dari GPIB yang ingin menjadikan diri

sebagai Jemaat yang Missioner. Oleh karenanya, semua jiwa yang telah

dimenangkan oleh mahasiswa-mahasiswa praktek yang dikenal dengan sebutan

para penginjil ini, diserahkan kepada GPIB yang kebetulan sudah ada pada waktu

itu. Oleh sebab itu, pusat pelayanannya tidak lagi berpusat di Batu Malang Jawa

Timur, tetapi berada di kota Pontianak, tepatnya di GPIB “Siloam” Pontianak.89

Oleh sebab itu jugalah, Gereja Ketapang yang juga sempat menerima pelayanan

dari Para Penginjil utusan dari Institut Injil Indonesia Batu Malang ini pun sepakat

bergabung dan menyatakan diri sebagai Gereja Protestan di Indonesia bagian

Barat. Hal ini bermula pada tahun 1971, bertepatan dengan datangnya salah

seorang perwakilan dari Sinode GPIB Jakarta yaitu Ibu Maitimu yang sedang

melakukan kunjungan ke Ketapang. Setelah disahkan oleh Majelis Sinode GPIB

Jakarta, pada tahun 1972 Gereja Ketapang pun dimasukkan dalam wilayah

pelayanan GPIB “Siloam” Pontianak, dan Gereja Ketapang dikenal dengan nama

GPIB “Ebenhezer” Ketapang.

89 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013.

47

Pada saat GPIB “Ebenhezer” Ketapang resmi menjadi Pos Pelayanan dari

GPIB Siloam Pontianak, status Gereja Marau masih merupakan Pos Pekabaran

Injil. Baru kemudian, setelah melihat kondisi Gereja Marau yang terus mengalami

perkembangan dan jumlah jemaat yang semakin bertambah banyak, maka Gereja

Marau juga dimasukkan dalam wilayah Pelayanan GPIB “Siloam” Pontianak.

Oleh karena sudah memiliki status Gereja yang jelas, maka Gereja Marau pun

berganti nama menjadi GPIB “Siloam” Marau.

B. Masa Persiapan Pelembagaan (1986-1990)

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 53-62)

Dokumen terkait