• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2000: 280) disebutkan bahwa konsumsi memiliki pengertian the act of using energy, food or materials.

Kegiatan menggunakan tenaga, makanan, atau materi. Pengertian konsumsi

tersebut hanya sebatas kegiatan yang bertujuan menghabiskan manfaat suatu benda (barang atau jasa). Baudrillard berusaha meluaskan konsumsi tidak hanya barang dan jasa sebagaimana dalam masyarakat konsumen modern, tetapi juga kepada semua hal lain. George Ritzer merumuskan hakikat konsumsi dalam pandangan Baudrillard sebagai berikut.

To Baudrillard, consumption is not merely a frenzy of buying a profusion of commodities, a function of enjoyment, an individual function, liberating of needs, fulfilling of the self, affluence, or the consumption of objects. Consumption is an order of significations in a

`panoply' of objects; a system, or code, of signs; `an order of the manipulation of signs'; the manipulation of objects as signs; a communication system (like a language); a system of exchange (like primitive kinship); a morality, that is a system of ideological values; a social function; a structural organization; a collective phenomenon;

the production of differences; ‘a generalization of the combinatorial processes of fashion’; isolating and individualizing; an unconscious constraint on people, both from the sign system and from the socio-economico-political system; and a social logic (Baudrillard, 1998: 14–

15).

(Menurut Baudrillard konsumsi bukan hanya sekadar nafsu untuk membeli berbagai komoditas, satu fungsi kenikmatan, satu fungsi individual, pembebasan kebutuhan, pemuasan diri, kekayaan, atau konsumsi objek. Konsumsi berada dalam satu tatanan pemaknaan pada satu panoply objek; sebuah sistem atau kode, tanda; satu tatanan manipulasi tanda; manipulasi objek sebagai tanda; satu sistem komunikasi sebagaimana fungsi bahasa; satu sistem pertukaran simbol sebagaimana dalam sistem kekerabatan masyarakat primitif; sebuah moralitas, yaitu satu sistem pertukaran ideologis; faktor penyebab perbedaan (distinction); satu generalisasi proses fashion secara kombinatif, mengisolasi dan mengindividu; sistem kontrol bawah sadar, baik dari sistem tanda dan dari sistem sosio-ekonomika-politik;

dan sebuah logika sosial).

Pemahaman Baudrillard di atas menunjukkan betapa luas dan kompleksnya ruang lingkup dari epistemologi konsumsi. Menurutnya, semua hal bisa menjadi objek konsumsi sehingga konsumsi pada akhirnya menguasai seluruh sisi kehidupan konsumen. Dari pandangan tadi dapat disimpulkan konsumsi dalam

kacamata Baudrillard tidak hanya mencakup pengertian nafsu untuk membeli berbagai komoditas, fungsi kenikmatan, fungsi individual, pembebasan kebutuhan, pemuasan diri, dan kekayaan atau konsumsi objek, tetapi juga:

1. Satu tatanan pemaknaan pada satu panoply objek;

2. Sebuah sistem atau kode, tanda;

3. Satu tatanan manipulasi tanda;

4. Manipulasi objek sebagai tanda;

5. Satu sistem komunikasi sebagaimana fungsi bahasa;

6. Satu sistem pertukaran simbol sebagaimana dalam sistem kekerabatan masyarakat primitif;

7. Sebuah moralitas, yaitu satu sistem pertukaran ideologis;

8. Faktor penyebab perbedaan (distinction);

9. Satu generalisasi proses fashion secara kombinatif, mengisolasi, dan mengindividu;

10. Sistem kontrol bawah sadar, baik dari sistem tanda maupun dari sistem sosio-ekonomika-politik;

11. Sebuah logika sosial.

Ide pokok yang ingin disampaikan Baudrillard bahwa konsumsi telah meluas ke semua wilayah kebudayaan dan kemudian yang menciptakan komodifikasi budaya. Pada gilirannya hal ini mengarah kepada salah satu premis dasar postmodernisme, yaitu pengikisan pemisah antara budaya rendah dan budaya adiluhung. Seni, misalnya, semakin tidak dapat dibedakan dari segala komoditas lain (Ritzer dalam Baudrillard, 2003: xxxv).

Pandangan Baudrillard tentang konsumsi tersebut jauh berbeda dengan pandangan para pakar ekonomi sebelumnya yang memahami konsumsi sebatas utilitas dan kepuasan. Baudrillard memandang konsumsi secara holistik yang berkaitan dengan berbagai perspektif. Dengan demikian, hakikat konsumsi bagi Baudrillard dapat disimpulkan sebagai integrasi sosial. Konsumsi adalah sistem yang menjalankan urutan tanda-tanda dan penyatuan kelompok. Jadi, konsumsi itu sekaligus sebagai moral (sistem ideologi) dan sistem komunikasi, struktur pertukaran, dan dapat dilihat sebagai sebuah kesenangan eksklusif (Baudrillard, 1970: 45).

Kesenangan bukan merupakan tujuan konsumsi, melainkan merupakan rasionalisasi dari konsumsi. Tujuan nyata dari konsumsi adalah to prop up (menopang) sistem objek: produksi dan konsumsi adalah satu dan proses logis agung yang sama dalam reproduksi meluas dan kekuatan-kekuatan produktif dan kendali mereka. Hal ini menjadi bagian dari sistem, masuk ke dalam bentuk terbalik mentalitas, etika, dan ideologi sehari-hari. Sebuah bentuk penipuan dalam bentuk pembebasan kebutuhan, pemenuhan individu, kesenangan, kekayaan, dan sebagainya (Baudrillard, 1970: 50). Dengan konsumsi sebagai moral maka akan menjadi fungsi sosial yang memiliki organisasi yang terstruktur yang kemudian memaksa mereka mengikuti paksaaan sosial tanpa mereka sadari.

Dalam hal ini, konsumsi adalah sebuah struktur yang bersifat eksternal dan bersifat memaksa individu. Kendati berbentuk organisasi struktural, satu fenomena kolektif, atau moralitas, ia berada di atas semua sistem tanda yang dikodekan. Individu dipaksa menggunakan sistem tersebut. Penggunaan sistem

melalui konsumsi adalah satu cara penting yang digunakan orang dalam berkomunikasi satu sama lain. Ideologi yang terkait dengan sistem mengarahkan orang untuk percaya dengan segala kepalsuan bahwa mereka kaya, puas, bahagia, dan terbebaskan.

Ideologi yang berlaku dalam konsumsi adalah ideologi kemapanan.

Baudrillard memandang bahwa kekuatan ideologi dan pengertian dasar tentang kebahagiaan sebenarnya tidak datang dari kecenderungan ilmiah setiap individu untuk diwujudkan bagi dirinya sendiri, melainkan secara sosiohistoris. Persoalan konsumsi muncul dari adanya kenyataan bahwa mitos kebahagiaan merupakan mitos yang diterima dan menjelma dalam masyarakat modern, yaitu mitos kesamaan hak (dan kebebasan) sehingga kebahagiaan harus terukur (Baudrillard, 1998: 49).

1.6 Hipotesis

Hipotesis pada dasarnya adalah kesimpulan atau jawaban sementara yang ditetapkan berdasarkan teori yang digunakan mengenai masalah penelitian (Faruk, 2012: 21). Berdasarkan latar belakang masalah dan teori yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik sebuah hipotesis bahwa novel Jalan Menikung mengandung wacana kebudayaan postmodern yang terkait dengan perubahan nilai, simulasi, simulakra, hiperrealitas, dan masyarakat konsumen. Dengan demikian, dapat dijelaskan wacana-wacana postmodernitas dalam karya sastra yang dapat dikaitkan dengan wacana-wacana postmodernitas dalam masyarakat kontemporer sehingga diketahui gagasan atau maksud pengarang menggambarkan dunia postmodernitas dalam Jalan Menikung.

Dokumen terkait