• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS (KHDTK)

Dalam dokumen KUMPULAN KARYA ILMIAH IPTEK MENDUKUNG KE (Halaman 75-80)

Oleh :

Achmad Rizal Hak Bisjoe

e-mail: arhbisjoe@yahoo.com

PENDAHULUAN

Ibu-ibu, Bapak-bapak, Saudara-saudari, dan hadirin yang saya hormati,

Keberhasilan pengelolaan hutan ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk diwadahinya kepentingan masyarakat yang tinggal dan hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan. Pada tahun 1990 ITTO, sebagaimana dikutip oleh Alhamid dan Bisjoe (1997), memasukkan perhatian terhadap kepentingan masyarakat sebagai indikator keberhasilan pengelolaan hutan, selain kepentingan fungsi produksi dan kepentingan konservasi. Selanjutnya, dinyatakan bahwa adalah tepat sekali menempatkan masyarakat - lokal khususnya – sebagai bagian dari pembangunan kehutanan di Indonesia.

Masyarakat di dalam dan sekitar hutan bukanlah pendatang baru dalam pengelolaan hutan. Sebagaimana dinyatakan oleh Sardjono (2011) bahwa sebagai bagian integral dari ekosistem hutan, masyarakat telah memanfaatkan hutan dan hasil hutan secara tradisional sejak purbakala. Praktik kehutanan masyarakat tersebut merupakan perjuangan untuk hidup, pembagian sumberdaya sosial, dan tentu saja sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat. Vayda (1983) dalam CIFOR (2001) menyatakan bahwa masyarakat sekitar hutan dipandang sebagai bagian dari hutan yang keduanya memiliki hubungan saling ketergantungan. Masyarakat berkontribusi

66

kepada hutan dan sekaligus mengambil manfaat dari hutan. Dengan demikian, masyarakat yang tinggal di dan sekitar hutan bergantung kepada hutan dan sekaligus bekerja untuk hutan. Bisjoe (2005)

menyatakan bahwa fenomena hidup berdampingan antara

masyarakat dengan hutan yang masih dapat disaksikan sampai sekarang pada masyarakat adat di beberapa wilayah Nusantara, merupakan bukti adanya interaksi harmonis yang sudah berlangsung dari generasi ke generasi. Sejalan dengan fakta tersebut, kebijakan

social forestry yang diterapkan pemerintah memungkinkan

keberlangsungan interaksi tersebut dengan cakupan masyarakat luas. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa pelibatan masyarakat yang sudah sejak lama berinteraksi dengan hutan, merupakan hal penting dalam pengelolaan hutan.

Ibu-ibu, Bapak-bapak, Saudara-saudari, dan hadirin yang saya hormati,

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) adalah bagian dari kawasan hutan yang dibebani tujuan pengelolaan yang bersifat khusus. Kawasan hutan tersebut dipahami sebagai penggunaan hutan untuk keperluan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta kepentingan-kepentingan religi dan budaya setempat. Pembangunan KHDTK dimaksudkan sebagai upaya legalisasi kegiatan penelitian, mengoptimalkan pemanfaatan areal KHDTK untuk tujuan penelitian, pendidikan, dan objek wisata alam dan mengoptimalkan fungsi pengelolaan KHDTK baik dari aspek manajemen maupun keamanannya. Sampai tahun 2007 terdapat 32 KHDTK yang dikelola Badan Litbang Kehutanan, dengan luas yang beragam dan tersebar di seluruh Indonesia dengan total luas mencapai 26.132 hektare. Satu di antaranya adalah KHDTK Borisallo di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang dikelola oleh Balai Penelitian Kehutanan Makassar.

67

Letak KHDTK Borisallo yang berdampingan dengan

pemukiman masyarakat, menyebabkan KHDTK tersebut sangat mudah diakses, apalagi kehadiran masyarakat di sekitar KHDTK telah ada sebelum penetapan kawasan tersebut sebagai KHDTK. Bisjoe (2005) menyatakan bahwa akses masyarakat ke kawasan KHDTK Borisallo ditunjukkan dengan adanya penggunaan lahan oleh masyarakat setempat yang telah berlangsung sejak lama, sebelum pemerintah menunjuk instansi pengelola kawasan tersebut. Penentuan dan pembagian lahan diatur oleh masyarakat sendiri, tanpa keterlibatan pemerintah setempat dan pengelola kawasan. Penggunaan lahan pada mulanya merupakan kegiatan sampingan untuk berkebun karena masyarakat masih memiliki lahan untuk bersawah. Saat ini, setelah lahan sawah digunakan untuk daerah genangan Dam Bili-bili, lahan hutan menjadi tumpuan utama

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Selanjutnya, dinyatakan bahwa penggunaan lahan pada KHDTK Borisallo oleh masyarakat setempat, menunjukkan dua aspek pokok dalam konsep social forestry, yaitu:

1. Keberadaan lahan hutan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat untuk memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.

2. Kehadiran masyarakat setempat dalam menggunakan lahan hutan telah ikut mempertahankan keberadaan tanaman hutan.

Menurut Soekanto (2003) istilah masyarakat setempat (community) menunjuk pada bagian masyarakat yang tinggal pada suatu wilayah geografis dengan batas-batas tertentu, dengan faktor utama berupa interaksi yang lebih besar di antara anggota dibanding interaksi dengan masyarakat di luar batas wilayahnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa ada empat kriteria yang saling berpaut dalam pengelompokan masyarakat setempat, yaitu: jumlah penduduk; luas,

68

kekayaan, dan kepadatan penduduk; fungsi-fungsi khusus

masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat; dan organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan. Interaksi masyarakat setempat dengan wilayah tempat tinggalnya seperti ditunjukkan pada dua aspek pokok social forestry, memuat keempat kriteria dimaksud.

Kedua aspek tersebut sejalan dengan pernyataan Vayda (1983) dalam CIFOR (2001). Peran saling menguntungkan yang dijumpai di KHDTK Borisallo, yang selanjutnya dipaparkan dalam tulisan ini, merupakan kompilasi beberapa hasil penelitian dan kajian di KHDTK Borisallo dengan pendekatan sosiologi. Secara sederhana pendekatan sosiologi dapat dipahami sebagai suatu proses, tindakan, dan cara memahami fenomena sosial tentang sesuatu hal dengan menggunakan logika atau teori sosiologi.

Sejumlah pakar mengemukakan beragam definisi tentang sosiologi sebagaimana disebutkan oleh Soekanto (2003), antara lain Pitirim Sorokim, Roucek dan Warren, William F. Ogburn, Meyer F. Nimkoff, serta Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi. Selanjutnya, menurut Soekanto (2003) sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial. Sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang kategoris, murni, abstrak, berusaha memberi pengertian-pengertian umum, rasional dan empiris, serta bersifat umum. Objek sosiologi adalah masyarakat yang dipandang dari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul dari hubungan tersebut di dalam masyarakat.

Ibu-ibu, Bapak-bapak, Saudara-saudari, dan hadirin yang saya hormati,

KHDTK Borisallo yang berlokasi di Kelurahan Bontoparang, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan hutan penelitian dengan muatan utama uji coba teknologi

69

dan kelembagaan social forestry. Pada mulanya KHDTK Borisallo merupakan Stasiun Penelitian Uji Coba (SPUC) berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Kehutanan No. 275/Kpts-II/1994. Dalam

perkembangannya, SPUC Borisallo kemudian berubah menjadi KHDTK berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 367/Menhut-II/2004 dengan luas mencapai 180 ha.

Ekosistem KHDTK Borisallo mewakili ekosistem hutan kering dataran rendah dengan ketinggian 50 – 125 meter dpl. Topografi KHDTK didominasi topografi berombak sampai berbukit dengan kemiringan 3 – 8% mencakup luasan 90,93 hektare atau 67,2%. Adapun topografi berbukit dengan kemiringan 15 – 30% meliputi luasan 44,32 hektare atau 32,8%. Iklim termasuk tipe AW dengan curah hujan rata-rata 720 mm/tahun. Jenis tanah dominan lithic hapludalf (mediteran litik) dan tipe hapludalf (mediteran haplik). Sifat kimia dan kesuburan tanah termasuk rendah dalam menyerap unsur hara terutama K, Ca, dan Mg, dan kemampuan mengikat P termasuk tinggi. Sedangkan sifat fisika tanah umumnya berwarna tua, solum tanah dangkal, sebagian besar bertekstur lempung, struktur tanah gumpal menyudut dan permeabilitas rendah. Secara umum tanah di KHDTK Borisallo tergolong lahan tidak sesuai sampai dengan cukup sesuai untuk komoditas kehutanan, perkebunan, dan tanaman semusim.

Kondisi lahan di KHDTK Borisallo saat ini sebagian telah ditanami Eucalyptus deglupta yang cukup rapat dan telah berumur mendekati 20 tahun. Beberapa jenis tanaman kehutanan lainnya yaitu gmelina (Gmelina arborea) dan akasia (Acacia mangium). Di antara tanaman pokok tersebut, juga terdapat beberapa jenis tanaman sela/tanaman bawah seperti kakao, kopi, dan pisang. Sebagian lahan memiliki tanaman eucalyptus yang cukup jarang, bahkan juga terdapat lahan yang terbuka sama sekali. KHDTK ini mempunyai aksesibilitas yang baik (strategis) dengan tekanan penduduk terhadap

70

lahan yang sangat besar dan mempunyai karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya serta karakteristik kegiatan usaha tani yang spesifik yang berpengaruh terhadap perencanaan pengelolaan KHDTK (Bisjoe, Kadir, dan Purwanti, 2008).

Dalam dokumen KUMPULAN KARYA ILMIAH IPTEK MENDUKUNG KE (Halaman 75-80)