• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATA PENCAHARIAN HIDUP MASYARAKAT DESA SUKAWANA

Dalam dokumen Etnografi Masyarakat Sukawana. (Halaman 30-35)

Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 1.000-1.500 mdpl, curah hujan yang relatif sedang. Keadaan iklim Desa Sukawana adalah beriklim tropis dengan suhu berkisar 23-26 derajat celsius. Curah hujan rata-rata 1800 s/d 1887 mm/tahun atau 149 hari kalender. Jumlah penduduk Desa Sukawana berdasarkan Profil Desa tahun 2013 adalah sebanyak 1.576 KK atau sebanyak 5.670 jiwa. Struktur penduduk menurut mata pencaharian menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk menggantungkan sumber kehidupannya di sektor pertanian (80%), peternakan (10%). Sektor lain yang menonjol dalam penyerapan tenaga kerja adalah buruh (4%), dan sektor lainnya seperti pegawai negeri, karyawan swata dari berbagai sektor sebanyak (6%).

3.1 Sektor Pertanian

Wilayah Desa Sukawana yang terletak di daerah dataran tinggi menjadikan daerah ini cocok untuk mengembangkan industri di bidang perkebunan. Berbagai macam tanaman perkebunan dikelola oleh masyarakat setempat seperti jeruk, cengkeh, bawang merah, kopi, tembakau, kol, dan markisa.

Hampir sebagian besar penduduk Desa Sukawana yang bermata-pencaharian sebagai petani memanfaatkan hasil produk buah jeruk sebagai penghasilan utamanya, melihat kondisi alam yang sangat mendukung untuk pertumbuhan buah jeruk. Terdapat berbagai jenis buah jeruk yang biasanya mereka tanam di lahan mereka masing-masing, di antaranya jeruk sumaga, jeruk keprok, jeruk peras, jeruk spuntan/nyonyok, dan jeruk slayer. Dari kelima jenis jeruk tersebut, yang paling banyak ditanam yaitu jeruk sumaga dan jeruk spuntan karena rasanya yang manis dan memiliki harga jual yang relatif lebih tinggi.

Kisaran harga masing-masing per kilo dari buah jeruk tersebut yaitu jeruk sumaga Rp.4.000- an, jeruk keprok Rp.4.000-an, jeruk peras Rp.3.000-an, jeruk spuntan Rp.6.000-an, jeruk slayer Rp.4.000-an. Harga buah jeruk ini dapat berubah-ubah mengikuti musim. Biasanya musim panen buah jeruk di Desa Sukawana yaitu pada bulan Juli sampai September.

Pada tahun 2013, terdapat 750 hektar perkebunan jeruk dengan nilai produksi sebesar 97,5 miliar. Dalam pengelolaan perkebunan jeruk ada dua macam pengelolaan yaitu dikelola sendiri oleh

pemilik lahan (mulai dari pembiayaan , penanaman, perawatan hingga panen), serta ada pula dikelola dengan sistem nyakap dimana pemilik lahan akan bekerja sama dengan pihak lain untuk mengelola perkebuanan jeruknya. Pemilik lahan yang menyediakan lahan dan membiayai produksi lahan, sementara itu pihak lain yang diajak bekerja sama (yang nyakap) bertugas dalam proses penanaman hingga panen. Untuk hasil panen jeruk akan dibagi bersama dengan pembagian 60 % untuk pemilik lahan dan 40 % untuk pihak yang nyakap.

Penanaman jeruk memerlukan waktu kurang lebih 3 tahun dari masa pembibitan hingga dapat berbuah. Bibitnya didatangkan dari Singaraja. Masa bertahan tumbuh sebuah pohon jeruk bisa mencapai 25 tahun. Panen raya diadakan setiap setahun sekali. Pupuk yang digunakan masyarakat adalah pupuk buatan pabrik (pupuk urea), di samping juga menggunakan pupuk kandang.

Jika satu area kebun jeruk dikelola oleh sebuah keluarga, maka sistem pembagian kerja cukup dilakukan dengan memanfaatkan tenaga keluarga yakni bapak, ibu dan anak. Tenaga pekerja upah hanya akan digunakan jika telah memasuki masa panen. Upah yang diberikan pada pekerja rata-rata Rp.50.000 per orang dalam seharinya.

Selain memanen secara swadaya, ada juga sistem yang disebut majeg yaitu panen tidak dilakukan oleh petani, melainkan dilakukan oleh pihak pembeli (pemajeg) atau sering disebut tengkulak. Dalam proses jual beli antara tengkulak dengan petani jeruk akan ada proses tawar- menawar. Untuk penetapan harga jual akan dihitung dengan cara melihat kelebatan buah jeruknya dan akan dikalikan sejumlah pohon jeruk yang ada. Kisaran harganya antara 30 sampai 70 juta sekali panen per satu hektar.

Komoditi lain yang banyak dikembangkan adalah cengkeh yang yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Cengkeh biasa dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, bahan campuran rokok kretek atau bahan dalam pembuatan minyak atsiri. Perkebunan cengkeh banyak terdapat di Banjar Kubusalia, mengingat kondisi fisik lingkungan di sana tidak cocok untuk ditanami buah jeruk.

Dalam proses pengolahannya, cengkeh sebelumnya perlu dijemur agar kering kurang lebih selama 4 sampai 5 hari. Dari awal bibit ditanam hingga untuk mendapatkan hasil panen yang pertama membutuhkan waktu 3 bulan, kemudian untuk panen-panen selanjutnya dapat dipanen setiap tahun sekali. Harga jual dari cengkeh saat ini adalah berkisar Rp.60.000 sampai Rp.100.000 per kilogramnya.

Selain jeruk dan cengkeh, kopi menjadi salah satu komoditi yang dikembangkan di Desa Sukawana ini. Hasil panen kopi dari lahan sekitar 1 hektar mencapai 5 sampai 7 karung, di mana masing-masing karung beratnya hingga 100-200 kilogram.

Menurut salah satu sumber, sebagian masyarakat mengolah lahan mereka dengan berbagai tanaman, tidak hanya satu komoditi saja. Bahkan ada yang dalam satu keluarga mereka menggarap perkebunan jeruk, kopi dan cengkeh secara bersamaan dan ditambah pula dengan beternak ayam. Pembagian waktu kerja disesuaikan, ketika akan memasuki panen jeruk, mereka akan fokus menangani tanaman jeruk, begitu pula ketika memasuki masa panen cengkeh dan kopi.

Sebagai wadah sosial profesi petani, terdapat organisasi sosial di bidang pertanian yang disebut subak abian. Terdapat 28 subak abian di wilayah Desa Sukawana yang mewilayahi tegalan (ladang) seluas 2.785 hektar. Organisasi subak abian ini sangat menjungjung tinggi konsep Tri Hita Karana, yaitu tiga bentuk hubungan yang harmonis antara manusia dengan sang pencipta (parhyangan), antara manusia dengan sesama manusia (pawongan), serta antara manusia dengan lingkungan (palemahan).

Gambar 6

Salah Satu Pura Subak yang Ada di Desa Sukawana

3.2 Peternakan

Komoditi peternakan yang ada di Desa Sukawana yaitu peternakan ayam petelur. Peternakan ayam petelur ini terdapat di beberapa banjar dan subak, seperti Banjar Kuum, Subak Pujung, Subak Gunggung. Dari namanya yaitu peternakan ayam petelur, yang dimanfaatkan di sini yaitu telurnya. Telur ini dihasilkan oleh ayam petelur yang dapat menghasilkan sebutir telur setiap harinya. Untuk memiliki ayam petelur, mereka biasanya membeli bibit dari Jawa, kemudian memeliharanya hingga dewasa. Selama 20 bulan ayam petelur berada dalam masa bertelurnya, setelahnya ayam tersebut dianggap tidak berkualitas lagi sehingga perlu untuk dicarikan bibit baru. Untuk setiap butir telur dihargai sekitar Rp.1.000. Biasanya hasil telur ini langsung dijual ke pengepul di Desa Batur.

Gambar 7

Salah Satu Peternakan Ayam di Desa Sukawana

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014

Selain ayam petelur, ada pula warga yang beternak ayam pedaging. Ayam pedaging biasanya dijual per ekor, dengan kisaran harga sekitar Rp. 55.000 per ekor dengan berat mencapai 3 kg. Ayam yang dikembangkan adalah ayam jenis boiler, yaitu red boiler dan white boiler. Ada pula yang menjual ayam bali, guna untuk keperluan upacara. Apabila ada yang ingin membeli ayam bali ini diharuskan memesan sebelumnya, karena jenis ayam ini lumayan langka.

Komoditi peternakan lain yang cukup unik adalah peternakan anjing kintamani. Anjing kintamani yang memiliki ciri fisik menyerupai serigala ini, merupakan anjing asli Banjar Paketan, Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Selama ini, masyarakat umum sudah terlanjur mengetahui bahwa anjing ini dapat ditemukan di seluruh wilayah Kintamani. Akan tetapi, pendapat tersebut sedikit keliru. Anjing kintamani asli hanya dapat ditemukan di Banjar Paketan. Mereka yang menjual anjing kintamani di luar daerah Banjar Paketan mungkin saja itu merupakan anjing campuran yang diakui sebagai anjing kintamani asli.

Berdasarkan warna bulunya, terdapat tiga (3) jenis anjing kintamani. Ada yang berwarna putih, hitam dan cokelat. Sementara ini anjing kintamani yang memiliki warna putih lebih ditonjolkan karena telah mendapatkan pengakuan sebagai anjing ras asli Indonesia.

Anjing ini dibudidayakan di tempat/di rumah masing-masing warga, tidak ada tempat peternakan khusus. Pemilik anjing kintamani membudidayakan anjing ini dominan untuk dijual sebagai tambahan penghasilan. Usia hidup anjing ini dapat mencapai 20 tahun. Sekali mengandung, seekor anjing kintamani betina dapat melahirkan hingga tujuh (7) ekor, namun tak jarang hanya seekor saja. Ketika akan melahirkan, anjing kintamani akan menggali lubang sebagai tempatnya melahirkan anak-anaknya. Dalam lubang itu pula menjadi tempat untuk mengasuh anaknya. Makanan yang diberikan peternak untuk anjing kintamani adalah ketela, sayur jepang (labu siam), dedak, dan telur.

Kisaran harga anak anjing atau konyong adalah sekitar 500 ribu hingga satu juta rupiah. Sementara untuk yang dewasa harganya sekitar 5-10 juta rupiah. Terdapat pula perlombaan atau kontes-kontes untuk mengukur tingkat keaslian anjing kintamani yang bertujuan untuk mengembangkan minat untuk tetap membudidayakan anjing asli kintamani ini. Kemenangan seekor anjing dalam sebuah kontes tentunya akan meningkatkan nilai jualnya. Anjing pemenang memiliki nilai jual hingga 80 juta rupiah.

Di Banjar Paketan sendiri terdapat kelompok ternak anjing kintamani yang berfungsi sebagai wadah berkumpul untuk menjalin kerja sama dan berbagi informasi antara peternak anjing kintamani, baik dalam usaha perawatan, perkembangbiakan hingga pemasarannya. Namun untuk peternakannya sendiri dilakukan secara individu.

BAB IV

Dalam dokumen Etnografi Masyarakat Sukawana. (Halaman 30-35)

Dokumen terkait