FORTIFIKASI EKSTRAK LERAK DENGAN MINERAL MIX (Ca,Mg, P dan S) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Ilmu Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai Juni 2011.
Materi Bahan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan sampel ransum perlakuan adalah hijauan segar (rumput lapang), pakan penguat, ekstrak lerak, dan cairan rumen. Bahan-bahan lain yang dibutuhkan dalam penelitian adalah larutan McDougall, larutan HgCl2 jenuh, gas CO2, media BHI (Brain Heart Infusion), media tumbuh yang spesifik, media pengencer, agar bacto, aquades, larutan buffer fosfat NaCl 0,005 M pH 7,2. Bahan untuk uji VFA antara lain larutan NaOH 0,5N, larutan HCl 0,5N, H2SO4 15%, NaCl 1%, HCl 1%, HCl 10% dan mineral (Ca, P, Mg, dan S). Bahan yang digunakan untuk uji NH3 antara lain asam borat (H3BO3), vaselin, indikator phenolphthalien (PP), Na2CO3 jenuh, H2SO4 0,005 N dan Na2SO4. Bahan yang digunakan untuk pengukuran pH rumen adalah alat pengukur pH meter.
Cairan Rumen
Cairan rumen yang digunakan berasal dari sapi potong yang dipasang fistula pada bagian rumen yang dipelihara di Laboratoriun Lapang Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik, eksikator, tabung film, botol plastik ukuran sedang counting chamber, kain penyaring, shaker waterbath, autoclave, penangas air, roller tube, termos, kain belacu, karet berventilasi, cawan Conway, sentrifus, vakum, labu penyuling, labu Erlenmeyer, tabung Hungate, tanur, gegep, magnetic stirrer, destilator, timbangan digital, buret, kondensor, tabung fermentor, tabung reaksi, tutup karet, pipet volumetik, mikroskop, bulp dan cawan porselen.
Ekstraksi Lerak
Ekstraksi lerak diperoleh dengan cara mengekstraksi buah lerak dengan metanol. Buah lerak dibersihkan, dikeringkan selama 30-36 jam (45oC), setelah itu dikeringkan dengan menggunakan oven (60oC). Buah lerak yang sudah kering digiling lalu dimaserasi dengan perbandingan tepung lerak dan metanol 1 : 4. Hasil maserasi disaring dengan menggunakan kertas saring, kemudian supernatan yang dihasilkan dikeringbekukan agar menjadi bubuk menggunakan alat freezer dryer (Wina et al., 2006).
Pengukuran KCBK dan KCBO
Analisis KCBK dan KCBO pada penelitian ini menggunakan metode (Tilley & Terry, 1963).
Pembuatan Larutan Pepsin. Sebanyak 2,8 gram pepsin (1:7000) dilarutkan dalam 850 ml air bebas ion, kemudian ditambahkan 17,8 ml HCl pekat dan campuran dimasukkan ke dalam labu takar. Air ditambahkan hingga permukaan mencapai tanda tera.
Pengukuran KCBK dan KCBO. Sampel dalam tabung fermentor yang sudah diinkubasi 48 jam dan ditetesi HgCl2 disentrifusi dengan kecepatan 2500 rpm selama 20 menit. Supernatan dan endapan dipisahkan, kemudian endapan yang terbentuk ditambahkan 50 ml larutan pepsin-HCl 0,2%. Campuran tersebut diinkubasi selama 48 jam tanpa tutup karet. Setelah 48 jam campuran endapan-pepsin disaring menggunakan kertas saring whatman No.41 dengan bantuan pompa vacum. Hasil saringan (residu) dimasukkan ke cawan porselen yang sebelumnya sudah diketahui bobot kosongnya. Bahan kering diperoleh dengan cara mengeringkan sampel dalam oven 105oC selama 24 jam. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450-600oC. Sebagai blanko digunakan residu asal fermentasi tanpa sampel ransum perlakuan.
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) dihitung dengan rumus:
BK sampel (BK residu – BK blanko) x 100% % KCBK =
BK sampel
BO sampel (BO residu – BO blanko) x 100% % KCBO =
BO sampel
Pengukuran konsentrasi NH3 menggunakan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures, 1966). Sebelum digunakan bibir cawan Conway diolesi dengan vaselin. Supernatan yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan inkubasi 4 jam diambil 1 ml, kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway, pada ujung satunya dimasukkan 1 ml Na2CO3 jenuh. Antara supernatan dan NaCO3 tidak boleh bercampur. Larutan asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway, kemudian cawan Conway langsung ditutup rapat hingga kedap udara. Setelah itu cawan Conway digoyang-goyangkan hingga supernatan dan NaCO3 tercampur rata, dan dibiarkan dalam suhu ruang selama 24 jam. Setelah 24 jam asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0,005 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah.
Konsentrasi NH3 dihitung dengan rumus:
NH3 (Mm) = Volume H2SO4 x N. H2SO4 x 1000 Berat sampel x BK sampel
Prosedur Pengukuran Konsentrasi VFA
Pengukuran konsentrasi VFA dengan menggunakan metode steam destilasi (General Laboratory Procedures, 1966). Prosedur pengukuran VFA, pertama dipersiapkan alat destilasi yaitu dengan mendidihkan air dan mengalirkan air ke kondensor atau pendingin. Kemudian masukkan 5 ml sampel yang diinkubasi pada jam ke-4 dan 1 ml H2SO4 15% ke dalam tabung destilasi. Kemudian dilanjutkan dengan proses destilasi, proses destilasi dilakukan dengan cara menghubungkan tabung dengan labu yang berisi air mendidih. Uap air panas akan mendesak VFA dan akan terkondensasi di dalam pendingin. Destilasi ditampung dengan labu Erlenmeyer 500 ml yang telah terisi 5 ml NaOH 0,5 N. Proses destilasi selesai pada jumlah destilasi yang tertampung ditambahkan indikator phenolphthalein (PP) sebanyak 2-3 tetes, lalu dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai terjadi perubahan warna dari merah jambu menjadi bening. Konsentrasi VFA dapat diukur dengan rumus :
Konsentrasi VFA total (mM) = (a-b) x N.HCL X 1000/5ml
Berat sampel x BK sampel
a = volume titrasi blanko b = volume titrasi contoh
Pengujian proporsi molar VFA menggunakan metode gas kromatografi dengan salicilic acid sebagai standar. Pengujian dilakukan di Pusat Penelitian Pengembangan Ternak, Bogor.
Menghitung Populasi Protozoa
Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan menggunakan counting chamber dengan larutan garam formalin (formalin salin) yang dibuat dari campuran formalin dengan NaCl fisiologis (Ogimoto salin) 0,9% dalam 100 ml larutan (Ogimoto dan Imai, 1981). Sebanyak 1 ml larutan formalin salin dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampur dengan cairan rumen segar atau rumen yang telah mengalami inkubasi 4 jam, dengan perbandingan 1 : 1 atau sebanyak 1 ml cairan rumen ditambah 1 ml larutan garam formalin, kemudian diaduk secara merata. Sampel cairan diteteskan pada counting chamber sebanyak 2 tetes dan ditutup dengan cover glass sampai rata. Counting chamber yang digunakan mempunyai ketebalan 0,1 mm, dengan luas kotak terkecil 0,0625 mm yang terdapat 16 kotak dan kotak yang dibaca sebanyak 5 kotak. Populasi protozoa diamati dengan mikroskop lensa obyektif dengan pembesaran 40x dan okuler 10x.
Populasi protozoa dihitung dengan rumus :
Populasi protozoa = 1 x 1000 x C x Fp 0,1 x 0,0625 x 16 x 5
Keterangan: C = jumlah koloni yang dihitung Fp = faktor pengencer
Perhitungan Populasi Bakteri Total
Populasi bakteri dihitung dengan metode pencacahan koloni bakteri hidup. Prinsip perhitungannya adalah cairan rumen diencerkan secara serial, lalu disimpan dalam tabung Hungate. Media tumbuh yang digunakan untuk menghitung populasi bakteri total adalah media BHI (Brain Heart Infusion). Pembuatan media BHI yaitu dengan cara mencampurkan bahan-bahan seperti BHI powder, glukosa, sellulobiosa, pati, cystein, hemin dan resazurin, kemudian dimasukkan ke dalam botol yang telah disterilkan dengan autoclave. Campuran tersebut dipanaskan sampai terjadi perubahan warna dari coklat kekuningan menjadi coklat kemerahan dan berubah kembali menjadi coklat kekuningan, setelah itu didinginkan dan dialiri dengan gas CO2. Media BHI anaerob dimasukkan ke dalam tabung Hungate yang sebelumnya telah diisi bacto agar sebanyak 0,150 gram dengan volume masing-masing 4,9 ml.
Sampel (cairan rumen yang telah mengalami perlakuan dan inkubasi 4 jam) dipipet 0,05 ml dimasukkan ke dalam media pengencer. Pengenceran dilakukan sebagai berikut: 0,05 ml kultur bakteri dimasukkan ke dalam 4,95 ml media pengencer. Selanjutnya dari media pengencer diambil kembali sebanyak 0,05 ml, lalu dimasukka ke dlam 4,95 ml media pengencer berikutnya, sehingga terdapat pengenceran 10-2, 10-4, 10-6 dan 10-8. Dari masing- masing seri tabung pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml, kemudian dimasukkan ke media agar dan diputar sambil dialiri air pada roller, agar media dapat menjadi padat secara merata. Selanjutnya bakteri diinkubasi selama 24 jam.
Perhitungan populasi bakteri dilakukan dengan rumus: Populasi bakteri = Jumlah Koloni
0,05 x 10-x x 0,1 Keterangan : x = tabung seri pengenceran ke-x
Perhitungan Sintesis Protein Bakteri
Perhitungan Sintesis Protein Bakteri menggunakan metode Makkar et al., (1981) (Biochemistry Laboratory Procedures), dilanjutkan dengan menggunakan metode Lowry’s (Lowry’s et al., 1951). Adapun tahapan pekerjaan sebagai berikut :
1.) Pembuatan Reagen pembentukan kompleks
Reagen pembentukan kompleks dibuat dengan cara terlebih dahulu membuat tiga jenis larutan. Larutan A yaitu 2%b/v Na2CO3 dalam akuades. Larutan B yaitu 1%b/v CuSO4.5H2O dalam akuades. Dan larutan C yaitu 2%b/v Kalium Natrium tartrat dalam akuades. Ketiga larutan-larutan tersebut kemudian dicampur menjadi satu dengan perbandingan 100:1:1.
2.) Larutan NaOH 2N
3.) Pembuatan Reagen Folin-Ciocalteu
Reagen Folin-Ciocalteu dibuat dengan cara 100 g sodium tungstate dimasukkan ke dalam labu erlemeyer berukuran 500 ml, ditambah 25 g sodium molibdate, 700 ml akuades, 50 ml asam phosphate, dan 100 ml HCl. Campuran direfluks selama 10 jam, tambahkan 150 ml lithium sulfat, 50 ml akuades dan beberapa tetes bromine (Br2). Campuran (tanpa pendingin) didihkan sekitar 15 menit (hingga kelebihan bromine habis). Campuran dinginkan
kembali, lalu diencerkan dengan akuades hingga 1 L, dan campuran disaring (filtrat berwarna kehijauan). Sebelum digunakan, campuran diencerkan 1 bagian filtrat dengan 5 bagian akuades.
Prosedur pengukuran sintesis protein mikroba, mula-mula dipersiapkan alat destilasi yaitu dengan memasukkan cairan rumen sebanyak 20 ml, didestiler dengan kecepatan 400 rpm selama 45 detik. Hal ini bertujuan untuk memisahkan antara bakteri dengan sampel. Sampel kemudian disentrifuse pada 408 gravitasi selama 5 menit, yang bertujuan untuk menurunkan jumlah populasi protozoa dalam cairan rumen dan juga untuk menghilangkan partikel pakan yang masih tersisah.
Aliquot (cairan rumen yang telah disentrifuse pada 408 gravitasi, dengan penururnan jumlah populasi proptozoa yang juga terpisah dari partikel pakan) diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan TCA (tricloro acetic acid) 64,5% sebanyak 2,5 ml pada masing-masing sampel. Sampel kemudian disentrifuse 15.000 rpm selama 20 menit, setelah itu supernatan dibuang dan diperoleh sel/endapan yang diambil dan dicuci dengan air destilasi. Sel/endapan kemudian disentrifuse kembali dengan 15.000 rpm selama 20 menit. Hasil yang diperoleh berupa supernatan dan sel/endapan, supernatan dibuang kembali yang dibutuhkan hanya sel/endapan saja, endapan tersebut ditambahkan larutan NaOH 0,25N sebanyak 30 ml. Endapan dipanaskan dengan air mendidih selama 10 menit. Supernatan yang dihasikan diambil untuk dikoleksi dari masing-masing sampel sebanyak 1 ml untuk analisis protein mikroba dilanjutkan dengan metode Lowry’s.
Sampel yang diambil dari masing-masing perlakukan sebanyak 1 ml masih dalam bentuk endapan, maka terlebih dahulu diencerkan dengan NaOH 2N sebanyak 1 ml, kemudian dihidrolisis pada 100o C selama 10 menit pada penangas air. Sampel lalu dinginkan pada suhu ruangan, tambahkan 5 ml reagen pembentukan kompleks. Biarkan larutan selama 10 menit pada suhu kamar. Tambahkan 0,5 ml reagen Folin-Ciocalteu, lalu homogenkan dengan vortex, biarkan selama 30-60 menit (jangan sampai lebih dari 60 menit). Kemudian baca absorbansi pada 660 nm jika konsentrasi protein di bawah 500 µg/ml atau 550 nm jika konsentrasi protein antara 100-2000 µg/ml.
Rancangan Percobaan Perlakuan Penelitian
Penelitian dilakukan secara in vitro, dengan pakan yang digunakan dalam bentuk campuran antara rumput gajah dan pakan penguat. Masing-masing perbandingan rasio hijauan dan pakan penguat adalah 30:70, 50:50 dan 70:30. Setiap perbandingan rasio hijauan
dan pakan penguat mendapatkan perlakuan yaitu 0 (sebagai kontrol), penambahan ekstrak lerak (1 mg/ml) dan ekstrak lerak (1 mg/ml) yang difortifikasi dengan mineral mix (Ca, P, Mg, dan S). Kandungan masing-masing mineral mix (Ca, P, Mg, dan S) berturut-turut adalah 0,54%, 0,37%, 0,23%, dan 0,1%, berdasarkan acuan NRC 1994. Susunan ransum percobaan adalah sebagai berikut:
0
R : K = 70 : 30 ekstrak lerak (1 mg/ml)
ekstrak lerak (1 mg/ml) plus mineral mix 0
R : K = 50 : 50 ekstrak lerak (1 mg/ml)
ekstrak lerak (1 mg/ml) plus mineral mix
0
R : K = 30 : 70 ekstrak lerak (1 mg/ml)
ekstrak lerak (1 mg/ml) plus mineral mix Ket :
R : Rumput
K : Kosentrat
mineral mix : Mineral (Ca, P, Mg, dan S) yang difortifikasi dalam ekstrak lerak
Model
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3x3 denga 4 ulangan dan masing-masing sampel dibuat duplo. Faktor pertama adalah rasio rumput dengan pakan penguat (70:30, 50:50, 30:70), dan faktor kedua adalah jenis pemberian supleman (0, ekstrak lerak 1 mg/ml dan ekstrak lerak 1 mg/ml + mineral mix). Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991).
Yijk = µ + τi + ßj+ (τß)ij+ ρk + εijk
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan kelompok ke-k µ = Nilai rataan umum
i = Efek perlakuan ke-i βj = Efek kelompok ke-j
ρk = Pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan bersifat aditif
ijk = pengaruh acak yang menyebar normal (0, 2 )
Perubahan yang Diamati
Perubahan yang diamati selama penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik yang dianalisis dengan menggunakan metode (Tilley and Terry, 1963)
2) Konsentrasi NH3 (Amonia) yang diukur dengan menggunakan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures, 1966)
3) Konsentrasi VFA (Volatile Fatty Acids) yang diukur dengan menggunakan Teknik Destilasi Uap (General Laboratory Procedures, 1966)
4) Populasi protozoa total yang dihitung dengan metode Ogimoto dan Imai (1981)
5) Populasi bakteri total yang dihitung dengan menggunakan metode Ogimoto dan Imai (1981)
6) Sintesis protein bakteri yang diukur dengan menggunakan metode Makkar et al., (1981) (Biochemistry Laboratory Procedures), dilanjutkan dengan menggunakan metode Lowry’s (Lowry’s et al., 1951)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Penelitian
Mutu hijauan yang ada di Indonesia cukup rendah, sehingga penggunaan hijauan harus diimbangi dengan pakan penguat sebagai sumber energi dan mineral. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan senyawa saponin asal tanaman untuk memodifikasi fermentasi rumen dan menambahkan mineral.
Ekstrak lerak yang dipakai pada penelitian ini merupakan hasil ekstraksi buah lerak dan biji lerak dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak lerak berbentuk serbuk dan mempunyai kandungan saponin yang sangat tinggi, dan juga mengandung tanin. Kandungan saponin dalam tepung lerak sebesar 3,87%, sedangkan dalam ekstrak metanol lerak sangat besar yaitu 81,5%, hampir 21 kalinya dibandingkan dengan saponin dalam tepung lerak (Suharti et al., 2009). Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen dengan menekan pertumbuhan protozoa (defaunasi) secara parsial. Sementara itu, protozoa sering memangsa bakteri rumen untuk memenuhi kebutuhan protein (Guiterrez 2007, Hart et al., 2008). Pengujian pada penelitian ini dilakukan secara in vitro, pada suhu 39o C anaerob dengan kisaran pH 6,5-6,9, dimana kondisi tersebut menyerupai kondisi dalam rumen. Substrat yang digunakan dalam pengujian secara in vitro terdiri dari rumput lapang yang telah dikeringkan dan dihaluskan (BK 93,16%), pakan penguat (88,22%) dan suplementasi (penambahan lerak saja maupun lerak yang di fortifikasi dengan mineral mix). Komposisi suplementasi yang digunakan terdiri dari ekstrak lerak yang telah dihaluskan (BK 87,45%) dan mineral mix (Ca, Mg, S dan P).
Komposisi pakan penguat yang digunakan yaitu dedak padi, tetes, limbah roti, kulit kopi, kulit kacang, onggok dan dedak gandum, sedangkan hijauan yang digunakan yaitu rumput gajah. Komposisi nutrien bahan yang digunakan dalam penyusunan ransum dapat dilihat pada Tabel 1.
Penggunaan ekstrak lerak pada penelitian ini dikombinasikan dengan mineral mix (Ca, P, Mg dan S) yang ditambahkan pada substrat dengan rasio ransum (rumput dan pakan penguat) yaitu 70:30, 50:50 dan 30:70. Sumber mineral yang dipergunakan sebagai perlakuan dalam penelitian ini berasal dari hijauan, pakan penguat dan mineral komersial. Penyusunan kandungan mineral ini dihitung berdasarkan kandungan mineral substrat hijauan dan pakan penguat kemudian disesuaikan dengan komposisi mineral masing-masing ransum. Kekurangan mineral (Ca, P, Mg dan S) dipenuhi dengan menambahkan mineral komersial
sesuai dengan acuan NRC (1994). Komposisi mineral masing-masing perlakuan tercantum pada Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi Nutrien Hijauan, Pakan Penguat dan Total Ransum yang Digunakan sebagai Subtrat Fermentasi In vitro
Nutrien Rumput Pakan
penguat Substrat 1* Substrat 2* Substrat 3*
NRC (%) Gajah H:K = 70:30 H:K= 50:50 H:K = 30:70 1994 --- (100%BK) --- Abu 8,98 8,52 8,85 8,75 8,66 - PK 13,41 19,16 15,13 16,28 17,43 - SK 40,26 25,49 35,83 32,88 29,92 - LK 0,12 3,80 1,22 1,96 2,69 - Beta-N 37,23 42,24 38,73 39,73 40,73 - Ca 0,15 0,28 0,19 0,22 0,24 0,54 P 0,27 0,36 0,30 0,32 0,33 0,37 Mg 0,12 0,08 0,11 0,10 0,09 0,23 S 0,06 0,01 0,05 0,04 0,03 0,1 TDN 49,02 63,77 53,44 56,40 59,35 -
Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011)
TDN (Hardi et al., 1980) = 92.64-3.338(SK)-6.945(LK)-0.762(BetaN)+1.115(PK)+0.03(SK)2- 0.133(LK)2+0.036(SK)(BETA-N)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK)2(PK)
*Hasil perhitungan
BK = Bahan Kering Ca = Kalsium PK = Protein Kasar P = Poshor SK = Serat Kasar Mg = Magnesium LK = Lemak Kasar S = Sulfur
Beta-N = Bahan ekstrak tanpa Nitrogen TDN = Total Digestible Nitrogen
Tabel 2. Penambahan Komposisi Mineral Perlakuan yang Terdapat dalam Ransum Percobaan
Mineral Sumber
Mineral yang ditambahkan (mg) Ransum 1 H:K = 70:30 Ransum 2 H:K= 50:50 Ransum 3 H:K = 30:70
Kalsium (Ca) CaCl2 10,18 9,57 8,96
Phospor (P) KH2PO4 4,34 3,73 3,11
Magnesium
(Mg) MgSO4 3,33 3,14 2,95
Sulfur (S) Na2S2O5 3,27 3,86 4,45
Fungsi maupun tujuan dari penambahan mineral mix (Ca, P, Mg dan S) ini diantaranya untuk memelihara keseimbangan mikroba terutama fungi yang keberadaannya bergantung pada keberadaan sulfida untuk mensintesis protein mikroba (Bakrie et al., 1996). Selanjutnya dijelaskan bahwa konsentrasi sulfur dalam pakan mempengaruhi pertumbuhan
mikroba (Sniffen and Robinson, 1987 dalam Pathak, 2008). Mineral sulfur merupakan kebutuhan esensial bagi bakteri rumen karena sel bakteri kaya akan kandungan asam amino yang mengandung sulfur seperti metionin dan sistein (NRC, 1996). Pembatasan asupan dari sulfur akan membatasi sintesis protein mikroba, mineral lain yang mempengaruhi sintesis protein mikroba adalah fosfor, karena fosfor dibutuhkan untuk sintesis ATP dan protein oleh mikroba rumen. Sintesis protein mikroba dapat terhambat karena suplai P yang tidak mencukupi untuk pertumbuhan mikroba (Pathak, 2008).
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak lerak 1 mg/ml pada ransum sapi potong dengan hijauan tinggi, dapat meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat, namun belum dapat meningkatkan sintesis protein mikroba rumen. Hal ini di duga karena rendahnya kandungan mineral mikroba seperti sulfur dan fosfor dalam ransum berbasis hijauan tinggi (Suharti, 2010).
Populasi Protozoa dan pH Rumen
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak baik yang ditambah mineral mix maupun tanpa penambahan mineral mix nyata (P<0,05) menurunkan populasi protozoa dibandingkan kontrol. Peningkatan rasio pakan penguat juga nyata (P<0,05) menurunkan populasi protozoa dibandingkan kontrol. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplemen yang digunakan (Tabel 3).
Penurunan protozoa akibat pemberian ekstrak lerak diduga karena saponin yang terkandung dalam ekstrak lerak dapat mempengaruhi pertumbuhan protozoa. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Suharti (2010), yang menyatakan bahwa secara in vitro populasi total protozoa menurun dengan pemberian ekstrak lerak dengan taraf 1 mg/ml pada semua waktu inkubasi yang diamati. Sensitivitas protozoa terhadap ekstrak lerak diduga karena tingginya kemampuan saponin dari ekstrak lerak dalam mengikat sterol sehingga saponin tersebut akan mengikat sterol pada membran protoza dan menyebabkan kerusakan yang menyebabkan lisis atau kematian. Pemberian ekstrak lerak yang di fortifikasi dengan mineral mix (Ca, Mg, S dan P) juga nyata menurunkan populasi protozoa, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian mineral mix (Ca, Mg, S dan P) bersama ekstrak lerak berperan secara efektif dalam penekanan populasi protozoa yang mana juga dapat meningkatkan efisiensi pembentukan protein mikroba.
Protozoa merupakan salah satu mikroba rumen yang ikut berperan dalam fermentasi pakan dalam sistem rumen. Protozoa berkembang di dalam rumen dalam kondisi anaerob dan
mempengaruhi proses fermentasi karbohidrat pakan. Protozoa penting keberadaannya karena dapat menstabilkan pH saat fermentasi berlangsung sehigga dapat berfungsi sebagai penyangga (Arora, 1989). Perkembangan protozoa dalam rumen juga sangat dipengaruhi kondisi pH rumen, rendahnya pH rumen dapat mengurangi populasi protozoa secara drastis. Tabel 3. Rataan Populasi Protozoa Total pada Perlakuan in vitro
Parameter Substrat Rasio (H:K) Level Suplementasi Rataan ±SD 0 1mg/ml ekstrak lerak 1mg/ml ekstrak lerak+ mineral mix Protozoa (Log 10/ml) 70:30 4,47 ± 0,03 4,28 ± 0,14 4,26 ± 0,13 4,34 ± 0,06 50:50 4,35 ± 0,10 4,19 ± 0,03 4,27 ± 0,20 4,27 ± 0,09 30:70 4,29 ± 0,21 4,07 ± 0,32 4,19 ± 0,22 4,19 ± 0,06 Rataan±SD 4,37 ± 0,09a 4,18 ± 0,15b 4,24 ± 0,05a Keterangan : H = Hijauan, K = Pakan penguat
Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05).
Penurunan populasi protozoa mempunyai beberapa implikasi yaitu perubahan keragaman bakteri rumen, penurunan metan dan peningkatan sintesis protein mikroba. Perubahan keragaman bakteri rumen juga terjadi akibat penurunan populasi protozoa dengan penambahan ekstrak lerak. Penghambatan populasi protozoa juga dapat aktivitas sebagai bakteri metanogen karena protozoa merupakan inang bagi metanogen dalam proses transfer H2. Telah diketahui bahwa protozoa sering memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan proteinnya, sehingga penghambatan populasi protozoa dapat meningkatkan aktivitas sintesis protein mikroba serta aliran N yang menuju usus halus. Hal ini mengakibatkan meningkatnya N yang diretensi oleh tubuh ternak (Suharti, 2010).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan variasi pengaruh saponin terhadap populasi protozoa pada percobaan in vivo. Penelitian Hess et al. (2003) menunjukkan bahwa suplementasi saponin yang berasal dari Sapindus saponaria sebanyak 100 mg/g BK (kandungan saponin 12% BK) ke dalam ransum pada inkubasi 24 jam dapat menurunkan populasi protozoa hingga 54%. Saponin dapat menghambat jumlah maupun komposisi spesies protozoa secara in vitro. Patra et al. (2006) menyatakan bahwa saponin yang diekstraksi dari Acacia conciema dengan air, metanol maupun etanol dapat menghambat pertumbuhan protozoa. Aktivitas protozoa dari saponin merupakan pengaruh yang konsisten dalam ekosistem rumen, namun masih belum jelas spesies-spesies protozoa yang sensitif terhadap saponin. Saponin dari ekstrak lerak terbukti menurunkan populasi protozoa dan efektif sebagai agen defaunasi parsial dalam rumen tanpa kehilangan aktivitas antiprotozoanya dalam waktu 27 hari (Wina et al., 2006).
Konsentrasi Amonia (NH3)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak baik yang ditambah mineral mix maupun tanpa penambahan mineral mix tidak nyata (P>0,05) meningkatkan konsentrasi NH3 (Tabel 3). Perbedaan rasio hijauan dan pakan penguat tidak mempengaruhi konsentrasi NH3 (P>0,05). Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplementasi yang digunakan di dalam rumen secara in vitro (Tabel 4). Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan ekstrak lerak dengan taraf 1 mg/ml maupun ekstrak lerak yang di fortifikasi dengan mineral mix tidak mempengaruhi aktivitas mikroba rumen dalam metabolisme protein. Tanin dalam ekstrak lerak tidak mempengaruhi kecernaan protein. Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi amonia antara lain adalah kelarutan bahan pakan, jumlah protein dalam ransum, sumber nitrogen dalam ransum dan waktu setelah pemberian pakan (Arora, 1989). Protein di dalam rumen akan dirombak oleh enzim protease yang dihasilkan oleh mikroba proteolitik menjadi oligopeptida (Sutardi, 1980). Oligopeptida yang terbentuk ini ada yang dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhannya, ada yang langsung masuk ke usus, sebagian lagi ada yang dihidrolisa menjadi asam amino. Sebagian asam amino yang dihasilkan ada yang diserap dalam dinding rumen, ada yang masuk ke dalam usus, ada yang langsung dimanfaatkan oleh mikroba rumen dan ada yang mengalami deaminasi menjadi asam alfa keto yang menghasilkan amonia dan CO2. Amonia di dalam rumen merupakan hasil degradasi asam amino pakan atau berasal dari nitrogen bukan protein (Forbes dan France, 1993; Arora, 1995). Amonia di dalam rumen merupakan