• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fortifikasi Ekstrak Lerak dengan Mineral Mix (Ca, Mg, P, dan S) serta Pengaruhnya terhadap Karakteristik Fermentasi dan Sintesis Protein Bakteri In vitro.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fortifikasi Ekstrak Lerak dengan Mineral Mix (Ca, Mg, P, dan S) serta Pengaruhnya terhadap Karakteristik Fermentasi dan Sintesis Protein Bakteri In vitro."

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

4

ABSTRACT

Fortification Lerak (Sapindus rarak) Extract with Mineral Mix (Ca,Mg, P and S) and its Effects on Fermentation Characteristics and

Bacterial Protein Synthesis In vitro Nur Aizah, Sri Suharti, Dwi Margi Suci

The aims of this study was to evaluate the use of lerak (S. rarak) extract on fermentation and bacterial protein synthesis in the in vitro fermentation of different ratio of forage and concentrate. The design of experiment was factorial block design (3x3) with 2 factors were: ratio of forage and concentrate (70:30, 50:50, 30:70) and kind of supplements (0, 1mg/ml lerak extract and 1mg/ml lerak extract+mineral mix). The content of each mineral mix (Ca, P, Mg, and S) are respectively 0,54; 0,37; 0,23 and 0,1%, based on NRC reference 1994. The differences between mean values were analyzed using Duncan’s new multiple range test (DMRT). Dry matter and organic matter degradability were evaluated after 48 h incubation. Total volatile fatty acid (VFA), NH3 concentration, total bacterial, protozoal population, and bacterial protein synthesis were measured at 4 h incubation. The result showed There was not interaction between ratio of forage:concentrate and kind of suplements. The addition of lerak exctract (1 mg/ml) did not decrease dry matter digestibility, organic matter digestibility, NH3 concentration, total bacterial population, VFA total production. However, it decreased protozoal population and increased bacterial protein synthesis. The addition of mineral mix (Ca, Mg, P and S) in lerak exctract (1 mg/ml) did not increase dry matter digestibility, organic matter digestibility, NH3 concentration, total bacterial population, VFA total production. However, it decreased protozoal population and increased bacterial protein synthesis in the in vitro fermentation. The difference ratio of forage and concentrate did not increase dry matter digestibility, organic matter digestibility, NH3 concentration and total bacterial population. The increased of concentrate ratio in the diet protozoal population decreased but VFA total production and bacterial protein synthesis was increased.

(2)

14

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan ternak ruminansia untuk mencerna pakan serat ditentukan oleh populasi mikroba rumen. Mikroba rumen sebagian besar dihuni oleh bakteri. Jumlah bakteri dalam rumen mencapai 109 sel/ml sedangkan jumlah protozoa dalam rumen lebih sedikit dari bakteri yaitu sekitar 106 sel/ml. Adanya bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna ransum yang mengandung serat kasar tinggi. Jika populasi protozoa tidak terkendali dapat menurunkan jumlah populasi bakteri dan mempengaruhi suplai protein asal bakteri. Populasi protozoa dalam rumen dapat ditekan dengan menggunakan agen defaunasi. Salah satu agen defaunasi yang dapat digunakan untuk menekan populasi protozoa adalah saponin yang merupakan hasil metabolisme sekunder tanaman.

(3)

15 Penambahan suplemen ekstrak lerak dan ekstrak lerak yang difortifikasi dengan mineral mix diharapkan dapat memodifikasi hasil fermentasi mikroba dalam rumen pada jenis rasio pakan hijauan dan pakan penguat yang berbeda (30:70, 50:50, dan 70:30). Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang banyak menghasilkan buah lerak yang dapat dimanfatkan sebagai suplemen untuk pakan ternak. Penelitian ini bertujuan untuk nmengevaluasi peranan ekstrak lerak yang difortifikasi dengan mineral mix (Ca, P, Mg dan S) serta pengaruhnya terhadap karakteristik fermentasi dan sintesis protein bakteri, sehingga dapat mengoptimalkan aktivitas fermentasi dalam rumen dan meningkatkan suplai protein asal mikroba pada ternak.

Tujuan

(4)

16

TINJAUAN PUSTAKA

Lerak (Sapindus rarak)

Lerak (S. rarak) merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari Asia Tenggara yang dapat tumbuh dengan baik pada hampir semua jenis tanah dan keadaan iklim, dari daratan rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 450-1500 m dari permukaan laut. Menurut Afriastini (1990), bahwa lerak (S. rarak) diklasifikasikan sebagai berikut.

Taksonomi tanaman lerak yaitu: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledons Sub kelas : Rosidae Bangsa : Sapindales Suku : Sapindaceae Marga : S a p in d u s

Jenis : Sapindus mukorossi

Gambar 1. Buah Tanaman Lerak (Plantus, 2008)

Bentuk daun lerak bundar telur, perbungaan majemuk, malai, terdapat di ujung batang warna putih kekuningan. Bentuk buah seperti kelereng kalau sudah tua atau masak, warnanya coklat kehitaman, permukaan buah licin atau mengkilat, bijinya bundar berwarna hitam. Daging buah sedikit berlendir dan aromanya wangi (Plantus, 2008).

(5)

Saponin

Berdasarkan struktur kimianya, saponin dikelompokkan menjadi tiga kelas utama yaitu kelas streroid, kelas steroid alkaloid, dan kelas triterpenoid (Wallace et al., 2002). Saponin yang merupakan suatu glikosida banyak terdapat pada beberapa tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas dan tahap pertumbuhan. Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Beberapa jenis saponin tertentu bekerja sebagai antimikroba, saponin tertentu menjadi penting dan dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995).

Saponin sebagian besar terkandung dalam tanaman, namun saponin juga terkandung dalam beberapa jenis hewan seperti sea cucumber. Saponin yang terkandung dalam tanaman banyak ditemukan pada bagian akar, umbi, kulit pohon, biji dan buah. Mayoritas saponin yang terdapat di alam terutama pada tumbuhan jenis saponin triterpen. Saponin terdapat pada berbagai spesies tanaman, baik tanaman liar maupun tanaman budidaya. Saponin juga banyak ditemukan dalam tanaman yang digunakan sebagai hijauan pakan ternak ruminansia dan jenis tanaman lain yang berpotensi sebagai macam spesies Sapindus (Wina et al., 2005).

(6)

bentuk ekstrak air tepung lerak dengan konsentrasi 5% dapat dijadikan agen defaunasi pada protozoa rumen. Menurut Sunaryadi (1999) mengandung saponin total hasil ekstraksi tanaman lerak banyak terdapat di bagian daging buah yaitu sekitar 48,87%.

Pengaruh Saponin terhadap Sistem Rumen

Pemanfaatan tanaman yang mengandung saponin akhir-akhir ini sudah mulai berkembang sebagai alternatif penggunaan bahan-bahan kimia industri/sintetik untuk menekan populasi protozoa dalam rumen (Thalib, 2004). Saponin mempunyai pengaruh yang lebih menguntungkan pada ternak ruminansia dibandingkan pada ternak non ruminansia. Pemberian bahan yang mengandung saponin dapat meningkatkan pertumbuhan, efisiensi pakan dan kesehatan ternak. Saponin dapat meningkatkan sintesis protein mikroba rumen dan menurunkan degradabilitas protein dalam rumen. Penurunan degradasi protein dalam rumen dapat terjadi karena terbentuknya kompleks protein-tanin yang sedikit tercerna dan terkait dengan kemampuan saponin sebagai agen defaunasi yang menyebabkan penurunan total populasi prozoa rumen. Saponin dapat mengganggu perkembangan protozoa dengan terjadinya ikatan antara saponin dengan sterol pada permukaan membran sel protozoa, menyebabkan membran pecah, sel lisis dan mati. Keberadaan kolesterol pada membran sel eukariotik (termasuk protozoa) dan tidak terdapat pada sel bakteri prokariotik, memungkinkan protozoa rumen lebih rentan terhadap saponin karena saponin mempunyai daya tarik menarik terhadap kolesterol. Populasi bakteri rumen tidak mengalami gangguan karena disamping bakteri tidak mempunyai sterol yang dapat berikatan dengan saponin, bakteri mempunyai kemampuan untuk memetabolisme faktor antiprotozoa tersebut yang menghilangkan rantai karbohidtrat (Suparjo, 2008).

Secara kimia saponin memiliki diversifikasi struktur yang luas dan senyawa-senyawa saponin tertentu dengan sifat surfaktannya dapat menyebabkan terjadinya lisis pada dinding sel protozoa, dengan demikian dapat digunakan untuk defaunasi protozoa. Penelitian Thalib (2004) menyatakan bahwa ekstrak buah Sapindus rarak digunakan untuk menghambat produksi gas CH4, dan efektivitasnya sebagai inhibitor metanogenesis

Mikroba Rumen

(7)

Jumlah protozoa dalam rumen lebih sedikit bila dibanding dengan jumlah bakteri yaitu sekitar 106 sel/ml. Ukuran tubuhnya lebih besar dengan panjang tubuh berkisar antara 20-200 mikron, oleh karena biomassa total dari protozoa hampir sama dengan biomassa total bakteri (McDonald et al., 2002).

Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas populasi mikroba rumen adalah temperatur, pH, kapasitas buffer, tekanan osmotik, kandungan bahan kering dan potensial oksidasi reduksi (Dehority, 2004). Pola pertumbuhan bakteri dan protozoa rumen dipengaruhi oleh pola fermentasi yang ditunjukkan oleh proporsi molar VFA dan pH rumen. Perkembangan populasi mikroba rumen terutama bakteri rumen akan dibatasi oleh kadar amonia, karena amonia sangat diperlukan oleh bakteri sebagai sumber N untuk membangun selnya dan sifat predasi dari protozoa (Preston dan Leng, 1987).

Kekurangan mineral sulfur (S) dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan mikroba terutama fungi yang keberadaannya bergantung pada keberadaan sulfida. Indikasi kebutuhan mineral fospor (P) untuk bakteri selulolitik lebih tinggi dibandingkan dengan jenis bakteri lainnya, kemungkinan kekurangan P akan mengurangi keseluruhan populasi mikroba rumen. Kalsium dan magnesium diperlukan untuk pertumbuhan bakteri (Bakrie et al., 1996).

Protozoa Rumen

Protozoa merupakan mikroorganisme yang ada dalam rumen dengan jumlah lebih sedikit jika dibandingkan dengan bakteri yaitu sekitar 1 juta/ml (McDonal et al., 2002). Pada ruminansia, protozoa yang bersilia berkembang di dalam rumen dan membantu pencernaan zat–zat makanan dari rumput-rumputan yang kaya akan serat kasar. Protozoa jenis Holotrica terutama memecah gula terlarut seperti glukosa, maltosa, sukrosa dan pati terlarut dan melepaskan asam asetat, asam butirat, asam laktat, CO2, H2 dan amilopektin. Amilopektin sebagai simpanan energi bagi protozoa digunakan apabila substrat dalam lingkungan rumen berkurang.

(8)

Protozoa berpengaruh pada pola fermentasi rumen dengan cara mencerna partikel-partikel pati yang menyebabkan kadar VFA rendah dan menyebabkan perubahan rasio butirat dan propionat juga berubah (Arora, 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi populasi protozoa adalah jenis pakan, bangsa ternak, konsentrasi NH3, VFA rumen, pH rumen dan sintesis pemberian pakan (Arora, 1989) dan frekuensi pemberian pakan (Dehority 2001).

Suharti et al. (2009) menyatakan bahwa buah biji lerak yang diekstrasikan dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81,5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen dengan menekan pertumbuhan protozoa (defaunasi) secara parsial. Pemberian ekstrak lerak 200 mg/kg BB pada sapi potong yang mendapatkan ransum hijauan tinggi (70%) menurunkan populasi protozoa dan kosentrasi NH3 dalam rumen pada fermentasi in vivo. Penurunan populasi protozoa mempunyai beberapa implikasi yaitu perubahan keragaman bakteri rumen karena penurunan populasi protozoa dengan penambahan ektrak lerak. Sensitifitas protozoa terhadap ekstrak lerak dapat dikarenakan kemampuan saponin dari ekstrak lerak dalam mengikat sterol sehingga saponin tersebut akan mengikat sterol pada membran protozoa dan menyebabkan kerusakan membran yang menyebabkan lisis atau kematian.

Bakteri Rumen

Bakteri merupakan biomassa terbesar di dalam rumen, terdapat sekitar 50% dari total bakteri hidup bebas dalam cairan rumen dan sekitar 30-40% menempel pada partikel makanan. Beberapa jenis bakteri dari spesies Micrococcus, Staphylococcus, Streptococcus, Corynebacterium, Lactobacillus, Fusobacterium dan Propionibacteriun menempel pada epitel dinding rumen, disamping itu terdapat spesies bakteri metanogen yang hidup menempel pada protozoa (Dehority, 2004).

(9)

ruminansia. Bakteri menempel pada partikel pakan kasar dan perlahan-lahan mengikis material tercerna (Arora, 1989).

Interaksi antara mikroorganisme juga terjadi dalam rumen yang tergantung pada kondisi pakan. Pada ransum yang bahan dasarnya pakan serat bermutu rendah, protozoa cenderung memangsa bakteri. Protozoa dan bakteri di dalam rumen selalu bersaing dalam menggunakan beberapa nutrien yang diberikan. Apabila kondisi suplai makanan kurang menguntungkan, protozoa akan memakan bakteri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga populasi bakteri dalam rumen akan berkurang. Hal ini karena peranan bakteri rumen memiliki fungsi yang sangat penting terhadap fermentasi serat dan tanaman berpolimer (Arora, 1989).

Beberapa penelitian yang mengevaluasi tanaman sumber saponin untuk menekan populasi protozoa juga telah banyak dilaporkan. Wang et al. (1998) melaporkan adanya aktivitas antiprotozoa dari ekstrak Yucca dalam percobaan dengan Rusitec dan adanya peningkatan aktivitas protease mikroba rumen. Thalib et al. (1996) melaporkan bahwa ekstrak methanol buah lerak menyebabkan 57% penurunan jumlah protozoa dan 69% meningkatkan populasi bakteri yang mengakibatkan perbaikan efisiensi konversi pakan dan pertumbuhan bobot hidup ternak domba. Senyawa tersebut dapat digunakan sebagai bahan suplemen dalam mengendalikan pertumbuhan protozoa rumen untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Diperkirakan ekstrak saponin buah lerak berdaya defaunasi sangat tinggi sehingga takaran pemakaian ppm (mg/kg) cukup efektif untuk mengurangi populasi protozoa, tanpa merugikan aktifitas fermentasi bakteri rumen (Sunaryadi, 1999). Sementara itu, protozoa sering memangsa bakteri rumen untuk memenuhi kebutuhan proteinnya (Hart et al., 2008).

pH Rumen

(10)

bentuk fisik pakan, kandungan bahan kering, volume cairan isi perut dan stimulasi psikologis ( Arora, 1989 ).

Sunaryadi (1999) menyatakan bahwa pada pH cairan rumen lebih kecil dari 6,2 maka kecernaan serat mulai terganggu. Penurunan pH diduga karena perlakuan defaunasi mengurangi populasi protozoa, sehingga pemanfaatan produk fermentasi rumen tertentu asam laktat menjadi berkurang, mengakibatkan terjadinya akumulasi asam laktat yang diproduksi oleh bakteri pembentukan asam laktat, sehingga pH cairan rumen menjadi turun.

Volatile Fatty Acid (VFA)

Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia akan menghasilkan energi barupa asam-asam lemak atsiri (VFA) antara lain yang utama yaitu asetat, propionat, butirat, valerat dan format dengan perbandingan di dalam rumen berkisar pada 50-70% asetat, 17-21% propionat, 14-20% butirat, valerat dan format hanya terdapat dalam jumlah kecil (Schlegel, 1994). VFA dapat diperoleh dari proses hidrolisis lemak oleh bakteri lipolitik manjadi asam lemak dan glikserol, kemudian gliserol tersebut difermentasikan lebih lanjut menjadi asetat, propionat, butirat dan valerat. VFA juga merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi utama ruminansia asal rumen. Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut didegradasi oleh mikroba rumen. Komposisi VFA di dalam rumen berubah dengan adanya perbedaan bentuk fisik, komposisi pakan, taraf dan frekuensi pemberian pakan, serta pengolahan. Produksi VFA yang tinggi merupakan kecukupan energi bagi ternak (Sakinah, 2005). Produksi VFA di dalam cairan rumen dapat digunakan sebagai batas ukur fermentabilitas pakan (Hartati, 1998).

Ransum yang diberikan kepada ternak ruminansia sebagian besar terdiri dari karbohidrat. Polisakarida di dalam rumen dihidrolisa menjadi monosakarida, seperti glukosa difermentasi menjadi VFA berupa asetat, propionat, butirat, dan gas CH4 serta CO2. VFA diserap melalui dinding rumen melalui penonjolan-penonjolan yang menyerupai jari yang disebut vili. Sekitar 75% dari total VFA yang diproduksi akan diserap langsung retikulo-rumen yang masuk ke darah, sekitar 20% diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya 5% diserap di usus halus (McDonal et al., 2002). Proses metabolisme karbohidrat dan pembentukan VFA pada ternak ruminansia disajikan pada Gambar 3.

(11)

pakan yang tidak tercerna disalurkan ke dalam abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim-enzim pencernaan sama seperti yang terjadi pada hewan monogastrik.

Menurut Abreu et al., (2004), melaporkan bahwa pemberian buah Sapindus saponaria yang mengandung saponin, tidak menurunkan populasi protozoa, namun secara keseluruhan dapat memperbaiki profil VFA, dan efisiensi fermentasi oleh mikroba rumen. Suharti (2010), menyatakan bahwa penambahan ekstrak lerak sebesar 1 mg/ml menurunkan nilai pH sampai 6,25 pada inkubasi 48 jam. Meskipun penggunaan ekstrak lerak tidak mempengaruhi kosentrat VFA total, namun produksi propionat meningkat, sementara produksi asetat, butirat, isovalerat dan valerat menurun.

Selulosa Pati

Selubiosa Maltosa Isomaltosa

Glukosa-1-phosphat Glukosa

Glukosa-6-phosphat

Pektin Asam Uronat Sukrosa

Hemiselulosa Pentosa Fruktosa-6-phosphat Fruktosa Fruktan

Pentosa Fruktan-1,6-diphosphat

Asam Piruvat

Format Asetil CoA Laktan Oksaloasetat Metilmalonil CoA Malonil Asetoasetil Laktil Malat

CO2 H2 CoA CoA CoA

Metan β-Hidroksibutiril Akrilil Fumarat CoA CoA

Asetil phosphat

Krotonil Propionil Suksinat Suksinil CoA CoA CoA

Butiril CoA

(12)

Gambar 2. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak Ruminansia (McDonald et al., 2002).

Kondisi tersebut menurunkan proporsi asetat dan butirat dengan pemberian ekstrak lerak 1 mg/ml diduga disebabkan oleh terjadinya perubahan pola fementasi yang mempengaruhi propionat. Pada sistem metabolisme rumen, karbohidrat pakan (termasuk serat pakan) akan diubah menjadi asam piruvat yang selanjutnya terbagi menjadi 2 jalur yaitu diubah manjadi laktat untuk pembentukan propionat dan jalur lain dirubah menjadi asetil koenzim A untuk pembentukan asetat dan butirat. Maka hal tersebut mengakibatkan perubahan komposisi bakteri rumen akibat pemberian ekstrak lerak dapat mengarahkan pembentukan laktat dari piruvat yang selanjutnya dirubah menjadi propionat.

Penambahan saponin dan senyawa mirip saponin telah diketahui dapat meningkatkan konsentrasi propionat dan rasio relatifnya terhadap total VFA dalam rumen khususnya ketika saponin dengan konsentrasi tinggi diberikan (Wina et al., 2005). Saponin yang diekstrak dari keseluruhan buah dan biji lerak yang dievaluasi dapat meningkatkan produksi propionat tanpa menurunkan produksi total VFA (Suharti, 2010). Propionat merupakan sumber energi utama bagi ternak pedaging melalui proses glukoneogenesis (Murray et al., 2006), sehingga peningkatan konsentrasi propionat akan memperbaiki efisiensi penggunaan pakan oleh ternak.

Amonia (NH3)

Seluruh protein yang berasal dari makanan pertama kali dihidrolisa oleh mikroba rumen. Hidrolisa protein menjadi asam amino diikuti oleh proses deaminasi untuk membebaskan amonia (NH3). Sumber lain amonia dalam rumen adalah melalui hidrolisa urea yang dapat berasal dari saliva atau makanan (Arora, 1989).

(13)

Konsentrasi amonia yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 6-21 mM (McDonald et al., 2002). Konsentrasi amonia berbeda-beda diantara jenis ternak ruminansia tergantung kemampuan mikroba rumennya. Menurut Suharti et al., (2009), menyatakan bahwa secara in vivo konsentrasi NH3 menurun dengan ekstrak lerak pada level 200 mg/kg BB pada sapi potong. Hal ini diduga terkait dengan aktivitas saponin buah lerak sebagai agen defaunasi. Protozoa merupakan proteolitik aktif, sehingga penghambatan populasi protozoa dapat menurunkan konsentrasi NH3. Laju degradasi protein pakan dan N bukan protein juga menentukan kosentrasi NH3 dalam rumen. Selain itu, dengan terhambatnya protozoa diduga penggunaan NH3 oleh bakteri meningkat dan akibatnya konsentrasi dalam rumen akan turun.

Pakan Endogenous Protein

Gambar 3. Proses Metabolisme Protein dalam Rumen Ternak Ruminansia (McDonald et al., 2002).

(14)

dengan taraf 0,42 dan 0,72 g/kg BB dalam ransum domba yang tersusun dari rumput gajah dan pollard (65:35) nyata menurunkan konsentrasi NH3.

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Kecernaan in vitro adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mencampurkan cairan rumen dengan larutan buffer (untuk mensimulasi saliva) dan sampel, seluruh cairan ini ditempatkan dalam tabung fermentor. Kombinasi ini kemudian difermentasi pada temperatur rumen yaitu 39º C selama waktu tertentu biasanya 24 sampai 48 jam (Pond et al., 1995). Tilley dan Terry (1963) memperkenalkan metode two stage, metode ini paling banyak digunakan untuk mengukur kecemaan in vitro. Tahap pertama ialah inkubasi dalam larutan buffer cairan rumen selama 48 jam dalam kondisi anaerob, kemudian dilanjutkan tahap kedua yaitu pemberian pepsin dan inkubasi selama 48 jam (Tilley dan Terry, 1963; McDonald et al., 2002).

Menurut Putra (2006), bahwa kecernaan bahan kering dan bahan organik dipengaruhi oleh faktor pakan dan jenis mikroba. Kecernaan adalah perubahan fisik dan kimia yang dialami pakan dalam alat pencernaan, perubahan tersebut berupa penghalusan pakan menjadi butiran-butiran atau partikel kecil. Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang menentukan kualitas pakan. Kecernaan dinyatakan dengan dasar bahan kering (McDonald et al., 2002). Kecernaan in vitro dipengaruhi oleh pencampuran sampel pakan, cairan rumen, pH, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan larutan penyangga (Selly, 1994). Derajat keasaman pH cairan pencernaan ruminansia, sedangkan faktor yang mempengaruhi degradasi ransum dalam saluran pencernaan ruminansia adalah struktur makanan, ruminasi, produk saliva, dan pH optimum (Anggorodi, 1994).

(15)

menandakan bahwa suplementasi ekstrak lerak tidak mempengaruhi kecernaan pakan dan aktivitas mikroba rumen dalam mencerna pakan.

Sintesis Protein Mikoba Rumen

Menurut Suryapratama (2005), bahwa semakin tinggi penggunaan rumput dalam pakan ternak ruminansia, semakin rendah sintesis protein mikroorganismenya. Hal tersebut karena prekursor untuk sintesis protein mikroba semakin berkurang sebagai akibat kualitas rumput lapang lebih rendah daripada konsentrat. Pemberian konsentrat sebagai pakan ternak dalam jumlah tertentu sangat diperlukan sebagai penambah asupan nutrien yang baik dan membantu meningkatkan kecernaan dalam sistem rumen, karena kandungan nutrien utama dalam konsentrat merupakan protein tinggi. Kandungan protein kosentrat mengalami proses degradasi di dalam rumen oleh enzim proteolitik menjadi asam-asam amino, kemudian sebagian besar asam-asam amino mengalami katabolisme menjadi asam-asam organik, amonia dan CO2. Amonia merupakan sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen karena amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora, 1989). Sekitar 3,5-14 mM amonia (NH3) digunakan oleh mikroba rumen sebagai sumber N untuk proses sintesis selnya. Menurut McDonald et al., (2002) bahwa konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 6-21 mM.

Menurut McSweeney (2001) keberadaan amonia dalam rumen dapat meningkatkan sintesis protein mikroba, demikian juga keberadaan penambahan suplemen mineral Sulfur dalam pakan yang berhubungan dengan penambahan urea N juga dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi sintesis protein mikroba dalam rumen. Namun suplemen Sulfur yang ditambahkan untuk memaksimalkan pertumbuhan protein mikroba (3.8 mg S l-1) lebih rendah daripada konsentrasi amonia dalam rumen (60-80 mg N l-1) (Kandylis, 1981).

(16)

pertumbuhan bakteri terutama untuk sintesis metionin dan sintesis yang berkisar antara 0,11-0,2% dari total pakan dan tergantung pada status ternak. Selain itu, mineral sulfur juga mengakibatkan lignin pada pakan berserat akan terhidrolisis sehingga kecernaan bahan organik akan meningkat. Mineral fosfor juga sangat diperlukan untuk ATP dan sintesis protein oleh mikroba. Suharti (2010) menyatakan bahwa jika hijauan yang digunakan berupa rumput lapang dengan kandungan mineral sulfur dan fosfatnya relatif rendah, maka defisiensi mineral tersebut juga berpengaruh terhadap sintesis protein bakteri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengaruh saponin terhadap sintesis protein mikroba sangat bervariasi tergantung pada sumber saponin dan level saponin yang digunakan.

Mineral (Ca, P, Mg, dan S)

Mineral adalah elemen yang dibutuhkan makhluk hidup sebagai nutrien (Cheeke, 1999). Mineral berperan dalam optimalisasi bioproses dalam rumen dan metabolisme zat-zat makanan. Mineral mikro dan makro di dalam alat pencernaan ternak dapat saling berinteraksi positif atau negatif dan faktor lainnya seperti asam fitat, serat kasar, dan zat-zat lainnya dapat menurunkan ketersediaan mineral (Muhtarudin, 2003 dan Muhtarudin et al., 2003).

(17)

sumber mineral Ca dan P digunakan CaCO3 dan CaHPO42H2O, untuk Mg digunakan MgO dan sebagai sumber mineral S digunakan Na2SO3.

Menurut McSweeney (2007), keberadaan amonia dalam rumen dapat meningkatkan sintesis protein mikroba, demikian juga keberadaan penambahan suplemen mineral Sulfur dalam pakan yang berhubungan dengan penambahan urea N juga dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi sintesis protein mikroba dalam rumen. Namun suplemen Sulfur yang ditambahkan untuk memaksimalkan pertumbuhan protein mikroba (3.8 mg S l-1) lebih rendah daripada konsentrasi amonia dalam rumen (60-80 mg N l-1) (Kandylis, 1981). Berdasarkan acuan buku Beef Cattle Animal of Nutrition, bahwa kebutuhan mineral (Ca, P, Mg dan S) untuk sapi potong dalam masa pertumbuhan adalah berturut-turut (0,54; 0,37; 0,23 dan 0,1%) (NRC, 1994).

(18)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Ilmu Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai Juni 2011.

Materi

Bahan

Bahan yang digunakan untuk pembuatan sampel ransum perlakuan adalah hijauan segar (rumput lapang), pakan penguat, ekstrak lerak, dan cairan rumen. Bahan-bahan lain yang dibutuhkan dalam penelitian adalah larutan McDougall, larutan HgCl2 jenuh, gas CO2, media BHI (Brain Heart Infusion), media tumbuh yang spesifik, media pengencer, agar bacto, aquades, larutan buffer fosfat NaCl 0,005 M pH 7,2. Bahan untuk uji VFA antara lain larutan NaOH 0,5N, larutan HCl 0,5N, H2SO4 15%, NaCl 1%, HCl 1%, HCl 10% dan mineral (Ca, P, Mg, dan S). Bahan yang digunakan untuk uji NH3 antara lain asam borat (H3BO3), vaselin, indikator phenolphthalien (PP), Na2CO3 jenuh, H2SO4 0,005 N dan Na2SO4. Bahan yang digunakan untuk pengukuran pH rumen adalah alat pengukur pH meter.

Cairan Rumen

Cairan rumen yang digunakan berasal dari sapi potong yang dipasang fistula pada bagian rumen yang dipelihara di Laboratoriun Lapang Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik, eksikator, tabung film, botol plastik ukuran sedang counting chamber, kain penyaring, shaker waterbath, autoclave, penangas air, roller tube, termos, kain belacu, karet berventilasi, cawan Conway, sentrifus, vakum, labu penyuling, labu Erlenmeyer, tabung Hungate, tanur, gegep, magnetic stirrer, destilator, timbangan digital, buret, kondensor, tabung fermentor, tabung reaksi, tutup karet, pipet volumetik, mikroskop, bulp dan cawan porselen.

(19)

Ekstraksi Lerak

Ekstraksi lerak diperoleh dengan cara mengekstraksi buah lerak dengan metanol. Buah lerak dibersihkan, dikeringkan selama 30-36 jam (45oC), setelah itu dikeringkan dengan menggunakan oven (60oC). Buah lerak yang sudah kering digiling lalu dimaserasi dengan perbandingan tepung lerak dan metanol 1 : 4. Hasil maserasi disaring dengan menggunakan kertas saring, kemudian supernatan yang dihasilkan dikeringbekukan agar menjadi bubuk menggunakan alat freezer dryer (Wina et al., 2006).

Pengukuran KCBK dan KCBO

Analisis KCBK dan KCBO pada penelitian ini menggunakan metode (Tilley & Terry, 1963).

Pembuatan Larutan Pepsin. Sebanyak 2,8 gram pepsin (1:7000) dilarutkan dalam 850 ml air bebas ion, kemudian ditambahkan 17,8 ml HCl pekat dan campuran dimasukkan ke dalam labu takar. Air ditambahkan hingga permukaan mencapai tanda tera.

Pengukuran KCBK dan KCBO. Sampel dalam tabung fermentor yang sudah diinkubasi 48 jam dan ditetesi HgCl2 disentrifusi dengan kecepatan 2500 rpm selama 20 menit. Supernatan dan endapan dipisahkan, kemudian endapan yang terbentuk ditambahkan 50 ml larutan pepsin-HCl 0,2%. Campuran tersebut diinkubasi selama 48 jam tanpa tutup karet. Setelah 48 jam campuran endapan-pepsin disaring menggunakan kertas saring whatman No.41 dengan bantuan pompa vacum. Hasil saringan (residu) dimasukkan ke cawan porselen yang sebelumnya sudah diketahui bobot kosongnya. Bahan kering diperoleh dengan cara mengeringkan sampel dalam oven 105oC selama 24 jam. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450-600oC. Sebagai blanko digunakan residu asal fermentasi tanpa sampel ransum perlakuan.

Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) dihitung dengan rumus:

BK sampel (BK residu – BK blanko) x 100% % KCBK =

BK sampel

BO sampel (BO residu – BO blanko) x 100% % KCBO =

BO sampel

(20)

Pengukuran konsentrasi NH3 menggunakan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures, 1966). Sebelum digunakan bibir cawan Conway diolesi dengan vaselin. Supernatan yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan inkubasi 4 jam diambil 1 ml, kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway, pada ujung satunya dimasukkan 1 ml Na2CO3 jenuh. Antara supernatan dan NaCO3 tidak boleh bercampur. Larutan asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway, kemudian cawan Conway langsung ditutup rapat hingga kedap udara. Setelah itu cawan Conway digoyang-goyangkan hingga supernatan dan NaCO3 tercampur rata, dan dibiarkan dalam suhu ruang selama 24 jam. Setelah 24 jam asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0,005 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah.

Konsentrasi NH3 dihitung dengan rumus:

NH3 (Mm) = Volume H2SO4 x N. H2SO4 x 1000 Berat sampel x BK sampel

Prosedur Pengukuran Konsentrasi VFA

Pengukuran konsentrasi VFA dengan menggunakan metode steam destilasi (General Laboratory Procedures, 1966). Prosedur pengukuran VFA, pertama dipersiapkan alat destilasi yaitu dengan mendidihkan air dan mengalirkan air ke kondensor atau pendingin. Kemudian masukkan 5 ml sampel yang diinkubasi pada jam ke-4 dan 1 ml H2SO4 15% ke dalam tabung destilasi. Kemudian dilanjutkan dengan proses destilasi, proses destilasi dilakukan dengan cara menghubungkan tabung dengan labu yang berisi air mendidih. Uap air panas akan mendesak VFA dan akan terkondensasi di dalam pendingin. Destilasi ditampung dengan labu Erlenmeyer 500 ml yang telah terisi 5 ml NaOH 0,5 N. Proses destilasi selesai pada jumlah destilasi yang tertampung ditambahkan indikator phenolphthalein (PP) sebanyak 2-3 tetes, lalu dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai terjadi perubahan warna dari merah jambu menjadi bening. Konsentrasi VFA dapat diukur dengan rumus :

Konsentrasi VFA total (mM) = (a-b) x N.HCL X 1000/5ml

Berat sampel x BK sampel

a = volume titrasi blanko b = volume titrasi contoh

(21)

Menghitung Populasi Protozoa

Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan menggunakan counting chamber dengan larutan garam formalin (formalin salin) yang dibuat dari campuran formalin dengan NaCl fisiologis (Ogimoto salin) 0,9% dalam 100 ml larutan (Ogimoto dan Imai, 1981). Sebanyak 1 ml larutan formalin salin dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampur dengan cairan rumen segar atau rumen yang telah mengalami inkubasi 4 jam, dengan perbandingan 1 : 1 atau sebanyak 1 ml cairan rumen ditambah 1 ml larutan garam formalin, kemudian diaduk secara merata. Sampel cairan diteteskan pada counting chamber sebanyak 2 tetes dan ditutup dengan cover glass sampai rata. Counting chamber yang digunakan mempunyai ketebalan 0,1 mm, dengan luas kotak terkecil 0,0625 mm yang terdapat 16 kotak dan kotak yang dibaca sebanyak 5 kotak. Populasi protozoa diamati dengan mikroskop lensa obyektif dengan pembesaran 40x dan okuler 10x.

Populasi protozoa dihitung dengan rumus :

Populasi protozoa = 1 x 1000 x C x Fp 0,1 x 0,0625 x 16 x 5

Keterangan: C = jumlah koloni yang dihitung Fp = faktor pengencer

Perhitungan Populasi Bakteri Total

(22)

Sampel (cairan rumen yang telah mengalami perlakuan dan inkubasi 4 jam) dipipet 0,05 ml dimasukkan ke dalam media pengencer. Pengenceran dilakukan sebagai berikut: 0,05 ml kultur bakteri dimasukkan ke dalam 4,95 ml media pengencer. Selanjutnya dari media pengencer diambil kembali sebanyak 0,05 ml, lalu dimasukka ke dlam 4,95 ml media pengencer berikutnya, sehingga terdapat pengenceran 10-2, 10-4, 10-6 dan 10-8. Dari masing-masing seri tabung pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml, kemudian dimasukkan ke media agar dan diputar sambil dialiri air pada roller, agar media dapat menjadi padat secara merata. Selanjutnya bakteri diinkubasi selama 24 jam.

Perhitungan populasi bakteri dilakukan dengan rumus:

Populasi bakteri = Jumlah Koloni 0,05 x 10-x x 0,1 Keterangan : x = tabung seri pengenceran ke-x

Perhitungan Sintesis Protein Bakteri

Perhitungan Sintesis Protein Bakteri menggunakan metode Makkar et al., (1981) (Biochemistry Laboratory Procedures), dilanjutkan dengan menggunakan metode Lowry’s (Lowry’s et al., 1951). Adapun tahapan pekerjaan sebagai berikut :

1.) Pembuatan Reagen pembentukan kompleks

Reagen pembentukan kompleks dibuat dengan cara terlebih dahulu membuat tiga jenis larutan. Larutan A yaitu 2%b/v Na2CO3 dalam akuades. Larutan B yaitu 1%b/v CuSO4.5H2O dalam akuades. Dan larutan C yaitu 2%b/v Kalium Natrium tartrat dalam akuades. Ketiga larutan-larutan tersebut kemudian dicampur menjadi satu dengan perbandingan 100:1:1.

2.) Larutan NaOH 2N

3.) Pembuatan Reagen Folin-Ciocalteu

(23)

kembali, lalu diencerkan dengan akuades hingga 1 L, dan campuran disaring (filtrat berwarna kehijauan). Sebelum digunakan, campuran diencerkan 1 bagian filtrat dengan 5 bagian akuades.

Prosedur pengukuran sintesis protein mikroba, mula-mula dipersiapkan alat destilasi yaitu dengan memasukkan cairan rumen sebanyak 20 ml, didestiler dengan kecepatan 400 rpm selama 45 detik. Hal ini bertujuan untuk memisahkan antara bakteri dengan sampel. Sampel kemudian disentrifuse pada 408 gravitasi selama 5 menit, yang bertujuan untuk menurunkan jumlah populasi protozoa dalam cairan rumen dan juga untuk menghilangkan partikel pakan yang masih tersisah.

Aliquot (cairan rumen yang telah disentrifuse pada 408 gravitasi, dengan penururnan jumlah populasi proptozoa yang juga terpisah dari partikel pakan) diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan TCA (tricloro acetic acid) 64,5% sebanyak 2,5 ml pada masing-masing sampel. Sampel kemudian disentrifuse 15.000 rpm selama 20 menit, setelah itu supernatan dibuang dan diperoleh sel/endapan yang diambil dan dicuci dengan air destilasi. Sel/endapan kemudian disentrifuse kembali dengan 15.000 rpm selama 20 menit. Hasil yang diperoleh berupa supernatan dan sel/endapan, supernatan dibuang kembali yang dibutuhkan hanya sel/endapan saja, endapan tersebut ditambahkan larutan NaOH 0,25N sebanyak 30 ml. Endapan dipanaskan dengan air mendidih selama 10 menit. Supernatan yang dihasikan diambil untuk dikoleksi dari masing-masing sampel sebanyak 1 ml untuk analisis protein mikroba dilanjutkan dengan metode Lowry’s.

Sampel yang diambil dari masing-masing perlakukan sebanyak 1 ml masih dalam bentuk endapan, maka terlebih dahulu diencerkan dengan NaOH 2N sebanyak 1 ml, kemudian dihidrolisis pada 100o C selama 10 menit pada penangas air. Sampel lalu dinginkan pada suhu ruangan, tambahkan 5 ml reagen pembentukan kompleks. Biarkan larutan selama 10 menit pada suhu kamar. Tambahkan 0,5 ml reagen Folin-Ciocalteu, lalu homogenkan dengan vortex, biarkan selama 30-60 menit (jangan sampai lebih dari 60 menit). Kemudian baca absorbansi pada 660 nm jika konsentrasi protein di bawah 500 µg/ml atau 550 nm jika konsentrasi protein antara 100-2000 µg/ml.

Rancangan Percobaan

Perlakuan Penelitian

(24)

dan pakan penguat mendapatkan perlakuan yaitu 0 (sebagai kontrol), penambahan ekstrak lerak (1 mg/ml) dan ekstrak lerak (1 mg/ml) yang difortifikasi dengan mineral mix (Ca, P, Mg, dan S). Kandungan masing-masing mineral mix (Ca, P, Mg, dan S) berturut-turut adalah 0,54%, 0,37%, 0,23%, dan 0,1%, berdasarkan acuan NRC 1994. Susunan ransum percobaan adalah sebagai berikut:

0

R : K = 70 : 30 ekstrak lerak (1 mg/ml)

ekstrak lerak (1 mg/ml) plus mineral mix 0

R : K = 50 : 50 ekstrak lerak (1 mg/ml)

ekstrak lerak (1 mg/ml) plus mineral mix

0

R : K = 30 : 70 ekstrak lerak (1 mg/ml)

ekstrak lerak (1 mg/ml) plus mineral mix Ket :

R : Rumput

K : Kosentrat

mineral mix : Mineral (Ca, P, Mg, dan S) yang difortifikasi dalam ekstrak lerak

Model

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3x3 denga 4 ulangan dan masing-masing sampel dibuat duplo. Faktor pertama adalah rasio rumput dengan pakan penguat (70:30, 50:50, 30:70), dan faktor kedua adalah jenis pemberian supleman (0, ekstrak lerak 1 mg/ml dan ekstrak lerak 1 mg/ml + mineral mix). Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991).

Yijk = µ + τi + ßj+ (τß)ij+ ρk + εijk

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan kelompok ke-k µ = Nilai rataan umum

i = Efek perlakuan ke-i βj = Efek kelompok ke-j

(25)

ρk = Pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan bersifat aditif

ijk = pengaruh acak yang menyebar normal (0, 2 )

Perubahan yang Diamati

Perubahan yang diamati selama penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik yang dianalisis dengan menggunakan metode (Tilley and Terry, 1963)

2) Konsentrasi NH3 (Amonia) yang diukur dengan menggunakan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures, 1966)

3) Konsentrasi VFA (Volatile Fatty Acids) yang diukur dengan menggunakan Teknik Destilasi Uap (General Laboratory Procedures, 1966)

4) Populasi protozoa total yang dihitung dengan metode Ogimoto dan Imai (1981)

5) Populasi bakteri total yang dihitung dengan menggunakan metode Ogimoto dan Imai (1981)

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Penelitian

Mutu hijauan yang ada di Indonesia cukup rendah, sehingga penggunaan hijauan harus diimbangi dengan pakan penguat sebagai sumber energi dan mineral. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan senyawa saponin asal tanaman untuk memodifikasi fermentasi rumen dan menambahkan mineral.

Ekstrak lerak yang dipakai pada penelitian ini merupakan hasil ekstraksi buah lerak dan biji lerak dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak lerak berbentuk serbuk dan mempunyai kandungan saponin yang sangat tinggi, dan juga mengandung tanin. Kandungan saponin dalam tepung lerak sebesar 3,87%, sedangkan dalam ekstrak metanol lerak sangat besar yaitu 81,5%, hampir 21 kalinya dibandingkan dengan saponin dalam tepung lerak (Suharti et al., 2009). Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen dengan menekan pertumbuhan protozoa (defaunasi) secara parsial. Sementara itu, protozoa sering memangsa bakteri rumen untuk memenuhi kebutuhan protein (Guiterrez 2007, Hart et al., 2008). Pengujian pada penelitian ini dilakukan secara in vitro, pada suhu 39o C anaerob dengan kisaran pH 6,5-6,9, dimana kondisi tersebut menyerupai kondisi dalam rumen. Substrat yang digunakan dalam pengujian secara in vitro terdiri dari rumput lapang yang telah dikeringkan dan dihaluskan (BK 93,16%), pakan penguat (88,22%) dan suplementasi (penambahan lerak saja maupun lerak yang di fortifikasi dengan mineral mix). Komposisi suplementasi yang digunakan terdiri dari ekstrak lerak yang telah dihaluskan (BK 87,45%) dan mineral mix (Ca, Mg, S dan P).

Komposisi pakan penguat yang digunakan yaitu dedak padi, tetes, limbah roti, kulit kopi, kulit kacang, onggok dan dedak gandum, sedangkan hijauan yang digunakan yaitu rumput gajah. Komposisi nutrien bahan yang digunakan dalam penyusunan ransum dapat dilihat pada Tabel 1.

(27)

sesuai dengan acuan NRC (1994). Komposisi mineral masing-masing perlakuan tercantum pada Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi Nutrien Hijauan, Pakan Penguat dan Total Ransum yang Digunakan sebagai Subtrat Fermentasi In vitro

Nutrien Rumput Pakan

penguat Substrat 1* Substrat 2* Substrat 3*

NRC

Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011)

TDN (Hardi et al., 1980) = 92.64-3.338(SK)-6.945(LK)-0.762(BetaN)+1.115(PK)+0.03(SK)2 -0.133(LK)2+0.036(SK)(BETA-N)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK)2(PK)

Beta-N = Bahan ekstrak tanpa Nitrogen TDN = Total Digestible Nitrogen

(28)

mikroba (Sniffen and Robinson, 1987 dalam Pathak, 2008). Mineral sulfur merupakan kebutuhan esensial bagi bakteri rumen karena sel bakteri kaya akan kandungan asam amino yang mengandung sulfur seperti metionin dan sistein (NRC, 1996). Pembatasan asupan dari sulfur akan membatasi sintesis protein mikroba, mineral lain yang mempengaruhi sintesis protein mikroba adalah fosfor, karena fosfor dibutuhkan untuk sintesis ATP dan protein oleh mikroba rumen. Sintesis protein mikroba dapat terhambat karena suplai P yang tidak mencukupi untuk pertumbuhan mikroba (Pathak, 2008).

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak lerak 1 mg/ml pada ransum sapi potong dengan hijauan tinggi, dapat meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat, namun belum dapat meningkatkan sintesis protein mikroba rumen. Hal ini di duga karena rendahnya kandungan mineral mikroba seperti sulfur dan fosfor dalam ransum berbasis hijauan tinggi (Suharti, 2010).

Populasi Protozoa dan pH Rumen

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak baik yang ditambah mineral mix maupun tanpa penambahan mineral mix nyata (P<0,05) menurunkan populasi protozoa dibandingkan kontrol. Peningkatan rasio pakan penguat juga nyata (P<0,05) menurunkan populasi protozoa dibandingkan kontrol. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplemen yang digunakan (Tabel 3).

Penurunan protozoa akibat pemberian ekstrak lerak diduga karena saponin yang terkandung dalam ekstrak lerak dapat mempengaruhi pertumbuhan protozoa. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Suharti (2010), yang menyatakan bahwa secara in vitro populasi total protozoa menurun dengan pemberian ekstrak lerak dengan taraf 1 mg/ml pada semua waktu inkubasi yang diamati. Sensitivitas protozoa terhadap ekstrak lerak diduga karena tingginya kemampuan saponin dari ekstrak lerak dalam mengikat sterol sehingga saponin tersebut akan mengikat sterol pada membran protoza dan menyebabkan kerusakan yang menyebabkan lisis atau kematian. Pemberian ekstrak lerak yang di fortifikasi dengan mineral mix (Ca, Mg, S dan P) juga nyata menurunkan populasi protozoa, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian mineral mix (Ca, Mg, S dan P) bersama ekstrak lerak berperan secara efektif dalam penekanan populasi protozoa yang mana juga dapat meningkatkan efisiensi pembentukan protein mikroba.

(29)

mempengaruhi proses fermentasi karbohidrat pakan. Protozoa penting keberadaannya karena dapat menstabilkan pH saat fermentasi berlangsung sehigga dapat berfungsi sebagai penyangga (Arora, 1989). Perkembangan protozoa dalam rumen juga sangat dipengaruhi kondisi pH rumen, rendahnya pH rumen dapat mengurangi populasi protozoa secara drastis. Tabel 3. Rataan Populasi Protozoa Total pada Perlakuan in vitro

Parameter Substrat Rasio

Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05).

Penurunan populasi protozoa mempunyai beberapa implikasi yaitu perubahan keragaman bakteri rumen, penurunan metan dan peningkatan sintesis protein mikroba. Perubahan keragaman bakteri rumen juga terjadi akibat penurunan populasi protozoa dengan penambahan ekstrak lerak. Penghambatan populasi protozoa juga dapat aktivitas sebagai bakteri metanogen karena protozoa merupakan inang bagi metanogen dalam proses transfer H2. Telah diketahui bahwa protozoa sering memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan proteinnya, sehingga penghambatan populasi protozoa dapat meningkatkan aktivitas sintesis protein mikroba serta aliran N yang menuju usus halus. Hal ini mengakibatkan meningkatnya N yang diretensi oleh tubuh ternak (Suharti, 2010).

(30)

Konsentrasi Amonia (NH3)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak baik yang ditambah mineral mix maupun tanpa penambahan mineral mix tidak nyata (P>0,05) meningkatkan konsentrasi NH3 (Tabel 3). Perbedaan rasio hijauan dan pakan penguat tidak mempengaruhi konsentrasi NH3 (P>0,05). Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplementasi yang digunakan di dalam rumen secara in vitro (Tabel 4). Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan ekstrak lerak dengan taraf 1 mg/ml maupun ekstrak lerak yang di fortifikasi dengan mineral mix tidak mempengaruhi aktivitas mikroba rumen dalam metabolisme protein. Tanin dalam ekstrak lerak tidak mempengaruhi kecernaan protein. Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi amonia antara lain adalah kelarutan bahan pakan, jumlah protein dalam ransum, sumber nitrogen dalam ransum dan waktu setelah pemberian pakan (Arora, 1989). Protein di dalam rumen akan dirombak oleh enzim protease yang dihasilkan oleh mikroba proteolitik menjadi oligopeptida (Sutardi, 1980). Oligopeptida yang terbentuk ini ada yang dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhannya, ada yang langsung masuk ke usus, sebagian lagi ada yang dihidrolisa menjadi asam amino. Sebagian asam amino yang dihasilkan ada yang diserap dalam dinding rumen, ada yang masuk ke dalam usus, ada yang langsung dimanfaatkan oleh mikroba rumen dan ada yang mengalami deaminasi menjadi asam alfa keto yang menghasilkan amonia dan CO2. Amonia di dalam rumen merupakan hasil degradasi asam amino pakan atau berasal dari nitrogen bukan protein (Forbes dan France, 1993; Arora, 1995). Amonia di dalam rumen merupakan bahan yang berguna untuk pembentukan protein mikroba di dalam rumen. Selain itu, fermentasi protein juga menghasilkan volatile fatty acid (VFA). Konsentrasi NH3 rumen merupakan salah satu cara untuk menilai fermentabilitas protein pakan dan erat kaitannya dengan populasi mikroba rumen. Di dalam rumen, protein dihidrolisis pertama kali oleh mikroba rumen. Tingkat hidrolisis protein tergantung dari daya larut protein menjadi asam amino yang diikuti oleh proses deaminasi untuk membebaskan kadar NH3 (McDonald et al., 2002). Semakin meningkat kandungan protein kasar ransum dapat menyebabkan produksi NH3 juga meningkat (Parakkasi, 1999).

(31)

untuk sintesis protein mikrooganisme rumen. Penambahan suplementasi ekstrak lerak maupun ekstrak lerak yang di fortifikasi dengan mineral mix pada penelitian ini tidak nyata meningkatkan konsentraasi NH3.

Tabel 4. Rataan Konsentrasi Amonia (NH3) pada Perlakuan in vitro

Parameter

Keterangan : H = Hijauan, K = Pakan penguatt

Pada kolam yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)

Hal yang sama dengan penelitian Thalib (2004) yang menyatakan bahwa suplementasi ekstrak metanol lerak dalam bentuk serbuk (80 mg/100 ml dengan kadar saponin 15%) pada ransum domba menghasilkan konsentrasi NH3 yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Namun hasil penelitian tersebut tidak sama dengan hasil penelitian Wina et al., (2005a), menyatakan suplementasi ekstrak metanol sapindus rarak dengan taraf 0,25; 0,5; 1,0; 2,0 dan 4,0 mg/ml dalam ransum yang tersusun dari rumput gajah dan pollard (7:3) signifikan menurunkan konsentrasi NH3. Maramis dan Evitayani (2009) menyatakan bahwa suplementasi mineral Ca, Mg, S dan P tidak mempengaruhi pH dan konsentrat NH3-N, dengan rataan nilai konsentrasi NH3-N berkisar 7,77-8,88 mg/100ml.

Konsentrasi Volatille Fatty Acid (VFA)

(32)

Hal yang berbeda dengan penelitian Suharti (2010), menyatakan bahwa penggunaan ekstrak lerak sampai level 0,8 mg/ml dapat meningkatkan produksi VFA total pada berbagai rasio hijauan tinggi. Xu et al. (2010), menyatakan bahwa pada rasio hijauan sedang dan rendah (H:K=50:50 dan 10:90), pemberian saponin dari ekstrak lerak Y. Schidigera 0,11 mg/ml secara in vitro tidak mempengaruhi konsentrasi VFA total dan propionat VFA kecuali butirat yang cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa saponin belum dikatakan efektif dalam memodifikasi fermentasi rumen pada pakan yang mengandung pakan penguat sedang sampai tinggi (90%). Proses fermentasi karbohidrat oleh mikroba rumen menghasilkan energi berupa asam-asam lemak astiri (VFA) antara lain yang utama yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat merupakan tiga asam lemak terbang tertinggi di rumen, VFA dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi produksi ternak ruminansia (McDonald et al., 2002). Menurut Arora (1989), peran VFA sangat penting sebagai sumber energi, VFA juga merupakan sumber kerangka karbon untuk membentuk protein mikroba. Tabel 5. Rataan Konsentrasi VFA pada Fermentasi In Vitro 4 jam

Parameter

70:30 169,94±41,44 164,40±31,34 112,29±41,46 148,88±5,84ab 50:50 144,52±14,74 127,38±24,98 114,52±30,46 128,81±7,98b 30:70 159,77±19.91 153,87±29,02 188,71±11,29 167,45±8,87a Rataan±SD 158,08±14,16 148,55±8,87 138,51±15,27

Keterangan : H = Hijauan, K = Pakan penguat

Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05)

(33)

Pada penelitian ini memiliki rataan konsentrasi VFA total berkisar 128,81-167,45 mM, hasil tersebut masih berada dalam kisaran normal untuk mendukung sintesis protein mikroba. Menurut McDonald et al. (2002), produksi VFA total yang dapat mendukung proses sintesis protein mikroba yaitu 70-150 mM.

Populasi Bakteri

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak baik yang di fortifikasi dengan mineral mix (Ca, Mg, S dan P) maupun yang hanya diberikan ekstrak lerak saja tidak nyata (P>0,05) meningkatkan populasi bakteri. Perbedaan rasio hijauan dan pakan penguat juga tidak nyata (P<0,05) meningkatkan populasi bakteri dibandingkan kontrol. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplementasi yang digunakan (Tabel 6). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pada penelitian ini dengan penambahan ekstrak lerak mengandung saponin masih belum cukup optimum berperan dalam menstimulir perkembangan populasi bakteri. Berdasarkan populasi bakteri terlihat bahwa kandungan saponin dan senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam ekstrak lerak tidak mengganggu populasi bakteri rumen. Suharti (2010) menyatakan bahwa pemberian ekstrak lerak sampai level 0,8 mg/ml tidak meningkatkan populasi bakteri total terhadap kontrol. Namun persentase bakteri P. ruminicola dari total bakteri meningkat dengan pemberian ekstrak lerak, R. albus juga mempunyai kecenderungan meningkat, sementara itu bakteri F. succinogenes tidak berbeda antara perlakuan. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Thalib (2004), bahwa penambahan ekstrak metanol lerak (saponin 15%) ke dalam pakan (rumput raja) sebanyak (80 mg/100ml) pada inkubasi 48 jam dapat menurunkan populasi protozoa sampai 79% dan meningkatkan populasi bakteri sekitar 39% dari kontrol.

Tabel 6. Rataan Populasi Bakteri Total pada Perlakuan in vitro

(34)

Keterangan : H = Hijauan, K = Pakan penguat

Pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)

Peran sulfur penting bagi pencernaan serat dalam rumen. Suplai sulfur yang cukup dapat mengoptimalkan degradasi selulosa yang diantaranya melalui stimulasi spesifik bakteri selulolitik, aktivitas protozoa dan fungi anaerob. Selain mineral sulfur, phospor juga merupakan mineral yang penting untuk pertumbuhan mikroba dan untuk menjaga integritas membran sel maupun dinding sel. Begitu juga dengan penambahan mineral Mg dan Ca diperlukan untuk pertumbuhan sel mikroba rumen dan mencerna serat secara maksimal oleh bakteri selulolitik serta menstimulir produksi VFA (Maramis dan Evitayani (2009). Penambahan mineral mix dalam substrat perlakuan tidak nyata meningkatkan populasi bakteri jika dibandingkan dengan kontrol. Berbeda dengan penelitian Maramis dan Evitayani (2009), bahwa peningkatan bakteri total yang diindikasi pada kecernaan fraksi serat pada ransum (60% jerami padi+40% pakan penguat) dipengaruhi dengan penambahan mineral mix (Ca, Mg, S dan P) terhadap pertumbuhan dan aktifitas mikroba pencerna dalam rumen.

Rumen merupakan tempat hidup berbagai macam tipe bakteri dimana bakteri tersebut berperan dalam proses mendegradasi berbagai komponen pakan. Interaksi antara bakteri dengan mikroba rumen lainnya menghasilkan efek sinergis dalam memproduksi hasil fermentasi seperti VFA dan protein mikroba di dalam rumen (Kamra, 2005). Pada ransum yang bahan dasarnya pakan serat bermutu rendah, protozoa cenderung memangsa bakteri. Protozoa dan bakteri di dalam rumen selalu bersaing dalam menggunakan beberapa nutrien yang diberikan. Apabila kondisi suplai makanan kurang menguntungkan, protozoa akan memakan bakteri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga populasi bakteri dalam rumen akan berkurang. Karena peranan bakteri rumen memiliki fungsi yang sangat penting terhadap fermentasi serat dan tanaman berpolimer (Arora, 1989).

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK & KCBO)

(35)

Demikian juga dengan pemberian mineral mix (Ca, P, Mg dan S) pada penelitian ini yang diharapkan dapat berperan dan meningkatkan kecernaan fraksi pakan, belum cukup optimal dalam mendegradasi selulosa melalui stimulasi spesifik bakteri selulolitik yang berperan sebagai pendegradasi serat dalam rumen.

Kecernaan dinyatakan dengan dasar bahan kering, kecernaan in vitro dipengaruhi oleh pencampuran sampel pakan, cairan rumen, pH, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan larutan penyangga (Selly, 1994). Nilai kecernaan pada penelitian ini sama dengan penelitian Hess et al. (2003) yaitu bahwa kecernaan bahan organik ransum yang disuplementasi ekstrak Sapindus saponaria sebanyak 100 mg/g BK (kandungan saponin 12% BK) ke dalam ransum menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan kontrol. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Thalib (2004) yang menyatakan bahwa suplementasi ekstrak metanol lerak dalam bentuk serbuk (80 mg/ 100 ml dengan kadar saponin 15%) pada ransum domba menunjukkan nilai kecernaan yang tidak berbeda dengan kontrol.

Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Parameter

(36)

Nilai kecernaan bahan kering substrat kontrol adalah 57,86-60,75%, masih sama dengan nilai kecernaan dalam batas normal yang berkisar antara 50-60% (Sutardi,1980). Penambahan ekstrak lerak 1 mg/ml ke dalam substrat cenderung menurunkan kecernaan. Hal tersebut disebabkan karena adanya kandungan tanin dan saponin dalam ekstrak lerak. Tanin dapat berikatan dengan protein pakan sehingga mengakibatkan protein sulit didegradasi oleh mikroba rumen. Saponin juga dapat menurunkan degradabilitas protein dalam rumen. Penurunan degradasi protein dalam rumen dapat terjadi karena terbentuknya kompleks protein-tanin yang sedikit tercerna dan terkait dengan kemampuan saponin sebagai agen defaunasi yang menyebabkan penurunan total populasi prozoa rumen, namun meningkatkan sintesis protein mikroba rumen. Kecernaan bahan kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda (Sutardi, 1980).

Penambahan mineral mix pada penelitian ini tidak nyata menurunkan KCBO terhadap kontrol. Berbeda dengan hasil penelitian Maramis dan Evitayani (2009), yang menyatakan bahwa rataan nilai bahan kering dan bahan organik yang memperoleh ransum perlakuan suplementasi mineral Ca, P, Mg dan S memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) meningkatkan KCBK dan KCBO terhadap kontrol. Derajat keasaman pH dan jenis pakan cairan rumen merupakan faktor penting dalam pemanfaatan bahan organik (Anggorodi, 1994).

Pengaruh Saponin dan Mineral Mix pada Sintesis Protein Bakteri

(37)

Tabel 8. Rataan Sintesis Protein Bakteri (mg/10ml) 50:50 101,78±64,24 147,97±101,51 109,25±56,29 119,66±24,14ab 30:70 100,82±75,89 128,42±62,59 177,87±86,91 135,70±12,18a Rataan±SD 95,90± 9,57 b 137,49±20,92a 114,39±24,61ab

Keterangan : H = Hijauan, K = Pakan penguat

Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05) Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05) Pemberian ekstrak lerak taraf 1 mg/ml dapat meningkatkan sintesis protein bakteri. Hal ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya adalah meningkatnya suplai karbohidrat, N, energi pakan dan nutrien lainnya. Selain itu juga disebabkan oleh penurunan populasi protozoa yang mempunyai beberapa implikasi yaitu perubahan keragaman bakteri rumen dan peningkatan sintesis protein mikroba. Menurut McSweeney (2007), menyatakan bahwa keberadaan amonia pun dalam rumen dapat meningkatkan sintesis protein mikroba, demikian juga keberadaan penambahan suplemen mineral sulfur dalam pakan yang berhubungan dengan penambahan urea N juga dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi sintesis protein mikroba dalam rumen. Namun suplemen Sulfur yang ditambahkan untuk memaksimalkan pertumbuhan protein mikroba (3.8 mg S l-1) lebih rendah daripada konsentrasi amonia dalam rumen (60-80 mg N l-1) (Kandylis, 1981).

Efisiensi pemanfaatan protein pakan memegang peranan penting pada nutrisi ternak ruminansia. Sekitar 70-80% protein didegradasi dalam rumen menjadi peptida dan asam amino serta diubah lebih lanjut menjadi amonia. Banyak protein yang tersedia untuk ternak ruminansia tergantung pada kombinasi protein mikroba yang masuk ke usus halus dan protein pakan yang lolos degradasi (Selje et al. 2007). Sehingga penekanan populasi protozoa menjadi suatu hal yang penting agar dapat meningkatkan efisiensi pembentukan protein mikroba karena sifat protozoa yang sering memangsa bakteri. Pemberian ekstrak lerak diharapkan dapat memberikan nilai efektif dalam meningkatkan sintesis protein mikroba, seiring dengan menurunnya populasi protozoa.

(38)

trace mineral dan vitamin (Karsli dan Rulles, 2000). Mineral sulfur (S) telah diketahui mempengaruhi pertumbuhan bakteri terutama untuk sintesis metionin dan sintesis yang berkisar antara 0,11-0,2% dari total pakan dan tergantung pada status ternak. Selain itu juga, mineral sulfur juga mengakibatkan lignin pada pakan berserat akan terhidrolisis sehingga kecernaan bahan organik akan meningkat. Mineral fosfor juga sangat diperlukan untuk sintesis ATP dan protein oleh mikroba rumen. Maramis dan Evitayani (2009), menyatakan bahwa sintesis protein mikroba pada ransum (60% jerami padi + 40% pakan penguat) yang di suplementasi Ca, Mg, S dan P meningkat jika di bandingkan dengan kontrol.

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian suplementasi ekstrak lerak (Sapindus rarak) taraf 1 mg/ml tidak menurunkan kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, konsentrasi NH3, populasi bakteri, konsentrasi VFA total dan dapat menurunkan populasi protozoa dan meningkatkan sintesis protein bakteri. Pemberian ekstrak lerak taraf 1 mg/ml yang ditambahkan dengan mineral mix (Ca, Mg, S dan P) nyata menurunkan kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, konsentrasi NH3 dan populasi bakteri total. Namun populasi protozoa menurun dan sintesis protein mikroba meningkat dalam fermentasi in vitro. Pada rasio hijauan dan pakan penguat yang berbeda (70:30, 50:50, dan 30:70) tidak memengaruhi KCBK, KCBO, konsentrasi NH3 dan populasi bakteri. Peningkatan rasio pakan penguat nyata menurunkan populasi protozoa, tetapi meningkatkan VFA total dan sintesis protein mikroba. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplemen terhadap semua peubah parameter yang diamati.

(40)
(41)

1

FORTIFIKASI EKSTRAK LERAK DENGAN MINERAL MIX

(Ca, Mg, P dan S) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN SINTESIS

PROTEIN BAKTERI

IN VITRO

SKRIPSI

NUR AIZAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(42)

1

FORTIFIKASI EKSTRAK LERAK DENGAN MINERAL MIX

(Ca, Mg, P dan S) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN SINTESIS

PROTEIN BAKTERI

IN VITRO

SKRIPSI

NUR AIZAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(43)

2

RINGKASAN

Nur Aizah. D24070197. 2011. Fortifikasi Ekstrak Lerak dengan Mineral Mix (Ca, Mg, P, dan S) serta Pengaruhnya terhadap Karakteristik Fermentasi dan Sintesis Protein Bakteri In vitro. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Sri Suharti, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. Dwi Margi Suci, MS

Buah lerak merupakan salah satu tanaman tropika yang banyak mengandung saponin. Potensi saponin ekstrak buah lerak sudah dikaji pemanfaatannya pada ternak ruminansia kecil maupun besar sebagai suplemen defaunasi dan berpengaruh terhadap keragaman komunitas bakteri rumen, pertumbuhan populasi bakteri spesifik, aktivitas fermentasi pada berbagai rasio hijauan dan pemanfaatannya pada sapi potong. Penggunaan ekstrak lerak 200 mg/kg pada ransum sapi potong dengan hijauan tinggi (70%), sudah dapat meningkatkan produksi VFA dan proporsi propionat, namun belum dapat meningkatkan sintesis protein mikroba rumen karena rendahnya kandungan mineral. Pemberian mineral mix (Ca, P, Mg dan S) diantaranya bertujuan untuk memaksimalkan pertumbutan sel mikroba rumen dan mencerna serat oleh bakteri selulolitik serta menstimulir produksi VFA. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi peranan ekstrak lerak yang difortifikasi dengan mineral mix (Ca, P, Mg dan S) serta pengaruhnya terhadap karakteristik fermentasi dan sintesis protein bakteri, sehingga dapat mengoptimalkan aktivitas fermentasi dalam rumen dan meningkatkan suplai protein asal mikroba ternak pada berbagai rasio hijauan dan pakan penguat.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 3 dengan 4 ulangan dan dilakukan secara duplo. Faktor pertama adalah rasio rumput dengan pakan penguat (70:30, 50:50, 30:70), dan faktor kedua adalah jenis pemberian suplemen (0, 1 mg/ml ekstak lerak dan 1 mg/ml ekstrak lerak+mineral mix). Kandungan masing-masing mineral mix (Ca, P, Mg, dan S) berturut-turut adalah 0,54; 0,37; 0,23; dan 0,1%, berdasarkan acuan NRC 1994. Data dianalisis menggunakan analisis of variance (ANOVA) dan apabila ada perbedaan yang nyata antar perlakuan dilakukan uji jarak Duncan. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK dan KCBO), konsentrasi NH3, konsentrasi VFA total, populasi protozoa total, populasi bakteri total, dan sintesis protein bakteri.

(44)

3 Namun demikian dengan peningkatan rasio pakan penguat nyata menurunkan populasi protozoa (P<0,05), dan meningkatkan VFA total serta sintesis protein bakteri.

(45)

4

ABSTRACT

Fortification Lerak (Sapindus rarak) Extract with Mineral Mix (Ca,Mg, P and S) and its Effects on Fermentation Characteristics and

Bacterial Protein Synthesis In vitro Nur Aizah, Sri Suharti, Dwi Margi Suci

The aims of this study was to evaluate the use of lerak (S. rarak) extract on fermentation and bacterial protein synthesis in the in vitro fermentation of different ratio of forage and concentrate. The design of experiment was factorial block design (3x3) with 2 factors were: ratio of forage and concentrate (70:30, 50:50, 30:70) and kind of supplements (0, 1mg/ml lerak extract and 1mg/ml lerak extract+mineral mix). The content of each mineral mix (Ca, P, Mg, and S) are respectively 0,54; 0,37; 0,23 and 0,1%, based on NRC reference 1994. The differences between mean values were analyzed using Duncan’s new multiple range test (DMRT). Dry matter and organic matter degradability were evaluated after 48 h incubation. Total volatile fatty acid (VFA), NH3 concentration, total bacterial, protozoal population, and bacterial protein synthesis were measured at 4 h incubation. The result showed There was not interaction between ratio of forage:concentrate and kind of suplements. The addition of lerak exctract (1 mg/ml) did not decrease dry matter digestibility, organic matter digestibility, NH3 concentration, total bacterial population, VFA total production. However, it decreased protozoal population and increased bacterial protein synthesis. The addition of mineral mix (Ca, Mg, P and S) in lerak exctract (1 mg/ml) did not increase dry matter digestibility, organic matter digestibility, NH3 concentration, total bacterial population, VFA total production. However, it decreased protozoal population and increased bacterial protein synthesis in the in vitro fermentation. The difference ratio of forage and concentrate did not increase dry matter digestibility, organic matter digestibility, NH3 concentration and total bacterial population. The increased of concentrate ratio in the diet protozoal population decreased but VFA total production and bacterial protein synthesis was increased.

(46)

5

FORTIFIKASI EKSTRAK LERAK DENGAN MINERAL MIX

(Ca,Mg, P dan S) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN SINTESIS

PROTEIN BAKTERI

IN VITRO

NUR AIZAH

D24070197

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(47)

6 Judul : Fortifikasi Ekstrak Lerak dengan Mineral Mix (Ca, Mg, P, dan S) serta

Pengaruhnya terhadap Karakteristik Fermentasi dan Sintesis Protein Bakteri In vitro.

Nama : Nur Aizah NIM : D24070197

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Dr. Sri Suharti, S.Pt, Msi Ir. Dwi Margi Suci, MS NIP. 19741012 200501 2 002 NIP. 1961090 5198703 2 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr NIP. 19670506 199103 1 001

Gambar

Gambar 1. Buah Tanaman Lerak (Plantus, 2008)
Gambar 3. Proses Metabolisme Protein dalam Rumen Ternak Ruminansia
Tabel 1. Komposisi Nutrien Hijauan, Pakan Penguat dan Total Ransum yang
Tabel 3. Rataan Populasi Protozoa Total pada Perlakuan in vitro
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kadang kala pada suatu lokasi jembatan, pangkal–pilar berbentuk block maupun yang berbentuk kantilever tidak dapat diterapkan, mengingat kondisi lapisan

Masalahutama yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah apakah metode kooperatif Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar

Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik.

Mengenal huruf alfabet merupakan ilmu yang harus diajarkan sejak dini sebagai bekal dalan dunia pendidikan dan juga berkomunikasi. Salah satu upaya untuk menarik

Box AES dan pola pengambilan Plaintext untuk setiap proses menggunakan pola huruf B, M, E, W. Algoritma Kriptografi Block Cipher 256 Bit Berbasis Pola Huruf B, M, E, W

4.12 Aktivitas Siswa Pada Proses Pelaksanaan Pembelajaran Gerak Dasar Lompat Tinggi Gaya Guling Perut Siklus III .... 16 Gambaran aktivitas siswa siklus I, II

Oleh karena itu pemberian asam humat melalui daun dengan pupuk K diharapkan dapat meningkatkan produksi tana man, khususnya untuk budida ya tanaman hortikultura.Berdasarkan

Laporan Keberlanjutan 2014 PT bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk (bank bjb) ini adalah laporan keberlanjutan keempat yang kami terbitkan sebagai bentuk komitmen