• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, penelitian berlangsung selama 5 bulan dimulai dari bulan Februari sampai dengan Juni 2011.

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan bahan penelitian adalah hasil pertanian, hasil samping pertanian, dan hasil samping industri pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pembuatan model pengelolaan sumber bahan baku lokal bagi industri pakan ruminansia dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1) menganalisis kebutuhan ternak ruminansia, 2) mengidentifikasi sumber bahan baku lokal dan daya dukungnya sebagai pakan ruminansia, 3) merancang pabrik pakan konsentrat untuk sapi bakalan meliputi lokasi pabrik, kapasitas produksi, dan formulasi ransum konsentrat untuk sapi bakalan.

Data dan Instrumen

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan wawancara langsung kepada responden yang terdiri dari 83 petani/petani-peternak dan 10 pemilik pabrik pengolahan hasil pertanian dengan menggunakan bantuan kuesioner yang telah disiapkan.

Data primer yang diambil meliputi: produksi hasil samping pertanian, produksi hasil samping industri pertanian, identitas responden, musim/pola tanam, pola produksi, bahan baku industri pertanian, dan lain-lain. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara, dan Data sekunder yang diambil antara lain: Gambaran umum ternak ruminansia, luas panen tanaman pangan, produksi tanaman pangan, sebaran tanaman pangan, kebutuhan bahan baku industri pertanian, komposisi kimia bahan baku lokal dan rata-rata produktivitas BK hasil samping pertanian.

19 Pendekatan analisis kualitas bahan baku pakan lokal dan rata-rata produktivitas BK hasil samping pertanian di Kabupaten Jepara kecuali jagung, ubi kayu, dan pucuk tebu didasarkan pada analisis proksimat kualitas bahan baku pakan lokal di Kabupaten Blora (Tabrany, 2006). Kabupaten Blora merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai iklim yang sama dengan Kabupaten Jepara yaitu daerah rendah iklim kering. Jarak antara Blora dengan Jepara sekitar 131 km dari Kabupaten Jepara (BPS Kab. Jepara 2010).

Penentuan responden dilakukan secara acak (random sampling) dan penentuan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive sampling) dengan dasar bahwa kecamatan terpilih merupakan sentra tanaman pangan yaitu Kecamatan Nalumsari, Kecamatan Welahan, dan Kecamatan Bangsri. Sedangkan penentuan pabrik pengolahan hasil pertanian dilakukan penunjukan secara sengaja (purposive sampling) dengan alasan bahwa pabrik yang dipilih terletak di kecamatan sentra industri pangan.

Analisis Data

Keseluruhan data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Analisis yang digunakan meliputi identifikasi dan evaluasi ketersediaan sumber bahan pakan lokal, analisis daya dukung hasil samping pertanian dan industri pertanian, analisis daya dukung Kabupaten Jepara, analisis peningkatan populasi ternak, dan analisis model industri pakan ruminansia berkelanjutan.

Identifikasi dan Evaluasi Ketersediaan Sumber Bahan Pakan Lokal

Komposisi kimia bahan baku pakan lokal dan produktivitas hasil samping pertanian diperoleh berdasarkan data sekunder yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

20 Tabel 4. Komposisi Kimia Bahan Baku Pakan Lokal

Bahan Baku BK (%) Komposisi (% BK) Abu PK LK SK BETN TDN Jagung*) 86,80 2,15 10,80 4,28 2,53 80,20 80,80 Ubi kayu**) 35,00 2,3 2,9 0,7 4,9 89,20 79,00 Jerami Padi 39,58 20,34 4,76 1,04 29,13 44,73 42,31 Jerami Jagung 33,94 11,57 6,79 1,90 30,65 49,09 49,98 Jerami Kc. Kedelai 27,27 7,75 10,52 1,93 35,43 44,37 52,59 Jerami Kc. Tanah 26,70 19,71 11,90 2,52 28,40 37,47 49,43 Daun Ubi Jalar 29,12 14,47 12,05 2,32 24,68 48,14 58,82 Daun Ubi Kayu 24,25 12,22 19,89 5,04 22,58 40,27 54,82 Pucuk Tebu***) 37,07 5,34 4,20 1,56 34,70 54,20 50,15

Dedak Padi 88,43 11,72 9,86 8,71 14,78 54,93 55,08

Ampas Tahu 12,68 4,21 21,09 8,02 22,32 44,36 71,32

Ampas Tempe 21,10 8,30 17,93 7,40 17,70 48,66 65,26

Keterangan : Tabrany (2006), * Hartadi et al (1981),** Sofyan et al. (2000) *** didasarkan pada hasil proksimat pucuk tebu di Kab. Semarang oleh Tabrany (2006)

1. Produksi Hasil Samping Pertanian

Produksi hasil samping pertanian terdiri dari produksi potensial, produksi efektif, dan produksi riil. Produksi potensial hasil samping pertanian dihitung berdasarkan produksi bahan kering (BK), protein kasar (PK), dan total degistable nutrient (TDN). Produksi potensial hasil samping pertanian diketahui berdasarkan data luas areal panen (ha) di suatu wilayah pada tahun tertentu dengan perhitungan sebagai berikut:

Produksi Total (BK) (ton) = luas areal panen (ha) x rata-rata produktivitas BK (ton/ha)

Produksi PK (ton) = produksi total BK (ton) x kandungan PK (%) Produksi TDN (ton) = produksi total BK (ton) x kandungan TDN (%) Tabel 5. Rata-rata Produktivitas BK Hasil Samping Pertanian

No Hasil Samping Pertanian Produktivitas BK(ton/ha)

1 Jerami Padi Sawah *) 3,86

2 Jerami Padi Ladang/Gogo *) 2,76

3 Jerami Jagung 5,4

4 Jerami Kacang Kedelai 1,85

5 Jerami Kacang Tanah 2,62

6 Daun Ubi Jalar 4,27

7 Daun Ubi Kayu 1,01

8 Pucuk Tebu 5,12

21 Produksi efektif hasil samping pertanian adalah produksi hasil samping pertanian yang benar-benar dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Tabrany,

et al, 2006). Produksi efektif hasil samping pertanian diperoleh dari nilai produksi potensial hasil samping pertanian dikalikan dengan nilai proper use factor (angka manfaat) yaitu untuk jerami padi sebesar 70%, jerami jagung sebesar 75%, jerami kacang tanah sebesar 60%, jerami kacang kedelai sebesar 60%, daun ubi jalar sebesar 80%, daun ubi kayu sebesar 30% dan pucuk tebu sebesar 80% (Reksohadiprojo, 1984).

Produksi riil hasil samping pertanian adalah produksi hasil samping pertanian yang tersedia dan benar-benar dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, produksi riil hasil samping pertanian ini tidak bersaing dengan pemanfaatan lainnya yang menyebabkan hasil samping pertanian tidak tersedia untuk pakan ternak. Produksi riil hasil samping pertanian diperoleh dari nilai produksi efektif dikalikan dengan nilai feedstuff use factor (angka manfaat sebagai pakan). Nilai feedstuff use factor ini dapat diketahui berdasarkan data primer melalui wawancara langsung kepada 83 petani/petani-peternak dengan menghitung persentase tingkat pemanfaatan hasil samping pertanian sebagai pakan ternak dan pemanfaatan lainnya yang berpotensi besar untuk dioptimalkan sebagai pakan ternak seperti hasil samping yang dibakar, dibenamkan di tanah, atau dibiarkan di sekitar sawah. Hasil samping dengan pemanfaatan tersebut digolongkan menjadi hasil samping pertanian yang tersedia.

2. Produksi Hasil Samping Industri Pertanian

Produksi hasil samping industri pertanian dihitung berdasarkan produksi BK, PK, dan TDN terhadap produksi masing-masing hasil samping dengan rumusan sebagai berikut (Tabrany, 2006):

Produksi hasil sampingan (ton) =Bahan baku (ton) x angka konversi (%)

Produksi BK (ton) = Produksi hasil sampingan (ton) x kandungan BK (%) Produksi PK (ton) = Produksi BK (ton) x kandungan PK (%)

Produksi TDN (ton) = Produksi BK (ton) x TDN (%)

Keterangan: Angka konversi hasil samping industri pertanian merupakan persentase berat hasil samping terhadap berat bahan baku.

22 3. Indeks Konsentrasi Produksi Pakan (IKPP) Hasil Samping Pertanian

Indeks konsentrasi produksi pakan (IKPP) hasil samping pertanian memberikan gambaran tentang konsentrasi produksi masing-masing hasil samping pertanian berdasarkan BK di setiap kecamatan. IKPP merupakan nisbah antara jumlah produksi di kecamatan tertentu terhadap jumlah produksi rata-rata di kabupaten tersebut. IKPP dihitung menggunakan rumus (Syamsu, 2006):

IKPP = Produksi Hasil Samping Pertanian Kecamatan Rata-rata Produksi Hasil Samping Pertanian Kabupaten

Kecamatan dengan IKPP ≥ 1,0 merupakan kecamatan yang memiliki keunggulan produksi dengan kategori produksi tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain. Kecamatan dengan IKPP 0,5-1,0 adalah kategori sedang dan kecamatan dengan IKPP < 0,5 adalah kategori produksi rendah.

Analisis Daya Dukung Hasil Samping Pertanian (DDHSP)

Analisis daya dukung hasil samping pertanian sebagai pakan ruminansia adalah sebagai berikut:

1. Daya Dukung Hasil Samping Pertanian (DDHSP)

Daya dukung hasil samping pertanian (DDHSP) merupakan kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan atau menyediakan pakan berupa hasil samping pertanian yang dapat menampung kebutuhan sejumlah populasi ternak ruminansia tanpa melalui pengolahan. Menghitung DDHSP digunakan beberapa asumsi kebutuhan pakan ternak ruminansia, asumsi yang digunakan yaitu bahwa satu satuan ternak (1 ST) ruminansia rata-rata membutuhkan BK 9,59 kg/hari atau 3.500,35 kg/tahun, kebutuhan PK 1,151 kg/hari atau 420,11 kg/tahun, dan kebutuhan TDN 5,71 kg/hari atau 2.084,15 kg/tahun (National Research Council, 1988). DDHSP dihitung berdasarkan rumus (Syamsu, 2006): DDHSP berdasarkan BK = Produksi BK (ton/tahun)

Kebutuhan BK 1 ST (ton/tahun) DDHSP berdasarkan PK = Produksi PK (ton/tahun)

Kebutuhan PK 1 ST (ton/tahun)

23 DDHSP berdasarkan TDN = Produksi TDN (ton/tahun)

Kebutuhan TDN 1 ST (ton/tahun) 2. Indeks Daya Dukung Hasil Samping Pertanian (IDDHSP)

Indeks daya dukung hasil samping pertanian (IDDHSP) berdasarkan produksi potensial dihasilkan dari total produksi pakan yang tersedia dibagi dengan jumlah kebutuhan pakan bagi sejumlah populasi ternak ruminansia yang ada di wilayah tersebut (Haerudin, 2005). Populasi ternak dihitung berdasarkan standar satuan ternak (ST). Standar satuan ternak ruminansia dapat dilihat pada Tabel 6. IDDHSP dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Syamsu, 2006):

Produksi BK ( ton ) tahun IDDHSP =

berdasarkan BK Ʃ Populasi Ternak (ST) x Kebutuhan BK 1 ST/tahun

Produksi PK ( ton )

tahun IDDHSP =

berdasarkan PK Ʃ Populasi Ternak (ST) x Kebutuhan PK 1 ST/tahun

Produksi TDN ( ton )

tahun IDDHSP =

berdasarkan TDN Ʃ Populasi Ternak (ST) x Kebutuhan TDN 1 ST/tahun Berdasarkan nilai rata-rata IDDHSP dan standar deviasi (SD) maka wilayah dapat dikelompokkan berdasarkan tiga kategori indeks, yaitu:

1. Kategori daya dukung rendah adalah kurang dari nilai rata-rata IDDHSP minus standar deviasi ( < rata-rata-SD).

2. Kategori daya dukung sedang adalah nilai IDDHSP yang berada pada kisaran antara nilai rata-rata IDDHSP minus Standar Deviasi sampai nilai rata-rata plus standar deviasi (rata-rata – SD sampai rata-rata + SD). 3. Kategori daya dukung tinggi adalah lebih tingi dari nilai rata-rata IDDHSP

24 Tabel 6. Standar Satuan Ternak per Ekor Ternak

Jenis Ternak Standar Satuan Ternak (ST)

Dewasa Muda Anak

Sapi 1,00 0,60 0,25

Kerbau 1,15 0,69 0,29

Kambing 0,16 0,08 0,04

Domba 0,14 0,07 0,04

Sumber: BPS Prov. Jawa Tengah (2003)

Analisis Daya Dukung Hasil Samping Industri Pertanian (DDHSIP)

Daya dukung hasil samping industri pertanian (DDHSIP) digambarkan dengan nilai kapasitas tampung hasil samping industri pertanian (KTHSIP) yang dihitung berdasarkan asumsi bahwa satu satuan ternak (1 ST) ruminansia rata-rata membutuhkan BK 9,59 kg/hari atau 3.500,35 kg/tahun, kebutuhan PK 1,151 kg/hari atau 420,11 kg/tahun, dan kebutuhan TDN 5,71 kg/hari atau 2.084,15 kg/tahun (National Research Council, 1988). KTHSIPdihitung berdasarkan rumus (Tabrany, 2006):

KTHSIP berdasarkan BK =

KTHSIP berdasarkan PK =

KTHSIP berdasarkan TDN =

Analisis Daya Dukung Kabupaten Jepara

Daya dukung Kabupaten Jepara dihitung berdasarkan penjumlahan daya dukung hasil samping pertanian dengan daya dukung hasil samping industri pertanian di Kabupaten Jepara. Nilai daya dukung kabupaten menggambarkan besar jumlah satuan ternak yang dapat ditampung dalam suatu kabupaten dengan sumber daya yang dimiliki oleh kabupaten tersebut.

Produksi BK (ton/tahun) Kebutuhan BK 1 ST (ton/tahun) Produksi PK (ton/tahun) Kebutuhan PK 1 ST (ton/tahun) Produksi TDN (ton/tahun) Kebutuhan TDN 1 ST (ton/tahun)

25

Analisis Peningkatan Populasi Ternak (PPT)

Peningkatan populasi ternak (PPT) di suatu kabupaten dihitung sebagai selisih antara daya dukung sumber bahan pakan lokal dengan jumlah ternak ruminansia yang ada saat ini yang dihitung dengan satuan ternak (ST) (Tabrany, 2006).

PPT = Daya dukung sumber bahan pakan lokal (ST) – populasi riil ternak ruminansia (ST)

Analisis Model Industri Pakan Ruminansia Berkelanjutan

Analisis model industri pakan ruminansia berkelanjutan terdiri dari: Analisis populasi dan kebutuhan nutrisi ternak ruminansia; Identifikasi dan evaluasi ketersediaan sumber bahan pakan lokal; Analisis daya dukung sumber bahan pakan lokal; Perancangan pabrik pakan konsentrat untuk sapi bakalan meliputi lokasi pabrik, kapasitas produksi, dan formulasi ransum konsentrat untuk sapi bakalan.

Penentuan lokasi pabrik pakan dari alternatif lokasi dapat ditentukan dengan menggunakan the faktor-rating methode yakni pendekatan umum untuk mengevaluasi dan membanding alternatif calon lokasi dengan tahapan analisis the faktor-rating methode sebagai berikut:

1. Mengurutkan faktor-faktor.

2. Memberi timbangan berdasarkan tingkatan prioritas tujuan perusahaan. 3. Memberi nilai skor setiap faktor (1-10 atau 0-100%).

4. Mengalikan angka timbangan dengan angka skor per faktor penentu tersebut. Keterangan: BS = baik sekali (5)

B = baik (4) C = cukup (3) K = kurang (2) KS = kurang sekali (1)

KEADAAN UMUM LOKASI

Dokumen terkait