• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN PELET IKAN KOI KE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA LANDAK JAWA

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Penangkaran Mamalia Kecil, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Cibinong, Kabupaten Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2011.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan tujuh ekor landak jawa berumur antara 12 – 18 bulan. Landak diberikan dua perlakuan yaitu perlakuan pakan kontrol dan perlakuan pakan kontrol ditambahkan pelet ikan koi. Landak yang diberi perlakuan pakan kontrol terdiri dari empat ekor (tiga betina dan satu jantan) dan tiga ekor lainnya (dua betina dan satu jantan) diberi perlakuan pakan kontrol ditambah pelet ikan koi.

Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran panjang 2,25 meter, lebar 1,95 meter dan tinggi 2,50 meter. Kandang berdinding kawat loket dan berlantai beton. Atapnya terbuat dari genteng. Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah timbangan digital, timbangan hewan, thermohygrometer, kantung plastik, oven, blender, label, desikator, tanur listrik, soxtec systrem, fiber extractor, bomb calorimeter, nampan plastik, sapu lidi, serokan, selang untuk membersihkan kandang landak setiap pagi, pisau dan alat tulis.

Pakan

Pakan yang diberikan terdiri dari dua jenis ransum (Tabel 1), yaitu pakan kontrol (K0) dan pakan kontrol dengan penambahan pelet ikan koi (K1). Pelet ikan koi merupakan pelet komersial yang terbuat dari bahan-bahan seperti fish meal, wheat flour, soybean meal, pollard, fish oil, choline chloride, vitamin dan mineral. Kandungan nutrisi dari pelet ikan koi sebesar PK 21%, LK 3-5%, SK 4-6%, Abu 5- 8% dan Kadar Air 10% - 12%. Kandungan zat-zat makanan dalam setiap jenis pakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Pakan Penelitian

Bahan Pakan Pakan kontrol

(K0)

Pakan kontrol + pelet ikan koi (K1) - - - (g) - - - -- - - Jaat Hutan 50 50 Bengkuang 300 300 Talas Beliung 200 200 Tomat 100 100 Pisang Siam 150 150 Jagung Manis 300 300

Pelet Ikan Koi - 80

Jumlah 1.100 1.180

Tabel 2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penelitian (% BK)

Bahan Pakan BK Abu BO PK LK SK BETN GE Ca P

- - - -- - - (%) - - - kal/g - - - (%) - - - Jaat Hutan 20,00 24,13 75,87 35,29 3,99 25,69 10,90 5039 0,31 0,29 Bengkuang 12,32 10,79 89,21 8,49 1,04 9,69 69,99 4527 0,40 0,26 Talas Beliung 7,88 24,49 75,51 17,00 0,90 12,03 45,58 3831 0,39 0,37 Tomat 6,93 9,60 90,40 16,98 1,59 16,08 55,74 4133 0,26 0,38 Pisang Siam 46,23 3,80 96,20 3,08 0,86 3,44 88,81 3393 0,08 0,12 Jagung Manis 35,53 3,28 96,72 15,33 7,75 1,75 71,88 4776 0,09 0,54 Pelet Ikan Koi 94,52 18,48 81,52 25,05 5,77 10,22 40,48 4745 1,82 0,98

Keterangan : BK = bahan kering, BO = bahan organik, PK = protein kasar, LK = lemak kasar, SK = serat kasar, BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, GE = gross energi, Ca = kalsium, dan P = phospor. Hasil analisa Laboratorium Pengujian Nutrisi, Puslit Biologi – LIPI, Cibinong, Kabupaten Bogor.

Gambar 4. Daun Jaat Hutan Gambar 5. Pelet Ikan Koi

Metode Prosedur Penelitian

Landak sebelum dimasukkan ke dalam kandang ditimbang sebagai penimbangan awal (periode ke-0). Penimbangan bobot badan landak dilakukan pada pagi hari sebelum pemberian pakan. Selama 12 hari adalah masa adaptasi pakan (preliminary) dan masa koleksi data selama 70 hari (10 minggu). Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pada pukul 08.30 WIB setelah kandang dibersihkan dan pada pukul 16.30 WIB. Penimbangan sisa dari setiap jenis bahan pakan dilakukan pada keesokan harinya. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap dua minggu sekali selama 10 minggu.

Rancangan dan Analisis Data

Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan pemberian pakan yang berbeda yaitu: 1. K0 = Pakan kontrol.

2. K1 = Pakan kontrol + pelet ikan koi.

Data yang diperoleh dari pengamatan dianalisis secara deskriptif. Metode ini digunakan karena jumlah materi yang terbatas. Pengolahan data dilakukan dengan mendeskripsikan data berupa tabel atau grafik hasil penelitian ke dalam suatu kalimat sekaligus menyimpulkan hasil penelitian yang diperoleh (Steel dan Torrie, 1995). Setelah dilakukan statistik deskriptif data kemudian dianalis menggunakan uji t- student dengan α = 0,05. Penelitian ini mempunyai dua hipotesis, yaitu :

H0: K0 = K1; tidak ada perbedaan performa dengan penambahan pelet ikan koi H1: K0 ≠ K1; terdapat perbedaan performa dengan penambahan pelet ikan koi

Model uji t-student menurut Steel dan Torrie (1995) yang digunakan adalah :

Keterangan :

xi = Rata-rata perlakuan ke-i; xj

S = Simpangan baku; n = Jumlah individu sampel = Rata-rata perlakuan ke-j

Do = Selisih 2 rataan yang berbeda;

Peubah

Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu :

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan jumlah yang dihitung setiap hari dengan cara menghitung pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan (gram/ekor/hari). Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang diberikan pada ternak dan zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan keperluan produksi ternak, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

Konsumsi pakan segar (g/hari) = pakan yang diberikan – pakan tersisa

Pertambahan Bobot Badan (g)

Pertambahan bobot badan landak dapat diketahui dengan penimbangan bobot hidup yang dilakukan setiap dua minggu sekali, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

PBB (g) = Bobot badan akhir (g) – Bobot badan awal (g)

Efisiensi Penggunaan Ransum

Efisiensi pakan sangat penting bagi para peternak agar tidak mengalami kerugian akibat terlalu banyak pakan atau kekurangan pakan, dengan rumus sebagai berikut :

PBB harian =

Bobot badan akhir (g) – Bobot badan awal Jumlah hari pengamatan

Efisiensi Penggunaan Ransum =

Pertambahan bobot badan harian Jumlah konsumsi bahan kering

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Kondisi Penangkaran

Pemasangan kerai bambu pada sisi luar kandang dimaksudkan untuk mengurangi pancaran sinar matahari dari luar. Landak sendiri merupakan salah satu satwa nocturnal yang lebih banyak beraktivitas pada malam hari (Bartos, 2004).

Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban.

Waktu Suhu (oC) RH (%)

Pagi (06.00 WIB) 23,7 78,1

Siang (12.00 WIB) 32,4 45,6

Sore (18.00 WIB) 29,5 55,8

Suhu di sekitar kandang pada saat penelitian berkisar antara 23,7 oC – 32,4 oC dan kelembaban berkisar antara 45,6% – 78,1%. Menurut Bartos (2004), tempetarur yang ideal atau suhu nyaman bagi landak tropis adalah sebesar 70 oF – 85 oF atau 21 o

C – 29,4 oC. Kondisi temperatur dan kelembaban udara selama penelitian dapat berpengaruh terhadap konsumsi pakan dan pertumbuhan landak. Kondisi suhu yang tinggi pada saat penelitian yang mencapai 30 o

Kondisi Lingkungan

C mempengaruhi aktivitas makan landak yang dapat menurunkan nafsu makan dan jumlah konsumsi pakan serta dapat mempengaruhi aktivitas lainnya seperti istirahat, lokomosi, dan lain-lain (Anggorodi, 1994).

Faktor yang sangat berperan dalam pemeliharaan hewan adalah faktor manajemen pemeliharaan, pakan, dan lingkungan. Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan hewan. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis hewan akan membuat pertumbuhan hewan semakin baik. Kondisi yang nyaman ini tentunya akan menstabilkan tingkat nafsu makan dan jumlah konsumsinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Warsono (2002) yang menyatakan bahwa suhu lingkungan akan mempengaruhi pola tingkah laku makan dari hewan. Kondisi yang nyaman tersebut akan menghasilkan performa ternak yang

lebih baik; namun kondisi suhu sebesar 30 o

Konsumsi Pakan

C pada saat penelitian menyebabkan kondisi kurang nyaman pada landak sehingga menurunkan performa landak.

Konsumsi Bahan Segar

Konsumsi bahan segar sangat dipengaruhi oleh individu hewan itu sendiri, pakan yang diberikan dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, konsumsi bahan segar juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi lingkungan dan perubahan musim (Parakkasi, 1999). Rataan konsumsi bahan segar landak jawa yang dipelihara selama 68 hari dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Konsumsi Bahan Segar pada Landak Jawa

Konsumsi Perlakuan Rataan (n=7) K0 K1 Rataan Betina (n=3) Jantan (n=1) Rataan Betina (n=2) Jantan (n=1) - - - (g/ ekor/ hari) - - -

Daun Jaat Hutan 36,51 49,57 35,38 29,53 37,06 ± 7,71

Bengkuang 266,10 308,65 272,89 204,23 265,28 ± 35,52

Talas Belitung 136,43 202,59 130,38 173,36 149,43 ± 38,48

Tomat 74,75 102,92 86,54 70,43 81,53 ± 11,61

Pisang Siam 153,92 154,41 154,37 154,41 154,19 ± 0,56

Jagung Manis 231,58 288,29 251,94 233,11 245,72 ± 22,61

Pelet ikan koi - - 58,59 33,51 21,53 ± 28,16

Keterangan : n = jumlah sample; K0 = pakan kontrol; K1 = pakan kontrol + pelet ikan koi

Dari Tabel 4 terlihat rataan konsumsi semua jenis bahan segar (BS) pakan oleh landak jantan K0 lebih tinggi dibandingkan landak betina. Sebaliknya, pada perlakuan pakan K1 terlihat bahwa rataan konsumsi BS pakan landak betina lebih tinggi dari landak jantan kecuali konsumsi talas belitung dan pisang siam. Hasil ini menandakan bahwa penambahan pelet ikan koi ke dalam ransum K1 sedikit merubah perilaku makan dari landak jawa.

Palatabilitas pakan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu cita rasa, aroma, warna, tekstur, ukuran, konsistensi pakan, jenis pakan, lingkungan, tipe dan tingkat produksi (Church, 1976). Parakkasi (1999) melaporkan bahwa tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh faktor internal (status fisiologis hewan), faktor

eksternal (pakan, suhu dan lingkungan). Berdasarkan tingkat palatabilitasnya pakan segar, urutan pakan yang palatable bagi landak jawa adalah bengkuang, jagung manis, pisang siam, talas belitung, tomat, daun jaat hutan dan pelet ikan koi (Tabel 4). Bengkuang merupakan salah satu jenis umbi yang memiliki warna putih, tekstur renyah, berair dan rasa manis (Rubatszky dan Yamaguchi, 1998). Umbinya mengandung gula, fosfor dan kalsium. Selain itu, umbi ini juga memiliki efek pendingin karena kadar airnya yang mencapai 86% - 90%. Rasa manis berasal dari suatu oligosakarida yang dapat dengan mudah dicerna oleh tubuh landak. Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian terdahulu (Farida dan Ridwan, 2011) bahwa bengkuang adalah jenis pakan yang paling disukai oleh landak sumatera.

Jagung manis merupakan bahan pakan yang disukai setelah bengkuang dengan rataan konsumsi sebesar 245,72 g/ekor/hari. Jagung manis juga memiliki rasa manis dan kandungan air yang cukup tinggi (Tabel 2). Selain itu, biji jagung kaya akan karbohidrat yang disimpan dalam endospermanya berupa gula dan pati. Gula yang terkandung berupa sukrosa (Rubatszky et al., 1999).

Pisang siam dan talas belitung merupakan bahan pakan yang disukai selanjutnya dengan rataan konsumsi bahan segar berturut-turut sebesar 154,19 g/ekor/hari dan 149,43 g/ekor/hari. Pisang siam dan talas belitung merupakan sumber karbohidrat. Fruktosa yang merupakan karbohidrat yang berasal dari pisang siam merupakan cadangan energi bagi tubuh karena tidak cepat dicerna. Talas belitung merupakan umbi talas yang memiliki kandungan protein yang cukup baik (8,90 g/100 g talas mentah), kandungan pati yang mudah dicerna karena berbentuk granula kecil, kadar air cukup tinggi sebesar 77,5 g (Onayemi dan Nwigwe, 1987).

Tomat dan daun jaat hutan merupakan sumber bahan pakan yang disukai selanjutnya. Tomat memiliki rataan konsumsi 81,53 g/ekor/hari, sedangkan daun jaat sebesar 37,06 g/ekor/hari. Daun jaat hutan merupakan sumber pakan yang berasal suku polong-polongan. Berdasarkan hasil analisa proksimat, daun jaat hutan mengandung protein yang tinggi sebesar 35,29% BK, namun SK yang dimiliki juga cukup besar dibandingkan bahan pakan lainnya yaitu sebesar 25,69% BK. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam suatu bahan pakan dapat menurunkan jumlah konsumsi. Farida dan Ridwan (2011) menyatakan bahwa bahan pakan yang mengandung SK yang tinggi di dalam saluran pencernaan memiliki waktu retensi

yang lebih lama dibandingkan bahan pakan yang berserat kasar rendah. Kondisi ini dapat meningkatkan tekanan pada dinding saluran pencernaan yang dapat menurunkan nafsu makan (Church, 1988).

Pelet ikan koi merupakan konsentrat yang ditambahkan dalam ransum K1 yang dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi dalam pakan karena dibuat dari beberapa bahan pakan berkualitas. Penggunaan pelet ikan koi terbukti dapat menurunkan konsumsi pakan lainnya (Tabel 4). Menurut Farida (2007) pada penelitian sebelumnya, pelet hanya digunakan sebagai bahan pakan alternatif oleh landak. Berdasarkan hasil perhitungan konsumsi bahan segar, landak jawa lebih menyukai bahan pakan berair atau memiliki kadar air yang cukup tinggi. Bengkuang, jagung manis, pisang siam dan talas belitung merupakan bahan pakan yang memiliki kadar air yang tinggi (Tabel 2) dan memiliki rasa manis. Kondisi ini menunjukkan bahwa air dalam pakan digunakan sebagai sumber air utama bagi landak, karena selama penelitian ini, landak jawa tidak banyak mengkonsumsi air minum yang disediakan.

Konsumsi Bahan Kering

Hewan mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan. Tingkat konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hewan, jenis pakan dan lingkungan. Church dan Pond (1988) menambahkan bahwa daya tampung saluran pencernaan yang terbatas juga mempengaruhi konsumsi bahan kering (BK). Konsumsi BK dari masing-masing pakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Dari Tabel 5 terlihat penambahan pelet ikan koi nyata meningkatkan konsumsi BK total (P<0,05), sebaliknya tidak terjadi peningkatan konsumsi BK dari setiap jenis bahan pakan. Konsumsi BK daun jaat hutan, bengkuang, talas belitung, jagung manis dan tomat dari perlakuan K0 lebih besar dari K1. Rataan konsumsi pisang siam hampir sama jumlahnya pada kedua perlakuan (K0 dan K1). Church dan Pond (1988) menambahkan bahwa tingkat konsumsi dapat dipengaruhi oleh palatabilitas yang meliputi tekstur, bau, rasa dan suhu dari lingkungan.

Tabel 5. Rataan Konsumsi Bahan Kering pada Perlakuan Kontrol (K0) dan dengan Penambahan Pelet Ikan Koi (K1)

Peubah Perlakuan KO K1 Rataan Betina (n=3) Jantan (n=1) Rataan (n=4) Rataan Betina (n=2) Jantan (n=1) Rataan (n=3) - - - - (g/ ekor/ hari) - - - Daun Jaat Hutan 7,30 ± 1,55 9,91 7,96 ± 1,82 7,08 ± 0,82 5,91 6,69 ± 0,89 Bengkuang 33,79 ± 0,64 38,03 34,09 ± 3,15 33,62 ± 4,34 25,16 30,80 ± 5,77 Talas Belitung 10,75 ± 2,16 15,96 12,05 ± 3,15 10,27 ± 4,13 13,66 11,40 ± 3,51 Tomat 5,18 ± 0,17 7,13 5,67 ± 0,99 6,00 ± 0,37 4,88 5,63 ± 0,70 Pisang Siam 71,16 ± 0,39 71,38 71,21 ± 0,34 71,37 ± 0,03 71,38 71,37 ± 0,02 Jagung Manis 82,28 ± 4,90 102,43 87,32 ± 10,84 89,51 ± 2,27 82,83 87,28 ± 4,18 Pelet ikan koi - - - 55,38 ± 3,26 31,68 47,48 ± 13,88 Total Konsumsi BK 209,46 ± 8,91 244,85 218,30 ± 19,13 273,23 ± 1,77 B 235,49 260,65 ± 21,82 A

Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama me nunjukkan beda nyata (P<0,05). BK = Bahan Kering

Menurut Church dan Pond (1988), salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan adalah palatabilitas. Pada Tabel 5 terlihat bahwa landak lebih menyukai pakan K0 dibandingkan K1.

Rataan konsumsi BK memiliki hasil yang berbeda dengan bahan segar. Jagung merupakan bahan pakan yang paling banyak dikonsumsi berdasarkan BK (Gambar 6), yang berarti bahwa jagung adalah bahan pakan paling palatable bagi landak. Jagung diberikan bersama dengan tongkolnya sehingga membuat landak suka menggerogotinya. Landak merupakan hewan pengerat sehingga membutuhkan media untuk mengasah giginya sesuai dengan kebiasaan di habitat aslinya. Bartos (2004) melaporkan bahwa di alam landak akan menggerogoti akar, batang pohon dan tulang bangkai hewan untuk mengasah giginya dan mendapatkan kalsium untuk pertumbuhan duri-durinya. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah kadar BK. Jagung manis, pisang siam dan pelet ikan koi adalah bahan pakan yang memiliki kadar BK paling tinggi dibandingkan bahan pakan yang lainnya (Tabel 2).

Konsumsi Zat Makanan

Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas hewan adalah konsumsi bahan pakan yang meliputi kuantitas dan kualitas pakan. Nutrisi yang dibutuhkan hewan bervariasi antar jenis dan umur fisiologis. Nutrisi adalah semua unsur dalam pakan yang menunjang kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, laktasi dan reproduksi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi hewan adalah jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan dan aktivitas fisik hewan. Rataan konsumsi zat-zat makanan oleh landak dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari Tabel 6 terlihat penambahan pelet ikan koi ke dalam ransum K1 nyata meningkatkan (P<0,05) rataan konsumsi BK, abu, BO, PK, LK, SK, Ca dan P. Konsumsi kadar abu yang tinggi ini diduga berasal dari mineral seperti Ca, Na, K dan P, sehingga dapat meningkatkan kandungan mineral tersebut dalam ransum K1 dan memperbaiki konsumsi abu atau mineral. Hasil penelitian Farida dan Ridwan (2011) sebelumnya menunjukkan bahwa nilai abu yang didapatkan lebih kecil dibanding penelitian ini. Mineral kalsium yang terdapat pada abu dibutuhkan landak untuk pertumbuhan durinya (Bartos, 2004). Jumlah konsumsi kalsium pada penelitian ini masih dibawah jumlah penelitian sebelumnya (Farida dan Ridwan, 2011) dengan penambahan pelet formula hingga 100 gram. Landak di habitat aslinya mendapatkan kalsium dengan sesekali memakan tulang dari bangkai hewan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan durinya (Bartos, 2004).

Tabel 6. Rataan Konsumsi Zat-Zat Makanan Landak Jawa yang Dipelihara Selama 68 Hari dengan Perlakuan Pakan kontrol (K0) dan dengan Penambahan Pelet Ikan Koi (K1)

Zat - Zat Makanan Perlakuan K0 K1 Jantan (n=1) Rataan Betina (n=3) Rataan (n=4) Jantan (n=1) Rataan Betina (n=2) Rataan (n=3) - - - (g/ ekor/ hari) - - - BK 244,85 209,46 ± 8,91 218,30 ± 19,13B 235,49 273,23 ± 1,77 260,65 ± 21,82 Abu A 14,77 12,07 ± 0,84 12,75 ± 1,51B 17,82 22,51 ± 0,90 20,95 ± 2,79 BO A 220,16 190,08 ± 7,56 197,60 ± 16,26B 211,77 242,45 ± 3,37 232,22 ± 17,87 PK A 28,56 22,88 ± 1,45 24,30 ± 3,08B 30,21 37,76 ± 0,23 35,24 ± 4,37 LK A 9,60 7,80 ± 0,45 8,25 ± 0,97B 9,56 11,51 ± 0,24 10,86 ± 1,14 SK A 13,55 11,07 ± 0,67 11,69 ± 1,35B 13,53 16,91 ± 0,35 15,78 ± 1,97 BETN A 175,97 153,87 ± 5,53 159,40 ± 11,94A 162,96 149,93 ± 41,95 154,28 ± 30,60 GE B (kal/e/h) 10.441,26 8.822,12 ± 412,78 9.226,91 ± 876,92 10.042,53 11.792,50 ± 108,82 11.209,18 ± 1013,27 Ca 0,41 0,34 ± 0,02 0,36 ± 0,04B 0,90 1,35 ± 0,02 1,20 ± 0,27 Phosfor A 0,85 0,69 ± 0,04 0,73 ± 0,08B 0,99 1,27 ± 0,01 1,18 ± 0,16A Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya pengaruh perlakuan

(P<0,05). BK = Bahan Kering; BO = Bahan Organik; PK = Protein Kasar; LK = Lemak Kasar; SK = Serat Kasar; BETN = Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen; GE = Gross Energy. Rataan konsumsi BO oleh landak meningkat pada perlakuan K1 (232,22 g/ekor/hari). Peningkatan ini mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh nyata (P<0,05) terhadap perlakuan penambahan pelet ikan koi (K1) yang berkaitan dengan kandungan BO pelet ikan koi dan konsumsi BK (Tabel 2). Protein merupakan suatu zat makanan (nutrien makro) yang sangat penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Rataan konsumsi protein pada perlakuan K1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap terhadap perlakuan K0. Hal ini dikarenakan penambahan pelet ikan koi pada K1 yang merupakan pelet dengan kadar protein yang cukup tinggi (25,05% BK) dan berdasarkan konsumsi BK-nya. Landak pada K1 mengkonsumsi BK lebih banyak daripada landak K0. Harfiah (2005) menambahkan bahwa konsumsi PK pakan akan sejalan dengan konsumsi BK, sedangkan menurut Amrullah (2002), bahan pakan yang mengandung protein tinggi dan serat kasar rendah akan meningkatkan nafsu makan karena mudah dicerna.

Begitu pula dengan rataan konsumsi LK yang nyata meningkat pada perlakuan K1 (P<0,05). Hasil penelitian ini lebih tinggi konsumsi LK dibandingkan

dengan penelitian Farida dan Ridwan (2011). Dari semua zat makanan yang berasal dari nutrien makro, LK menempati jumlah konsumsi yang paling rendah. Rendahnya konsumsi LK ini diduga disebabkan oleh rendahnya kandungan LK dari bahan pakan yang berasal dari buah-buahan.

Konsumsi SK pada K1 nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan K0 yang mengindikasikan bahwa penambahan pelet ikan koi ke dalam ransum dapat meningkatkan konsumsi SK. Beberapa bahan pakan seperti talas belitung, daun jaat hutan, tomat dan pelet ikan koi mengandung SK yang lebih tinggi daripada pakan lainnya (Tabel 2) dan membuat konsumsi total SK perlakuan K1 lebih tinggi dibandingkan K0. Kandungan SK yang terlalu tinggi pada bahan pakan kurang baik karena akan menghambat digesti pakan di dalam alat pencernaan dan menyebabkan penurunan konsumsi pakan. Kemampuan landak mengkonsumsi SK rendah dikarenakan landak adalah satwa monogastrik yang tidak memiliki rumen seperti ruminansia lainnya yang dapat mengkonsumsi SK dalam jumlah banyak karena kapasitas rumen yang besar dan di dalam rumen terdapat mikroba yang mampu mencerna pakan dengan SK tinggi. Proses fermentasi SK oleh mikroba pada landak terjadi di dalam sekum yang terletak sesudah usus halus, sehingga manfaat produk fermentasi SK pada hewan monogastrik akan lebih rendah daripada di dalam rumen (Church, 1988).

BETN merupakan fraksi karbohidrat yang mudah dicerna karena mengandung bahan yang terdiri dari pati, fruktosa, resin dan asam organik yang digunakan sebagai sumber energi dan mudah dimanfaatkan oleh ternak. Tinggi rendahnya nilai BETN umumnya berbanding lurus dengan tingkat kecernaan suatu bahan makanan. Penambahan pelet ikan koi menurunkan konsumsi BETN yang dikarenakan oleh kandungan BETN dan konsumsi BK pakan.

Penambahan pelet ikan koi dalam ransum meningkatkan konsumsi GE, tetapi secara statistik tidak berpengaruh. Konsumsi GE pada penelitian ini lebih rendah daripada penelitian sebelumnya (Farida dan Ridwan, 2011). Energi yang dihasilkan tubuh akan digunakan untuk hidup pokok dan produksi. Menurut Anggorodi (1994), suhu lingkungan akan mempengaruhi pola pakan, energi yang dihasilkan akan digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh melalui proses thermoregulasi. Church (1976) menambahkan bahwa hewan dengan tingkat produksi tinggi akan

membutuhkan energi untuk proses produksi dan pada masa pertumbuhan akan mengkonsumsi pakan dalam jumlah banyak karena hewan membutuhkan asupan energi yang cukup untuk pertumbuhan. Landak yang digunakan oleh Farida dan Ridwan (2011) berumur 3 - 6 bulan sehingga konsumsi GE lebih tinggi dibandingkan penelitian ini karena landak dalam masa pertumbuhan.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertambahan bobot badan (PBB) merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan hewan. Pertumbuhan tersebut meliputi bentuk dan berat jaringan seperti otot, tulang, jantung dan semua jaringan tubuh lainnya. Pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum pada landak jawa dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Konsumsi Bahan Kering, Bobot Badan (Awal dan Akhir), Pertambahan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan Harian, dan Efisiensi Penggunaan Ransum Landak Jawa yang Dipelihara Selama 68 Hari dengan Perlakuan Pakan kontrol (K0) dan dengan Penambahan Pelet Ikan Koi (K1)

Peubah Perlakuan K0 K1 Jantan (n=1) Rataan Betina (n=3) Rataan (n=4) Jantan (n=1) Rataan Betina (n=2) Rataan (n=3) Konsumsi BK (g/ekor/hari) 244,85 209,46 ± 8,91 218,30 ± 19,13B 235,49 273,23 ± 1,77 260,65 ± 21,82A BB Awal (g) 6.600 5.900 ± 0,100 6.075 ± 0,359 6.200 6.600 ± 0,283 6.467 ± 0,306 BB Akhir (g) 9.200 6.933 ± 0,586 7.500 ± 1,230 7.000 7.750 ± 0,212 7.500 ± 0,458 PBB (g/ekor) 2.600 1.033 ± 0,513 1.425 ± 0,888 800 1.150 ± 0,495 1.033 ± 0,404 PBBH (g/ekor/hari) 38,235 15,196 ± 7,546 20,956 ± 13,064 11,765 16,912 ± 7,279 15,196 ± 5,943 EPR (%) 15,616 7,211 ± 3,369 9,313 ± 5,023 4,996 6.918 ± 2,704 5,798 ± 2,034 Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya pengaruh perlakuan

yang nyata (P<0,05). BK = Bahan Kering, BB = Bobot Badan, PBB = Pertambahan Bobot Badan, PBBH = Pertambahan Bobot Badan Harian, dan EPR = Efisiensi Penggunaan Ransum.

Berdasarkan hasil pengamatan terjadi peningkatan bobot badan pada semua landak, namun secara statistik tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada bobot badan landak yang diberi tambahan pelei ikan koi. Gambar 7 menunjukkan bahwa penambahan pelet ikan koi meningkatkan pertambahan bobot badan (P<0,05) pada minggu 4, pertambahan bobot badan masih terjadi setelah minggu ke 6 hingga 10 walaupun peningkatan tidak terjadi secara nyata. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa landak yang berumur antara 12 – 18 bulan dengan pakan tambahan berupa pelet ikan koi dapat meningkatkan bobot badan lebih cepat selama pemeliharaan. Anggorodi (1994) menambahkan bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh konsumsi pakan. Ransum yang memiliki nilai nutrisi tinggi serta sesuai dengan kebutuhan hidup hewan dan memiliki tingkat palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot badan hewan. Landak yang diberi pakan kontrol juga mengalami pertambahan bobot badan, namun pertambahan bobot badan tersebut lebih rendah daripada pertambahan bobot badan landak yang diberi pakan kontrol dan pelet ikan koi. Landak yang diberi pakan kontrol akan mempunyai bobot badan yang sama dengan landak yang diberi pakan kontrol dan pelet ikan koi saat pemberian pada minggu 10.

Gambar 7. Grafik Bobot Hidup Kumulatif Landak Selama 10 Minggu Pemeliharaan

Berdasarkan konsumsi bahan kering terlihat bahwa penambahan pelet ikan koi meningkatkan jumlah konsumsi bahan kering landak (Gambar 8), namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata. Konsumsi bahan kering pakan yang diberi pakan kontrol dan pelet ikan koi lebih berfluktuasi dengan tingkat konsumsi

yang menurun dan mencapai tingkat minimum pada pemeliharaan minggu ke 6, konsumsi bahan kering meningkat kembali pada pemeliharaan 8 minggu dan menurun pada pemeliharaan 10 minggu. Pada landak yang diberi pakan kontrol, konsumsi bahan kering menurun dari pemeliharaan minggu 2 hingga minggu 10.

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa pemberian pelet ikan koi dapat diberikan kepada landak dan memberikan efek positif pada pemeliharaan 0 hingga 8

Dokumen terkait