• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Pelet Ikan Koi Ke Dalam Ransum Terhadap Performa Landak Jawa (Hystrix javanica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Pelet Ikan Koi Ke Dalam Ransum Terhadap Performa Landak Jawa (Hystrix javanica)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

TAUFIK PRAYUDI. D14080001. 2013. Pengaruh Penambahan Pelet Ikan Koi

ke dalam Ransum Terhadap Performa Landak Jawa (Hystrix javanica). Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rudy Priyanto Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Wartika Rosa Farida

Rusaknya habitat asli dan perburuan liar landak jawa (Hystrix javanica) yang dilakukan oleh masyarakat menyebabkan populasinya menurun dan terancam punah. Keadaan ini diperparah dengan pembukaan lahan hutan untuk kepentingan manusia yang membuat habitatnya semakin sempit. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian landak jawa adalah konservasi secara eks-situ. Konservasi ini dilakukan untuk mendomestikasikan landak jawa agar dapat dijadikan salah satu hewan ternak. Informasi tentang performa hewan yang meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, efisiensi penggunaan ransum dan kebutuhan zat makanan sangat terbatas, padahal performa hewan dapat menjadi gambaran dan informasi untuk tahap pemeliharaan lanjutan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari performa landak jawa dengan penambahan pelet ikan koi ke dalam ransum. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian pakan kontrol ditambahkan ampas kurma dan pelet ikan koi dapat menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan landak yang cukup baik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana pemberian pakan alami dengan penambahan pelet ikan koi terhadap performa landak jawa.

Penelitian ini dilakukan di Penangkaran Mamalia Kecil, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi - LIPI Cibinong, Kabupaten Bogor dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2011. Materi yang digunakan adalah tujuh ekor landak jawa berumu antara 12 – 18 bulan yang terdiri dari dua ekor jantan dan lima ekor betina. Landak yang digunakan berasal dari kandang penangkaran LIPI dan beberapa diambil dari alam. Kisaran bobot badan awal yang digunakan yaitu 5,8-6,8 kg dengan koefisien keragaman sebesar 5,98%. Landak diberikan dua taraf perlakuan pakan yaitu pakan kontrol (K0) dan K0 ditambahkan pelet ikan koi (K1). Bahan pakan alami yang diberikan (K0) terdiri dari daun jaat hutan (Phaseolus sp.) sebanyak 50 g, bengkuang (Phachyrizus erosus) sebanyak 300 g, talas belitung (Clocasia esculenta) sebanyak 200 g, pisang siam (Musa sp.) sebanyak 150 g, tomat (Lycopersicum esculentum) sebanyak 100 g, jagung manis (Zea mays) sebanyak 200 g; sedangkan untuk perlakuan K1 adalah K0 dan pelet ikan koi sebanyak 80 g. Ukuran performa ternak dapat dilihat dari konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian (PBBH), efisiensi penggunaan ransum (EPR) dan kebutuhan zat makanan. Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu dengan menggunakan rataan dan standar deviasi, kemudian data dianalisis lanjut menggunakan uji-T untuk membandingkan kedua perlakuan tersebut.

(2)

konsumsi abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, mineral kalsium (Ca) dan fosfor (P), namun tidak mempengaruhi konsumsi BETN

(3)

ABSTRACT

The Effetcs of Koi Fish Pelleted Addition to Ration on The Performance of Javan Porcupine (Hystrix javanica)

Prayudi, T., Priyanto, R., and Farida, W. R.

Javan porcupine (Hystrix javanica) is one of the endengered species due to hunting by local communities for commercial purpose. An alternative methode to preserve the species is domestication through ex-situ breeding, and feeding is one important factor that contribute obviously successful domestication. The experiment was conducted to study the effect of koi fish pellet added into control feed on the performance of javan porcupine. The experiment used eight javan porcupines; four animals where given control feed (K0) consisting of forest jaat leaf, yam, taro belitung, tomato, siamesse banana and sweet corn, and the other animals were given control feed and koi fish pellet feed (K1). The data were analyzed descriptively and differences between treatment means were determined using T-test. The results showed that the addition of koi fish pellet into control ration increased significantly (P<0.05) total dry matter intake but daily gain, feed efficiency and final body weight of javan porcupine were not significantly affected by such addition.

(4)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna. Kekayaan ini merupakan aset bangsa yang harus dijaga kelestariannya demi kepentingan masa depan Indonesia. Fauna yang ada di Indonesia khususnya pulau Jawa sangatlah beragam. Salah satu fauna endemik pulau Jawa adalah landak jawa (Hystrix javanica), namun kelestariannya terancam punah disebabkan oleh rusaknya habitat dan perburuan liar. Landak merupakan salah satu satwa liar rodentia yang aktif pada malam hari (nocturnal). Sebagian tubuh yang berduri merupakan ciri utama satwa ini dan dapat hidup dalam waktu yang lama (Jori et al., 2002).

Satwa liar yang ada di Indonesia telah dilindungi oleh undang-undang, namun perburuan liar terus terjadi untuk tujuan komersial, sehingga populasi satwa liar semakin menurun. Keadaaan ini semakin diperparah dengan pembukaan hutan untuk pemukiman, pariwisata atau industri yang menyebabkan habitat satwa liar semakin rusak. Satwa liar seperti landak sering dijadikan bahan pangan sumber protein bagi manusia dan dipercaya berkhasiat sebagai obat tradisional, diantaranya untuk mencegah terjadinya keropos tulang, hati dan empedunya dapat menghilangkan sakit asma. Gerusan durinya dipercaya meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Komunikan, 2011) serta abu duri landak hasil pembakaran dapat mengobati sakit gigi (Karpetbasah, 2012). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan satwa adalah konservasi eks-situ atau penangkaran diluar habitat aslinya, tujuannya yaitu domestikasi atau penjinakan satwa liar dengan memenuhi kebutuhan satwa layaknya di habitat aslinya.

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari penggunaan pakan tambahan berupa pelet ikan koi ke dalam pakan kontrol. Kandungan nutrisi yang ada dalam pelet ikan koi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan nutrisi bagi

(5)

Tujuan

(6)

TINJAUAN PUSTAKA Landak

Landak merupakan salah satu satwa yang saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai penghasil daging alternatif dan obat tradisional khususnya di daerah Jawa Timur. Daerah penyebaran landak di Indonesia terbagi atas tiga pulau yaitu landak raya (Hystrix brachyura) di pulau Sumatera dan Kalimantan, landak jawa (Hystrix javanica) endemik di pulau Jawa dan landak butun (Hystrix crassispinis) di pulau Kalimantan. Bagian tubuh dari landak banyak ditumbuhi oleh duri yang berbentuk pipih dan agak membulat, kasar dan berdiri tegak (Gambar 1). Bulu landak ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri. Pada umumnya seekor landak mampu berlari kencang untuk menghindari pemangsa. Namun jika terdesak, landak akan berhenti dan mengembangkan bulu-bulunya yang menyerupai duri yang terdapat pada kulit bagian atas. Duri pada landak merupakan rambut yang termodifikasi menjadi besar dan mengeras yang tersusun dari bahan yang sama dengan rambut yaitu keratin, sejenis protein (Sastrapradja, 1996).

(7)

Menurut International Union For The Conservation of Nature/IUCN (2011), taksonomi dari landak jawa diklasifikasikan menjadi :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Familia : Hystricidae Genus : Hystrix

Spesies : Hystris Javanica F. Cuvier, 1823.

Morfologi

Landak jawa secara umum memiiki ukuran panjang tubuhnya 37 sampai 47 cm, panjang ekor 23 sampai 36 cm dengan berat antara 5-16 kg, bentuk tubuhnya agak bulat dan bergeraknya lambat. Satwa ini mempunyai tubuh yang tegap,

berkepala kecil, telinga kecil, kaki pendek, serta ekor pendek dan tebal. Kaki depan landak jawa memiliki empat jari dan kaki belakang memiliki lima jari. Pada habitat aslinya landak mampu bertahan hidup hingga 27 tahun (Yong, 2008). Landak memiliki ciri tubuh yang berduri panjang pada bagian belakang jika dibandingkan dengan bagian lain. Bagian tubuh dari landak banyak ditumbuhi oleh duri yang berbentuk pipih termasuk sedikit yang bulat, kasar dan berdiri tegak.

Landak memiliki sisik pada ekor bagian tengah dan bagian ujung ekornya terdapat banyak duri yang agak kasar. Pada bagian kepala, kaki dan bawah badannya terdapat duri-duri yang halus serta lembut. Bagian atas badan landak berwarna kelabu gelap dan ujung durinya berwarna putih. Ujung ekornya berwarna putih kuning kehitaman. Ekor pendek dengan dua tipe duri. Pertama adalah duri lancip, panjang, berwarna hitam dan putih. Kedua adalah duri bagian ekor yang menggerincing, yang di dalamnya berlubang ujung terbuka dan berbentuk silinder (Suwelo et al., 1978).

(8)

20 gigi (Sukiya. 2005). Cerviks pada landak terdapat rambut dan belum ditumbuhi duri. Pada kulit thorak, selain ditumbuhi rambut juga mulai tumbuh duri-duri yang pendek. Pada kulit bagian abdomen, duri-duri cukup panjang-panjang dan tebal. Sedangkan pada bagian glutea, duri-duri pendek, namun tebal dan cenderung patah. Landak memiliki kaki yang relatif pendek seperti marmut. Bagian abdomen terdapat papilla mamae (puting susu) (Vaughan, 1978).

Habitat dan Penyebaran

Landak Jawa merupakan satwa liar yang memiliki habitat di daerah hutan. Landak memiliki kebiasaan membuat lubang di bagian bawah tanah dan di bawah akar pepohonan sebagai tempat hidupnya. Penyebaran landak Jawa yang ada di Indonesia meliputi pulau Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Hewan ini hidup di semua tipe hutan, di Kalimantan landak lebih senang tinggal di semak-semak atau padang rumput yang tinggi, dataran rendah maupun pegunungan, sedangkan di

Sumatera hidup di hutan belukar (Suwelo et al., 1978).

Reproduksi

Landak merupakan salah satu hewan yang memiliki tingkat reproduksi yang sangat baik. Kematangan seksual dicapai pada waktu 11 bulan untuk betina dan satu tahun untuk jantan. Betina akan dibawa ke paddock jantan pada saat ingin dikawinkan. Kebuntingan landak berlangsung antara 100 dan 110 hari atau sekitar tiga setengah bulan (Rahm, 1962) dan betina yang gagal kawin dipisahkan dari jantan setelah kawin untuk mencegah kanibalisme keturunan. Kesuburan pada betina sangat tinggi, mencapai tingkat keberhasilan lebih dari 80% (Edderai dan Houben, 2000). Waktu yang diperlukan landak selama bunting sekitar 112 hari. Setelah anak itu lahir, tubuh anak sangat lemah sampai umur 10 hari. Induk landak akan mengasuh anaknya selama 3 bulan. Setelah lebih dari 3 bulan landak akan mulai belajar mencari makan (Orr, 1976). Selain itu, anak landak sangat aktif sejak satu jam pertama dilahirkan. Waktu menyapih dapat dilakukan pada usia 45 hari dan dapat mencapai berat komersial (2,5 sampai 12 kg) pada usia 10 bulan. Seperti halnya mamalia lain, landak memiliki organ urogenital berupa ren (ginjal), ureter, vesica urinaria, pada jantan terdapat : uterus masculine, ductus deferens, testis,

(9)

cervick, dan porus genetalia. Kedua ovarium pada landak betina berfungsi untuk menghasilkan ovum.

Pengelolaan Satwa Liar

Satwaliar adalah binatang yang hidup di dalam ekosistem alam (Bailey, 1984). Pemanfaatan satwaliar saat ini meliputi kegiatan penelitian, pendidikan, pariwisata dan rekreasi, bahkan jika memungkinkan untuk komoditi ekspor. Program perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan satwaliar seperti ini disebut konservasi. Kegiatan konservasi dapat dibedakan ke dalam konservasi in-situ dan konservasi ex-situ. Konservasi in-situ merupakan konservasi satwaliar yang dilakukan di habitat aslinya, dan konservasi ex-situ dilakukan di luar habitat aslinya, termasuk habitat buatan. Pengelolaan satwaliar berkepentingan dengan pengelolaan habitat, termasuk vegetasi, makanan, air dan penyakit. Tujuan dari semua pengelolaan satwaliar pada umumnya adalah untuk melakukan pengendalian

terhadap kelimpahan dan penyebaran spesies.

Tingkah Laku Satwa

Tingkah laku satwa merupakan suatu kondisi penyesuain hewan terhadap lingkungannya. Setiap hewan atau satwa akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu, hewan atau satwaliar yang telah didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku, yaitu berkurangnya sifat liar dan agresif, musim kawin lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangannya (Craig, 1981). Sifat alamiah dari landak yaitu banyak beraktifitas pada malam hari (nocturnal), sedangkan pada siang hari banyak dilakukan bersembunyi dalam lubang. Kebiasan yang dilakukan landak di alam liar yaitu mengendus-endus tanah dan mengelilingi sarang dengan maksud untuk mendapatkan sumber pakan atau mengantisipasi jika ada bahaya. Vaughan (1978) menyatakan bahwa landak akan menggunakan bulu duri-nya sebagai pelindung atau sebagai senjata apabila dalam keadaan terdesak. Landak merupakan hewan bertulang belakang yang memiliki ordo rodentia yang berarti salah satu hewan pengerat. Hewan pengerat sering kali menggerogoti batu untuk mengurangi pertumbuhan giginya. Landak merupakan hewan possorial sehingga pada saat mencari makan landak sering menggunakan kaki

(10)

Wardi et al. (2011) menyatakan bahwa tingkah laku istirahat merupakan tingkah laku yang paling dominan yang dilakukan pada siang hari. Tingkah laku kawin diperlihatkan dengan ciri-ciri landak jantan mendekati dan berputar mengelilingi betina. Saat sedang kawin landak jantan akan lebih aktif dan agresif dengan cara memutar-mutar ke segala arah di sekitar landak betina dan ekor landak jantan akan bergerak-gerak, sedangkan landak betina cenderung lebih pasif dan jarang bergerak saat kawin, dan hanya sesekali mengikuti gerak landak jantan. Kemudian keduanya saling bergerak dan seolah-olah seperti sedang berkelahi dan keduanya akan menjilati tubuh pasangannya, terutama di bagian leher. Setelah itu landak jantan bergerak dari arah belakang landak betina untuk menungganginya atau yang dikenal dengan istilah mounting (Orr, 1976).

Bahan Pakan dan Pencernaan

Pemilihan pakan yang digunakan harus sesuai dengan sistem pencernaan

ternak karena hal ini akan menunjukkan tingkat palatabilitas dan konsumsinya. Church (1976) menyatakan bahwa hewan sangat selektif dalam menentukan jenis pakannya, sehingga landak akan lebih banyak memakan jenis pakan yang paling disukainya. Faktor tersebut akan dipengaruhi oleh palatabilitas pakan yang menurut Kartadisastra (1997) bahwa palatabilitas pakan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, status fisiologi (umur dan jenis kelamin), konsentrasi nutrisi, bentuk pakan, dan bobot tubuh serta produksi.

Keterangan :

1. Stomach 2. Small intestine 3. Caecum

4. Ascending colon 5. Transverse colon 6. Descending colon

(11)

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan pakan bagi satwa liar adalah tipe saluran pencernaannya. Landak merupakan satwa monogastrik herbivora (Gambar 2). Monogastrik adalah hewan berperut tunggal dan sederhana. Secara umum alat pencernaannya terdiri dari mulut, oesophagus, perut, usus halus, usus besar dan rektum sehingga disebut simple monogastric system. Berdasarkan jenis makanannya maka landak termasuk hewan herbivora atau pemakan tanaman, sehingga jenis pakan yang diberikan dapat berupa daun-daunan, umbi-umbian dan buah-buahan. Selain itu, landak akan sesekali memakan tulang dari bangkai satwa lain untuk mendapatkan kalsium dan mineral untuk pertumbuhan tulang dan duri-durinya (Bartos, 2004).

Alat pencernaan landak lebih pendek dan kurang kompleks serta mengalami modifikasi yang memungkinkan landak dapat menggunakan serat dalam jumlah relatif banyak dibandingkan kelinci. Modifikasi tersebut terletak pada saluran pencernaan setelah usus yaitu cecum yang mengalami pembesaran dan dihuni oleh mikroba yang berfungsi sebagai pencernaan fermentatif. Berdasarkan letak mikroba maka landak termasuk herbivora hindgut fermentor, karena terletak setelah usus halus. Hasil dari fermentasi sebagian besar adalah VFA dan amonia (Sastrapradja, 1996).

Penyusunan ransum hewan harus memperhatikan beberapa aspek penting seperti kebutuhan ternak, ekonomis, applicable (mudah diterapkan atau terpakai), dan batas penggunaan pakan. Pakan dapat dibedakan menjadi konsentrat dan hijauan. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak pada bahan keringnya, sedangkan konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit dibandingkan hijauan dan mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang relatif banyak, tetapi jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Vaughan (1978) bahwa pakan diberikan dengan kuantitas berat pakan sebesar 10% dari berat badannya.

Daun Jaat Hutan (Phaseolus sp.)

(12)

suku ini dikenal karena kemampuannya mengikat (fiksasi) nitrogen langung dari udara (tidak melalui cairan tanah) karena bersimbiosis dengan bakteri tertentu pada akar atau batangnya. Hasil analisis proksimat daun jaat hutan berupa bahan kering 90,39%, kadar abu 8,85%, kadar protein kasar 30,92%, kadar lemak kasar 1,41%, kadar serat kasar 20,02% dan nilai bruto energi sebesar 3928,55 kal/g (Apriyani, 2010).

Bengkuang (Pachyrhizus erosus)

Daging umbi bengkuang berwarna putih, tidak berubah warna jika terkena sinar matahari dan memiliki tekstur renyah berair serta rasa manis (Rubatzsky dan Yamaguchi,1998). Komposisi nutisi bengkuang per 100 gram berupa energy 55 kkal, protein 1,4 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 12,8 g, kalsium 15 mg, phosphor 18 mg, besi 0,6 mg, vitamin C 20 mg, vitamin B1 0,04 mg, dan air 85,1 gr. Kandungan kimianya adalah pachyrhizon, rotenone, vitamin B1, dan vitamin C. Selain itu,

mineral yang terkandung dalam bengkuang yang paling dominan adalah fosfor, dan zat besi, serta kalsium. Umbinya mengandung gula dan fosfor serta kalsium. Umbi ini juga memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 86% - 90%. Rasa manis berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin, yang tidak dapat dicerna tubuh manusia.

Jagung Manis (Zea mays)

(13)

Talas Belitung (Colocasia esculenta)

Taksonomi tumbuhan talas diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledone, ordo Arales, famili Araceae, genus Colocasia, spesies Colocasia esculenta. Menurut Ali (1996), komposisi kimia talas bervariasi tergantung pada jenis, usia dan tingkat kematangan. Komposisi kimia talas per 100 g bahan berupa kadar air 77,5 g, kadar abu 1,17 g, kadar protein 8,90 g, kadar lemak 0,20 g, kadar serat kasar 0,80 g, kadar karbohidrat 19 g, kadar pati 77,9 g, phosphor 64 mg, kalsium 32 mg, vitamin C 10 mg, vitamin B1 0,18 mg, dan vitamin A 20 mg. Bagian tanaman talas berupa umbi berpotensi sebagai sumber karbohidrat yang cukup tinggi yaitu sebesar 19 g per 100 g talas mentah. Umbi talas juga mengandung lemak sebesar 0,20 g per 100 g bahan, kadar protein 8,90 g per 100 g bahan, kadar vitamin dan mineral dalam jumlah sedikit. Kadar air umbi talas cukup tinggi yakni sebesar 77,5 g per 100 g bahan.

Umbi talas merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan protein yang baik, kandungan pati yang mudah dicerna, bebas gluten, kaya akan tiamin, niacin, riboflavin dan vitamin C. Bentuk granula pati yang kecil pada pati talas yang menyebabkan talas menjadi mudah dicerna. Vitamin yang terkandung pada umbi talas adalah vitamin A, B1 dan sedikit vitamin C (Muchtadi dan Sugiyono, 2002). Umbi talas tidak mengandung gluten sehingga merupakan sumber karbohidrat yang baik (Aprianita et al., 2009).

Pisang (Musa sp.)

Pisang merupakan bahan pangan sumber karbohidrat (Adeniji dan Tenkuano, 2008). Pati yang terdapat pada pisang dapat digunakan sebagai bahan substitutisi untuk pati yang bersumber dari bahan lain seperti kentang, jagung dan gandum. Karbohidrat yang terdapat pada pisang sebagian besar merupakan glukosa, fruktosa dan sukrosa (Simmonds, 1966). Perbandingan glukosa, fruktosa dan sukrosa pada buah yang telah matang adalah 20, 15, dan 65. Fruktosa merupakan karbohidrat dengan indeks glikemik rendah yang dapat menyediakan cadangan energi bagi tubuh karena tidak cepat dicerna. Selain itu, pisang juga merupakan bahan pangan yang kaya akan sumber mineral seperti kalium, fosfor, besi, magnesium dan kalsium serta

(14)

A. Komponen zat makanan per 100 gram bahan pisang musa yaitu energi 268 kkal, protein 4,3 g, lemak 12,6 g, karbohidrat 58,1 g, kalsium 20,4 g, fosfor 44,2 g, besi 1,6 g, dan vitamin A 17 IU (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, 1972).

Tomat (Lycopersicum esculentum)

Berdasarkan ilmu botani, tanaman tomat (Lycopersicum esculentum) termasuk ke dalam famili Solanaceae dan ordo Tubiflorae dari kelas Dicotyledonae dalam divisi Spermatophyta (sub divisi Angiospermae). Buah tomat adalah buah buni (beri) berdaging, permukaannya agak berbulu ketika masih muda, tetapi halus ketika matang. Warna buah matang biasanya merata adalah merah, merah jambu, jingga muda, jingga kuning, atau belum berwarna. Warna merah disebabkan oleh pigmentasi likopen, warna kuning disebabkan karotenoid. Warna pertengahan disebabkan oleh perbedaan nisbah pigmen ini dalam kombinasi dengan warna kulit buah (Rubatzsky et al., 1999).

Pelet Ikan Koi

Ransum dalam bentuk pelet merupakan ransum yang terdiri dari bahan-bahan baku yang diolah melalui proses mekanik, yaitu dipadatkan dan ditekan oleh roller dan die, sehingga membentuk silinder atau batangan kecil. Dozier (2001) menyatakan bahwa ransum dalam bentuk pelet dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi dalam pakan, mempermudah penanganan sehingga menurunkan biaya produksi dan mengurangi penyusutan. Pengolahan pakan menjadi pelet dapat meningkatkan konsumsi pakan karena pelet merupakan pakan yang telah mengalami proses pemotongan dan penggilingan sehingga ukuran partikel berkurang. Pakan dalam bentuk pelet menyediakan komposisi nutrien yang lebih lengkap bagi ternak karena diformulasikan dari campuran beberapa bahan pakan. Proses pemanasan memicu timbulnya gelatinasi pati yang membantu pengikatan partikel dalam pembentukan pelet, hal ini dapat meningkatkan kecernaan pati (Cheeke, 2005).

Konsumsi Pakan

(15)

kebutuhan hidup pokok dan produksi, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi maka akan dapat ditentukan kadar zat suatu makanan dalam ransum guna memenuhi kebutuhan pokok dan produksi.

Pakan yang berkualitas baik akan memiliki tingkat konsumsi yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan pakan berkualitas rendah. Kualitas pakan dapat dilihat dari kandungan zat makanan dan palatabilitasnya (Parakkasi, 1999).

Pertambahan Bobot Badan (PBB)

Anggorodi (1994) menyatakan bahwa pertumbuhan adalah pertambahan bentuk dan berat jaringan-jaringan seperti otot, tulang, jantung dan semua jaringan tubuh lainnya. Kemampuan untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan.

Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu (1) Jenis pakan yang diberikan, pakan dengan jenis bahan segar akan lebih disukai oleh hewan

(16)

yang memiliki tingkat produksi tinggi akan mengkonsumsi pakan dalam jumlah besar karena membutuhkan energi untuk proses produksi (Church, 1976).

Efisiensi Penggunaan Ransum (EPR)

Efisiensi penggunaan ransum dapat dihitung berdasarkan perbandingan rata-rata pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) dengan rata-rata-rata-rata konsumsi ransum (g/ekor/hari). Anggorodi (1994) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan makanan dapat mempengaruhi EFR adalah suhu, gerak laju makanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik ransum, komposisi dan keseimbangan zat nutrisi ransum. Palatabilitas juga mempengaruhi efisiensi penggunaan ransum.

Konversi pakan sangat baik digunakan sebagai pegangan efisiensi produksi karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Keefisienan ransum dapat dilihat dari nilai konversi pakan, semakin rendah angka konversi maka efisiensi penggunaan ransum semakin tinggi. Pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan

(17)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Penangkaran Mamalia Kecil, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Cibinong, Kabupaten Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2011.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan tujuh ekor landak jawa berumur antara 12 – 18 bulan. Landak diberikan dua perlakuan yaitu perlakuan pakan kontrol dan perlakuan pakan kontrol ditambahkan pelet ikan koi. Landak yang diberi perlakuan pakan kontrol terdiri dari empat ekor (tiga betina dan satu jantan) dan tiga ekor lainnya (dua betina dan satu jantan) diberi perlakuan pakan kontrol ditambah pelet ikan koi.

Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran panjang 2,25 meter, lebar 1,95 meter dan tinggi 2,50 meter. Kandang berdinding kawat loket dan berlantai beton. Atapnya terbuat dari genteng. Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah timbangan digital, timbangan hewan, thermohygrometer, kantung plastik, oven, blender, label, desikator, tanur listrik, soxtec systrem, fiber extractor, bomb calorimeter, nampan plastik, sapu lidi, serokan, selang untuk membersihkan kandang landak setiap pagi, pisau dan alat tulis.

(18)

Pakan

Pakan yang diberikan terdiri dari dua jenis ransum (Tabel 1), yaitu pakan kontrol (K0) dan pakan kontrol dengan penambahan pelet ikan koi (K1). Pelet ikan

koi merupakan pelet komersial yang terbuat dari bahan-bahan seperti fish meal, wheat flour, soybean meal, pollard, fish oil, choline chloride, vitamin dan mineral. Kandungan nutrisi dari pelet ikan koi sebesar PK 21%, LK 3-5%, SK 4-6%, Abu 5-8% dan Kadar Air 10% - 12%. Kandungan zat-zat makanan dalam setiap jenis pakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Pakan Penelitian

Bahan Pakan Pakan kontrol

(K0)

Pakan kontrol + pelet ikan

koi (K1)

Tabel 2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penelitian (% BK)

Bahan Pakan BK Abu BO PK LK SK BETN GE Ca P

(19)

Gambar 4. Daun Jaat Hutan Gambar 5. Pelet Ikan Koi

Metode Prosedur Penelitian

Landak sebelum dimasukkan ke dalam kandang ditimbang sebagai penimbangan awal (periode ke-0). Penimbangan bobot badan landak dilakukan pada pagi hari sebelum pemberian pakan. Selama 12 hari adalah masa adaptasi pakan (preliminary) dan masa koleksi data selama 70 hari (10 minggu). Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pada pukul 08.30 WIB setelah kandang dibersihkan dan pada pukul 16.30 WIB. Penimbangan sisa dari setiap jenis bahan pakan dilakukan pada keesokan harinya. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap dua minggu sekali selama 10 minggu.

Rancangan dan Analisis Data

Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan pemberian pakan yang berbeda yaitu: 1. K0 = Pakan kontrol.

2. K1 = Pakan kontrol + pelet ikan koi.

Data yang diperoleh dari pengamatan dianalisis secara deskriptif. Metode ini digunakan karena jumlah materi yang terbatas. Pengolahan data dilakukan dengan mendeskripsikan data berupa tabel atau grafik hasil penelitian ke dalam suatu kalimat sekaligus menyimpulkan hasil penelitian yang diperoleh (Steel dan Torrie, 1995). Setelah dilakukan statistik deskriptif data kemudian dianalis menggunakan uji t-student dengan α = 0,05. Penelitian ini mempunyai dua hipotesis, yaitu :

(20)

Model uji t-student menurut Steel dan Torrie (1995) yang digunakan adalah :

Keterangan :

xi = Rata-rata perlakuan ke-i; xj

S = Simpangan baku; n = Jumlah individu sampel = Rata-rata perlakuan ke-j

Do = Selisih 2 rataan yang berbeda;

Peubah

Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu :

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan jumlah yang dihitung setiap hari dengan cara menghitung pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan (gram/ekor/hari). Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang diberikan pada ternak dan zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan keperluan produksi ternak, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

Konsumsi pakan segar (g/hari) = pakan yang diberikan – pakan tersisa

Pertambahan Bobot Badan (g)

Pertambahan bobot badan landak dapat diketahui dengan penimbangan bobot hidup yang dilakukan setiap dua minggu sekali, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

PBB (g) = Bobot badan akhir (g) – Bobot badan awal (g)

Efisiensi Penggunaan Ransum

Efisiensi pakan sangat penting bagi para peternak agar tidak mengalami kerugian akibat terlalu banyak pakan atau kekurangan pakan, dengan rumus sebagai berikut :

PBB harian =

Bobot badan akhir (g) – Bobot badan awal

Jumlah hari pengamatan

Efisiensi Penggunaan Ransum =

Pertambahan bobot badan harian

Jumlah konsumsi bahan kering

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Kondisi Penangkaran

Pemasangan kerai bambu pada sisi luar kandang dimaksudkan untuk mengurangi pancaran sinar matahari dari luar. Landak sendiri merupakan salah satu satwa nocturnal yang lebih banyak beraktivitas pada malam hari (Bartos, 2004).

Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban.

Waktu Suhu (oC) RH (%)

Pagi (06.00 WIB) 23,7 78,1

Siang (12.00 WIB) 32,4 45,6

Sore (18.00 WIB) 29,5 55,8

Suhu di sekitar kandang pada saat penelitian berkisar antara 23,7 oC – 32,4 oC dan kelembaban berkisar antara 45,6% – 78,1%. Menurut Bartos (2004), tempetarur yang ideal atau suhu nyaman bagi landak tropis adalah sebesar 70 oF – 85 oF atau 21 o

C – 29,4 oC. Kondisi temperatur dan kelembaban udara selama penelitian dapat berpengaruh terhadap konsumsi pakan dan pertumbuhan landak. Kondisi suhu yang tinggi pada saat penelitian yang mencapai 30 o

Kondisi Lingkungan

C mempengaruhi aktivitas makan landak yang dapat menurunkan nafsu makan dan jumlah konsumsi pakan serta dapat mempengaruhi aktivitas lainnya seperti istirahat, lokomosi, dan lain-lain (Anggorodi, 1994).

Faktor yang sangat berperan dalam pemeliharaan hewan adalah faktor

(22)

lebih baik; namun kondisi suhu sebesar 30 o

Konsumsi Pakan

C pada saat penelitian menyebabkan kondisi kurang nyaman pada landak sehingga menurunkan performa landak.

Konsumsi Bahan Segar

Konsumsi bahan segar sangat dipengaruhi oleh individu hewan itu sendiri, pakan yang diberikan dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, konsumsi bahan segar juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi lingkungan dan perubahan musim (Parakkasi, 1999). Rataan konsumsi bahan segar landak jawa yang dipelihara selama 68 hari dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Konsumsi Bahan Segar pada Landak Jawa

Konsumsi

Keterangan : n = jumlah sample; K0 = pakan kontrol; K1 = pakan kontrol + pelet ikan koi

Dari Tabel 4 terlihat rataan konsumsi semua jenis bahan segar (BS) pakan oleh landak jantan K0 lebih tinggi dibandingkan landak betina. Sebaliknya, pada perlakuan pakan K1 terlihat bahwa rataan konsumsi BS pakan landak betina lebih tinggi dari landak jantan kecuali konsumsi talas belitung dan pisang siam. Hasil ini

menandakan bahwa penambahan pelet ikan koi ke dalam ransum K1 sedikit merubah perilaku makan dari landak jawa.

(23)

eksternal (pakan, suhu dan lingkungan). Berdasarkan tingkat palatabilitasnya pakan segar, urutan pakan yang palatable bagi landak jawa adalah bengkuang, jagung manis, pisang siam, talas belitung, tomat, daun jaat hutan dan pelet ikan koi (Tabel 4). Bengkuang merupakan salah satu jenis umbi yang memiliki warna putih, tekstur renyah, berair dan rasa manis (Rubatszky dan Yamaguchi, 1998). Umbinya mengandung gula, fosfor dan kalsium. Selain itu, umbi ini juga memiliki efek pendingin karena kadar airnya yang mencapai 86% - 90%. Rasa manis berasal dari suatu oligosakarida yang dapat dengan mudah dicerna oleh tubuh landak. Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian terdahulu (Farida dan Ridwan, 2011) bahwa bengkuang adalah jenis pakan yang paling disukai oleh landak sumatera.

Jagung manis merupakan bahan pakan yang disukai setelah bengkuang dengan rataan konsumsi sebesar 245,72 g/ekor/hari. Jagung manis juga memiliki rasa manis dan kandungan air yang cukup tinggi (Tabel 2). Selain itu, biji jagung kaya akan karbohidrat yang disimpan dalam endospermanya berupa gula dan pati. Gula yang terkandung berupa sukrosa (Rubatszky et al., 1999).

Pisang siam dan talas belitung merupakan bahan pakan yang disukai

selanjutnya dengan rataan konsumsi bahan segar berturut-turut sebesar 154,19 g/ekor/hari dan 149,43 g/ekor/hari. Pisang siam dan talas belitung merupakan sumber karbohidrat. Fruktosa yang merupakan karbohidrat yang berasal dari pisang siam merupakan cadangan energi bagi tubuh karena tidak cepat dicerna. Talas belitung merupakan umbi talas yang memiliki kandungan protein yang cukup baik (8,90 g/100 g talas mentah), kandungan pati yang mudah dicerna karena berbentuk granula kecil, kadar air cukup tinggi sebesar 77,5 g (Onayemi dan Nwigwe, 1987).

(24)

yang lebih lama dibandingkan bahan pakan yang berserat kasar rendah. Kondisi ini dapat meningkatkan tekanan pada dinding saluran pencernaan yang dapat menurunkan nafsu makan (Church, 1988).

Pelet ikan koi merupakan konsentrat yang ditambahkan dalam ransum K1 yang dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi dalam pakan karena dibuat dari beberapa bahan pakan berkualitas. Penggunaan pelet ikan koi terbukti dapat menurunkan konsumsi pakan lainnya (Tabel 4). Menurut Farida (2007) pada penelitian sebelumnya, pelet hanya digunakan sebagai bahan pakan alternatif oleh landak. Berdasarkan hasil perhitungan konsumsi bahan segar, landak jawa lebih menyukai bahan pakan berair atau memiliki kadar air yang cukup tinggi. Bengkuang, jagung manis, pisang siam dan talas belitung merupakan bahan pakan yang memiliki kadar air yang tinggi (Tabel 2) dan memiliki rasa manis. Kondisi ini menunjukkan bahwa air dalam pakan digunakan sebagai sumber air utama bagi landak, karena selama penelitian ini, landak jawa tidak banyak mengkonsumsi air minum yang disediakan.

Konsumsi Bahan Kering

Hewan mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan. Tingkat konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hewan, jenis pakan dan lingkungan. Church dan Pond (1988) menambahkan bahwa daya tampung saluran pencernaan yang terbatas juga mempengaruhi konsumsi bahan kering (BK). Konsumsi BK dari masing-masing pakan dapat dilihat pada Tabel 5.

(25)

Tabel 5. Rataan Konsumsi Bahan Kering pada Perlakuan Kontrol (K0) dan dengan Penambahan Pelet Ikan Koi (K1)

Peubah

Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama me nunjukkan beda nyata (P<0,05). BK = Bahan Kering

Menurut Church dan Pond (1988), salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan adalah palatabilitas. Pada Tabel 5 terlihat bahwa landak

lebih menyukai pakan K0 dibandingkan K1.

(26)

Rataan konsumsi BK memiliki hasil yang berbeda dengan bahan segar. Jagung merupakan bahan pakan yang paling banyak dikonsumsi berdasarkan BK (Gambar 6), yang berarti bahwa jagung adalah bahan pakan paling palatable bagi landak. Jagung diberikan bersama dengan tongkolnya sehingga membuat landak suka menggerogotinya. Landak merupakan hewan pengerat sehingga membutuhkan media untuk mengasah giginya sesuai dengan kebiasaan di habitat aslinya. Bartos (2004) melaporkan bahwa di alam landak akan menggerogoti akar, batang pohon dan tulang bangkai hewan untuk mengasah giginya dan mendapatkan kalsium untuk pertumbuhan duri-durinya. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah kadar BK. Jagung manis, pisang siam dan pelet ikan koi adalah bahan pakan yang memiliki kadar BK paling tinggi dibandingkan bahan pakan yang lainnya (Tabel 2).

Konsumsi Zat Makanan

Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas hewan adalah konsumsi

bahan pakan yang meliputi kuantitas dan kualitas pakan. Nutrisi yang dibutuhkan hewan bervariasi antar jenis dan umur fisiologis. Nutrisi adalah semua unsur dalam pakan yang menunjang kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, laktasi dan reproduksi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi hewan adalah jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan dan aktivitas fisik hewan. Rataan konsumsi zat-zat makanan oleh landak dapat dilihat pada Tabel 6.

(27)

Tabel 6. Rataan Konsumsi Zat-Zat Makanan Landak Jawa yang Dipelihara Selama 68 Hari dengan Perlakuan Pakan kontrol (K0) dan dengan Penambahan Pelet Ikan Koi (K1)

Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya pengaruh perlakuan (P<0,05). BK = Bahan Kering; BO = Bahan Organik; PK = Protein Kasar; LK = Lemak Kasar; SK = Serat Kasar; BETN = Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen; GE = Gross Energy.

Rataan konsumsi BO oleh landak meningkat pada perlakuan K1 (232,22 g/ekor/hari). Peningkatan ini mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh nyata (P<0,05) terhadap perlakuan penambahan pelet ikan koi (K1) yang berkaitan dengan

kandungan BO pelet ikan koi dan konsumsi BK (Tabel 2). Protein merupakan suatu zat makanan (nutrien makro) yang sangat penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Rataan konsumsi protein pada perlakuan K1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap terhadap perlakuan K0. Hal ini dikarenakan penambahan pelet ikan koi pada K1 yang merupakan pelet dengan kadar protein yang cukup tinggi (25,05% BK) dan berdasarkan konsumsi BK-nya. Landak pada K1 mengkonsumsi BK lebih banyak daripada landak K0. Harfiah (2005) menambahkan bahwa konsumsi PK pakan akan sejalan dengan konsumsi BK, sedangkan menurut Amrullah (2002), bahan pakan yang mengandung protein tinggi dan serat kasar rendah akan meningkatkan nafsu makan karena mudah dicerna.

(28)

dengan penelitian Farida dan Ridwan (2011). Dari semua zat makanan yang berasal dari nutrien makro, LK menempati jumlah konsumsi yang paling rendah. Rendahnya konsumsi LK ini diduga disebabkan oleh rendahnya kandungan LK dari bahan pakan yang berasal dari buah-buahan.

Konsumsi SK pada K1 nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan K0 yang mengindikasikan bahwa penambahan pelet ikan koi ke dalam ransum dapat meningkatkan konsumsi SK. Beberapa bahan pakan seperti talas belitung, daun jaat hutan, tomat dan pelet ikan koi mengandung SK yang lebih tinggi daripada pakan lainnya (Tabel 2) dan membuat konsumsi total SK perlakuan K1 lebih tinggi dibandingkan K0. Kandungan SK yang terlalu tinggi pada bahan pakan kurang baik karena akan menghambat digesti pakan di dalam alat pencernaan dan menyebabkan penurunan konsumsi pakan. Kemampuan landak mengkonsumsi SK rendah dikarenakan landak adalah satwa monogastrik yang tidak memiliki rumen seperti ruminansia lainnya yang dapat mengkonsumsi SK dalam jumlah banyak karena kapasitas rumen yang besar dan di dalam rumen terdapat mikroba yang mampu mencerna pakan dengan SK tinggi. Proses fermentasi SK oleh mikroba pada landak

terjadi di dalam sekum yang terletak sesudah usus halus, sehingga manfaat produk fermentasi SK pada hewan monogastrik akan lebih rendah daripada di dalam rumen (Church, 1988).

BETN merupakan fraksi karbohidrat yang mudah dicerna karena mengandung bahan yang terdiri dari pati, fruktosa, resin dan asam organik yang digunakan sebagai sumber energi dan mudah dimanfaatkan oleh ternak. Tinggi rendahnya nilai BETN umumnya berbanding lurus dengan tingkat kecernaan suatu bahan makanan. Penambahan pelet ikan koi menurunkan konsumsi BETN yang dikarenakan oleh kandungan BETN dan konsumsi BK pakan.

(29)

membutuhkan energi untuk proses produksi dan pada masa pertumbuhan akan mengkonsumsi pakan dalam jumlah banyak karena hewan membutuhkan asupan energi yang cukup untuk pertumbuhan. Landak yang digunakan oleh Farida dan Ridwan (2011) berumur 3 - 6 bulan sehingga konsumsi GE lebih tinggi dibandingkan penelitian ini karena landak dalam masa pertumbuhan.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertambahan bobot badan (PBB) merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan hewan. Pertumbuhan tersebut meliputi bentuk dan berat jaringan seperti otot, tulang, jantung dan semua jaringan tubuh lainnya. Pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum pada landak jawa dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Konsumsi Bahan Kering, Bobot Badan (Awal dan Akhir), Pertambahan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan Harian, dan Efisiensi Penggunaan Ransum Landak Jawa yang Dipelihara Selama 68 Hari dengan Perlakuan Pakan kontrol (K0) dan dengan Penambahan Pelet Ikan Koi (K1)

(30)

Berdasarkan hasil pengamatan terjadi peningkatan bobot badan pada semua landak, namun secara statistik tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada bobot badan landak yang diberi tambahan pelei ikan koi. Gambar 7 menunjukkan bahwa penambahan pelet ikan koi meningkatkan pertambahan bobot badan (P<0,05) pada minggu 4, pertambahan bobot badan masih terjadi setelah minggu ke 6 hingga 10 walaupun peningkatan tidak terjadi secara nyata. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa landak yang berumur antara 12 – 18 bulan dengan pakan tambahan berupa pelet ikan koi dapat meningkatkan bobot badan lebih cepat selama pemeliharaan. Anggorodi (1994) menambahkan bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh konsumsi pakan. Ransum yang memiliki nilai nutrisi tinggi serta sesuai dengan kebutuhan hidup hewan dan memiliki tingkat palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot badan hewan. Landak yang diberi pakan kontrol juga mengalami pertambahan bobot badan, namun pertambahan bobot badan tersebut lebih rendah daripada pertambahan bobot badan landak yang diberi pakan kontrol dan pelet ikan koi. Landak yang diberi pakan kontrol akan mempunyai bobot badan yang sama dengan landak yang diberi pakan kontrol dan pelet ikan koi saat

pemberian pada minggu 10.

Gambar 7. Grafik Bobot Hidup Kumulatif Landak Selama 10 Minggu Pemeliharaan

(31)

yang menurun dan mencapai tingkat minimum pada pemeliharaan minggu ke 6, konsumsi bahan kering meningkat kembali pada pemeliharaan 8 minggu dan menurun pada pemeliharaan 10 minggu. Pada landak yang diberi pakan kontrol, konsumsi bahan kering menurun dari pemeliharaan minggu 2 hingga minggu 10.

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa pemberian pelet ikan koi dapat diberikan kepada landak dan memberikan efek positif pada pemeliharaan 0 hingga 8 minggu untuk menstimulasi pencapaian bobot badan tinggi yang lebih cepat, dan pemberian pelet ikan koi dapat dihentikan pada pemeliharaan setelah minggu 8 karena bobot badan yang diperoleh tidak berubah secara nyata. Tingkat bobot badan yang lebih tinggi pada landak yang diberi pakan kontrol dan pelet ikan koi daripada landak yang diberik pakan kontrol saja merupakan akibat dari konsumsi pakan kontrol dan pelet ikan koi yang lebih tinggi daripada konsumsi pakan kontrol (Gambar 8).

Grafik 8. Grafik Konsumsi Bahan Kering Landak Selama 10 Minggu Pemeliharaan

(32)

jumlah banyak; 6) jenis kelamin juga berpengaruh, dimana hewan betina akan lebih banyak mengkonsumsi pakan terlebih pada masa estrus dan kebuntingan; 7) bobot tubuh dimana semakin besar bentuk tubuh maka jumlah pakan yang dikonsumsi akan semakin banyak. Secara rataan PBBH terlihat landak jawa dalam penelitian ini masih lebih dapat beradaptasi dengan pakan kontrol hingga minggu ke 4 dalam pemeliharaan.

Secara deskriptif dapat dijelaskan bahwa PBBH sangat ditentukan oleh konsumsi pakan yang dipengaruhi oleh palatabilitas pakan. PBBH landak jantan pada perlakuan kontrol (K0) lebih tinggi dibandingkan landak betina pemberian pakan kontrol (K0), betina dan jantan pemberian pakan kontrol yang ditambah pelet ikan koi (K1). Sebaliknya PBBH landak betina pada perlakuan pakan kontrol yang ditambah pelet ikan koi (K1) lebih tinggi dibandingkan landak jantan pada perlakuan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pelet ikan koi masih belum dapat memperbaiki PBBH dan terdapat pengaruh individu landak terhadap nilai PBBH. Church (1976) melaporkan bahwa pengaruh individu hewan dapat berkaitan dengan status fisiologi seperti umur dan jenis kelamin yang akan mempengaruhi pola

makan hewan.

Efisiensi Penggunaan Ransum

Efisiensi penggunaan ransum (EPR) sangat penting bagi peternak agar tidak mengalami kerugian akibat terlalu banyak pakan atau kekurangan pakan. Tabel 7 memperlihatkan bahwa tidak ada pengaruh terhadap EPR terhadap landak yang mendapatkan ransum dengan penambahan pelet ikan koi. Secara deskriptif terlihat bahwa rataan EPR landak jantan K0 lebih besar dibandingkan landak betina. Sebaliknya pada pelakuan K1 landak betina memiliki rataan EPR lebih besar dari landak jantan.

(33)
(34)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penambahan pelet ikan koi ke dalam ransum dapat meningkatkan konsumsi bahan kering pakan, abu, bahan organik (protein kasar, lemak kasar, serat kasar), mineral Ca dan P. Pemberian pelet ikan koi tidak mempengaruhi konsumsi konsumsi bahan ekstrak tanpa nitrogen dan efisiensi penggunaan ransum, namun meningkatkan bobot badan landak yang nyata pada pemeliharaan minggu keempat, sedangkan peningkatan bobot badan hingga pemeliharaan minggu 10 tidak nyata. Penambahan pelet ikan koi ke dalam pakan landak belum cukup mempengaruhi performa landak jawa.

Saran

Penelitian lanjutan perlu memperhatikan suhu dan kelembaban yang nyaman bagi landak agar diperoleh performa yang sesuai dan masih diperlukan perlakuan pakan yang lebih bervariatif khususnya pakan tambahan seperti konsentrat agar diketahui jenis pakan yang cocok dan lebih palatable untuk landak. Waktu dan jumlah pemberian pakan harus disesuaikan dengan sifat alamiah landak (nokturnal) yaitu jumlah yang lebih banyak pada waktu menjelang malam hari. Perlu dilakukan

(35)

PENGARUH PENAMBAHAN PELET IKAN KOI KE DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA LANDAK JAWA

(Hystrix javanica)

SKRIPSI TAUFIK PRAYUDI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(36)

PENGARUH PENAMBAHAN PELET IKAN KOI KE DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA LANDAK JAWA

(Hystrix javanica)

SKRIPSI TAUFIK PRAYUDI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(37)

RINGKASAN

TAUFIK PRAYUDI. D14080001. 2013. Pengaruh Penambahan Pelet Ikan Koi

ke dalam Ransum Terhadap Performa Landak Jawa (Hystrix javanica). Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rudy Priyanto

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Wartika Rosa Farida

Rusaknya habitat asli dan perburuan liar landak jawa (Hystrix javanica) yang dilakukan oleh masyarakat menyebabkan populasinya menurun dan terancam punah. Keadaan ini diperparah dengan pembukaan lahan hutan untuk kepentingan manusia yang membuat habitatnya semakin sempit. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian landak jawa adalah konservasi secara eks-situ. Konservasi ini dilakukan untuk mendomestikasikan landak jawa agar dapat dijadikan salah satu hewan ternak. Informasi tentang performa hewan yang meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, efisiensi penggunaan ransum dan kebutuhan zat makanan sangat terbatas, padahal performa hewan dapat menjadi gambaran dan informasi untuk tahap pemeliharaan lanjutan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari performa landak jawa dengan penambahan pelet ikan koi ke dalam ransum. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian pakan kontrol ditambahkan ampas kurma dan pelet ikan koi dapat menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan landak yang cukup baik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana pemberian pakan alami dengan penambahan pelet ikan koi terhadap performa landak jawa.

Penelitian ini dilakukan di Penangkaran Mamalia Kecil, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi - LIPI Cibinong, Kabupaten Bogor dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2011. Materi yang digunakan adalah tujuh ekor landak jawa berumu antara 12 – 18 bulan yang terdiri dari dua ekor jantan dan lima ekor betina. Landak yang digunakan berasal dari kandang penangkaran LIPI dan beberapa diambil dari alam. Kisaran bobot badan awal yang digunakan yaitu 5,8-6,8 kg dengan koefisien keragaman sebesar 5,98%. Landak diberikan dua taraf perlakuan pakan yaitu pakan kontrol (K0) dan K0 ditambahkan pelet ikan koi (K1). Bahan pakan alami yang diberikan (K0) terdiri dari daun jaat hutan (Phaseolus sp.) sebanyak 50 g, bengkuang

(Phachyrizus erosus) sebanyak 300 g, talas belitung (Clocasia esculenta) sebanyak

200 g, pisang siam (Musa sp.) sebanyak 150 g, tomat (Lycopersicum esculentum)

sebanyak 100 g, jagung manis (Zea mays) sebanyak 200 g; sedangkan untuk

perlakuan K1 adalah K0 dan pelet ikan koi sebanyak 80 g. Ukuran performa ternak dapat dilihat dari konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian (PBBH), efisiensi penggunaan ransum (EPR) dan kebutuhan zat makanan. Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu dengan menggunakan rataan dan standar deviasi, kemudian data dianalisis lanjut menggunakan uji-T untuk membandingkan kedua perlakuan tersebut.

(38)

konsumsi abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, mineral kalsium (Ca) dan fosfor (P), namun tidak mempengaruhi konsumsi BETN

(39)

ABSTRACT

The Effetcs of Koi Fish Pelleted Addition to Ration on The Performance of Javan Porcupine (Hystrix javanica)

Prayudi, T., Priyanto, R., and Farida, W. R.

Javan porcupine (Hystrix javanica) is one of the endengered species due to hunting by local communities for commercial purpose. An alternative methode to preserve the species is domestication through ex-situ breeding, and feeding is one important factor that contribute obviously successful domestication. The experiment was conducted to study the effect of koi fish pellet added into control feed on the performance of javan porcupine. The experiment used eight javan porcupines; four animals where given control feed (K0) consisting of forest jaat leaf, yam, taro belitung, tomato, siamesse banana and sweet corn, and the other animals were given control feed and koi fish pellet feed (K1). The data were analyzed descriptively and differences between treatment means were determined using T-test. The results showed that the addition of koi fish pellet into control ration increased significantly (P<0.05) total dry matter intake but daily gain, feed efficiency and final body weight of javan porcupine were not significantly affected by such addition.

(40)

PENGARUH PENAMBAHAN PELET IKAN KOI KE DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA LANDAK JAWA

(HYSTRIX JAVANICA)

TAUFIK PRAYUDI D14080001

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(41)

Judul : Pengaruh Penambahan Pelet Ikan Koi Ke Dalam Ransum Terhadap Performa Landak Jawa (Hystrix javanica)

Nama : Taufik Prayudi NIM : D14080001

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Dr. Ir. Rudy Priyanto) (Dr. Ir. Wartika Rosa Farida) NIP. 19601216 198603 1 003 NIP. 19590131 198403 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(42)

Tanggal Ujian: 11 Desember 2012 Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 November 1989 di Makassar, Sulawesi

Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Bapak

Abdul Latief dan Ibu Hasmawati Masia. Penulis bertempat tinggal di Baraka,

Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada

tahun 2002 di SDN 20 Baraka, Sulawesi Selatan, kemudian pendidikan menengah

pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMPN 1 Baraka, Sulawesi Selatan.

Pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMAN 1 Baraka,

Sulawesi Selatan.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), setelah

menyelesaikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB pada tahun 2009 penulis

diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Tekhnologi Peternakan (IPTP), Fakultas

Peternakan IPB. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa

organisasi mahasiswa, pada tahun 2008-2012 penulis merupakan anggota Unit

Kegiatan Mahasiswa Futsal (UKM Futsal) IPB, Penulis juga aktif di Himpunan

Mahasiswa Profesi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010

sebagai anggota klub ruminansia kecil.

Prestasi penulis selama menjalani pendidikan di IPB, diantaranya di tingkat

nasional yaitu pada tahun 2009 penulis meraih juara II pada kejuaraan nasional futsal

peternakan se-Indonesia di UGM Yogyakarta, pada tahun 2010 penulis meraih juara

III pada kejuaraan nasional futsal peternakan se-Indonesia di UNPAD Bandung, pada

tahun 2011 penulis mendapat juara II pada kejuaraan nasional futsal peternakan

se-Indonesia di UNDIP Semarang, pada tahun 2012 penulis mendapat juara II pada

kejuaraan nasional futsal peternakan se-Indonesia di UNS Semarang. Penulis pada

tahun 2009 dan 2010 mendapat juara III sepakbola pada kejuaraan Olimpiade

(43)

kejuaraan Olimpiade Mahasiswa IPB. Selanjutnya pada tahun 2012 penulis

mendapat juara III futsal pada kejuaraan Olimpiade Mahasiswa IPB.

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan semseta alam Allah SWT atas

segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan

skripsi yang berjudul “PENGARUH PENAMBAHAN PELET IKAN KOI KE

DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA LANDAK JAWA (Hystrix

javanica)” dibawah bimbingan Dr. Ir. Rudy Priyanto dan Dr. Ir. Wartika Rosa

Farida. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian dari bulan Juli hingga Oktober

2011 yang dilakukan di Penangkaran Mamalia Kecil, Bidang Zoologi, Pusat

Penelitian Biologi - LIPI Cibinong, Kabupaten Bogor. Sholawat beserta salam

semoga tercurah kepada Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW, Nabi yang

membawa kita dari alam gelap gulita ke alam yang terang benderang.

Landak jawa sebagai salah satu satwa liar endemik pulau Jawa diperkirakan

mengalami penurunan populasi. Penurunan dapat mengancam kelestariannya bahkan

dapat mengalami kepunahan. Perburuan liar dan pengrusakan hutan merupakan

faktor yang paling berperan. Pengelolaan satwa liar dapat dilakukan untuk

melakukan perlindungan, pengendalian terhadap populasi, pemanfaatan yang lestari

(kegiatan penelitian, pendidikan, pariwisata dan rekreasi) bahkan untuk tujuan

komoditi ekspor. Salah satu upaya penangkaran yang dapat dilakukan untuk

melestarikannya adalah penangkaran (konservasi eks-situ) atau pemeliharaan diluar

habitat aslinya termasuk habitat buatan. Skripsi ini menjelaskan dan mempelajari

tentang performa landak jawa yang ditangkarkan dengan melihat pengaruh

penambahan pelet ikan koi ke dalam ransum. Penelitian dilakukan selama tiga

setengah bulan dengan beberapa modifikasi lingkungan.

Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap skripsi ini dapat

memberikan informasi yang berguna dalam dunia peternakan dan bermanfaat bagi

Penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

(44)

Penulis

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ...

Error! Bookmark not defined.

Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.

Tujuan ... Error! Bookmark not defined.

TINJAUAN PUSTAKA ...

Error! Bookmark not defined.

Landak ... Error! Bookmark not defined.

Morfologi ... Error! Bookmark not defined.

Habitat dan Penyebaran ... Error! Bookmark not defined.

Reproduksi ... Error! Bookmark not defined.

Pengelolaan Satwa Liar ... Error! Bookmark not defined.

Tingkah Laku Satwa ... Error! Bookmark not defined.

(45)

Bahan Pakan dan Pencernaan ... ... Error! Bookmark not defined. Pisang (Musa sp.) ... ... Error! Bookmark not defined. Tomat(Lycopersicum esculentum) ... ... Error! Bookmark not defined. Pelet Ikan Koi ... ... Error! Bookmark not defined.

Konsumsi Pakan ... Error! Bookmark not defined.

Pertambahan Bobot Badan (PBB) ... ... Error! Bookmark not defined. Efisiensi Penggunaan Ransum (EPR) ... ... Error! Bookmark not defined. MATERI DAN METODE ...

... Error! Bookmark not defined. Lokasi dan Waktu ... ... Error! Bookmark not defined. Materi ... ... Error! Bookmark not defined. Ternak ... ... Error! Bookmark not defined. Kandang ... ... Error! Bookmark not defined. Pakan ... ... Error! Bookmark not defined. Metode ... ... Error! Bookmark not defined. Prosedur Penelitian ... ... Error! Bookmark not defined.

Rancangan dan Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.

(46)

Efisiensi Penggunaan Ransum ... ... Error! Bookmark not defined. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

... Error! Bookmark not defined. Kondisi Umum ... ... Error! Bookmark not defined. Kondisi Penangkaran ... ... Error! Bookmark not defined. Kondisi Lingkungan ... ... Error! Bookmark not defined. Konsumsi Pakan ... ... Error! Bookmark not defined. Konsumsi Bahan Segar ... ... Error! Bookmark not defined. Konsumsi Bahan Kering ... ... Error! Bookmark not defined. Konsumsi Zat Makanan ... ... Error! Bookmark not defined. Pertambahan Bobot Badan Harian ... ... Error! Bookmark not defined. Efisiensi Penggunaan Ransum ... ... Error! Bookmark not defined. KESIMPULAN DAN SARAN ...

... Error! Bookmark not defined. Kesimpulan ... ... Error! Bookmark not defined. Saran ... ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ...

(47)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pakan Penelitian ...………...…………. 15

2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penelitian (% BK) ...…… 15

3. Rataan Suhu dan Kelembaban ...………...……….. 18

4. Rataan Konsumsi Bahan Segar pada Landak Jawa ..……….. 19

5. Rataan Konsumsi Bahan Kering pada Perlakuan Pakan Kontrol (K0) dan dan dengan Penambahan Pelet Ikan Koi (K1) ...……….. 22

6. Rataan Konsumsi Zat-Zat Makanan pada Landak Jawa yang Dipelihara Selama 68 Hari dengan Perlakuan Pakan Kontrol (K0) dan dengan Penambahan Pelet Ikan Koi (K1) ...…...……….. 24

(48)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Landak Jawa (Hystrix javanica) ...…………...……….…… 3

2. Saluran Pencernaan Landak Afrika (Hystrix africaustralis) .…… 7

3. Kandang Penelitian ...……….….. 14

4. Daun Jaat Hutan ...…...……….…… 16

5. Pelet Ikan Koi ...………...……….….... 16

6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Setiap Landak Jawa ……….…… 22

7. Grafik Bobot Hidup Kumulatif Landak Selama 10 Minggu

Pemeliharaan ... 27

8. Grafik Konsumsi Bahan Kering Landak Selama 10 Minggu

(49)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil T-Test Rataan Total Konsumsi Bahan Segar dan Kering pada

Landak Jawa yang Dipelihara Selama 68 Hari dengan Perlakuan Pakan Kontrol (K0) dan dengan Penambahan Pelet Ikan Koi (K1) ... 36

2. Hasil T-Test Rataan Konsumsi Bahan Kering, Bobot Badan (Awal dan Akhir), Pertambahan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan Harian, dan Efisiensi Penggunaan Ransum pada Landak Jawa yang Dipelihara Selama 68 Hari dengan Perlakuan Pakan Kontrol (K0)

dan dengan Penambahan Pelet Ikan Koi (K1) ... 36

3. Hasil T-Test Rataan Konsumsi Zat-Zat Makanan pada Landak Jawa yang Dipelihara Selama 68 Hari dengan Perlakuan Pakan Kontrol (K0) dan

(50)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna. Kekayaan ini merupakan aset bangsa yang harus dijaga kelestariannya demi kepentingan masa depan Indonesia. Fauna yang ada di Indonesia khususnya pulau Jawa sangatlah beragam. Salah satu fauna endemik pulau Jawa adalah landak jawa (Hystrix javanica), namun kelestariannya terancam punah disebabkan oleh rusaknya habitat dan perburuan liar. Landak merupakan salah satu satwa liar rodentia yang aktif pada malam hari (nocturnal). Sebagian tubuh yang berduri merupakan ciri utama satwa ini dan dapat hidup dalam waktu yang lama (Jori et al., 2002).

Satwa liar yang ada di Indonesia telah dilindungi oleh undang-undang, namun perburuan liar terus terjadi untuk tujuan komersial, sehingga populasi satwa liar semakin menurun. Keadaaan ini semakin diperparah dengan pembukaan hutan untuk pemukiman, pariwisata atau industri yang menyebabkan habitat satwa liar semakin rusak. Satwa liar seperti landak sering dijadikan bahan pangan sumber protein bagi manusia dan dipercaya berkhasiat sebagai obat tradisional, diantaranya untuk mencegah terjadinya keropos tulang, hati dan empedunya dapat menghilangkan sakit asma. Gerusan durinya dipercaya meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Komunikan, 2011) serta abu duri landak hasil pembakaran dapat mengobati sakit gigi (Karpetbasah, 2012). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan satwa adalah konservasi eks-situ atau penangkaran diluar habitat aslinya, tujuannya yaitu domestikasi atau penjinakan satwa liar dengan memenuhi kebutuhan satwa layaknya di habitat aslinya.

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari penggunaan pakan tambahan berupa pelet ikan koi ke dalam pakan kontrol. Kandungan nutrisi yang ada dalam pelet ikan koi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan nutrisi bagi

(51)

Tujuan

(52)

TINJAUAN PUSTAKA Landak

Landak merupakan salah satu satwa yang saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai penghasil daging alternatif dan obat tradisional khususnya di daerah Jawa Timur. Daerah penyebaran landak di Indonesia terbagi atas tiga pulau yaitu landak raya (Hystrix brachyura) di pulau Sumatera dan Kalimantan, landak jawa (Hystrix javanica) endemik di pulau Jawa dan landak butun (Hystrix crassispinis) di pulau Kalimantan. Bagian tubuh dari landak banyak ditumbuhi oleh duri yang berbentuk pipih dan agak membulat, kasar dan berdiri tegak (Gambar 1). Bulu landak ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri. Pada umumnya seekor landak mampu berlari kencang untuk menghindari pemangsa. Namun jika terdesak, landak akan berhenti dan mengembangkan bulu-bulunya yang menyerupai duri yang terdapat pada kulit bagian atas. Duri pada landak merupakan rambut yang termodifikasi menjadi besar dan mengeras yang tersusun dari bahan yang sama dengan rambut yaitu keratin, sejenis protein (Sastrapradja, 1996).

(53)

Menurut International Union For The Conservation of Nature/IUCN (2011), taksonomi dari landak jawa diklasifikasikan menjadi :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Familia : Hystricidae Genus : Hystrix

Spesies : Hystris Javanica F. Cuvier, 1823.

Morfologi

Landak jawa secara umum memiiki ukuran panjang tubuhnya 37 sampai 47 cm, panjang ekor 23 sampai 36 cm dengan berat antara 5-16 kg, bentuk tubuhnya agak bulat dan bergeraknya lambat. Satwa ini mempunyai tubuh yang tegap,

berkepala kecil, telinga kecil, kaki pendek, serta ekor pendek dan tebal. Kaki depan landak jawa memiliki empat jari dan kaki belakang memiliki lima jari. Pada habitat aslinya landak mampu bertahan hidup hingga 27 tahun (Yong, 2008). Landak memiliki ciri tubuh yang berduri panjang pada bagian belakang jika dibandingkan dengan bagian lain. Bagian tubuh dari landak banyak ditumbuhi oleh duri yang berbentuk pipih termasuk sedikit yang bulat, kasar dan berdiri tegak.

Landak memiliki sisik pada ekor bagian tengah dan bagian ujung ekornya terdapat banyak duri yang agak kasar. Pada bagian kepala, kaki dan bawah badannya terdapat duri-duri yang halus serta lembut. Bagian atas badan landak berwarna kelabu gelap dan ujung durinya berwarna putih. Ujung ekornya berwarna putih kuning kehitaman. Ekor pendek dengan dua tipe duri. Pertama adalah duri lancip, panjang, berwarna hitam dan putih. Kedua adalah duri bagian ekor yang menggerincing, yang di dalamnya berlubang ujung terbuka dan berbentuk silinder (Suwelo et al., 1978).

(54)

20 gigi (Sukiya. 2005). Cerviks pada landak terdapat rambut dan belum ditumbuhi duri. Pada kulit thorak, selain ditumbuhi rambut juga mulai tumbuh duri-duri yang pendek. Pada kulit bagian abdomen, duri-duri cukup panjang-panjang dan tebal. Sedangkan pada bagian glutea, duri-duri pendek, namun tebal dan cenderung patah. Landak memiliki kaki yang relatif pendek seperti marmut. Bagian abdomen terdapat papilla mamae (puting susu) (Vaughan, 1978).

Habitat dan Penyebaran

Landak Jawa merupakan satwa liar yang memiliki habitat di daerah hutan. Landak memiliki kebiasaan membuat lubang di bagian bawah tanah dan di bawah akar pepohonan sebagai tempat hidupnya. Penyebaran landak Jawa yang ada di Indonesia meliputi pulau Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Hewan ini hidup di semua tipe hutan, di Kalimantan landak lebih senang tinggal di semak-semak atau padang rumput yang tinggi, dataran rendah maupun pegunungan, sedangkan di

Sumatera hidup di hutan belukar (Suwelo et al., 1978).

Reproduksi

Landak merupakan salah satu hewan yang memiliki tingkat reproduksi yang sangat baik. Kematangan seksual dicapai pada waktu 11 bulan untuk betina dan satu tahun untuk jantan. Betina akan dibawa ke paddock jantan pada saat ingin dikawinkan. Kebuntingan landak berlangsung antara 100 dan 110 hari atau sekitar tiga setengah bulan (Rahm, 1962) dan betina yang gagal kawin dipisahkan dari jantan setelah kawin untuk mencegah kanibalisme keturunan. Kesuburan pada betina sangat tinggi, mencapai tingkat keberhasilan lebih dari 80% (Edderai dan Houben, 2000). Waktu yang diperlukan landak selama bunting sekitar 112 hari. Setelah anak itu lahir, tubuh anak sangat lemah sampai umur 10 hari. Induk landak akan mengasuh anaknya selama 3 bulan. Setelah lebih dari 3 bulan landak akan mulai belajar mencari makan (Orr, 1976). Selain itu, anak landak sangat aktif sejak satu jam pertama dilahirkan. Waktu menyapih dapat dilakukan pada usia 45 hari dan dapat mencapai berat komersial (2,5 sampai 12 kg) pada usia 10 bulan. Seperti halnya mamalia lain, landak memiliki organ urogenital berupa ren (ginjal), ureter, vesica urinaria, pada jantan terdapat : uterus masculine, ductus deferens, testis,

(55)

cervick, dan porus genetalia. Kedua ovarium pada landak betina berfungsi untuk menghasilkan ovum.

Pengelolaan Satwa Liar

Satwaliar adalah binatang yang hidup di dalam ekosistem alam (Bailey, 1984). Pemanfaatan satwaliar saat ini meliputi kegiatan penelitian, pendidikan, pariwisata dan rekreasi, bahkan jika memungkinkan untuk komoditi ekspor. Program perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan satwaliar seperti ini disebut konservasi. Kegiatan konservasi dapat dibedakan ke dalam konservasi in-situ dan konservasi ex-situ. Konservasi in-situ merupakan konservasi satwaliar yang dilakukan di habitat aslinya, dan konservasi ex-situ dilakukan di luar habitat aslinya, termasuk habitat buatan. Pengelolaan satwaliar berkepentingan dengan pengelolaan habitat, termasuk vegetasi, makanan, air dan penyakit. Tujuan dari semua pengelolaan satwaliar pada umumnya adalah untuk melakukan pengendalian

terhadap kelimpahan dan penyebaran spesies.

Tingkah Laku Satwa

Tingkah laku satwa merupakan suatu kondisi penyesuain hewan terhadap lingkungannya. Setiap hewan atau satwa akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu, hewan atau satwaliar yang telah didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku, yaitu berkurangnya sifat liar dan agresif, musim kawin lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangannya (Craig, 1981). Sifat alamiah dari landak yaitu banyak beraktifitas pada malam hari (nocturnal), sedangkan pada siang hari banyak dilakukan bersembunyi dalam lubang. Kebiasan yang dilakukan landak di alam liar yaitu mengendus-endus tanah dan mengelilingi sarang dengan maksud untuk mendapatkan sumber pakan atau mengantisipasi jika ada bahaya. Vaughan (1978) menyatakan bahwa landak akan menggunakan bulu duri-nya sebagai pelindung atau sebagai senjata apabila dalam keadaan terdesak. Landak merupakan hewan bertulang belakang yang memiliki ordo rodentia yang berarti salah satu hewan pengerat. Hewan pengerat sering kali menggerogoti batu untuk mengurangi pertumbuhan giginya. Landak merupakan hewan possorial sehingga pada saat mencari makan landak sering menggunakan kaki

Gambar

Gambar 1.  Landak Jawa (Hystrix javanica).
Gambar 3.  Kandang Penelitian
Tabel 1.  Pakan Penelitian
Gambar 4. Daun Jaat Hutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan perusahaan sebagaimana dinyatakan dalam anggaran dasar PT.Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru adalah ”untuk melaksanakan dan menunjang

Hanya saja hasil dari pembelajaran yang dilakukan oleh orang dengan tipe belajar visual dengan metode Mind Mapping akan pada umumnya lebih baik daripada orang

Melalui hasil uji hipotesis ditemukan bahwa persepsi harga, produk, promosi, dan tempat secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian sepeda

Hasil analisis menunjukkan bahwa peringkat pertama dalam kasus sangat dipertimbangan investor dalam mengambil keputusan investasi adalah Analisis terhadap laporan keuangan

Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari kata guidance dan counseling dalam bahasa Inggris. Kalau istilah bimbingan dalam bahasa Indonesia akan muncul dua

[r]

Berdasarkan hal tersebut, model pembangunan yang berpusat pada rakyat merupakan suatu alternatif baru untuk meningkatkan hasil produksi pembangunan guna memenuhi

sesuai dengan tujuan, kelompok sasaran, kemitraan, dan sumber- sumber yang ada. 4) Aksi, yaitu mempertahankan kekompakan kegiatan aksi dan semua mitra merupakan hal yang mendasar