• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEBAGAI BAHAN PENGAWET PADA PRODUK BAKSO

MATERI DAN METODE

Lokasi dan waktu

Penelitian dilakukan selama 8 bulan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai pada bulan April sampai dengan November 2011.

Materi

Bahan yang digunakan untuk memproduksi bakteriosin adalah L. plantarum 2C12 (asal daging sapi, koleksi Lab. Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB), media De Man Rogosa and Sharpe broth (MRSB), yeast extract (YE) 3%, NaCl 1%, NaOH 0,1 N, ammonium sulfat, buffer kalium fospat dan membran diálisis.Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan bakso adalah daging sapi, tepung tapioka, STPP, garam, es batu, bawang putih, nitrit dan merica. Bahan untuk uji proksimat adalah K2SO4, Se, hidrogen peroksida, asam salwin yang terbuat dari HClO4 (60%) dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1:1, dan akuades.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya tabung reaksi, rak tabung reaksi, Ose, cawan petri, membran saring Sartorius, gelas ukur, pipet volumetrik, mikro pipet, pipet Pasteur, sentrifuse, incubator, refrigerator, membran dialisis, alumunium foil, kapas, oven, otoklaf, vortex, pH meter, botol Schott, bunsen. Alat-alat untuk pembuatan bakso adalah food processor, peralatan dapur, timbangan digital. Alat untuk analisis fisik bakso yaitu texture analyzer TA-XT2i, dan pH meter. Alat untuk uji proksimat adalah labu Kjeldahl, tabung van Gulik, labu ukur, Kjeltec Auto 1030 analyzer, dan water bath.

Prosedur

Peubah yang Diamati

Penelitian tahap konfirmasi aktivitas antimikrob bakteriosin dari L. plantarum, peubah yang diamati adalah diameter zona hambat. Sebelum dilakukan penelitian aplikasi bakteriosin L. plantarum, daging sapi sebagai bahan baku dianalisis kualitasnya meliputi pH, aw, total mikroba, E. coli dan salmonella sp.

20 Analisis dilakukan secara komposit. Data dibandingkan dengan SNI untuk kualitas daging sapi.

Konfirmasi Aktivitas Antimikrob Bakteriosin dari L. plantarum 2C12

Produksi Bakteriosin Kasar. Sebanyak 1 liter media MRS – broth ditambah yeast extract 3% dan NaCl 1%, kemudian diinokulasi dengan 10% (v/v) kultur Lactobacillus plantarum 2C12, setelah itu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 jam (Ogunbawo et al., 2003), kemudian disimpan pada refrigerator suhu 4 oC selama 2 jam. Dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 o

C, dan dilakukan penyaringan dengan menggunakan membran saring Sartorius, selanjutnya supernatan bebas sel dinetralkan pH-nya menjadi pH 6 dengan menggunakan 0,1 N NaOH. Serbuk ammonium sulfat ditambahkan sebanyak 80% secara bertahap ke dalam supernatan antimikroba yang telah disaring steril untuk menghasilkan endapan protein, kemudian dihomogenkan menggunakan stirer secara perlahan pada suhu 4 oC selama 2 jam. Supernatan selanjutnya dibuang dan didapatkan presipitat bakteriosin. Presipitat dikoleksi pada satu tabung Falcon ukuran 50 ml.

Presipitat bakteriosin tersebut didialisis dengan menggunakan membran dialisis berdiamater 2 cm dan buffer yang digunakan adalah kalium fospat selama 12 jam, selanjutnya dilakukan penggantian buffer sebanyak dua kali pada 2 dan 4 jam dengan suhu 4oC sehingga akan didapatkan ekstrak bakteriosin kasar (Hata et al, 2010).

Uji Kemampuan Antagonistik Bakteriosin pada Berbagai Mikroba dengan Metode Difusi Sumur (Savadogo et al., 2006). Ekstrak bakteriosin kasar hasil dialisis dipersiapkan. Metode yang digunakan adalah difusi sumur (Savadogo et al., 2006). Kultur bakteri indikator (patogen dan pembusuk makanan) sebanyak 107 cfu/ml yang berumur 24 jam dipipet ke dalam cawan petri dan ditambahkan media konfrontasi muller hintonmedium agar sebanyak ±20 ml.

Setelah agar dalam cawan mengeras, ditengah-tengah agar dibuat lubang sumur dengan menggunakan cork borer berdiameter 5 mm. Bakteriosin kasar kemudian dipipet ke dalam lubang sumur sebanyak 50 µl kemudian disimpan dalam refrigerator (suhu 4 °C) untuk memberikan kesempatan bakteriosin meresap ke

21 dalam agar selama lebih kurang dua jam. Selanjutnya agar diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Penghambatan berupa zona bening di sekeliling sumur yang dihasilkan diamati. Zona bening yang terbentuk di sekitar area sumur menandakan bahwa bakteriosin kasar mampu menghambat bakteri indikator. Diameter zona penghambatan diukur dengan menggunakan jangka sorong. Tiap areal bening diukur diameternya sebanyak tiga kali di tempat yang berbeda dan hasilnya dirata-ratakan.

Penelitian Aplikasi Bakteriosin Kasar dari L. plantarum 2C12 pada Bakso

Pembuatan Bakso. Daging segar dipotong-potong. Daging kemudian digiling dalam food proccessor bersama garam, STTP, ½ bagian es batu dan ditambah 0,3% bakteriosin. Bumbu-bumbu seperti merica, bawang putih, tepung tapioka, penyedap dan sisa ½ bagian es ditambahkan ke dalam adonan. Adonan kembali digiling sampai tercampur rata dan menjadi legit. Adonan tersebut lalu dibentuk bulat-bulat dan dimasukkan ke dalam air hangat. Bakso direbus sampai matang (kurang lebih 10-15 menit) pada suhu 80 ºC hingga mengambang kemudian direbus kembali pada suhu 100 ºC (kurang lebih 10-15 menit). Formulasi pembuatan bakso pada penelitian ini adalah: Daging segar (62,5%), tepung tapioka (20%-30%), STPP (0,5%-0,8%), garam (3%-3,5%), es batu (35%), bawang putih (0,75%), merica (0,75%), dan penyedap rasa (0,5%). Diagram alir proses pembuatan bakso dapat dilihat pada Gambar 2.

Pengukuran Peubah. Peubah yang diukur meliputi nilai gizi, kualitas fisik dan mikrobiologi. Pengambilan sampel pada uji nilai gizi bakso dilakukan secara komposit hanya pada hari ke-0 (sebelum disimpan). Data yang diperoleh dibandingkan dengan kualitas SNI untuk menentukan mutu bakso. Nilai gizi yang dianalisis adalah kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar karbohidrat. Peubah yang diamati pada Analisis kualitas fisik bakso adalah nilai pH bakso, aw bakso dan daya serap air bakso. Analisis kualitas mikrobiologi dilakukan dengan peubah TPC/ total mikroba, total E. coli dan total salmonella.Peubah yang diamati pada analisis kualitas fisik dan mikrobiologi bakso dilakukan pada sebelum penyimpanan (H-0) dan saat penyimpanan (H-3 dan H-6).

22 Catatan: 1. Bakteriosin dimasukkan bersamaan dengan garam, STPP dan ½ bagian es

batu

2. Nitrit dimasukkan bersamaan dengan bumbu-bumbu dan sisa ½ bagian es batu

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Bakso Penggilingan dengan food processor

Dimasukkan dalam air bersuhu 50-60 °C selama 10 menit

Perebusan (air bersuhu 100 °C selama 10 menit)

Bakso Ditiriskan dan langsung uji kimia, mikrobiologi , fisik dan organoleptik (hari ke- 0)

Penyimpanan suhu refrigerator selama 6 hari

Garam, STPP, ½ bagian es

daging

Dipotong-potong

Penggilingan kembali

Adonan ditempatkan dalam

Merica, bawang putih, tepung tapioka, dan sisa

½ bagian es

Pencetakan

Bakso matang

Analisis kualitas mikrobiologi, fisik, dan organoleptik (hari ke- 3,dan 6 hari)

23

Pengujian Kadar Air (AOAC, 1995). Sebanyak 5 g sampel bakso ditempatkan dalam cawan porselin yang berat kering totalnya sudah diketahui. Cawan beserta isinya dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 oC (selama 20 jam) hingga beratnya konstan. Sampel didinginkan ke dalam desikator. Sampel dan cawan ditimbang dan kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air = 100% (g) awal Berat (g) akhir berat - awal Berat

Pengujian Kadar Protein (AOAC, 1995). Kadar protein ditetapkan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel bakso sebanyak 250 mg dimasukkan secara kuantitatif ke dalam tabung pencerna dan ditambah satu sendok kecil katalisator spesial 5-35 g dengan komposisi 3,5 g K2SO4 + 0,0035 g Se. Campuran kemudian ditambahkan asam sulfat pekat 2,5 ml dan dipanaskan pada sistem pencerna. Hidrogen peroksida sebanyak lima tetes ditambahkan melalui sisi tabung.

Larutan yang sudah jernih kemudian ditambah dengan 25 ml akuades. Distilasi dan titrasi dilakukan secara otomatis pada Kjeltec Auto 1030 analyzer. Blangko ditentukan dengan cara sama tanpa menambah contoh. Titik akhir dicapai pada saat larutan berwarna merah muda.

Kadar protein = ( ) 2 100 01 , 14 B A F N Ket :

14,01 = Berat atom nitrogen F = Faktor konversi (6,25) N = Konsetrasi HCl

B = Volume titran blanko (ml) A = Volume titran contoh

Pengujian Kadar Lemak (AOAC, 1995). Kadar lemak diukur dengan menggunakan metode Soxhlet yaitu sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam selongsong kemudian ditutup dengan kapas dan di streples. Selongsong penyaring yang berisi sampel dimasukkan ke dalam alat soxhlet. Pelarut lemak (kloroform) dimasukkan sebanyak 100-200 ml ke dalam labu didihnya, kemudian dilakukan ekstraksi selama 6 jam, setelah itu, sampel yang telah diekstraksi dan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC. Sampel yang sudah dikeringkan

24 dimasukkan ke dalam eksikator selama 15 menit. Lemak yang tinggal di dalam wadah dihitung beratnya.

Pengujian Kadar Abu (AOAC, 1995). Sebanyak 5 g sampel bakso ditempatkan dalam cawan porselen yang berat kering totalnya sudah diketahui. Wadah beserta isinya dimasukkan dalam tanur (500 oC) selama 5 jam sehingga diperoleh abu. Abu yang dihasilkan dititrasi dengan mengunakan larutan AgNO3 0,1 N. Kadar abu diperoleh dari kadar NaCl yang tertitrasi yang dihitung dengan rumus:

Kadar abu = x 100%

Penghitungan Kadar Karbohidrat (AOAC, 1995). Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan rumus:

Karbohidrat (%) = 100% - % kadar air - % kadar lemak - % kadar protein - % kadar abu

Pengujian Nilai pH Bakso. Sampel bakso diukur dengan menggunakan pH- meter merek Shott. Instrument dikalibrasi dengan larutan buffer dengan nilai pH 4 dan 7. Sampel bakso ditimbang 5 gram dan dihancurkan, kemudian ditambah akuades 45 ml lalu campuran tersebut dihomogenkan, sampel dipindahkan ke dalam gelas ukur, pH-meter dicelupkan ke dalam sampel kira-kira 2-4 cm. Nilai pH diperoleh dengan membaca skala yang tertera pada alat tersebut (AOAC, 1995).

Analisis Aktivitas Air (aw). Pengukuran aw dilakukan dengan menggunakan alat Novasina ms1 set-aw. Sebanyak 1 g sampel bakso ditempatkan dalam wadah kemudian dimasukan ke dalam alat yang sebelumnya sudah dikalibrasi dengan Novasina SAL-T & Sensor-Check SC nomor 75. Nilai aw adalah nilai pertama terlihat ketika tanda segitiga di bagian bawah mencapai empat buah.

Analisis Daya Serap Air (Fardiaz, 1992). Sampel bakso sebanyak 1 g disiapkan dalam bentuk halus, kemudian sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 10 ml air dan selanjutkan dikocok menggunakan vortex. Sampel didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah 30 menit, tabung reaksi disentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 3500 rpm, kemudian jumlah supernatan yang terbentuk diukur menggunakan gelas ukur.

25 Daya Serap Air (g/ml) = Jumlah air yang ditambahkan – Jumlah supernatan yang dibentuk

Total Mikroba (Dewan Standardisasi Nasional, 1995). Sebanyak 5 g sampel bakso dimasukkan ke dalam plastik steril lalu ditambahkan 45 ml NaCl 0,85% steril, kemudian dikocok diremas-remas hingga diperoleh campuran yang homogen. Sampel ini kemudian diencerkan dengan NaCl 0,85% hingga pengenceran kelima (10-5 ). Sampel dipipet secara aseptik pada pengenceran 10-3 sampai 10-5 dan sebanyak 1 ml dipipet ke dalam cawan petri steril dan tuang media plate count agar (PCA). Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 37 oC. Jumlah bakteri ditentukan dengan metode hitungan cawan dan formula penentuan jumlah koloni pada setiap perlakuan dengan jumlah koloni antara 25-250 cfu/g adalah:

N = x d

Analisis Kuantitatif Escherichia coli. Sebanyak 5 gram sampel bakso dimasukkan ke dalam plastik steril lalu ditambahkan 45 ml NaCl 0,85% steril, kemudian dikocok diremas-remas hingga diperoleh campuran yang homogen. Sampel ini kemudian diencerkan dengan NaCl 0,85% hingga pengenceran kelima (105).Sampeldipipet secara aseptik pada pengenceran 10-1 sampai 10-3 dan sebanyak 1 ml dipipet ke dalam cawan petri steril dan tuang media eosyn methylen blue agar (EMBA). Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 37 oC, koloni E coli yang tumbuh berwarna biru keunguan.

Analisis Kualitatif Salmonella sp. Sampel bakso ditimbang sebanyak 5 g secara aseptis ke plastik berisi Lactose Broth 45 ml dan sampel diremas-remas dan dihomogenkan, lalu sampel diinkubasi pada suhu 37 oC, selama 24 jam. Setelah diinkubasi, sebanyak 1 ml campuran dipindahkan ke 9 ml media Rappaport- Vassiliadis dan tetrathionate broth, lalu diinkubasi. Suspensi diambil dengan jarum ose dari masing-masing RV dan TTB yang telah diinkubasi dan diinokulasikan ke media bismuth sulfite agar, xilose lysine desoxycholate agar, dan hektoen enteric agar kemudian diinkubasi. Uji koloni yang muncul pada cawan yang dimungkinkan Salmonella ke media agar miring triple sugar ron agar (TSIA) dan lysine iron agar (LIA).

26 Identifikasi dilakukan dengan mengambil koloni yang diduga sebagai Salmonella dari ketiga media tersebut dan diinokulasikan koloni ke TSIA dan LIA dengan cara menggores pada permukaan agar miring, selanjutnya menusuk kedalam bagian tegak agar miring dan diinkubasi. Koloni spesifik Salmonella spp. diamati dengan merujuk pada hasil reaksi seperti tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Salmonella spp. pada TSIA dan LIA

Media Agar Miring Dasar Agar H2S Gas

TSIA Alkalin/K Asam/A Positif Negatif

(merah) (kuning) (hitam) Positif

LIA Alkalin/K Asam/A Positif Negatif

(ungu) (ungu) (hitam) Positif

Uji Kualitas Organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik yang diamati pada hari ke-0 hingga hari ke-6 selama penyimpanan. Uji hedonik menggunakan skala 1 sampai 5. Pengujian melibatkan 30 orang panelis. Uji hedonik yang dilakukan meliputi karakteristik warna, kekenyalan, tekstur dan aroma, dengan nilai 1= sangat suka; 2= suka; 3= agak suka; 4= tidak suka; dan 5= sangat tidak suka

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian konfirmasi aktivitas antimikrob bakteriosin dari L. plantarum 2C12 adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan dengan menggunakan bakteri indikator yang berbeda (E. coli, S. aureus, Salmonella sp, dan Pseodomonas aerogenosa ). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (analysis of variance = ANOVA). Jika pada analisis ragam perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995).

Model statistika yang digunakan sebagai berikut: Yijk = µ + αi + εij

27 Keterangan:

Yijk = Peubah respon ke-k karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor bakteri indikator

pada ulangan ke-k (k = 1,2,3) µ = Pengaruh rata-rata bakteri indikator

αi = Pengaruh perlakuan bakteri indikator ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5)

εij = Galat percobaan dari nilai respon ke-j dari perlakuan pada taraf ke-i

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian aplikasi bakteriosin pada produk bakso adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan pola 3 x 3 dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah pemberian pengawet (0%, bakteriosin 0,3% dan nitrit 0,3%). Faktor kedua adalah lama penyimpanan 0, 3, dan 6 hari pada suhu refrigerator (4 °C).

Model Matematika yang digunakan pada penelitian ini adalah : Yijk = µ + Pi + Yj + PYij+ €ijk

Keterangan :

Yijk = Variabel respon akibat pengaruh bakteriosin ke-i dan lama penyimpanan ke- j pada ulangan ke-k.

μ = nilai tengah umum

Pi = Pengaruh perlakuan pengawet ke-i

Yj = Pengaruh perlakuan lama penyimpanan ke-j

PYij = Pengaruh interaksi antara bakteriosin ke-i dengan lama penyimpanan ke-j

€ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ke-j, terhadap ulangan ke-k, k = 1, 2, 3 Data diolah dengan analisis ragam (analysis of variance = ANOVA). Jika pada analisis ragam perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995). Analisis data uji nilai gizi bakso menggunakan analisis secara deskriptif. Analisis data nilai pH dan aw bakso menggunakan uji Kruskal-Wallis. Analisis data uji kualitas mikrobiologis, analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, kecuali data total mikroba dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis.

Uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik untuk melihat tingkat kesukaan konsumen. Hasil penilaian oganoleptik dianalisis dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan dengan menggunakan bahan

28 pengawet yang berbeda terhadap karakteristik warna, kekenyalan, tekstur dan aroma bakso. Model statistika yang digunakan sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + εij Keterangan:

Yijk = Peubah respon ke-k karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor bahan pengwaet

pada ulangan ke-k (k = 1,2,3) µ = Pengaruh rata-rata bahan pengawet

αi = Pengaruh perlakuan bahan pengawet ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5)

εij = Galat percobaan dari nilai respon ke-j dari perlakuan pada taraf ke-i

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (analysis of variance = ANOVA). Jika pada analisis ragam perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995).

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Antimikroba Bakteriosin Kasar terhadap Bakteri Patogen

Aktivitas antimikrob bakteriosin terhadap bakteri patogen diketahui melalui penelitian pendahuluan yaitu dengan melakukan uji difusi sumur. Zona bening menunjukkan bahwa bakteri uji tidak dapat tumbuh. Semakin luas zona bening maka semakin kuat daya hambat suatu antimikroba. Zona bening dari aktivitas antrimikroba dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Diameter Zona Hambat Ekstrak Bakteriosin Kasar L. plantarum 2C12 terhadap Bakteri Indikator

Bakteri Indikator Diameter Zona Bening (mm)

Escherichia coli 9,02 ± 0,55 b

Pseudomonas aerogenosa 9,96 ± 0,67 ab

Staphylococcus aureus 11,27 ± 0,22 a

Salmonella enterica ser. Thypimurium 9,34 ± 1,33 ab

Keterangan: Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Berdasarkan Tabel 4 membuktikan bahwa bakteriosin kasar dapat mengham- bat aktivitas bakteri patogen. Bakteriosin kasar L. plantarum 2C12 menunjukkan aktivitas antimikrob terhadap keempat bakteri indikator. Hasil uji statistik menunjukan bahwa jenis bakteri indkator yang berbeda berpengaruh nyata terhadap zona bening yang dihasilkan oleh bakteriosin kasar 2C12 (P< 0,05). Zona bening yang dhasilkan bakteriosin kasar terhadap E. coli dan S. aureus berbeda. Zona bening terbesar dihasilkan pada uji antagonistik bakteriosin dengan bakteri Staphylococcus aureus, hal ini sesuai dengan pernyataan (Wiryawan dan Tjakradidjaja, 2001), yang menyatakan bahwa bakteriosin dapat menghambat perkembangan bakteri patogen yang mempunyai kekerabatan dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin. Menurut Klaenhammer (1998) bakteriosin dari Gram positif efektif menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif tetapi secara bakterisidal tidak efektif menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif. Umumnya bakteri Gram negatif memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap senyawa antimikroba dibanding Gram positif (Usmiati et al., 2009). Bakteri Lactobacillus plantarum menghasilkan bakteriosin yang merupakan senyawa protein yang bersifat bakterisidal (James et al., 1992).

30 Lactobacillus plantarum dapat memproduksi bakteriosin yang merupakan bakterisidal bagi sel sensitif dan dapat menyebabkan kematian sel dengan cepat walaupun pada konsentrasi rendah. Mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba oleh bakteriosin adalah : (1) perusakan dinding sel sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat pertumbuhan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh; (2) mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien di dalam dinding sel; (3) denaturasi protein sel; (4) perusakan sistem metobolisme dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler (Pelczar dan Chan, 1986).

Nilai pH, Aktivitas Air, dan Kualitas Mikrobiologi Daging Sapi yang Digunakan

Hasil analisis pada daging segar dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil pengukuran pH daging adalah 6,26, ini diatas pH normal daging sehingga daging bersifat daging dark firm dry (DFD). Daging seperti ini sangat cocok untuk pembuatan bakso. Daging Dark Firm Dry (DFD) yaitu daging yang berwarna gelap, bertekstur keras, kering, memiliki nilai pH tinggi dan daya mengikat air tinggi (Aberle et al., 2000). Daging ini dihasilkan akibat ternak kelelahan setelah mengalami transportasi yang jauh, sehingga terjadi perubahan dalam sifat fisik, kimia maupun sensori (Wulf et al., 2002).

Tabel 5. Hasil Analisis Kualitas pada Daging Segar

Soeparno (2005), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kualiatas daging adalah warna, daya mengikat air oleh protein daging yang mempengaruhi daya serap air pada produk, pH dan kekenyalan. Selain itu dikatakan juga, kualitas daging sangat dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Daging yang digunakan untuk penelitian ini adalah daging silverside (gandik). Penggunaan

Peubah Nilai SNI (2000)

pH daging 6,26 5,3 – 5,8

aw daging 0,91 0,95

TPC (cfu/g) 1,87 x 106 1 x 106

E.coli (cfu/g) 2,5 x101 1 x 102

31 daging gandik menyebabkan bakso mempunyai kadar protein, daya iris (shear WB), kecerahan dan kemerahan tertinggi, serta kadar lemak terendah (Indarmono, 1987). Penggunaan daging gandik juga dimaksudkan untuk menghasilkan produk bakso yang lebih kenyal dan berwarna putih. Nilai pH daging normal menurut SNI-01- 3947-1995 yaitu antara 5,3-5,8. Nilai pH juga berhubungan dengan pertumbuhan bakteri. Hampir semua bakteri dapat tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh pada pH di bawah 4 dan di atas 9.

Data analisis mikrobiologi pada daging sapi segar menunjukkan total mikroba pada penelitian ini melebihi batas maksimal menurut SNI 01-0366-2000 yaitu 1x106 cfu/g, sedangkan untuk jumlah Escherichia coli dan keberadaan Salmonella telah sesuai dengan persyaratan maksimum cemaran bakteri yang direkomendasikan SNI yaitu 1x102 untuk Escherichia coli dan negatif untuk Salmonella. Banyaknya cemaran mikroba pada hasil penelitian in disebabkan tempat pemotongan yang kurang higienis, kontaminasi dari air, lantai, pekerja, udara, isi saluran pencernaan, dan alat-alat yang digunakan.

Tempat pembelian daging juga menjadi salah satu faktor banyaknya cemaran mikroba. Daging segar dibeli di Pasar Anyar Bogor, yang berasal dari RPH kota Bogor. Besarnya populasi E.coli menunjukkan bahwa pada saat pemotongan, pekerja di rumah potong hewan (RPH) kota Bogor tidak menerapkan sanitasi yang baik dan memadai karena E. coli merupakan bakteri indikator sanitasi. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan air yang tidak mengalir pada saat melakukan pembersihan daging yang sudah dipotong sehingga terkontaminasi dari bakteri yang berasal dari jeroan maupun dari air yang telah terkontaminasi sebelumnya dengan bakteri koliform. Pada penelitian ini tidak ditemukan Salmonella sp, membuktikan bahwa karkas tidak terkontaminasi oleh kotoran ternak yang terinfeksi. Salmonella sp. termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini berbentuk batang pendek, Gram negatif, anaerobik fakultatif dan memiliki flagella peretrikat. Salmonella merupakan bakteri Gram berbentuk batang pendek dan tidak membentuk spora (Jay, 2000). Genus ini banyak tersebar di alam, manusia dan hewan sebagai habitatutamanya. Bakteri genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi dantersebar dalam pangan akibat kontaminasi dari kotoran yang terinfeksi (Fardiaz, 1989).

32

Kualitas Bakso dengan Aplikasi Bakteriosin L. plantarum 2C12

Kualitas bakso yang diuji dalam penelitian ini meliputi nilai gizi, kualitas fisik, mikrobiologi dan oraganoleptik. Nilai gizi meliputi kandungan kadar air, kadar abu, protein kasar, lemak kasar dan karbohidrat. Kualitas fisik yang diuji meliputi nilai pH, aw dan daya serap air. Kualitas mikrobiologi yang diuji meliputi nilai total mikroba, analisis kuantitatif E. coli dan analisis kualitatif Salmonella spp. Penilaian kualitas organoleptik yang di uji adalah uji hedonik.

Nilai Gizi Bakso

Daging sapi produk olahannya mudah rusak dan merupakan media yang cocok bagi pertumbuhan mikroba, karena tingginya kandungan air dan nutrisi seperti lemak dan protein. Hasil nilai gizi bakso dengan penambahan bahan pengawet yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Gizi Bakso dengan Penambahan Bahan Pengawet yang Berbeda

Sampel KA BK Abu PK (%) LK (%) Karbohidrat

Kontrol 67,51 32,49 3,97 36,20 0,71 59,12

Nitrit 0,3% 68,92 31,08 5,41 45,46 0,42 48,71

Bakteriosin 0,3% 68,49 31,51 5,26 39,16 1,65 53,93

Bakso SNI, 1995 ≤ 70,0 - ≤ 3,0 ≥ 9,0 ≥ 2,0 -

Keterangan: Persentase kandungan Abu, PK, dan LK bakso dihitung berdasarkan BK 100%.

Tabel 6 menunjukkan hasil nilai gizi dari semua sampel bakso. Secara deskriptif, hasil bakso dengan penambahan bakteriosin kasar (0,3%) dapat meningkatkan nilai gizi, yaitu kandungan air, abu, protein kasar, lemak kasar, isi

Dokumen terkait