Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung kaca, selang
aerator, aerator, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur, pipet tetes, mikro
pipet, mikroskop binokuler, haemocytometer, hand counter, spektrofotometer,
lampu flourescent 40 Watt, rak kultur, refraktometer, pH meter, lux meter,
autoclave, cover glass, kertas label, vortex, centrifuge, gunting, cuvet, plastik
gelap,sterofoam, dan alumunium foil.
4.2.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit D. salina
dan medium Walne yang berasal dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP)
Situbondo, air laut, kertas perkamen (pembungkus alat saat proses autoclave),
4.3 Metode Penelitian 4.3.1 Rancangan Penelitian
Metode penelitian digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang
dapat dilakukan dengan pengumpulan data melalui pengamatan, survei, ataupun
melalui percobaan (Kusriningrum, 2012). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimental (true eksperimental) dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan pada penelitian ini terdiri dari empat
perlakuan dengan lima kali ulangan sehingga terdapat 20 satuan percobaan.
Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah perbedaan intensitas
cahaya pada kultur D. salina. Intensitas cahaya yang diberikan adalah 700 lux
(A), 2.200 lux (B), 3.700 lux (C) dan 5.200 lux (D), masing-masing perlakuan
terdiri dari lima ulangan. Perbedaan perlakuan intensitas cahaya diperoleh
berdasarkan Borowitzka and Borowitzka (1989) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan normal D. salinaadalah pada intensitas cahaya 1.200-2.200 lux.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel
yaitu variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas pada
penelitian ini adalah perbedaan intensitas cahaya, sedangkan variabel terikat
adalah kandungan β-karotenD. salina. Variabel terkontrol meliputi suhu, pH dan salinitas.
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
4.3.2 Prosedur Kerja
A. Persiapan dan Pengaturan Intesitas Cahaya
Medium kultur yang digunakan adalah medium Walne yang diperoleh dari
Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo. Terdapat 20 satuan percobaan
sehingga dibutuhkan 20 tabung kaca. Ruang kultur dipersiapkan dengan
memasang rak kultur dan setiap bagian sisi ditutup dengan plastik gelap.
Perlakuan pencahayaan diperoleh dari lampu flourescent 40 Watt yang
ditempatkan pada rak kultur. Nilai intensitas cahaya pada perlakuan diperoleh dari
jarak antara lampu dengan botol media kultur. Menurut Kawaroe dkk. (2009),
pengukuran intensitas cahaya dapat dilakukan dengan menggunakan lux meter.
Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan cara menghadapkan lensa sensor
lux meter pada lampu hingga jarum skala pada lux meter menunjukkan angka
yang dikehendaki.
B. Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh kontaminan yang dapat
mengganggu pertumbuhan D. salina. Sterilisasi yang dilakukan pada penelitian
ini meliputi sterilisasi peralatan, bahan dan rak kultur.
Menurut Masithah dkk. (2011), sterilisasi alat dan air laut dimaksudkan
untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme lain. Peralatan yang akan
digunakan dicuci sampai bersih dan dibilas dengan air tawar kemudian peralatan
dikeringkan di bawah sinar matahari. Peralatan yang akan digunakan untuk kultur
Sterilisasi dengan autoclave dilakukan untuk peralatan yang terbuat dari kaca
tahan panas.
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), sterilisasi media dapat
menggunakan autoclave. Sterilisasi media dilakukan dengan cara memasukkan
media air laut ke dalam botol kaca kemudian ditutup menggunakan kapas yang
dilapisi kain kasa dan alumunium foil. Botol kaca yang berisi media disterilisasi
menggunakanautoclave pada suhu 121ºC selama 15 menit. Menurut Hendaryono
dan Wijayanti (1994), sterilisasi rak kultur D. salina dilakukan dengan
membersihkan ruang kultur kemudian dilakukan penyemprotan alkohol 90%
menggunakanhand-sprayer.
C. Persiapan Pupuk untuk KulturDunaliella salina
Pupuk yang digunakan sebagai media kultur skala laboratorium adalah
pupuk Walne yang diperoleh dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo.
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1998), komposisi pupuk Walne adalah
Na2EDTA 45 gr, NaH2PO4.H2O 20 gr, FeCl3.6H2O 1,5 gr, H3BO333,6 gr, MnCl2
0,36 gr, NaNO3 100 gr, trace metal solution 1 ml, vitamin 1 ml dan 100 ml
akuades. Larutan pupuk disterilkan menggunakan autoclave kemudian disimpan
dalam lemari es.
D. Lingkungan dan Media KulturDunaliella salina
Menurut Masithah dkk. (2011), lingkungan kultur dapat mempengaruhi
merupakan campuran dari media air laut steril 464 ml, bibit D. Salina 35 ml
dengan kepadatan awal stok murni 719,825 x 104 sel/ml dan kepadatan yang
dikehendaki 5x105 sel/ml, pupuk Walne 0,5 ml serta vitamin B120,5 ml. Menurut
Sari dan Manan (2012), media air laut yang telah dicampur dengan pupuk Walne
dan vitamin diaerasi beberapa saat, kemudian dilakukan penebaran bibitD. salina.
Tujuan pemberian aerasi untuk melarutkan pupuk Walne dan vitamin serta untuk
meningkatkan kelarutan CO2pada media kultur.
E. Penebaran BibitDunaliella salina
Bibit D. salinayang akan digunakan untuk penelitian diperoleh dari Balai
Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo. Pengiriman bibit D. salina dilakukan
pada suhu rendah. Bibit D. salinadikemas dalam botol kemudian dimasukkan ke
dalam kotak sterofoam yang sudah diberi es, kemudian bibit D. salina disimpan
dalam lemari pendingin. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1998) stok murni
bibit D. salina saat disimpan pada lemari pendingin pada suhu 5-15ºC dapat
bertahan hingga satu bulan. Bibit D. salina dari stok murni dicek dan dihitung
menggunakan haemocytometer dengan bantuan mikroskop sebelum dimasukkan
ke dalam botol kultur. Menurut Sari dan Manan (2012), pengecekan dan
penghitungan bibit fitoplankton sebelum dikultur bertujuan untuk mengetahui
kepadatan awal dan adanya kontaminasi, baik dari protozoa maupun dari spesies
plankton lain. Menurut Masithah dkk. (2011), bibit D. salina dimasukkan ke
dalam botol kultur dengan kepadatan 5x105 sel/ml. Menurut Kwangdinata dkk.
(2013), jumlah bibit D. salina yang diperlukan untuk kultur dihitung
V1=
N2 x V2 N1 Keterangan :
V1 = VolumeDunaliella salinayang dibutuhkan (ml) V2 = Volume media kultur yang dikehendaki (ml)
N1 = Kepadatan bibit atau stok murniDunaliella salina(sel/ml) N2 = Kepadatan bibitDunaliella salinayang dikehendaki (sel/ml)
F. Pengukuran PertumbuhanDunaliella salina
Pengukuran pertumbuhan dilakukan dengan menghitung kepadatan sel
setiap hari sampai pemanenan. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan pipet tetes. Kepadatan sel dihitung dengan penghitungan langsung
menggunakan haemocytometer kemudian dilakukan penghitungan sel di bawah
mikroskop cahaya binokuler dengan perbesaran 400 kali (Prieto et al., 2011).
Menurut Kwangdinata dkk. (2013), data yang diperoleh dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut:
Kepadatan Fitoplankton (sel/ml) = x 104
Keterangan :
nA, nB, nC, nD = Jumlah sel fitoplankton pada block A, B, C, D
G. PemanenanDunaliella salina
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) pemanenan fitoplankton harus
dilakukan pada saat yang tepat yaitu pada puncak populasi. Pemanenan
fitoplankton dapat dilakukan secara total atau parsial tergantung dari tujuan
pertumbuhan pada setiap perlakuan dan untuk mengetahui perkembangan
pembentukan β-karotenD. salina.
Pemanenan D. salina secara parsial dilakukan dengan cara mengambil 10
ml sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian disimpan dalam
lemari pendingin (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995), kemudian dilakukan
ekstraksi untuk mengetahui kandungan β-karotenD. salina.
H. Ekstraksi
Menurut Pisal and Lele (2006), analisis kandungan β-karoten dapat dilakukan dengan cara mengambil 5 ml sampel hasil panen D. salina
menggunakan pipet, kemudian disentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm selama
lima menit. Hasil sentrifus diambil bagian pelet kemudian ditambahkan dengan 5
ml akuades, kemudian disentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm selama lima menit.
Hasil sentrifus diambil bagian pelet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 5 ml metanol dan disentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm
selama lima menit. Hasil sentrifus diambil bagian pelet dan ditambahkan 5 ml
pelarut aseton:akuades dengan perbandingan (80:20 v/v) atau 4 ml aseton dan
1 ml akuades. Hasil campuran dihomogenkan menggunakan vortex selama dua
menit dan disentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm selama lima menit. Hasil
campuran terdiri dari dua warna cairan yaitu lapisan cairan bening dan lapisan
cairan berwarna kekuningan. Lapisan cairan bening dibuang dan lapisan cairan
berwarna kekuningan diambil untuk dibaca pada spektrofotometer dengan
I. Perhitungan Kandunganβ-karoten
Menurut Hejazi and Wijffels (2003), analisis kandungan β-karoten dapat ditentukan dengan metode spektrofotometer. Menurut PisalandLele (2006), hasil
ekstraksi berupa lapisan cairan yang berwarna kekuningan, kemudian
dimasukkan ke dalam cuvet dan dibaca menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 480 nm. Rumus perhitungan β-karoten menurut Hurst (2002)
adalah sebagai berikut:
Keterangan :
: koefisien absorbansiβ-karoten 2273 V : volume sampel
A : absorbansi pada panjang gelombang 480 nm
J. Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas air pada kultur D. salina dilakukan setiap
hari yaitu pada pagi dan sore hari. Parameter kualitas air yang diamati meliputi
suhu, pH dan salinitas air. Pengukuran suhu dengan termometer, pH dengan pH
meter dan salinitas dengan refraktometer.
4.4 Parameter
4.4.1 Parameter Utama
Parameter utama yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah
kandungan β-karoten D. salina yang dianalisa setelah dilakukan pemanenan dan ekstraksi.
4.4.2 Parameter Penunjang
Parameter penunjang penelitian ini adalah pertumbuhan harian sel
D. salinadan kualitas air yang meliputi suhu, salinitas, dan pH diukur setiap hari
selama perlakuan.
4.5 Analisa Data
Hasil perhitungan kandungan β-karoten dan pertumbuhan sel D. salina
dilakukan analisa menggunakan metode deskriptif. Menurut Nazir (2011), tujuan
dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan
V HASIL DAN PEMBAHASAN