• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Matriks Sampel

Suatu metode harus dapat menunjukkan rekoveri dan ripitabilitas yang dapat diterima pada konsentrasi dan matriks yang mewakili kelompok sampel dimana metode itu hendak diterapkan (AOAC 2002). Suatu metode yang hendak diterapkan pada “pangan” secara umum, metode tersebut perlu diujikan pada jenis pangan yang dianggap mewakili kelompok pangan secara umum. Sampel yang yang dianggap mewakili dapat dipilih berdasarkan skema segitiga atau

triangle scheme yang disarankan AOAC Internasional (Gambar 1) (Sullivan dan Carpenter 1993).

Skema segitiga ini berdasarkan kadar karbohidrat, protein dan lemaknya yang mana dianggap memiliki pengaruh terbesar terhadap kemampuan metode analisis. Suatu kelompok pangan, yang diwakili oleh segitiga kecil, dikatakan memiliki kadar yang “tinggi”, “sedang” dan “rendah” berdasarkan kadar karbohidrat, protein dan lemaknya. Pangan kompleks diposisikan pada salah satu segitiga kecil—menurut kadar karbohidrat, lemak dan proteinnya (dengan persentase yang telah dinormalisasi menurut perbandingan dari ketiga komponen). Pemetaan ini dilakukan dengan meniadakan persentase kadar air dan kadar abu. Tiap sudut segitiga merupakan kelompok pangan yang terdiri dari 100% lemak, 100%protein, dan 100% karbohidrat.

Gambar 1. Matriks pangan berdasarkan kadar protein, lemak dan karbohidrat (Nielsen 2010).

Nielsen (2010) mengatakan bahwa kemampuan suatu metode analisis dipengaruhi oleh matriks pangan (misalnya komponen dari pangan tersebut terutama lemak, protein dan karbohidrat). Matriks pangan merupakan tantangan terbesar bagi para analis pangan. Makanan dengan kadar lemak tinggi dan kadar gula tinggi dapat menghasilkan interferensi yang berbeda dengan makanan dengan kadar lemak rendah dan kadar gula rendah. Prosedur digesti dan tahap ekstraksi sangat penting bagi hasil analisis yang akurat. Hal ini tergantung pada matriks pangan. Kompleksitas dari berbagai sistem pangan seringkali membutuhkan lebih dari satu teknik dan prosedur untuk komponen spesifik tertentu, termasuk pengetahuan mengenai teknik mana yang sesuai untuk matriks pangan yang spesifik.

Metode analitik yang umum harus dapat menganalisis kesembilan kombinasi yang ada, menggantikan metode yang spesifik pada matriks tertentu (matrix dependent method). Misalnya dengan menggunakan metode yang dipengaruhi oleh matriks, kita mungkin dapat menggunakannya untuk menganalisis bahan yang rendah protein, dengan karbohidrat dan lemak sedang seperti coklat dan keripik kentang. Tetapi untuk bahan dengan protein tinggi, lemak rendah dan karbohidrat tinggi seperti susu rendah lemak, harus digunakan metode analisis yang lain. Hal ini cukup merepotkan dan kemungkinan nilai yang didapat dari hasil analisis kedua metode perlu dievaluasi (Nielsen 2010).

Validasi metode memerlukan pengetahuan mengenai identitas dari sampel yang akan dianalisis, karena jika tidak, meski banyak informasi berguna yang didapat, tetapi informasi itu akan terombang-ambing bagaikan kapal di lautan yang luas, tidak mengetahui dimana keberadaannya, tanpa penanda yang menunjukkan posisinya (AOAC 2002). Oleh karena itu selain melakukan studi literatur dilakukan uji proksimat terhadap sampel yang akan dianalisis untuk

mengonfirmasi komposisi dari sampel. Berikut data mengenai sampel yang akan digunakan dalam perbandingan metode:

2.5.1. Kecap manis

Kecap manis merupakan produk olahan kedelai, yang teksturnya kental dan berwarna coklat kehitaman (Suprapti 2005). Komposisi kimia kecap manis dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia kecap manis, kecap asin dan santan

Komponen Kadar (%)

Kecap manis Kecap asin Santan

Air 29,61a 63, 84a 54,9c

Protein kasar 1,46a 6,55a 4,20b

Lemak 0,14a 0,35a 34,30b

Abu 7,64a 18,48a 1-1,3c

Karbohidrat 61,15a 10,78a 5,60b

Garam (NaCl) 6,27a 18,43a (tidak ada informasi) Sumber: aJudoamidjojo (1987) , bDirektorat Gizi (1967), c Woodroof (1979)

Kandungan gula dan viskositas yang tinggi dari produk ini disebabkan karena penambahan gula dalam proses pembuatannya. Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa dan fruktosa (Kusumadewi, 2011). Kandungan gula kecap manis, yaitu 26-61%, lebih banyak dari kecap asin yang hanya 4-19% (Judoamidjojo 1987). Kandungan asam amino yang cukup tinggi dari kecap manis karena salah satu bahan yang digunakan untuk membuatnya adalah kedelai yang memiliki kandungan protein yang tinggi (Santoso 1994). Rincian jenis asam amino kecap manis dapat dilihat pada Tabel 4.

Dalam kecap manis, selain dari kedelai senyawa organik yang ada juga berasal dari gula merah. Senyawa organik dalam kecap manis adalah asam sitrat, tartarat, suksinat, laktat, format, piroglutamat, propionate dan butirat (Judoamidjojo et al 1985). Kecap yang bermutu tinggi berkadar garam 18%, gula minimal 40% dan pHnya berkisar antara 4,7-4,8 (Buckle et al 1988). Adapun persyaratan BSN untuk kecap manis (SNI 01-2543-1999) kadar garam minimal 3% dan total gula (dihitung sebagai sakarosa) minimal 40%.

Tabel 4. Kandungan asam amino kecap asin dan kecap manis (g/100g) Asam amino Kecap Asin Kecap Manis

Asam aspartat 0,42 0,03 Treonin 0,21 0,01 Serin 0,29 0,01 Glutamat 0,63 0,10 Prolin 0,16 0,01 Glisin 0,15 0,00 Alanin 0,30 0,02 Valin 0,30 0,02 Metionin 0,08 0,00 Isoleusin 0,29 0,02 Leusin 0,41 0,02 Tirosin 0,15 0,02 Fenilalanin 0,24 0,02 Lisin 0,27 0,01 Histidin 0,09 0,00 Arginin 0,27 0,00 Triptofan 0,00 0,00 Sistein 0,00 0,00 Sumber: Judoamidjojo et al (1985)

2.5.2. Kecap kedelai asin

Kecap kedelai asin atau yang biasa dikenal dengan nama kecap asin merupakan hasil fermentasi dari kedelai. Menurut definisi SNI 01-3543-994 kecap kedelai adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max. L) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Warna dari kecap asin adalah coklat gelap. Tetapi warna ini bergantung pada proses penuaan atau

agingnya. Kecap asin mirip dengan kecap manis, hanya tanpa penambahan gula. Komposisi kimia

dari kecap kedelai dapat dilihat dari Tabel 3 dan kandungan asam aminonya dapat dilihat pada Tabel 4.

2.5.3. Santan

Berdasarkan SNI 01-3816-1995, santan adalah produk cair yang diperoleh dengan menyaring daging buah kelapa (Cocos nucifera) dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Santan merupakan emulsi lemak dalam air (Kirk dan Otmer 1950) yang

distabilisasi secara alamiah oleh protein (globulin dan albumin) dan fosfolipida (Tangsuphoom dan Coupland, 2008). Senyawa δ-C8-laktone, δ-C10-laktone, dan n-oktanol merupakan komponen volatil utama dan memberikan karakteristik aroma pada santan kelapa (Lin dan Wilkens 2006),

Adapun komposisi kimia santan dapat dilihat di Tabel 3. Tetapi komposisi kimianya masih bervariasi tergantung pada varietas lokasi tumbuh, cara budi daya, kematangan buah, dan metode ekstraksi seperti jumlah penambahan air dan suhu ekstraksi. Menurut Seow dan Gwee (1997), komposisi kimia santan kelapa yang diekstraksi dengan tanpa penambahan air terdiri atas protein 2.6-4.4%; lemak 32-40%; air 50-54%; dan abu 1-1.5%.

2.5.4. Bahan Acuan

Semua metode instrumental membutuhkan bahan acuan, sekalipun untuk metode yang mengukur analat yang empiris. Analat yang empiris adalah analat yang nilainya tidak seperti senyawa kimia yang stoikiometris yang bersifat tetap. Analat empiris merupakan hasil dari penerapan prosedur yang biasa digunakan untuk mengukurnya, contohnya untuk kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat (by difference) dan kadar serat (AOAC 2002).

Bahan acuan memainkan peranan penting untuk mengetahui akurasi dalam melakukan validasi. Bahan acuan disini dapat diartikan sebagai bahan atau zat yang memiliki sifat-sifat tertentu yang cukup homogen dan stabil, yang telah ditetapkan untuk dapat digunakan dalam pengukuran atau dalam pengujian suatu contoh. Bahan acuan dapat digunakan untuk mengontrol presisi pengukuran walaupun bahan acuan tersebut tidak memiliki nilai acuan (assigned value), sedangkan untuk kalibrasi atau untuk mengontrol kebenaran pengukuran hanya bahan acuan yang memiliki nilai acuan yang dapat digunakan (Dara 2010). Kalibrasi dan pengontrolan analisis sangat penting, karena menyangkut kehandalan hasil pengujian. Untuk pengambilan keputusan yang krusial diperlukan hasil pengujian yang dapat dipercaya (Nuryatini 2010). Bahan acuan ini dapat diperoleh dari berbagai produsen bahan acuan seperti Puslit Kimia LIPI yang telah mengembangkan beberapa bahan acuan (in-house reference materials) khususnya untuk pengujian dalam bidang lingkungan dan pangan (Dara 2010).

Bahan acuan dapat dibagi menjadi dua yaitu Certified Reference Material (CRM) dan Standard Reference Material (SRM). CRM dapat ditelusur hingga standard internasional dengan ketidakpastian yang telah diketahui dan oleh karena itu dapat digunakan untuk mengukur semua aspek bias (bias metode, bias antarlab, and intralab) secara bersamaan, dengan asumsi bahwa tidak ada ketidaksesuaian matriks. Perlu dipastikan bahwa nilai ketidakpastian yang dimiliki cukup kecil sehingga dapat mendeteksi bias pada kisaran tertentu. Tetapi jika nilainya tidak cukup kecil,

penggunaan CRM masih dianjurkan, tetapi dengan disertai dengan pengujian tambahan. Jika diperlukan dan dapat dilakukan, sejumlah CRM yang sesuai dengan matriks dan konsentrasi analit sebaiknya diujikan (Thompson et al 2002).

SRM dapat digunakan jika tidak ada CRM. SRM adalah material yang telah dikarakterisasi dengan baik untuk tujuan validasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika nilai bias tidak signifikan, hal ini bukan berarti merupakan bukti bahwa tidak adanya bias sama sekali. Akan tetap jika terdapat bias yang signifikan, hal ini menandakan perlunya investigasi lebih lanjut. SRM dapat berupa material yang telah dikarakterisasi oleh produsen CRM tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen mengenai nilai ketidakpastiannya atau material yang telah terkualifikasi oleh sebuah manufakturer; materials yang dikarakterisasi dalam lab sebagai reference material; dan material yang didistribusikan dalam proficiency test. Meskipun ketertelusuran dari material tersebut dipertanyakan, jauh lebih baik untuk menggunakan material tersebut dibandingkan tidak melakukan pengukuran terhadap bias sama sekali. Material dapat digunakan dengan cara yang sama seperti CRM, sekalipun tidak ada nilai ketidakpastian yang tercantum, seluruh pengujian yang signifikan bergantung seluruhnya pada presisi yang dapat diamati dari hasil (Thompson et al 2002).

Dokumen terkait