• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE SULFAT SKRIPSI MANIKHARDA F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE SULFAT SKRIPSI MANIKHARDA F"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL

KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE

SULFAT

SKRIPSI

MANIKHARDA

F24061217

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

METHOD COMPARATION AND VERIFICATION OF TOTAL CARBOHYDRATE

ANALYSIS WITH LUFF-SCHOORL AND ANTHRONE SULFURIC ACID

Manikharda, Hanifah Nuryani Lioe and Dian Herawati

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 16680, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone +62852 13 374 396, E-mail : manikharda@gmail.com

ABSTRACT

Carbohydrate plays crucial role in food industry. Therefore an accurate, direct and reliable carbohydrate analysis is needed. Among many colorimetric methods for carbohydrate determination, the Anthrone-sulfuric acid is the most commonly used. The Anthrone-sulfuric method for carbohydrate analysis is simple and sensitive. However, the SNI official method for carbohydrate analysis employing the Luff-Schoorl method which is time consuming, difficult for untrained staff and the reduction reactions are seldom stoichiometric. Therefore a new candidate method employing Anthrone sulfuric acid was proposed to replace the SNI 01-2891-1992 total carbohydrate analysis.

In this research both methods were compared using three matrices which represent general food matrices in liquid form based on AOAC proposed triangle scheme. Samples from the low, medium and high content of carbohydrate from the triangle scheme were selected. The selected samples were coconut milk, soy sauce and sweet soy sauce. Based on the comparation result, Anthrone method as a new proposed method proved ineligible to replace the SNI 01-2891-1992. Thus the next step taken was to verify the SNI 01-2891-1992 method through its repeatability and accuracy. Accuracy was accessed using reference material and standard addition. The repeatability showed acceptable precision. But the standard addition exhibited poor recovery value in SNI 01-2891-1992 method of total carbohydrate.

Keywords: total carbohydrate, carbohydrate analysis, Anthrone method, Luff-Schoorl method, method validation

(3)

MANIKHARDA. F24061217. Perbandingan Metode dan Verifikasi Analisis Total Karbohidrat dengan Metode Luff-Schoorl dan Anthrone Sulfat. Di bawah bimbingan Hanifah Nuryani Lioe dan Dian Herawati. 2011

RINGKASAN

Karbohidrat memegang peranan penting dalam bidang pangan. Oleh karena itu analisis karbohidrat yang akurat, cepat dan dapat dipercaya diperlukan untuk mengetahui kandungan total karbohidrat dalam produk. Diantara banyak metode kolorimetri yang ada untuk menganalisis karbohidrat, yang paling banyak digunakan adalah Anthrone sulfat. Analisis total karbohidrat dengan Anthrone sulfat cukup sederhana dan sensitif. Tetapi metode analisis untuk total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992 menggunakan metode Luff Schoorl yang menggunakan prinsip titrimetri, banyak memakan waktu, sulit dikerjakan bagi analis yang tidak terlatih dan reaksi reduksinya tidak stoikiometris. Metode kandidat yang menggunakan Metode Anthrone sulfat diajukan untuk dapat menggantikan metode total karbohidrat Luff Schoorl dalam SNI 01-2891-1992.

Penelitian dilakukan dengan memilih sampel yang dapat mewakili matriks sampel pangan secara umum yang bentuknya cair. Pemilihan sampel berdasarkan komposisi kimia pangan cair mengandung karbohidrat rendah, sedang dan tinggi dari studi literatur. Selanjutnya dari sampel yang terpilih, komposisinya dikonfirmasi melalui analisis proksimat. Kecap manis, kecap kedelai asin dan santan menjadi sampel yang terpilih dan dikonfirmasi komposisinya, masing-masing merupakan matriks yang tinggi, sedang dan rendah kadar karbohidratnya. Perbandingan analisis total karbohidrat menggunakan kedua metode yaitu Anthrone sulfat dan Luff-Schoorl pada ketiga sampel yang terpilih dilakukan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95% terlihat bahwa kedua metode tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam hal presisi untuk sampel kecap manis dan kecap asin, tetapi pada sampel santan terdapat perbedaan presisi pada kedua metode. Berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa hasil analisis dari kedua metode berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Uji korelasi menggunakan regresi linear dilakukan dengan menggunakan tambahan data sekunder dari matriks sampel pangan yang berwujud padat. Hasil regresi liniear menunjukkan bahwa adanya estimasi error diantara kedua metode. Karena Metode Anthrone sulfat dan Metode Luff-Schoorl tidak memiliki kesesuaian hasil yang dapat diterima, Metode Anthrone sulfat tidak dapat

(4)

menggantikan metode Luff Schoorl dalam SNI 01-2891-1992 untuk total karbohidrat.

Verifikasi metode baku untuk analisis karbohidrat total menurut SNI 01-2891-1992 (dengan Metode Luff-Schoorl) dilakukan menggunakan bahan acuan. Bahan acuan yang digunakan adalah susu bubuk dengan rentang kadar karbohidrat 59,61-59,67g/100g (hasil analisis dari satu lab); tepung kacang hijau dengan rentang kadar karbohidrat 14,02-19,26 g/100g (hasil analisis dari 8 lab) dan tepung kacang kedelai rentang kadar karbohidrat 49,26-57,96g/100g (hasil analisis dari 6 lab). Dilihat dari ripitabilitasnya Metode Luff-Schoorl yang diterapkan pada ketiga bahan acuan memiliki presisi yang dapat diterima yaitu yaitu RSD 0,51-2,58% yang lebih kecil dari RSD hitung menurut Horwitz. Uji reprodusibilitas yang dilakukan dengan selang waktu lebih dari dua bulan menunjukkan bahwa dengan

independent student t- test hasil analisis bahan acuan kedelai dan susu bubuk menghasilkan nilai yang

berbeda nyata, sedangkan untuk hasil analisis bahan acuan kacang hijau nilainya tidak berbeda nyata dengan hasil analisis dua bulan sebelumnya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kandungan protein dari susu bubuk dan kedelai menurunkan keakuratan analisis.

Hasil analisis matriks bahan pangan cair yang diuji dengan independent student t test menunjukkan hasil analisis sampel kecap manis berbeda nyata dengan hasil analisis yang dilakukan dua bulan sebelumnya, yaitu hasil analisis menunjukkan nilai lebih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan gula yang tinggi dan kemungkinan kadar gula kecap manis mengalami perubahan selama dua bulan penyimpanan. Hasil analisis sampel kecap asin dan santan nilainya tidak berbeda nyata dengan hasil analisis dua bulan sebelumnya.

Uji akurasi menggunakan rentang bahan acuan dan uji rekoveri. Hasil analisis bahan acuan tepung kacang hijau dan tepung kacang kedelai masih berada dalam rentang tersebut, tetapi nilai rekoveri yang diperoleh yaitu 62-97%. Nilai rekoveri matriks sampel pangan cair yaitu kecap manis, kecap asin dan santan memiliki rentang -57-122%. Sedangkan rentang rekoveri yang dapat diterima menurut AOAC (2002) yaitu 95-102%. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya rekoveri juga sangat dipengaruhi oleh matriks.

(5)

PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL

KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE

SULFAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

MANIKHARDA

F24061217

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(6)

Judul Skripsi

: Perbandingan Metode dan Verifikasi Analisis Total Karbohidrat

dengan Metode Luff-Schoorl dan Anthrone Sulfat

Nama

: Manikharda

NIM

: F24061217

Menyetujui,

Pembimbing I

(Dr.Ir Hanifah Nuryani Lioe, M.Si.)

NIP 19680809.199702.2.001

Pembimbing II

(Dian Herawati, S.TP, M.Si.)

NIP 19750111.020070.2.001

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr.Ir. Feri Kusnandar. M.Sc.)

NIP 19680526.199303.1.004

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Perbandingan Metode dan Verifikasi Analisis Total Karbohidrat Dengan Metode Luff-Schoorl dan Anthrone Sulfat adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Skripsi ini merupakan hasil arahan dari Dosen Pembimbing Akademik dari akademisi IPB. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011 Yang membuat pernyataan

Manikharda F24061217

(8)

©

Hak cipta milik Manikharda, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya.

(9)

BIODATA PENULIS

Manikharda dilahirkan di Bogor, 17 Januari 1989, dari ayah Sumardjo dan ibu Tri Sawarni, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Polisi 5, Bogor pada tahun 2000. Sekolah lanjutan pertama di SLTPN 1 Bogor pada tahun 2003 dan SMAN 1 Bogor pada tahun 2006. Penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2006. Setelah melewati tahun pertama di Tingkat Persiapan Bersama, penulis memilih mayor Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti aktivitas sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan berbagai kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA) IPB seperti HACCP dan LCTIP. Pada tahun 2010, penulis mengikuti University of Ryukyus Short Term Exchange Program selama 10 bulan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan dan Evaluasi Nilai Biologis Komponen Pangan. Sebagai tugas akhir penulis melakukan penelitian mengenai validasi metode analisis total karbohidrat di bawah bimbingan Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si. dan Dian Herawati, S.TP, MSi.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Validasi Metode Analisis Total Karbohidrat dengan Metode Anthrone Sulfat” ini dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu, Ayah dan kakak tercinta, Leonard Dharmawan yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis baik berupa moril maupun materil serta kesabarannya selama ini.

2. Dr.Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si. selaku dosen pembimbing utama atas arahan, bimbingan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan menyelesaikan tugas akhir. Petuah, teladan dan masukan beliau sangat berharga buat penulis baik untuk bidang akademik maupun dalam kehidupan pribadi.

3. Dian Herawati, S.TP, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua yang atas semua bantuan yang diberikan dan kesabaran beliau dalam membimbing penulis terutama dalam tugas akhir.

4. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. atas kesediaan dan waktunya sebagai dosen penguji pada ujian akhir.

5. Teman-teman yang telah banyak membantu dan berbagi susah dan senang bersama penulis di ITP 43: Rachmat Widyanto, Sarah Fathia, Zatil Afrah, Stella Kristanti, Siti Sri Utami, Dhimas Satrio, Ipan Permadi, Siti Kholifah, Awaliyatus Sholihah dan teman-teman lain yang tidak penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan moment susah dan senang yang kita jalani bersama. Teman-teman satu penelitian dan satu lab: Dhina, Tiara, Ricky Sinaga, Desir, Khafid, Marissa, Mbak Ilul, Alya, Ronald, Cipi, Bu Elmi, dan Nida atas semangat, dukungan dan bantuannya selama ini di saat penulis sangat membutuhkannya.

6. Laboran yang telah banyak membantu dalam penelitian ini: Pak Wahid, Mbak Vera, Pak Gatot, Bu Rubiyah, Mas Aldi, Pak Sobirin, dan Pak Rozak.

7. Teman-teman yang penulis kenal selama di Okinawa Kak Nina, Kak Tiyu, Kak Gebol, Mas Fadry, Pak Armid, Pak Basyuni, Bu Santi, Mas Idham, Bu Dyah, Mbak Dudu, Pak Ricky, Pak Agus, Bu Kusumiyati dan Takara sensei, Wada sensei, dan teman-teman satu lab di

(11)

Okinawa yang telah memberikan dukungan, download jurnal dan banyak pelajaran hidup bagi penulis.

8. Seluruh dosen dan staf ITP yang telah memberikan ilmu dan masukan kepada penulis selama penulis berkuliah di ITP. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak atas bantuan, yang telah diberikan

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2011

(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... iv I. PENDAHULUAN ...1 1.1. Latar Belakang ...1 1.2. Tujuan...3 1.2.1. Tujuan Umum...3 1.2.2. Tujuan Khusus...3 1.3. Manfaat Penelitian...3 1.4. Hipotesis...3

II. TINJAUAN PUSTAKA ...4

2.1. Karbohidrat...4

2.1.1 Struktur karbohidrat...4

2.1.2. Monosakarida ...5

2.1.3. Oligosakarida...5

2.1.4. Polisakarida ...5

2.2. Pentingnya Analisis Total Karbohidrat ...5

2.3. Total Karbohidrat dalam Bahan Pangan dan Metode Analisisnya ...6

2.3.1. Definisi total karbohidrat...6

2.3.2. Metode analisis total karbohidrat...6

2.3.2.1. Analisis karbohidrat langsung ...6

2.3.2.1.1. Analisis total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992 ...7

2.3.2.1.2. Analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone sulfat ...8

2.4. Validasi dan Verifikasi Metode...10

2.4.1. Akurasi ...11

2.4.2. Presisi ...12

2.4.3. Spesifisitas...14

2.4.4. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi ...14

2.4.5. Linieritas...14

2.5. Matriks Sampel...15

(13)

2.5.2. Kecap kedelai asin...18

2.5.3. Santan ...18

2.5.4. Bahan Acuan ...19

III. METODOLOGI PENELITIAN ...21

3.1. Bahan dan Alat ...21

3.1.1 Bahan...21

3.1.2. Alat ...21

3.2. Metode Penelitian...21

3.2.1. Penentuan matriks sampel ...22

3.2.1.1. Pemilihan sampel untuk uji perbandingan metode berdasarkan studi literatur...22

3.2.1.2. Analisis proksimat ...22

3.2.2. Perbandingan metode ...22

3.2.3. Validasi Metode Anthrone sulfat...23

3.2.3.1. Presisi ...23

3.2.3.2. Akurasi ...23

3.2.3.3. Linieritas...24

3.2.4. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 ...24

3.2.4.1. Presisi ...24

3.2.4.2. Akurasi ...25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...26

4.1. Pemilihan Matriks Sampel ...26

4.2. Perbandingan metode ...27

4.3. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 ...33

4.3.1. Aspek presisi ...34

4.3.1.1. Ripitabilitas bahan acuan...34

4.3.1.2. Reprodusibilitas bahan acuan dan matriks sampel ...36

4.3.2. Aspek akurasi ...39

4.3.2.1. Akurasi berdasarkan bahan acuan ...39

4.3.2.2. Akurasi berdasarkan uji rekoveri...40

4.3.2.2.1. Rekoveri dengan bahan acuan ...41

4.3.2.2.2. Rekoveri dengan sampel matriks uji...41

4.4. Faktor-Faktor Kesalahan Pada Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992 ...43

(14)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...48

5.1. Kesimpulan...48

DAFTAR PUSTAKA...50

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Persentase rekoveri yang dapat diterima sesuai dengan konsentrasi analat...12

Tabel 2 Nilai presisi (RSD) sesuai dengan konsentrasi analat...13

Tabel 3 Komposisi kimia kecap manis, kecap asin dan santan...17

Tabel 4. Kandungan asam amino kecap asin dan kecap manis (g/100g) ...18

Tabel 5. Komposisi proksimat matriks sampel cair yang terpilih untuk uji perbandingan metode analisis total karbohidrat (N=2) ...27

Tabel 6. Perbandingan Metode Anthrone sulfat dan Luff-Schoorl untuk analisis karbohidrat total pada 3 matriks sampel pangan cair (N=3)...28

Tabel 7. Karbohidrat total dari tiga sampel matriks pangan cair dengan beberapa metode...30

Tabel 8 Komposisi proksimat bahan acuan yang digunakan dalam verifikasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 ...34

Tabel 9. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan (N=7) .35 Tabel 10. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan dengan penambahan kadar glukosa (N=7)...35

Tabel 11. Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan ...37

Tabel 12 Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai sampel pangan cair (N=3)...37

Tabel 13. Akurasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan (N=7) ...39

Tabel 14. Hasil uji rekoveri pada berbagai bahan acuan dengan spike glukosa (N=7)...40

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Matriks pangan berdasarkan kadar protein, lemak dan karbohidrat (Nielsen 2010). .16 Gambar 2. Tahapan penelitian validasi metode analisis karbohidrat...22 Gambar 3. Hasil penempatan sampel matriks berdasarkan studi literatur...26 Gambar 4. Perbandingan hasil analisis karbohidrat total pada tiga matriks sampel pangan cair

ditambah dengan tiga matriks sampel pangan padat (N=18) dengan metode SNI (Luff-Schoorl) dan Metode Anthrone sulfat...28 Gambar 5. Diagram kesalahan analisis metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 ...45

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data hasil analisis perbandingan metode………. 56

Lampiran 2. Uji statistik perbandingan metode dengan SPSS 17.0……… 58

Lampiran 3. Prosedur analisis……… 60

Lampiran 4. Metode yang divalidasi……… 62

Lampiran 5 Verifikasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992……….... 65

(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Karbohidrat merupakan komponen yang sering kita jumpai dalam bahan pangan. Karbohidrat dalam pangan ada dalam berbagai macam bentuk dari glukosa sederhana hingga bentuk polisakarida yang kompleks. Contoh bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat diantaranya serealia dan umbi-umbian. Karbohidrat berkontribusi besar dalam menyusun produk pangan pada umumnya (Fennema 1996) dan merupakan salah satu makronutrien yang dibutuhkan oleh tubuh. Lebih dari 70% kebutuhan energi manusia dipenuhi dengan karbohidrat (BeMiller 2010). Sifat fungsional karbohidrat yang penting dalam proses pengolahan pangan, menyebabkan keberadaan karbohidrat menjadi komponen yang perlu diperhatikan dan dianalisis.

Analisis total karbohidrat telah lama dilakukan pada berbagai sampel seperti ekstrak tanaman (Yemm dan Willis 1954), tanah (Safarik dan Satruckova 1992), feses (Ameen and Powell 1985), produk farmasi (Leyva et al 2007) dan produk pangan (BeMiller 2009). Jumlah karbohidrat dalam produk pangan perlu diketahui, antara lain untuk: standardisasi identitas pangan, label nutrisi, deteksi adanya adulterasi dan untuk pengembangan suatu produk pangan. Peran karbohidrat yang signifikan terutama dalam produk pangan menjadikan analisis total karbohidrat penting.

Pengukuran karbohidrat sejak dahulu hingga sekarang masih dilakukan adalah menggunakan metode by difference dalam sistem analisis proksimat Weende yaitu dengan mengurangi kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu dari total bahan pangan yang diujikan (Southgate 1976). Akan tetapi pada metode by difference terdapat kelemahan yaitu dapat menyebabkan hasil yang kurang akurat. Hasil yang kurang akurat diakibatkan oleh akumulasi dari kesalahan pada metode yang digunakan untuk menganalisis komponen lain, seperti protein dan lemak, sehingga nilai yang didapat semakin jauh dari nilai sebenarnya. Selain itu juga ada kemungkinan komponen nonkarbohidrat seperti asam organik, lignin dan tanin ikut terhitung sebagai karbohidrat.

Berbagai bidang yang spesifik seperti industri pemurnian gula dan penghasil minuman anggur, muncul kebutuhan untuk mengembangkan pengukuran gula secara langsung. Hal ini memicu berkembangnya kajian metodologis mengenai karbohidrat terlarut, diantaranya dengan

(19)

metode refraktometri, gravimetri, polarimetri, titrimetri dan kolorimetri kondensasi (Southgate 1976). Banyaknya metode analisis yang dikembangkan tentu dapat menimbulkan kebingungan karena setiap metode dapat menghasilkan nilai yang berbeda. Dengan demikian, perlu ditetapkan persetujuan untuk menggunakan satu metode.

Metode yang digunakan untuk analisis total karbohidrat langsung yang ditetapkan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional) melalui SNI 01-2891-1992, yaitu tentang cara uji makanan dan minuman, adalah Metode Luff-Schoorl. Namun terdapat kelemahan pada Metode Luff-Schoorl karena dapat menimbulkan hasil yang kurang konsisten (Faulks dan Timms 1985) sehingga tingkat kepercayaan terhadap hasil kurang. Selain itu Metode Luff-Schoorl juga membutuhkan pekerjaan yang tidak sederhana dan lebih banyak memakan waktu dibanding metode analisis kolorimetri.

Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis total karbohidrat secara langsung selain Luff–Schoorl, yaitu Metode Anthrone sulfat, fenol sulfat, orsinol dan resorsinol. Metode Anthrone sulfat adalah yang paling umum digunakan (Leyva et al 2008) dengan menggunakan instrument spektofotometer UV-Visible. Metode Anthrone ini memiliki banyak keunggulan antara lain kesederhanaan ujinya, spektrumnya yang luas dan sensitifitasnya yang cukup baik (Koehler 1952).

Analis pangan sampai sekarang masih terikat dengan prosedur analisis yang telah ditetapkan oleh peraturan yaitu SNI (Standard Nasional Indonesia) 01-2891-1992. Penggunaan metode yang baku merupakan hal yang penting untuk menjamin bahwa hasil yang diperoleh sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah (Nielsen, 2010). Beberapa metode analisis pangan bersifat empiris yaitu metode itu masih digunakan hingga saat ini karena memang metode itu yang sudah digunakan sejak dulu dan hasil yang didapat cukup konsisten (Sawyer 1984). Begitu pula halnya dengan Metode Luff-Schoorl yang dijadikan metode standard dalam SNI 01-2891-1992 karena sifatnya yang empiris.

Metode analisis total karbohidrat dengan menggunakan Metode Anthrone sulfat bukan merupakan metode standard, maka perlu divalidasi sebelum digunakan. Selain itu, validasi metode terutama untuk matriks pangan yang spesifik penting untuk menjamin ketepatan dari metode yang digunakan (Nielsen, 2010). Dengan adanya validasi, kita dapat mengetahui bahwa hasil dari analisis itu dapat dipercaya pada matriks pangan yang dianalisis.

Sampai sejauh ini belum pernah dilakukan perbandingan metode antara Metode Luff-Schoorl dengan Metode Anthrone sulfat untuk menganalisis total karbohidrat pada bahan

(20)

pangan cair dan belum diketahui validitas Metode Anthrone sulfat dengan hidrolisis asam untuk menganalisis karbohidrat total secara langsung terutama pada matriks pangan cair untuk dapat menggantikan Metode Luff-Schoorl. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kedua metode pada matriks pangan cair dengan tingkat karbohidrat rendah, sedang dan tinggi dan menentukan metode mana yang lebih baik untuk digunakan dalam analisis rutin dan melakukan validasi Metode Anthrone atau verifikasi metode yang sudah baku yaitu Luff Schoorl berdasarkan hasil perbandingan metode.

1.2.

Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menentukan metode yang lebih baik untuk analisis total karbohidrat antara metode SNI 01-2891-1992 secara titrimetri dan metode kandidat dengan Anthrone sulfat secara spektrofotometri.

1.2.2.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan perbandingan hasil analisis total karbohidrat dengan menggunakan dua metode berbeda yaitu metode SNI 01-2891-1992 secara titrimetri dengan metode kandidat yang menggunakan Anthrone sulfat secara spektrofotometri.

2. Melakukan validasi Metode Anthrone sulfat atau verifikasi metode SNI berdasarkan hasil yang diperoleh dari perbandingan metode pada berbagai matriks.

1.3.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan informasi mengenai metode analisis mana yang lebih baik untuk digunakan pada analisis total karbohidrat secara rutin.

2. Mendapatkan informasi mengenai tingkat validitas metode yang digunakan

1.4.

Hipotesis

Hasil pengukuran dengan Metode Anthrone tidak berbeda nyata dengan dengan hasil pengukuran dengan Metode Luff-Schoorl, sehingga Metode Anthrone dapat diadopsi sebagai metode alternatif. Selanjutnya diperlukan Metode Anthrone diuji validitasnya untuk analisis total karbohidrat.

(21)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Karbohidrat

Kebanyakan ahli kimia kesulitan dalam mengelompokkan bahan apa saja yang termasuk ke dalam karbohidrat. Definisi klasik karbohidrat berdasarkan asal katanya yaitu carbo dari bahasa Latin dan hydros dari bahasa Yunani adalah ‘hidrat dari karbon’ yang mengandung hidrogen dan oksigen dengan perbandingan 2:1 (Southgate 1978) atau elemen yang terdiri dari air dan karbon dengan perbandingan 1:1 (Kennedy dan White 1988). Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung karbon, hidrogen dan oksigen baik dalam bentuk molekul sederhana maupun kompleks (Christian dan Vaclavik 2003).

Karbohidrat telah menjadi sumber energi utama untuk metabolisme pada manusia dan sarana untuk memelihara kesehatan saluran pencernaaan manusia. Karbohidrat adalah penyumbang utama dari komponen yang membentuk produk pangan baik sebagai komponen alami maupun bahan yang ditambahkan. Karbohidrat meliputi lebih dari 90% dari berat kering tanaman. Karbohidrat banyak tersedia dan murah. Penggunaannya sangat luas dan jumlah penggunaannya cukup besar (Fennema 1996) baik untuk pemanis, pengental, penstabil, gelling agents dan fat

replacer (Christian dan Vaclavik 2003). Karbohidrat dapat dimodifikasi baik secara kimia dan

biokimia dan modifikasi itu digunakan untuk memperbaiki sifat dan memperluas penggunaannya.

2.1.1 Struktur karbohidrat

Karbohidrat digunakan dalam kimia untuk senyawa dengan formula Cm(H2O)n, tetapi kini

rumus molekul itu tidak secara kaku digunakan untuk mendefinisikan karbohidrat (Kennedy dan White 1988). Sebelumnya beberapa ahli kimia memasukkan formaldehid dan glikoaldehid sebagai karbohidrat, namun sekarang istilah karbohidrat dalam biokimia, tidak mengikutsertakan senyawa yang kurang dari tiga atom karbon. Southgate (1978) menggunakan definisi karbohidrat sebagai senyawa yang tersusun oleh polihidroksi aldehid, keton, alkohol, asam dan turunan sederhananya serta polimernya yang memiliki ikatan polimer tipe asetal.

Menurut strukturnya karbohidrat dapat dibagi menjadi kelompok sakarida: monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah gula sederhana yang tidak dapat dipecah lagi menjadi molekul yang lebih kecil dan monosakarida inilah yang menjadi unit penyusun dari oligosakarida dan polisakarida. Oligosakarida dan polisakarida tersusun dari monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik.

(22)

2.1.2. Monosakarida

Monosakarida terdiri dari tiga sampai delapan karbon atom, tetapi umumnya hanya lima atau enam yang biasa ditemukan. Biasanya monosakarida digolongkan berdasarkan jumlah atom karbonnya, misalnya triosa (C3H6O3), tetrosa (C4H8O3), pentosa (C5H10O5) dan heksosa (C6H12O6).

Dari golongan tersebut dapat dibagi lagi berdasarkan gugus fungsional yang ada, misalnya dari golongan heksosa ada aminoheksosa (C6H13O5N), deoksiheksosa (C6H12O5) dan asam heksuronat

(C6H10O7). Contoh monosakarida adalah glukosa dan fruktosa.

2.1.3. Oligosakarida

Oligosakarida terdiri dari beberapa monosakarida (2-10) yang saling terikat oleh ikatan glikosidik. Tetapi ada juga yang mengklasifikasikan sendiri karbohidrat dengan dua gugus gula sebagai disakarida. Menurut Christian dan Vaclavik (2003) disakarida terdiri dari dua molekul monosakarida yang bergabung dengan ikatan glikosidik. Contoh disakarida di pangan adalah maltosa, selubiosa, dan sukrosa. Oligosakarida yang memiliki lebih dari tiga gugus gula contohnya adalah rafinosa dan stakiosa.

2.1.4. Polisakarida

Polisakarida merupakan polimer dari gula sederhana yang tersusun atas lebih dari sepuluh monomer gula sederhana. Contoh polisakarida di makanan adalah pati, pektin dan gum. Ketiganya adalah polimer karbohidrat kompleks dengan sifat yang berbeda, tergantung unit gula penyusunnya, tipe ikatan glikosidik dan derajat percabangan molekul.

2.2. Pentingnya Analisis Total Karbohidrat

Total karbohidrat yang ada dalam bahan pangan perlu diketahui dengan alasan: standards of

identity (pangan harus memiliki komposisi yang sesuai dengan regulasi pemerintah); nutritional labelling (menginformasi konsumen mengenai kadar nutrisi dalam bahan pangan); detection of adulteration (tiap tipe pangan memiliki 'fingerprint' karbohidrat); food quality (sifat fisikokimia

dari pangan seperti kemanisan, penampakan, stabilitas dan tekstur tergantung tipe dan stabilitas karbohidrat yang ada); ekonomi (agar lebih dapat menghemat biaya produksi bahan yang digunakan pada industri) dan food processing (efisiensi dari proses pangan banyak tergantung pada jenis dan kadar karbohidrat). Dalam berbagai studi mengenai bahan makanan penting untuk mengetahui persentasi kadar karbohidrat pada pangan yang diujikan sehingga nilai karbohidrat pada bahan lain dapat dikonversi menjadi nilai total pangan.

(23)

2.3. Total Karbohidrat dalam Bahan Pangan dan Metode Analisisnya

2.3.1. Definisi total karbohidrat

Total karbohidrat atau total karbohidrat menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2005) meliputi gula, pati, serat pangan dan komponen karbohidrat lain. Pernyataan jumlah total karbohidrat dalam gram penyajian yang dinyatakan dengan nilai gram terdekat, jika penyajian kurang dari 0,5 gram, jumlah kadarnya dapat dinyatakan sebagai nol dan jika penyajian lebih dari 0,5 gram dibulatkan ke kelipatan 1 gram terdekat. Total karbohidrat dapat dinyatakan dengan total karbohidrat by difference.

Total karbohidrat dalam pengukuran karbohidrat dengan metode langsung dinyatakan dalam bentuk persen yang setara dengan glukosa. Satuan glukosa (glucose equivalent) juga dapat diganti dengan larutan gula lain yang dijadikan sebagai larutan standar.

2.3.2. Metode analisis total karbohidrat

Sejumlah teknik analisis telah dikembangkan untuk mengukur jumlah dan tipe karbohidrat yang ada di bahan pangan. Kadar karbohidrat di bahan pangan dapat diketahui dengan menghitung persentase yang tersisa setelah semua komponen lain telah diukur (total carbohydrate by

difference), yaitu dengan persamaan (1.1) (SNI 01-2891-1992):

(1.1) Metode by difference ini masih digunakan oleh FDA, tetapi metode ini dapat menghasilkan nilai yang salah karena ada kemungkinan terjadi akumulasi kesalahan dari metode-metode yang digunakan untuk mengukur komponen lain, dan kemungkinan adanya komponen non karbohidrat yang terukur sebagai karbohidrat menyebabkan penyimpangan yang lebih besar. Pengukuran kadar karbohidrat secara langsung lebih baik karena didapat hasil lebih yang akurat.

2.3.2.1. Analisis karbohidrat langsung

Metode yang telah dikembangkan untuk analisis karbohidrat sangat banyak, dan tergantung juga oleh jenis analisis (kuantitatif atau kualitatif) dan tipe karbohidrat yang dianalisis. Sehingga metode pengukuran karbohidrat sangat beragam mulai dari metode kromatografi dan elektroforesis (Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Likuid Kinerja Tinggi dan Kromatografi Gas); metode kimia (metode titrasi Lane Eynon, metode gravimetri Munson Walker, metode Luff Schoorl, metode kolorimetri seperti anthrone sulfat dan fenol sulfat); metode enzimatis; metode fisik (polarimetri, indeks refraktif, densitas dan infra merah) serta metode immunoassay.

(24)

Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891-1992 yaitu analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada tahun 1936 International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis mempertimbangkan Metode Luff-Schoorl sebagai salah satu metode yang digunakan untuk menstandarkan analisis gula pereduksi karena metode Luff Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di pulau Jawa, di samping nominator lainnya yaitu metode Lane-Eynon. Tetapi pada saat itu metode kolorimetri belum banyak berkembang dan dalam catatan komisi itu terdapat agenda untuk melakukan penyeragaman analisis gula dengan metode kolorimetri.

Berikut ini adalah beberapa jenis analisis total karbohidrat langsung:

2.3.2.1.1. Analisis total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992

Seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula sederhana (monosakarida) dengan bantuan asam yaitu HCl dan panas. Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis dengan Metode Luff-Schoorl. Prinsip analisis dengan Metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+

menjadi Cu 1+ oleh monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam

logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi

kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992). Reaksi yang terjadi (1.2):

Karbohidrat kompleks → gula sederhana (gula pereduksi) Gula pereduksi+ 2 Cu2+→ Cu 2O(s) 2 Cu2+(kelebihan) + 4 I-→ 2 CuI 2→ 2 CuI-+ I2 I2+ 2S2O32-→ 2 I-+ S4O6 2-(1.2) Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode Luff-Schoorl dapat diaplikasikan untuk produk pangan yang mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau modifikasi.

Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode ini dalam analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat empiris dari reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang reprodusibel dan akurat (Southgate 1976).

(25)

2.3.2.1.2.

Analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone sulfat

Penggunaan Metode Anthrone untuk analisis total karbohidrat mulai berkembang sejak penggunaan pertama kali oleh Dreywood pada tahun 1946 untuk uji kualitatif. Dasar dari reaksi ini adalah kemampuan karbohidrat untuk membentuk turunan furfural dengan keberadaan asam dan panas, yang kemudian diikuti dengan reaksi dengan anthrone yang menghasilkan warna biru kehijauan (Sattler dan Zerban 1948) dalam Brooks et al (1986).

Anthrone, C6H4COC6H4CH2, adalah turunan dari anthraquinone. Senyawa ini diproduksi

oleh reduksi katalitik dari anthraquinone oleh asam hidroklorat dengan keberadaan logam timah. Senyawa ini mungkin ada dalam bentuk keto atau enol, yang masing-masing dikenal dengan nama anthrone and anthranol. Reaksinya dapat dilihat pada persamaan (1.3):

(1.3)

Mekanisme pembentukan warna anthrone dengan gula telah diteliti. Hurd dan Isenhour (1932) dan Wolfrom et al (1948) mempostulasikan bahwa karbohidrat dan turunannya mengalami pembentukan cincin dalam keberadaan asam kuat dari mineral, seperti yang ditunjukkan untuk glukosa (1.4):

(1.4) Tiap tahap adalah pemecahan dari glukosa(I) menjadi 5-(hydroxymethyl)-2-furaldehyde(IV) menunjukkan dehidrasi baik pada double bond atau pembentukan cincin. Wolfrom et al. (1948) menunjukkan bukti spektroskopik untuk senyawa intermediate (II) dan (III) pada reaksi ini Sattler

(26)

and Zerban (1948) menyarankan bahwa pembentukan warna hijau pada reaksi anthrone tergantung oleh keberadaan 5-(hidroksimetil)-2-furaldehid, atau senyawa furfural yang mirip, yang dibentuk oleh reaksi asam sulfat pada karbohidrat.

Momose et al. (1957) melakukan kromatografi pada ekstrak benzene dari pewarna terhadap alumina dan menunjukkan bahwa bagian yang dapat larut dari benzene-terdiri dari beberapa pewarna yang memberikan pewarnaan yang berbeda dengan asam sulfat. Mereka menentukan berat molekul dari salah satu pewarna utama yaitu kurang lebih 530, dan mempostulasikan formula dari pewarna itu (C47H30O3). Mereka menyimpulkan bahwa 3 mol anthrone bereaksi

dengan 1 mol glukosa, yang digambarkan dalam persamaan (1.5):

3C

14

H

10

O + C

6

H

12

O

6

 C

47

H

3

O

30

+ 5H

2

O + CH

2

O

(1.5)

Dari data analisis dan spektrum inframerah dari pewarna, dan mekanisme reaksinya dipertimbangkan, mereka menduga struktur yang mungkin adalah 1,2,5,- atau 1,3,5,-trianthronylidenepentane.

Ludwig dan Goldberg (1956) melaporkan adaptasi dari Metode Anthrone kolorimetri untuk analisis total karbohidrat secara kuantitatif pada pangan. Metode yang digunakan relatif cepat dan akurat serta lebih baik daripada metodologi analisis karbohidrat sebelumnya, yaitu metode Somogyi-Shaffer-Hartmann yang menggunakan teknik teknik iodometri dan prinsip gula pereduksi. Mereka menunjukkan bahwa persiapan hidrolisis dan deproteinisasi tidak perlu dilakukan ketika teknik anthrone digunakan.

Uji Anthrone ini memiliki kelebihan dalam hal sensitifitas dan kesederhanaan ujinya (Koehler 1952).Sejumlah kecil karbohidrat dapat memberikan warna yang terdeteksi dengan menggunakan spektrofotometer. Dreywood (1946) melakukan uji spesifisitas dari reaksi dan membuat daftar 18 jenis karbohidrat, termasuk beberapa turunan selulosa, yang memberikan hasil positif. Dia juga melaporkan hasil negatif terhadap kelompok besar nonkarbohidrat, termasuk sejumlah resin sintetik nonselulosa, asam organik, aldehid, fenol, lemak, terpena, alkaloid, dan protein. Nonkarbohidrat yang menunjukkan hasil positif hanya furfural, tetapi hasil positif ini cepat menghilang karena warna hijau dikaburkan oleh presipitat coklat. Morris (1948) juga menunjukkan spesifisitas anthrone untuk karbohidrat sangat tinggi, dan dia melaporkan reaksi positif untuk semua mono-, di-, dan polisakarida murni yang diujikan, juga sampel of dekstrin, dekstran, pati, polisakarida tumbuhan dan gum, polisakarida tipe II dan II dari pneumococcus, glukosida, dan senyawa asetat dari mono-, di-, dan polisakarida.

(27)

Kekurangan dari Metode Anthrone adalah ketidakstabilan dari reagen (anthrone yang dilarutkan dalam asam sulfat), sehingga perlu dilakukan persiapan reagen yang baru setiap hari. Dreywood (1946) memperhatikan bahwa panas yang dihasilkan oleh pelarutan asam sulfat merupakan bagian yang penting dalam uji. Morris (1948) melihat signifikansi dari panas pada reaksi anthrone dan menunjukkan bahwa pada sejumlah karbohidrat yang diberikan, intensitas warna bervariasi dengan jumlah panas yang dihasilkan. Oleh karena itu kurva standar juga perlu dibuat setiap hari.

Nilai total karbohidrat tidak dapat dinyatakan dalam persen karbohidrat, tetapi lebih baik dinyatakan dengan istilah glucose equivalents per cent, karena kepekatan warna yang dihasilkan dari reaksi anthrone bervariasi dengan tipe gula yang ada. Kepekatan warna yang sama contohnya, ditunjukkan oleh 100 µg. glukosa, 105 µg. maltosa, dan 111 µg glikogen. Gula murni lain selain glukosa dapat dikalkulasi dengan faktor konversi. Tetapi jika terdapat campuran karbohidrat yang tidak diketahui pada bahan pangan faktor konversi itu tidak dapat digunakan, dan hasilnya bukan persentase karbohidrat absolut, melainkan ekuivalen glukosa, yang dapat bervariasi dari nilai persentasi karbohidrat yang sebenarnya dengan jumlah yang tidak dapat ditentukan. Keganjilan ini tidak signifikan ketika nilai glucose equivalents per cent digunakan hanya sebagai basis untuk mengkonversi nilai total karbohidrat menjadi nilai total pangan (Beck dan Bibby 1961). Untuk tujuan ini glucose equivalents per cent hanya sebagai indeks dari persentasi absolute dari masing-masing karbohidrat dalam pangan.

2.4. Validasi dan Verifikasi Metode

Metode analisis memiliki beberapa atribut, seperti ketepatan, ketelitian, spesifisitas, sensitivitas, kemandirian, dan kepraktisan, yang harus dipertimbangkan ketika akan digunakan (Garfield et al. 2000). Informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan harus seimbang dengan pertimbangan praktis seperti biaya, waktu, risiko, kesalahan, dan tingkat keahlian yang diperlukan. Selain itu suatu laboratorium yang akan menerapkan suatu metode perlu mempertimbangkan apakah data validasi yang ada mengenai metode tersebut cukup memadai atau apakah masih membutuhkan tindakan validasi ulang sebelum metode itu digunakan. Selanjutnya jika data validasi telah cukup memadai, laboratorium perlu mengetahui apakah level performa yang ditunjukkan oleh data validasi tersebut mampu dilaksanakan. Untuk mencapai level performa itu dibutuhkan analis yang kompeten serta peralatan dan fasilitas yang memadai (Jelita 2011).

Data validasi yang kurang memadai biasanya ada pada metode yang baru dikembangkan baik oleh laboratorium itu sendiri atau yang dikembangkan oleh pihak lain; metode yang digunakan

(28)

oleh laboratorium lain atau metode yang telah dipublikasi tetapi belum menjadi metode baku. Ketika data validasi yang ada telah memadai, yaitu seperti pada metode yang telah divalidasi oleh organisasi terstandarisasi seperti AOAC (Association of Official Analytical Chemists) Internasional, laboratorium umumnya hanya menjaga performa data dengan cara melakukan verifikasi metode.

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Berdasarkan Harvey (2000), validasi merupakan suatu proses evaluasi kecermatan dan keseksamaan yang dihasilkan oleh suatu prosedur dengan nilai yang dapat diterima. Sebagai tambahan, validasi memastikan bahwa suatu prosedur tertulis memiliki detail yang cukup jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh analis atau laboratorium yang berbeda dengan hasil yang sebanding. Menurut AOAC (2002) validasi metode menunjukkan apakah suatu metode sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Dalam praktiknya, memungkinkan untuk merancang percobaan yang akan dilakukan sehingga karakteristik validasi yang sesuai dapat diterapkan untuk mendapatkan hasil yang cukup dan menyeluruh mengenai kemampuan suatu prosedur analisis, seperti: spesifisitas, linearitas, rentang, akurasi (kecermatan), dan presisi (keseksamaan) (EMA, 1995).

Verifikasi metode adalah suatu tindakan validasi metode tetapi hanya pada beberapa beberapa karakteristik performa saja. Laboratorium harus menentukan karakteristik performa yang dibutuhkan. Spesifikasi analisis dapat menjadi acuan untuk merancang proses verifikasi. Rancangan yang baik akan menghasilkan informasi yang dibutuhkan serta meminimalisir tenaga, waktu, serta biaya. Pemilihan parameter validasi atau verifikasi tergantung pada beberapa faktor seperti aplikasi, sampel uji, tujuan metode, dan peraturan lokal atau internasional.

Adapun beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis :

2.4.1. Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah seberapa dekat suatu hasil pengukuran kepada nilai sebenarnya. Terkadang masalah dalam menentukan akurasi adalah ketidaktahuan terhadap nilai yang sebenarnya. Dalam beberapa tipe sampel kita dapat menggunakan sampel yang telah diketahui nilainya dan mengecek metode pengukuran yang kita gunakan untuk menganalisis sampel itu sehingga kita mengetahui akurasi dari prosedur yang diujikan, metode ini disebut dengan CRM (Certified Reference Method). Pendekatan lain adalah dengan membandingkan

(29)

hasilnya dengan hasil yang dilakukan oleh lab lain (Smith, 2010) atau dengan menggunakan metode referen (Walton 2001). Akurasi juga dapat diketahui dengan melakukan uji rekoveri (Walton 2001). Hasil uji ini akurasi dapat dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analat yang ditambahkan pada sampel. Sampel ditambahkan (spiking) dengan standar yang telah diketahui jumlah dan kadarnya (EMA, 1995). Rentang nilai penerimaan kecermatan suatu metode akan bervariasi sesuai kebutuhannya (FAO, 1998). Adapun AOAC menetapkannya seperti dalam Tabel 1.

Tabel 1 Persentase rekoveri yang dapat diterima sesuai dengan konsentrasi analat (%) analat Unit Rata-rata rekoveri (%)

100 100% 98-102 10 10% 95-102 1 1% 97-103 0.1 0.10% 95-105 0.01 100 ppm 90-107 0.001 10 ppm 80-110 0.0001 1 ppm 80-110 0.00001 100 ppb 80-110 0.000001 10 ppb 60-115 0.0000001 1 ppb 40-120 (sumber: AOAC 2002)

2.4.2. Presisi

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi dapat dibagi dalam dua kategori: keterulangan atau ripitabilitas (repeatability) dan ketertiruan (reproducibility). Ripitabilitas adalah nilai presisi yang diperoleh jika seluruh pengukuran dihasilkan oleh satu orang analis dalam satu periode tertentu, menggunakan pereaksi dan peralatan yang sama dalam laboratorium yang sama. Ketertiruan adalah nilai presisi yang dihasilkan pada kondisi yang berbeda, termasuk analis yang berbeda, atau periode dan laboratorium yang berbeda dengan analis yang sama. Karena ketertiruan dapat memperbanyak sumber variasi, ketertiruan dari analisis tidak akan lebih baik hasilnya dari nilai keterulangan (Harvey, 2000).

(30)

Presisi dalam hal ripitabilitas diukur dengan menghitung relative standard deviation atau simpangan baku relatif (RSD) dari beberapa ulangan dengan menggunakan rumus (1.6):

(1.6) Standar deviasi ripitabilitas bervariasi tergantung pada konsentrasi (AOAC 2002). Oleh karena itu hasil yang didapat dari perhitungan dibandingkan hasilnya dengan nilai yang ada di Tabel 2.

Tabel 2 Nilai presisi (RSD) sesuai dengan konsentrasi analat (%) analat Konsentrasi RSD (%) 100 100% 1 10 10% 1.5 1 1% 2 0.1 0.10% 3 0.01 100 ppm 4 0.001 10 ppm 6 0.0001 1 ppm 8 0.00001 10 ppb 15 (sumber: AOAC 2002)

Nilai yang didapat juga dapat dibandingkan atau dengan menggunakan rumus (1.7):

(1.7) dengan C adalah konsentrasi yang didapat dari rataan.

Nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah antara 1/2 dan 2 kali dari nilai yang dijadikan sebagai pembanding. Ada juga yang menggunakan RSD Horwitz sebagai nilai pembanding, RSD Horwitz dihitung dengan rumus (1.8):

(1.8) Dengan menggunakan pembanding RSD Horwitz nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah RSD yang terhitung dari ulangan yang ada harus kurang dari 2/3 dari nilai RSD Horwitz (Garfield 2000).

(31)

2.4.3. Spesifisitas

Spesifisitas dari metode analitik tertentu berarti metode itu hanya mendeteksi komponen yang diinginkan. Metode analitis dapat bersifat sangat spesifik untuk komponen tertentu atau pada beberapa kasus dapat menganalisis spektrum komponen yang luas (Smith, 2010).

Spesifisitas suatu metode diuji dengan membandingkan hasil dari sampel yang mengandung pengotor dengan hasil sampel yang tidak mengandung pengotor. Pada dasarnya, spesifisitas dapat diuji secara langsung atau tidak langsung. Pendekatan secara tidak langsung ditinjau dari penerimaan parameter akurasi. Pendekatan secara langsung ditinjau dari keberadaan komponen pengganggu (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005). Cara yang terakhir dilakukan dengan menambahkan sejumlah tertentu komponen pengganggu pada larutan standar murni. Jika diperkirakan tidak adanya komponen pengganggu pada sampel, spesifisitas dapat ditunjukkan dengan membandingkan hasil uji sampel dengan standar (EMA, 1995).

2.4.4. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi

Limit deteksi atau Limit of Detection (LOD) suatu metode analisis adalah jumlah terkecil dari analat yang dapat dideteksi namun jumlah ini belum tentu dapat dikuantisasi dengan presisi yang baik oleh metode tersebut. Limit kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) yang disebut juga limit determinasi adalah konsentrasi terendah dari analat yang dapat ditentukan secara kuantitatif dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005).

Giese (2004) menyatakan bahwa terdapat dua cara untuk menentukan LOD dan LOQ, yaitu dengan menentukan kurva kalibrasi menggunakan sepuluh level konsentrasi, atau melakukan analisis blanko berulang. Tetapi ada masalah dalam pendekatan menggunakan blanko karena seringkali sulit diukur dan variasinya sangat tinggi. Lebih lanjut, nilai yang didapat dengan pendekatan seperti ini tidak bergantung dari analat (AOAC 2002).

Limit deteksi hanya berguna untuk mengontrol ketidakmurnian yang tidak diinginkan yang konsentrasinya harus tidak lebih dari level tertentu dan mengontrol kontaminan dengan konsentrasi rendah, sedangkan materi yang bermanfaat harus ada pada konsentrasi yang cukup tinggi agar dapat menjadi fungsional. Limit deteksi dan determinasi seringkali bergantung pada kemampuan instrumen (AOAC 2002).

2.4.5. Linieritas

Linearitas metode analisis menunjukkan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji, yang baik langsung maupun dengan definisi transformasi matematis yang baik, proporsional

(32)

dengan konsentrasi analat dalam sampel pada range tertentu (Leyva et al 2008). Linieritas dapat diuji secara informal dengan membuat plot residual yang dihasilkan oleh regresi linier pada respon konsentrasi dalam satu seri kalibrasi (Thompson et al. 2002).

Linieritas harus dievaluasi dengan pemeriksaan visual terhadap plot absorbansi yang merupakan fungsi dari konsentrasi analat. Jika hubungannya linier, hasil uji dievaluasi lebih lanjut secara statistik dengan perhitungan garis regresi. Dalam penentuan linieritas, sebaiknya menggunakan minimum lima konsentrasi (EMA, 1995). Rentang penerimaan linieritas tergantung dari tujuan pengujian. Pada kondisi yang umum, nilai koefisien regresi (r2) ≥ 0,99.

2.5. Matriks Sampel

Suatu metode harus dapat menunjukkan rekoveri dan ripitabilitas yang dapat diterima pada konsentrasi dan matriks yang mewakili kelompok sampel dimana metode itu hendak diterapkan (AOAC 2002). Suatu metode yang hendak diterapkan pada “pangan” secara umum, metode tersebut perlu diujikan pada jenis pangan yang dianggap mewakili kelompok pangan secara umum. Sampel yang yang dianggap mewakili dapat dipilih berdasarkan skema segitiga atau

triangle scheme yang disarankan AOAC Internasional (Gambar 1) (Sullivan dan Carpenter 1993).

Skema segitiga ini berdasarkan kadar karbohidrat, protein dan lemaknya yang mana dianggap memiliki pengaruh terbesar terhadap kemampuan metode analisis. Suatu kelompok pangan, yang diwakili oleh segitiga kecil, dikatakan memiliki kadar yang “tinggi”, “sedang” dan “rendah” berdasarkan kadar karbohidrat, protein dan lemaknya. Pangan kompleks diposisikan pada salah satu segitiga kecil—menurut kadar karbohidrat, lemak dan proteinnya (dengan persentase yang telah dinormalisasi menurut perbandingan dari ketiga komponen). Pemetaan ini dilakukan dengan meniadakan persentase kadar air dan kadar abu. Tiap sudut segitiga merupakan kelompok pangan yang terdiri dari 100% lemak, 100%protein, dan 100% karbohidrat.

(33)

Gambar 1. Matriks pangan berdasarkan kadar protein, lemak dan karbohidrat (Nielsen 2010).

Nielsen (2010) mengatakan bahwa kemampuan suatu metode analisis dipengaruhi oleh matriks pangan (misalnya komponen dari pangan tersebut terutama lemak, protein dan karbohidrat). Matriks pangan merupakan tantangan terbesar bagi para analis pangan. Makanan dengan kadar lemak tinggi dan kadar gula tinggi dapat menghasilkan interferensi yang berbeda dengan makanan dengan kadar lemak rendah dan kadar gula rendah. Prosedur digesti dan tahap ekstraksi sangat penting bagi hasil analisis yang akurat. Hal ini tergantung pada matriks pangan. Kompleksitas dari berbagai sistem pangan seringkali membutuhkan lebih dari satu teknik dan prosedur untuk komponen spesifik tertentu, termasuk pengetahuan mengenai teknik mana yang sesuai untuk matriks pangan yang spesifik.

Metode analitik yang umum harus dapat menganalisis kesembilan kombinasi yang ada, menggantikan metode yang spesifik pada matriks tertentu (matrix dependent method). Misalnya dengan menggunakan metode yang dipengaruhi oleh matriks, kita mungkin dapat menggunakannya untuk menganalisis bahan yang rendah protein, dengan karbohidrat dan lemak sedang seperti coklat dan keripik kentang. Tetapi untuk bahan dengan protein tinggi, lemak rendah dan karbohidrat tinggi seperti susu rendah lemak, harus digunakan metode analisis yang lain. Hal ini cukup merepotkan dan kemungkinan nilai yang didapat dari hasil analisis kedua metode perlu dievaluasi (Nielsen 2010).

Validasi metode memerlukan pengetahuan mengenai identitas dari sampel yang akan dianalisis, karena jika tidak, meski banyak informasi berguna yang didapat, tetapi informasi itu akan terombang-ambing bagaikan kapal di lautan yang luas, tidak mengetahui dimana keberadaannya, tanpa penanda yang menunjukkan posisinya (AOAC 2002). Oleh karena itu selain melakukan studi literatur dilakukan uji proksimat terhadap sampel yang akan dianalisis untuk

(34)

mengonfirmasi komposisi dari sampel. Berikut data mengenai sampel yang akan digunakan dalam perbandingan metode:

2.5.1. Kecap manis

Kecap manis merupakan produk olahan kedelai, yang teksturnya kental dan berwarna coklat kehitaman (Suprapti 2005). Komposisi kimia kecap manis dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia kecap manis, kecap asin dan santan

Komponen Kadar (%)

Kecap manis Kecap asin Santan

Air 29,61a 63, 84a 54,9c

Protein kasar 1,46a 6,55a 4,20b

Lemak 0,14a 0,35a 34,30b

Abu 7,64a 18,48a 1-1,3c

Karbohidrat 61,15a 10,78a 5,60b

Garam (NaCl) 6,27a 18,43a (tidak ada informasi) Sumber: aJudoamidjojo (1987) , bDirektorat Gizi (1967), c Woodroof (1979)

Kandungan gula dan viskositas yang tinggi dari produk ini disebabkan karena penambahan gula dalam proses pembuatannya. Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa dan fruktosa (Kusumadewi, 2011). Kandungan gula kecap manis, yaitu 26-61%, lebih banyak dari kecap asin yang hanya 4-19% (Judoamidjojo 1987). Kandungan asam amino yang cukup tinggi dari kecap manis karena salah satu bahan yang digunakan untuk membuatnya adalah kedelai yang memiliki kandungan protein yang tinggi (Santoso 1994). Rincian jenis asam amino kecap manis dapat dilihat pada Tabel 4.

Dalam kecap manis, selain dari kedelai senyawa organik yang ada juga berasal dari gula merah. Senyawa organik dalam kecap manis adalah asam sitrat, tartarat, suksinat, laktat, format, piroglutamat, propionate dan butirat (Judoamidjojo et al 1985). Kecap yang bermutu tinggi berkadar garam 18%, gula minimal 40% dan pHnya berkisar antara 4,7-4,8 (Buckle et al 1988). Adapun persyaratan BSN untuk kecap manis (SNI 01-2543-1999) kadar garam minimal 3% dan total gula (dihitung sebagai sakarosa) minimal 40%.

(35)

Tabel 4. Kandungan asam amino kecap asin dan kecap manis (g/100g) Asam amino Kecap Asin Kecap Manis

Asam aspartat 0,42 0,03 Treonin 0,21 0,01 Serin 0,29 0,01 Glutamat 0,63 0,10 Prolin 0,16 0,01 Glisin 0,15 0,00 Alanin 0,30 0,02 Valin 0,30 0,02 Metionin 0,08 0,00 Isoleusin 0,29 0,02 Leusin 0,41 0,02 Tirosin 0,15 0,02 Fenilalanin 0,24 0,02 Lisin 0,27 0,01 Histidin 0,09 0,00 Arginin 0,27 0,00 Triptofan 0,00 0,00 Sistein 0,00 0,00 Sumber: Judoamidjojo et al (1985)

2.5.2. Kecap kedelai asin

Kecap kedelai asin atau yang biasa dikenal dengan nama kecap asin merupakan hasil fermentasi dari kedelai. Menurut definisi SNI 01-3543-994 kecap kedelai adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max. L) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Warna dari kecap asin adalah coklat gelap. Tetapi warna ini bergantung pada proses penuaan atau

agingnya. Kecap asin mirip dengan kecap manis, hanya tanpa penambahan gula. Komposisi kimia

dari kecap kedelai dapat dilihat dari Tabel 3 dan kandungan asam aminonya dapat dilihat pada Tabel 4.

2.5.3. Santan

Berdasarkan SNI 01-3816-1995, santan adalah produk cair yang diperoleh dengan menyaring daging buah kelapa (Cocos nucifera) dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Santan merupakan emulsi lemak dalam air (Kirk dan Otmer 1950) yang

(36)

distabilisasi secara alamiah oleh protein (globulin dan albumin) dan fosfolipida (Tangsuphoom dan Coupland, 2008). Senyawa δ-C8-laktone, δ-C10-laktone, dan n-oktanol merupakan komponen

volatil utama dan memberikan karakteristik aroma pada santan kelapa (Lin dan Wilkens 2006), Adapun komposisi kimia santan dapat dilihat di Tabel 3. Tetapi komposisi kimianya masih bervariasi tergantung pada varietas lokasi tumbuh, cara budi daya, kematangan buah, dan metode ekstraksi seperti jumlah penambahan air dan suhu ekstraksi. Menurut Seow dan Gwee (1997), komposisi kimia santan kelapa yang diekstraksi dengan tanpa penambahan air terdiri atas protein 2.6-4.4%; lemak 32-40%; air 50-54%; dan abu 1-1.5%.

2.5.4. Bahan Acuan

Semua metode instrumental membutuhkan bahan acuan, sekalipun untuk metode yang mengukur analat yang empiris. Analat yang empiris adalah analat yang nilainya tidak seperti senyawa kimia yang stoikiometris yang bersifat tetap. Analat empiris merupakan hasil dari penerapan prosedur yang biasa digunakan untuk mengukurnya, contohnya untuk kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat (by difference) dan kadar serat (AOAC 2002).

Bahan acuan memainkan peranan penting untuk mengetahui akurasi dalam melakukan validasi. Bahan acuan disini dapat diartikan sebagai bahan atau zat yang memiliki sifat-sifat tertentu yang cukup homogen dan stabil, yang telah ditetapkan untuk dapat digunakan dalam pengukuran atau dalam pengujian suatu contoh. Bahan acuan dapat digunakan untuk mengontrol presisi pengukuran walaupun bahan acuan tersebut tidak memiliki nilai acuan (assigned value), sedangkan untuk kalibrasi atau untuk mengontrol kebenaran pengukuran hanya bahan acuan yang memiliki nilai acuan yang dapat digunakan (Dara 2010). Kalibrasi dan pengontrolan analisis sangat penting, karena menyangkut kehandalan hasil pengujian. Untuk pengambilan keputusan yang krusial diperlukan hasil pengujian yang dapat dipercaya (Nuryatini 2010). Bahan acuan ini dapat diperoleh dari berbagai produsen bahan acuan seperti Puslit Kimia LIPI yang telah mengembangkan beberapa bahan acuan (in-house reference materials) khususnya untuk pengujian dalam bidang lingkungan dan pangan (Dara 2010).

Bahan acuan dapat dibagi menjadi dua yaitu Certified Reference Material (CRM) dan Standard Reference Material (SRM). CRM dapat ditelusur hingga standard internasional dengan ketidakpastian yang telah diketahui dan oleh karena itu dapat digunakan untuk mengukur semua aspek bias (bias metode, bias antarlab, and intralab) secara bersamaan, dengan asumsi bahwa tidak ada ketidaksesuaian matriks. Perlu dipastikan bahwa nilai ketidakpastian yang dimiliki cukup kecil sehingga dapat mendeteksi bias pada kisaran tertentu. Tetapi jika nilainya tidak cukup kecil,

(37)

penggunaan CRM masih dianjurkan, tetapi dengan disertai dengan pengujian tambahan. Jika diperlukan dan dapat dilakukan, sejumlah CRM yang sesuai dengan matriks dan konsentrasi analit sebaiknya diujikan (Thompson et al 2002).

SRM dapat digunakan jika tidak ada CRM. SRM adalah material yang telah dikarakterisasi dengan baik untuk tujuan validasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika nilai bias tidak signifikan, hal ini bukan berarti merupakan bukti bahwa tidak adanya bias sama sekali. Akan tetap jika terdapat bias yang signifikan, hal ini menandakan perlunya investigasi lebih lanjut. SRM dapat berupa material yang telah dikarakterisasi oleh produsen CRM tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen mengenai nilai ketidakpastiannya atau material yang telah terkualifikasi oleh sebuah manufakturer; materials yang dikarakterisasi dalam lab sebagai reference material; dan material yang didistribusikan dalam proficiency test. Meskipun ketertelusuran dari material tersebut dipertanyakan, jauh lebih baik untuk menggunakan material tersebut dibandingkan tidak melakukan pengukuran terhadap bias sama sekali. Material dapat digunakan dengan cara yang sama seperti CRM, sekalipun tidak ada nilai ketidakpastian yang tercantum, seluruh pengujian yang signifikan bergantung seluruhnya pada presisi yang dapat diamati dari hasil (Thompson et al 2002).

(38)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Bahan dan Alat

3.1.1 Bahan

Seluruh bahan kimia yang digunakan memiliki grade analitik. Asam sulfat terkonsentrasi (H2SO498%), reagen anthrone, KI, HCl 37%, Na2CO3, asam sitrat, standar glukosa, CH3COOH

100%, Na2S2O3.5H2O, heksana, HgO dan indikator pati berasal dari Merck, Jerman. Kalium

dikromat (K2CrO7), Cu2SO4.5H2O, H3BO3,K2SO4dan NaOH berasal dari CICA, Jepang. Standar

amilosa (potato amylose) berasal dari Sigma-Aldrich. Es, indikator fenolftalein, kapas bebas lemak dan air distilasi. Sampel matriks pangan cair yang digunakan untuk penelitian perbandingan metode analisis yaitu kecap asin, kecap manis dan santan. Selain itu juga untuk verifikasi digunakan sampel berupa bahan acuan tepung kedelai dan tepung kacang hijau yang diperoleh dari LIPI Kimia Bandung dan bahan acuan susu bubuk dari BBIA Bogor.

3.1.2. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah hot plate (Cimarec 3 Thermolyne USA), oven vakum (V0-7-3 Ogawa Seiki Japan), tanur (4800 Furnace Barnstead Thermolyne USA),

waterbath (Type 1008, GFL Gesselschaft fur Labortechnik mbH D-30938 Burgwedel Germany),

kertas saring, alat ekstraksi soxhlet (kondensor dan pemanas listrik), labu lemak, desikator berisi bahan pengering, batang pengaduk, tabung reaksi, tabung reaksi bertutup, gelas piala, labu takar, baskom plastik, sudip, batang pengaduk, pipet tetes, pipet ukur, pH meter (Orion model 210 A, Thermo Electron Corp. USA), erlenmeyer, neraca analitik (Precisa XT 220A, Swiss), bulb, vortex, spektrofotometer (UV Mini 1240, UV-Vis Spectrophotometer, Shimadzu Japan), stopwatch, buret (volume 25 mL), cawan porselen, cawan alumunium dan labu Kjeldahl.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian ini memiliki tiga tahapan yaitu tahap penentuan matriks sampel, tahap perbandingan metode dan tahap validasi atau verifikasi metode. Bagan alir dari tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2

(39)

3.2.1.

Penentuan matriks sampel

Penentuan matriks sampel dilakukan untuk mendapatkan sampel yang mewakili segitiga pangan. Selain itu juga digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai komponen lain yang terdapat pada sampel yang akan digunakan.

3.2.1.1. Pemilihan sampel untuk uji perbandingan metode berdasarkan studi

literatur

Studi literatur dilakukan untuk memetakan beberapa sampel berdasarkan ke dalam skema segitiga matriks pangan. Dari hasil pemetaan akan dipilih sampel yang dapat mewakili matriks dengan kadar karbohidrat rendah, sedang dan tinggi.

3.2.1.2. Analisis proksimat

Hasil pemilihan sampel berdasarkan literatur dikonfirmasi komposisinya dengan analisis proksimat. Selain untuk konfirmasi, analisis proksimat juga berfungsi untuk identifikasi komponen yang ada dalam sampel. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar protein dan kadar karbohidrat menggunakan metode dari SNI 01-2891-1992 (Cara Uji Makanan dan Minuman).

3.2.2. Perbandingan metode

Perbandingan metode dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana kedua metode yang diperbandingkan menghasilkan kesesuaian nilai. Hasil dari perbandingan metode dapat digunakan untuk melihat apakah metode yang baru (metode kandidat) dapat menggantikan metode yang digunakan sebelumnya.

Sebanyak tiga kali ulangan dilakukan menggunakan metode kandidat dan metode SNI 01-2891-1992 pada tiga matriks yang telah ditentukan. Setelah itu hasil dari metode kandidat dan metode SNI 01-2891-1992 dibandingkan dan disesuaikan dengan data analisis proksimat.

Gambar 2. Tahapan penelitian validasi metode analisis karbohidrat

Validasi Metode Anthrone sulfat Verifikasi metode SNI 01-2891-1992

Tidak berbeda nyata Berbeda nyata

Penentuan matriks sampel

(40)

Perbandingannya meliputi uji varian (uji F), independent student t-test dan korelasi kedua metode dengan regresi linear. Jika hasil analisis metode kandidat tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode SNI 01-2891-1992 serta sesuai dengan hasil uji proksimat, maka akan dilakukan validasi metode kandidat. Jika hasil yang didapatkan berbeda jauh, maka akan dilakukan verifikasi pada metode SNI 01-2891-1992. .

3.2.3. Validasi Metode Anthrone sulfat

Validasi dilakukan pada matriks sampel yang terpilih yaitu sampel yang mewakili kadar karbohidrat rendah, kadar karbohidrat sedang dan kadar karbohidrat tinggi dan bahan acuan. Sampel dari matriks karbohidrat rendah, sedang dan tinggi diukur kadar karbohidratnya untuk mengetahui tingkat validitas dari Metode Anthrone sulfat. Penentuan tingkat validasi ini meliputi:

3.2.3.1. Presisi

Ripitabilitas merupakan salah satu aspek presisi yang menggambarkan keseragaman nilai yang diperoleh dari rangkaian pengukuran berulang terhadap analat dengan menggunakan prosedur analisis yang sama (Leyva et al 2008). Sebanyak 7 kali ulangan dengan prosedur yang sama, hari yang sama dan analis yang sama dilakukan pada sampel kemudian dihitung RSDnya. Besarnya RSD dalam satuan % menunjukkan ripitabilitas. Keberterimaan RSD analisis ditentukan sebesar 2/3 RSD Horwitz (Garfield 2000) atau 1/2 sampai 2 kali RSD AOAC (AOAC 2002). Reprodusibilitas diukur dengan melakukan analisis yang sama setelah dua bulan sejak dilakukan analisis pertama. Hasil analisis dibandingkan lalu diuji secara statistik untuk melihat apakah hasil berbeda signifikan atau tidak.

3.2.3.2. Akurasi

Akurasi dilaksanakan dengan mengggunakan bahan acuan tepung kedelai dan tepung kacang hijau dari LIPI Kimia Bandung dan bahan acuan susu bubuk dari BBIA Bogor. Selain itu uji rekoveri juga dilakukan.

Tujuan uji rekoveri adalah memeriksa adanya interferensi kompetitif dan efek dari matriks sampel (Koch dan Peter 1999; Cembrowski dan Sullivan 1992). Uji rekoveri dilakukan dengan menggunakan sampel yang dispike (ditambahkan) standard glukosa. Percobaan spiking dilakukan sebanyak tujuh ulangan pada sampel bahan acuan. Sebelumnya juga dilakukan uji terhadap sampel yang tidak dispiking. Akurasi dilihat dari nilai rekoveri yang diperoleh. Recovery dihitung dengan rumus (2.1):

(41)

(2.1)

3.2.3.3. Linieritas

Linieritas dari metode analitis yang menggambarkan kemampuan suatu metode untuk hasil analisis yang proporsional dengan konsentrasi analat pada sampel dalam range tertentu baik secara langsung maupun melalui transformasi matematik (Leyva et al 2008). Untuk mengetahui linieritas metode, sebanyak tujuh kali ulangan dilakukan pada standar glukosa dengan 6-8 konsentrasi. Kemudian tiap kali ulangan dihitung rataan, SD1dan RSD1. Selain itu tiap ulangan

diplotkan persamaan garis dari kurva kalibrasi dan dihitung koefisien korelasinya (r2). Selanjutnya

ditabulasikan nilai y yang baru berdasarkan persamaan garis yang ada. Dari nilai y yang baru dihitung rataan, standar deviasinya (yang kemudian disebut SD2) dan RSDnya. Uji F digunakan

untuk mengetahui apakah ada perbedaan signifikan pada variansi kurva pada tiap kelompok konsentrasi.

3.2.4. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992

Verifikasi dilakukan dengan mengukur kadar karbohidrat matriks sampel yang terpilih yaitu sampel yang mewakili kadar karbohidrat rendah, kadar karbohidrat sedang dan kadar karbohidrat tinggi dan beberapa sampel yang telah diketahui nilainya yaitu bahan acuan (reference

material). Verifikasi ini meliputi atribut presisi (ripitabilitas) dan akurasi (dengan bahan acuan uji

rekoveri).

3.2.4.1. Presisi

Ripitabilitas merupakan salah satu aspek presisi yang menggambarkan keseragaman nilai yang diperoleh dari rangkaian pengukuran berulang terhadap analat dengan menggunakan prosedur analisis yang sama (Leyva et al 2008). Sebanyak 7 kali ulangan dengan prosedur yang sama, hari yang sama dan analis yang sama dilakukan pada sampel kemudian dihitung RSDnya. Besarnya RSD dalam satuan % menunjukkan ripitabilitas. Keberterimaan RSD analisis ditentukan sebesar 2/3 RSD Horwitz (Garfield 2000) atau 1/2 sampai 2 kali RSD AOAC (AOAC 2002). Reprodusibilitas diukur dengan melakukan analisis yang sama setelah dua bulan sejak dilakukan analisis pertama. Hasil analisis dibandingkan lalu diuji secara statistik untuk melihat apakah hasil berbeda signifikan atau tidak.

Gambar

Gambar 1. Matriks pangan berdasarkan kadar protein, lemak dan karbohidrat (Nielsen 2010)
Tabel 1 Persentase rekoveri yang dapat diterima sesuai dengan konsentrasi analat
Tabel 2 Nilai presisi (RSD) sesuai dengan konsentrasi analat (%) analat Konsentrasi RSD (%) 100 100% 1 10 10% 1.5 1 1% 2 0.1 0.10% 3 0.01 100 ppm 4 0.001 10 ppm 6 0.0001 1 ppm 8 0.00001 10 ppb 15 (sumber: AOAC 2002)
Gambar 1. Matriks pangan berdasarkan kadar protein, lemak dan karbohidrat (Nielsen 2010).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari perancangan Iklan Layanan Masyarakat mengenai pentingnya untuk berhati-hati terhadap penggunaan kosmetik kepada anak usia 2-6 tahun adalah untuk

(2016) bahwa dengan pembelajaran menggu- nakan pendekatan STEM diharapkan dapat menghasilkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa melalui integrasi pengetahuan, konsep

Program Kemitraan Masyarakat Pada Umkm Melalui Penerapan Alat Burner Berbahan Bakar Oli Bekas Dan Mesin Briket Sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas Usaha Coconut Charcoal Di

Berdasarkan karakteristik di atas, ternyata asesmen kelas sangat mungkin dapat dilaksanakan di PAUD. Kebutuhan terhadap asesmen kelas ini cukup tinggi karena biasanya

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survei deskriptif korelasional, dengan peubah bebas yang digunakan adalah karakteristik pemustaka, aksesi- bilitas informasi

dan Helicotylenchus sp masingmasing 14,8x10 ,22xl0, dan 5,4x10 Dalam kaitan tersebut di at as, populasi cendawan Fusarium dan hasil pengamatan minggu ke-2, ke-4, dan

Al/SiC fonksiyonel kademelendirilmiş plakalar ve Al 3003-H19 bal peteği ile oluşturulan sandviç yapının darbe cevabı için fonksiyonel kademelendirilmiş destek