SERTA IMAM AL GHAZALI
3. Mazhab Hambali
Aliran fikih Islam yang dinisbahkan kepada
Imam Ahmad Ibnu Hambal bin Hilai, lahir di Baghdad
tahun 164 H tumbuh dewasa di kota ini dan wafat pada usia 77 tahun di hari jum‘at Rabi‘ul Awwal tahun 241 H / 855 M. Setelah menderita sakit selama beberapa minggu. Dan di makamkan di Bab Harb di Kota Baghdad. Nama Hambali ia sandang dari nama datuknya, sejak kecil dikenal dengan nama Ahmad bin Hambal. Ia belajar ilmu
fiqh kepada al-Syafi‘I, dan mencurahkan dirinya terhadap
sunnah yang menjadikan sebagai tokoh besar di zamannya. Kitab–kitab Imam Hambali antara lain: a) Tafsir Al Qur‘an, b) An Nasikh wal Mansukh, c) Al Muqoddam wal Muakhkhor fil Qur-an, d) Al Manasikul Kabir, e) Al Illah, f) Al Musnad yang berisi 40.000 hadits
(di Indonesia hanya dikenal Al Musnad terdiri 6 jilid, Al
Waro‘i dan Ash Sholah). Mazhab Hambali berdasarkan atas nash, yaitu Al-Qur‘an dan Hadist yang shahih, fatwa sahabat, pendapat sahabat paling dekat dengan Al
Qur‘an dan hadits, hadits dha‘if yang tidak terlalu lemah dan hadits mursal, dan yang terakhir, jika terpaksa, juga
qiyas. Karena itu mazhab ini digolongkan sebagai aliran ahlu ‗l-hadits yang mendahulukan hadits walaupun dhaif
daripada ra‘ya. Ulama-ulama yang berjasa mengembangkan mazhab Hambali antara lain Abu „l
-Qasim al-Karkhi (wafat tahun 881 M), Abdu „l-Aziz Ja‟far
(wafat tahun 910 M), Ibnu Qudamah (wafat tahun 1164
M), Ibnu Taymiah (wafat 20 Syawal tahun 749 H 74 /
1273 M) dan Ibnu Qayyim (wafat tahun 1296 M). Penganut mazhab ini terutama terdapat di Arab Saudi.75
74
Muhammad Abu Zahrah, IbnuTaimiyah, Hayatuhu wa „Ashuruhu, Dar al-Fikr – Al-‘Araby, 946
75
Mazhab Hanbali adalah satu daripada empat
mazhab fiqih terkenal dalam aliran ahli sunnah wal jamaah Mazhab ini juga mendapat pengikut dari aliran
Wahabi dan Salafi tetapi posisi ini tidak diakui oleh sarjana Islam. Aliran Salafi merujuk mazhab Hanbali
sebagai mazhab Athari. Mazhab Hambali ini kebanyakan diamalkan oleh masyarakat Islam di Semenanjung Arab. Dasar-dasar pokok mazhab Hambali adalah berpegang pada hal berikut:
1) Al Qur‘an; 2) Hadits Marfu‘;
3) Fatwa-fatwa para sahabat dan fatwa-fatwa sahabat yang lebih dekat pada Qur‘an dan Sunnah, diantara fatwa-fatwa yang berlawanan;
4) Hadits Mursal dan hadits Da‘if, ialah hadits yang derajatnya kurang daripada sahih;
5) Qias (kias / analogi / membandingkan).
Mazhab ini banyak dianut penduduk Arabia Tengah, di Saudi Arabia (terutama kaum Wahabi dan tokoh lainnya adalah Ibnu Taymiiah76 yang kemudian dijadikan sumber doktrin dalam memberantas tradisi pengagungan (ziarah) kubur para Wali dan orang muslim), juga dipedalaman Oman dan beberapa tempat disepanjang Teluk Parsi dan beberapa kota Asia Tengah.77 Kini mulai berkembang di Malaysia dan Asia tenggara.
4. MazhabHanafi(699-767)
Aliran fikih Islam yang dinisbahkan kepada Ahmad Ibn Hambal: Abu Abdillah. Imam Abu Hanifah Nu‟man ibn Thabit al-Taymi (80-150 H). Ia keturunan
76
Budi Munawar, Rachman, Argumen Pengalaman Iman Neo-Sufisme Nurcholish Madjid, dalam Tsaqafah, Vol.1, no.1, 2002, hal 56
77
Parsi, dilahirkan di Basra tahun 699 M dan berusia 70 tahun dan wafat pada bulan Rajab tahun 150 H, di Kuffah (Bagdad).78 Menurut versi Qodi‟Iyad Ia wafat 350 H79. Makamnya ada di Al Khoizaron, Baghdad. Nama sebenarnya Nu‘man putra dari Tsabit bin Zautho bin Mah, keturunan bangsa Ajam. Kata ‗hanif‘ dalam bahasa Arab berarti cenderung kepada agama yang benar. Riwayat yang lain mengatakan beliau erat dengan tinta guna mencatat ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Ayahnya keturunan Persia yang berasal dari Afganistan. Abu
Hanifah pernah berguru kepada Atha bin Abi Rabah,
Imam Muhammad bin Abu Sulayman, Imam Nafi‘ Mawla
Ibnu Umar dan Imam Muhammad al-Baqir. Hanifah termasuk tabi‘in sebab ia masih sempat berjumpa dengan beberapa sahabat Nabi Muhammad misalnya Abi Awfa, Watsilah bin al-Aqsa, Ma‘qil bin Yasar, Abullah bin Anis dan Abu Tufayl. Selain sebagai ulama dan Imam
Mazhab, Hanifah juga wiraswastawan yang berhasil namun hidupnya sangat wara‘ dan zuhud serta pemurah. Hubungannya dengan penguasa tidak begitu baik, karena selalu menolak tawaran khalifah untuk menjadi Hakim Agung, bahkan Ia sempat dipenjara dan dihukum dera setiap hari selama 15 hari. Karena tidak berhasil membujuk Hanifah memangku jabatan Hakim Agung,
Khalifah al-Mansyur murka dan memanggilnya
menghadap, di Istana Abu Hanifah disugihi racun lalu dikembalikan ke penjara dan meninggal di penjara.80
Beberapa karya tulisnya yang memuat pendapatnya yang disusun para muridnya antara lain: al-Madsuth, al- jami‘u ‗l-kabir, Al-Sayru ‗l-Shaghir, al-‗l-Kabir, dan al-Ziyadah. Abu Hanifah dijuluki sebagai Bapak Ilmu Fiqih.81Mazhab
78
Ensiklopedi Umum, Ibid, hal.. 479
79
Qodi‘Iyad Ibn Musa Al Yahsudi, Keagungan Kekasih Allah Muhammad
SAW : Keistimewaan Personal Keteladanan Bersalah, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2002 , Hal. 786
80
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 6, Ibid, hal. 328
81
Hanafi dikembangkan berdasarkan Al Qur‘an, Sunnah Rasul, fatwa para sahabat, qiyas, istihsan, adat dan ‗uruf masyarakat. Sikap Abu Hanifah terhadap hadits sangat hati-hati dan selektif. Ia lebih banyak menggunakan qiyas
dan juga istihsan. Hal ini ada hubungannya dengan daerah pertumbuhan mazhab ini yang jauh dari Madinah dan Mekah, tempat tinggal kebanyakan sahabat Nabi. Karena itu mazhab Hanafi seringkali disebut sebagai aliran ahlu ‗l-rayu yang lebih mengutamakan rasio. Perkembangan mazhab Hanafi cukup luas karena peranan murid-murid Abu Hanifah, seperti Abu Yusuf (wafat tahun 731 M) yang pernah menjadi Hakim agung di Baghdad, Muhammad bin Hasan (wafat tahun 738 M) dan Zufar (wafat tahun 707 M). Ada ulama penganud
mazhab ini yang membagi fiqih Abu Hanifah menjadi 3 tingkatan: 1) tingkatan pertama (masa-ilul ushul) kitabnya berjudul Dhohiru Riwayah, berisi kupasan dan ketetapan masalah agama oleh Imam Hanafi bercampur buah pikiran para sahabat Imam Hanafi yaitu Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan dan lainnya; 2) tingkatan kedua (masa-ilun Nawadir) tentang masalah-masalah agama, diriwayatkan oleh Imam Hanafi dan para sahabatnya, kitabnya Haruniyyar, Jurjaniyyat dan Kaisaniyyat
(Muhammad bin Hasan), serta Al Mujarrod (Hasan bin Iyad); 3) tingkatan ketiga (Al Fatawa wal Waqi‘at) berisikan masalah-masalah agama dari para ulama
mujtahid mazhab Hanafi yang datang kemudian, karena keterangannya tidak mereka dapat pada pendahulunya, seperti kitab Al Fatawa wal Waqi‘at pertama yaitu An Nawasil (Abdul Laits As Samarqondy, wafat 375 H).
Mazhab Hanafi ialah salah satu mazhab fiqh
dalam Islam sunni. Suatu mazhab yang dikenal sebagai
mazhab paling terbuka kepada idea modern. Mazhab ini diamalkan terutama sekali di kalangan orang Islam sunni
Mesir, Turki, sub-benua India dan sebahagian Afrika Barat, walaupun pelajar Islam seluruh dunia belajar dan
melihat pendapatnya mengenai amalan Islam. Mazhab Hanafi merupakan mazhab yang dianut dengan sekitar 30% pengikut. Kehadiran mazhab ini tidak boleh dilihat sebagai perbedaan mutlak seperti dalam Kristian (Prostestan dan Katolik) dan beberapa agama lain. Sebaliknya ini merupakan perbedaan yang sehat melalui pendapat yang logis dan idea dalam memahami Islam. Perkara pokok seperti akidah atau tauhid masih sama dan tidak berubah.
Dasar – dasar pokok dari mazhab Hanafi berpegang pada :
1) Al Qur‘an;
2) Sunnah Rasul SAW beserta peninggalan-peninggalan 2. sahih yang telah masyhur di antara para ulama; 3) Fatwa-fatwa para sahabat;
4) Qias;
5) Istihsan; Secara bahasa istihsan berarti menganggap baik sesuatu (hasan), adalah salah satu cara menetapkan hukum di kalangan ahli ushul fikih. Melalui metode istihsan, seorang mujtahid
meninggalkan hukum yang didasarkan atas qias jali
(analogi yang jelas persamaan illatnya) ke hubungan baru yang berdasarkan atas qias khafi (persamaan
illatnya tersamar) atau dari hukum yang didasarkan pada dalil kulli (alasan yang bersifat umum) ke hukum yang didasarkan atas dalil juz‘i (alasan yang bersifat khusus). Salah satu contoh mengqiaskan wakaf kepada sewa-menyewa dan tidak kepada jual-beli, karena lebih mengutamakan segi kemanfaatannya daripada segi perpindahan hak milik. Perpindahan hukum itu lebih tepat. Metode
istihsan ini lebih banyak digunakan dikalangan ulama Hanafiyah sebagai salah satu dasar pokok
mazhab Hanafi dan ditolak keras dikalangan ulama Syafi‘iyah.
Penganut mazhab Hanafi terdapat banyak di anak daerah India, Turki, Afganistan, Kawasan Balkan, China dan Rusia.82
Disamping Turki dan India, juga Turkestan, Propinsi-propinsi Buchara dan Samarkand.83 Juga di Asia Tenggara mendapat beberapa pengikut.
Tentang Imam Al Ghazali
Sejak kecil Ia dididik oleh seorang Sufi dan menginjak dewasa belajar tentang hukum Islam pada ulama Achmad Al-Razakani, lalu melanjutkan pendidikannya ke Nisyafur (salah satu pusat ilmu Islam) pada Imam Haramain (Guru Besar Universitas Nizhamiyah). Pada universitas ini Ia belajar tentang ilmu
kalam (teologi), fikih, filsafat, tasawuf, logika, retorika dan ilmu thabi‘iyat (kealaman). Setelah Haramain
meninggal, Al Ghazali pergi ke Mu‘askar dan berkenalan
82
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 6, PT.Delta Pamungkas, Jakarta,
2004,hal. 326-327
83
Ensiklopedi Umum, Kanisius, Yogyakarta, 1973, hal. 395
Foto: Imam Abu Hanifah
dengan perdana menteri Bani Saljuk, Nizhamu ‗l-Mulk pendiri universitas Nizhamiyah ini tertarik akan kealimannya, sehingga pada tahun 1091 M, Al Ghazali diangkat menjadi Guru Besar di Nizhamiyah Bagdad, yang menjadikannya mashyur (terkenal). Dianggap sebagai salah satu tokoh berpikiran maju di zamannya, di awal usia 30-an ia diangkat sebagai profesor ilmu hukum Islam di Bagdad‘s Nizamiyyah College, sebuah posisi yang sangat terhormat.
Al Ghazali, sepanjang hidupnya selalu ingin
mengetahui ―realitas sebagai hal secara mendalam‖ dan
kemampuan otaknya telah menuntunnya pada kemasyuran. Tetapi tepat di puncak karirnya, ia mulai ragu bahwa kemampuan penalarannya apa sungguh menuntunnya pada kebenaran. Ghazali mengalami
semacam ‗krisis spritual‘ dimana ia tidak lagi yakin
dengan apa yang dia ketahui. Di masa yang penuh keraguan ini, Ghazali melihat bahwa kesaksian indra seringkali salah, dikalahkan oleh sejumlah kebenaran yang lebih tinggi. Walaupun misalnya, sebuah bintang dilangit tampak kecil, matematika membuktikan bahwa bintang tersebut sebenarnya jauh lebih besar daripada Bumi. Begitu juga ketika sedang bermimpi bisa melihat dan merasakan akan hal yang hebat, tetapi ketika terjaga baru sadar bahwa semua itu tidak nyata. Ia mempertanyakan apakah penalaran yang digunakan untuk menyusun dan menjelaskan realitas sehari-hari juga tampak seperti ilusi jika dilihat dari tingkat kesadaran yang lebih tinggi.
Ghazali teringat dengan pernyataan Nabi Muhammad, ―Manusia sedang tertidur; ketika sekarat mereka terbangun‖. Artinya hanya dengan kematian dan dengan meninggalkan pikiran nalar maka tabir ilmu akan terangkat dan bisa melihat kebenaran untuk pertama kalinya. Dalam masa perenungan ini Ghazali
mendapatkan epifani. Suatu kilasan cahaya penerang seperti menembus hatinya, dan dalam sekejap ―argumen rapi‖ yang selama ini menjadi pegangannya dalam realitas menjadi tidak berarti sama sekali dibandingkan dengan pengalamannya tentang kebenarannya sejati untuk menemukan bukti adanya Tuhan.
Bagaimanapun juga pengalaman ini sendiri tidaklah cukup membantu dirinya, dan iapun memulai suatu program yang melelahkan, yaitu dengan membaca dan meneliti (riset) untuk menemukan ajaran filsafat dan filosofi keagamaan, atau mistitisme yang paling mendekati akan kebenaran yang kemudian ia pun telah memperoleh persaksian. Riset ini akhirnya berkembang menjadi suatu karya yang monumental, The Revival of Religious Sciences, yang secara progresif membuktikan adanya ketidakbenaran setiap pada ajaran filosofis
kecuali Sufisme. Sufisme yang dianggap menyediakan
jalan untuk bisa merasakan pendekatan Tuhan, yang tidak bisa dirasakan oleh pendalaman filsafat saja. Pencarian ini memakan lebih dari satu dekade dari kehidupannya, dan bertahun tahun kemudian baru kembali mengajar. Namun demikian, apa yang dicapai olehnya saat itu tidaklah memberikan kepuasan.