• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA

D. Media Kultur Jaringan

Nutrisi atau unsur- unsur yang dibutuhkan oleh jaringan tanaman dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Garam-garam anorganik yang dibedakan lagi menjadi dua, yaitu unsur makro (unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar) dan unsur mikro (unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi harus tersedia).

Jenis- jenis yang termasuk unsur makro adalah Nitrogen, Fosfor, Kalium, Sulfur, Kalsium, dan Magnesium. Sedangkan unsur mikro meliputi Klor, Mangan, Besi, Tembaga, Seng, Bor, dan Molibdenum.

b. Garam- garam organik yang terdiri dari sukrosa, vitamin, dan zat pengatur tumbuh (ZPT).

1. Unsur makro

Kegunaan masing-masing unsur makro yang diperlukan bagi tumbuhan untuk dapat bertahan hidup dan mendukung pertumbuhannya akan dijabarkan berikut ini :

a. nitrogen (N). Nitrogen berpengaruh dalam menaikkan daya tumbuh tanaman. Unsur ini sangat penting dalam proses pembentukan klorofil, terpenoid, asam inti, beberapa hormon tumbuhan serta asam amino. Bila tanaman kekurangan nitrogen, akan terlihat pada warna daun yang ada yakni menguning, sedangkan bila terlalu banyak menyebabkan perkembangan vegetatif akan lebih besar daripada perkembangan buah. Sumber nitrogen pada media kultur berasal dari amonium (NH4+) dan yang paling penting nitrat (NO3-). Jumlah amonium yang digunakan berkisar 2-8 mM sedang nitrat sekitar 25-40 mM.

b. fosfor (P). Dalam jaringan meristematik serta daerah yang cepat pertumbuhan biasanya banyak terdapat fosfor. Terlalu banyak fosfor dalam media dapt menghambat pertumbuhan eksplan. Hal ini disebabkan oleh adanya persaingan penyerapan unsur lainnya seperti seng (Zn), besi (Fe) dan tembaga (Cu). Sumber fosfor dalam media diberikan dalam bentuk natrium hidrofosfat (NaH2PO4.H2O) atau kalium hidrofosfat (KH2PO4).

c. potasium (K). Potas adalah unsur yang berguna untuk pembelahan sel, sintesa karbohidrat dan protein, pembuatan klorofil serta untuk mereduksi nitrat. Potas harus diberikan dalam media dengan konsentrasi 20 mM malah adakalanya dapat

melebihi lagi. Bentuk ikatan potasium yang banyak digunakan dalam media kultur yakni KNO3 dan KH2PO4.

d. magnesium (Mg). Magnesium adalah elemen utama dalam molekul klorofil. Selain itu magnesium bekerja sebagai aktivator enzim. Dalam media kultur sering diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.

e. belerang (S). Belerang terdapat dalam beberapa molekul protein, berguna untuk perkembangan akar. Belerang diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O atau {Ca(NO3)2.4H2O}.

2. Unsur mikro

Kegunaan masing-masing unsur mikro yang diperlukan bagi tumbuhan untuk dapat bertahan hidup dan mendukung pertumbuhannya akan dijabarkan berikut ini :

a. besi (Fe). Besi berperan dalam sintesis klorofil. Dalam media kultur zat besi terlebih dahulu dicampurkan dengan EDTA (Asam Etilen Diamin Tetraasetik). Zat besi tidak boleh dicampurkan secara langsung ke dalam media dikarenakan sifat zat besi yang tidak mudah larut sehingga dapat menimbulkan endapan. b. mangan (Mn). Pada tanaman yang tumbuh di tanah, kekurangan mangan dapat menyebabkan klorotik (tanaman berwarna pucat) dan sering menunjukkan bintik-bintik hitam yang tidak lain adalah kematian setempat. Dalam media kultur jaringan, unsur ini berguna untuk membentuk membran kloroplas.

c. boron (B). Memegang peranan penting dalam perombakan gula. Media kultur yang kekurangan boron dapat mengakibatkan sintesa sitokinin dalam media terganggu. Bila kebanyakan boron dapat mengakibatkan tanaman mati.

d. seng (Zn). Seng merupakn unsur yang penting dalam pembentukan protoplas. Tanaman yang berkecukupan seng mampu memproduksi auksin IAA endogenous. e. kobalt (Co). Kegunaan kobalt dalam kultur jaringan adalah untuk pembentukan asam inti dan juga untuk mengikat unsur nitrogen.

f. tembaga (Cu). Tembaga berperan dalam proses konversi energi.

g. yodium (I). Unsur yodium tidak terlalu diperlukan dalam media, namun sering digunakan. Beberapa asam amino sering juga mengandung yodium.

h. molibdenum (Mo). Zat ini berguna dalam proses pengikatan nitrogen dari atmosfer menjadi nitrat dengan bantuan bakteri pengikat N. Selain itu juga berguna dalam proses pembentukan klorofil. Bila diberikan secara berlebihan dapat merusakkan jaringan tanaman.

3. Vitamin

Walaupun dalam jumlah kecil, pemberian vitamin dalam media kultur merupakan suatu keharusan lantaran tanaman yang dikulturkan tersebut belum mampu untuk membuat vitaminnya sendiri. Adapun jenis vitamin yang sering diberikan : thiamin HCl dimana berfungsi sebagai koenzim yang membantu daur asam organik dalam proses respirasi; nicotinamida yaitu suatu koenzim yang menjadi aktif dalam reaksi cahaya; myo-inositol adalah alkohol gula; asam panthothenik adalah suatu jenis vitamin B yang bekerja aktif sebagai koenzim dan berfungsi dalam metabolisme zat lemak; vitamin B6 adalah koenzim yang membantu reaksi kimia dalam proses metabolisme; choline sebagai terpenoid yang ada dalam vitamin B kompleks dan riboflavin dimana dikenal dengan vitamin B2.

4. Zat pengatur tumbuh (ZPT) dan hormon

Terdapat sebuah perbedaaan antara hormon dan zat pengatur tumbuh. Moore (1989) (cit. Santoso dan Nursandi 2004) mencirikan atau membedakan zat tersebut yakni :

a. hormon tanaman adalah senyawa organik dan bukan merupakan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (< 1mM) yang disintesis pada bagian tertentu, umumnya ditranslokasikan ke bagian lain tanaman di mana senyawa tersebut menghasilkan suatu respon secara biokimia, fisiologis dan morfologis.

b. zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik dan bukan merupakan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (<1 mM) mampu mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Selain dari zat makanan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan diatur oleh hormon tumbuh. Tidak semua sel yang dikulturkan dapat memproduksi sendiri hormon pengatur tumbuhnya. Eksplan yang terlalu kecilpun juga belum mampu untuk memproduksi hormon tumbuhnya. Berikut ini akan diberikan keterangan mengenai beberapa zat pengatur tumbuh yang telah dikenal :

a. golongan auksin. Auksin merupakan hormon tumbuhan yang diproduksi secara alamiah oleh tumbuhan. Pada pemberian auksin dengan kadar yang relatif tinggi, kalus cenderung ke arah pembentukan primordia akar. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat meningkatkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air dan melunakkan dinding sel yang diikuti dengan menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel disertai

dengan kenaikan volume sel. Dengan adanya kenaikan sintesa protein, maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Pengaruh auksin dalam mikropropagasi antara lain adalah untuk menginduksi pertumbuhan kalus, pembentukan klorofil serta morfogenesis (Katuuk, 1989). Mekanisme kerja dari auksin yang dapat merangsang pertumbuhan yaitu auksin merangsang sekresi H+. Ion K+ diambil masuk ke dalam sel untuk mengimbangi pengeluaran H+ yang menurunkan potensial air dalam sel sehingga mengakibatkan pengembangan sel. Jenis auksin sintetik yang sudah ada diantaranya NAA (a-naphtalene acetic acid), 2.4-D (2.4 Dichlorophenoxy acetic acid), IBA (3-indole butyric acid), PCPA (P-chlorophenoxy acetic acid), IAA (3-indole acetic acid). IAA adalah juga hormon tumbuhan yang disintesis oleh tumbuhan itu sendiri (hormon alami).

b. Sitokinin. Dalam alam terbuka, sitokinin diantaranya berfungsi mengatur pertumbuhan melalui pembelahan sel, membantu mengawasi perkecambahan biji dan menunda penuaan. Sedangkan pada kultur jaringan sitokinin berfungsi mengatur pertumbuhan serta morphogenesis. Pemberian sitokinin dengan kadar yang relatif tinggi, differensiasi kalus akan cenderung ke arah pembentukan primordia batang atau tunas (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Sitokinin diproduksi didalam akar, namun demikian penambahan di dalam media masih tetap diperlukan. Jika yang akan dikulturkan yakni akar, maka sebaiknya sitokinin tidak ditambahkan. Sebaliknya apabila eksplan yang akan dikulturkan adalah pucuk tunas dimana produksi sitokininnya sedikit, maka diperlukan penambahan sitokinin di dalam media. Jenis auksin sintetik yang digunakan BAP (N6-benzyl

amino purine), BA (benzyl adenin) dan FAP (N6-furfurylamino purine) (Katuuk, 1989).

5. Bahan pemadat media

Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat dimana eksplan tumbuh. Media tanam sangat mutlak keberadaannya karena pada media ini terdapat semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan dengan medianya, tetapi tidak boleh tenggelam sehingga aerasinya baik. Media tanam tersebut dapat berbentuk cair atau padat. Pada media padat diperlukan bahan pemadat media. Idealnya, bahan pemadat media harus dapat disterilkan dengan autoklaf dan gel yang terbentuk ini tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim tanaman serta tidak bereaksi dengan komponen media yang lainnya (Yusnita, 2003).

Zat pemadat media yang sering digunakan yakni berupa agar-agar. Agar adalah berupa campuran polisakarida dari galaktosa yang diekstrak dari ganggang laut. Umumnya dapat membentuk gel atau memadat pada suhu 40-450C dengan titik cair 80-900C. Bentuk cair atau padat dari agar dapat bersifat balik (Yusnita, 2003). Menurut Katuuk (1989) agar memiliki sifat dapat mengikat air. Dengan semakin tinggi konsentrasi dari agar tadi maka makin kuat dalam mengikat air. Kepekatan agar yang terlalu tinggi mengakibatkan sulitnya bagi eksplan untuk mengambil sumber hara yang terlarut dalam media. Kepekatan yang biasa digunakan yaitu berkisar antara 0.6-0.8%. media yang kurang kadar garam dan hormonnya akan lebih keras dibandingkan dengan media yang tinggi kadar garam

dan hormonnya. Penggunaan agar biasanya sebanyak 8-10 g/l air suling (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

6. Sukrosa

Sukrosa adalah sumber energi yang diperlukan untuk induksi kalus (Hendaryono dan Ari, 1994), karena dalam kondisi in-vitro tanaman tidak bersifat autotrof. Hal ini disebabkan botol tempat tumbuh kultur bukan ditempat yang ideal untuk mendukung proses pertumbuhan yakni proses fotosintesis karena ditempatkan di tempat yang gelap (Pierik, 1987).

Konsentrasi sukrosa optimum yang sering digunakan dalam proses pengkulturan berkisar 2-3% atau 20.000-30.000 mg/l (Yusnita, 2003). Tetapi konsentrasi sukrosa ini juga tergantung pada tipe dan umur eksplan (Pierik, 1987). 7. Lingkungan

Bagi tanaman yang hidup in-vitro, 5 faktor lingkungan utama yang harus dipenuhi ialah cahaya, suhu, pH, kelembaban dan wadah/botol kultur.

a. cahaya. Cahaya sangat penting bagi kehidupam mikroorganisme. Bagi tanaman in-vitro cahaya berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang disebut fotomorfogenesis. Sehubungan dengan fotosintesis, cahaya belum begitu terlalu penting bagi kultur jaringan tanaman. Pertumbuhan sel kultur jaringan yang teratur pada dasarnya tidak dihambat oleh cahaya, malah sebaliknya pembelahan sel mula-mula pada eksplan serta pertumbuhan jaringan kalus acapkali dihambat/dibatasi oleh persoalan cahaya.

b. suhu. Pada umumnya kultur jaringan memerlukan suhu sebesar 25-300C. Namun untuk pertumbuhan optimum hal ini akan berbeda-beda pada tiap spesies

serta jenis eksperimen yang dilakukan. Suhu yang rendah dapat mempengaruhi perkembangan embrio.

c. pH. Keasaman dan kebasan media juga merupakan faktor lingkungan eksplan yang sangat menentukan. Pada umumnya pH yang paling disukai untuk pertumbuhan sel adalah antara 5-6. Tetapi menurut penelitian dilaporkan bahwa walaupun sudah diatur, pH akan turun sebanyak 0.5 sesudah autoklaf. Kultur menjadi asam disebabkan oleh pembentukan asam-asam organik.

d. kelembaban. George dan Sherrington (1984) melaporkan bahwa dalam penelitian Lane tentang kelembaban relatif, dia menemukan pertumbuhan tidak normal yang menyebabkan matinya sel. Hal ini bisa terjadi bila kelembaban dalam botol turun sampai 95%.

e. wadah/botol kultur. Ukuran wadah kultur biasanya juga mempengaruhi pertumbuhan serta morfogenesis in-vitro. Hal ini barangkali disebabkan oleh perbedaan konsentrasi CO2 yang tersedia, etilen, gas lain yang berada dalam wadah (Katuuk, 1989).

Beberapa media dasar yang pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain adalah :

a. Medium dasar Murashige dan Skoog (MS) : digunakan untuk hampir semua macam tanaman, terutama tanaman herbaceus. Media ini mempunyai konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+. b. Medium dasar B5 atau Gamborg : digunakan untuk kultur susupensi sel kedele, alfafa, dan legume lain.

c. Medium dasar White : Medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.

d. Medium Vacin Went (VW) : digunakan khusus untuk medium anggrek.

e. Medium dasar Nitsch dan Nitsch : digunakan untuk kultur tepungsari (pollen) dan kultur sel.

f. Medium dasar Schenk dan Hildebrandt : digunakan untuk kultur jaringan tanaman monokotil.

g. Medium dasar Woody Plant Medium (WPM) : digunakan untuk tanaman yang berkayu.

h. Medium dasar N6 : digunakan untuk tanaman serelia terutama padi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Dokumen terkait