• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Media Promosi Kesehatan

2.5.2 Media Poster dan Leaflet

Menurut Angkowo, dkk., (2007), Sutikno (2009), yang membagi media berdasarkan jenisnya, media poster dan leaflet merupakan media gambar. Raharjo (1991) dalam Junita (2009) berdasarkan jenis media, poster dan leaflet merupakan media visual. Menurut Notoatmodjo (2007), berdasarkan pembuatan dan penggunaan

media, poster dan leaflet merupakan alat peraga yang sederhana, mudah dibuat sendiri dan dapat dipergunakan di berbagai tempat. Menurut Mubarak dkk (2007), poster dan leaflet merupakan media sumber belajar, tujuan pembelajaran dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dibanding tanpa bantuan media. Media poster dan leaflet lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan (Notoatmodjo,2007).

Menurut Sadiman (2003) dalam Junita (2009) media poster dan leaflet merupakan media yang lazim dipakai dalam kegiatan belajar mengajar di Indonesia. Menurut Smaldiono (2005) dalam Herliana (2007) mengemukakan bahwa media poster dan leaflet merupakan media yang dapat disajikan dalam berbagai format. Taufik (2007) menjelaskan bahwa media poster dan leaflet merupakan alat peraga yang sering digunakan dalam kegiatan promosi kesehatan masyarakat. Poster adalah pesan singkat dalam bentuk gambar, dengan tujuan untuk mempengaruhi individu atau kelompok agar tertarik pada suatu objek materi yang diinformasikan.

Menurut Depkes (2005), poster adalah medium berisikan pesan yang ditujukan bagi khalayak untuk dipelajari dan didiskusikan bersama-sama. Jika digunakan sebagai media penggerak diskusi, isi pesan yang disampaikan bersifat terbuka, sehingga memungkinkan tafsiran yang tidak persis sama.

Menurut Sadiman (2006), poster tidak saja penting untuk menyampaikan kesan-kesan tertentu tapi dia mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Secara umum poster yang baik hendaklah

sederhana, dapat menyajikan suatu ide untuk mencapai suatu tujuan pokok, berwarna dan tulisannya jelas.

Menurut Brieger (1992), poster dapat dipakai secara efektif untuk tiga tujuan, yaitu untuk memberi informasi dan nasihat, memberikan arah dan petunjuk, serta mengumumkan peristiwa dan program yang penting.

Menurut Depkes (2005), poster memiliki 4 kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah lebih merangsang minat untuk diperhatikan, relatif tidak membutuhkan terlalu banyak waktu untuk mengembangkan dan menggandakannya, memungkinkan perbedaan gagasan (karena sifatnya yang terbuka/semi terbuka) dan tidak memerlukan tempat khusus untuk disimpan dan dibawa. Kelemahan poster yaitu dalam biaya pembuatan dan penggandaan persatuan media relatif mahal jika jumlah total produksinya sedikit (skala ekonomi), memerlukan keterampilan baca tulis, perlu sedikit keahlian membaca gambar untuk menafsirkan dan kurang cocok untuk menyampaikan banyak pesan atau pesan detail.

Menurut Notoadmodjo (2005), kelebihan poster dari media lain adalah tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa kemana-mana, dapat mengukit rasa keindahan, mempermudah pemahaman dan meningkatkan gairah belajar. Kelemahannya adalah media poster tidak dapat menstimulir efek suara dan efek gerak dan mudah terlipat.

Leaflet adalah selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang suatu masalah khususnya untuk suatu sasaran dengan tujuan tertentu. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi (Taufik, 2007). Menurut Depkes RI

(2009) leafleat adalah tulisan terdiri dari 200-400 huruf dengan tulisan cetak dan biasanya diselingi dengan gambar-gambar, dapat dibaca sekali pandang dan berukuran 20 x 30 cm.

Leaflet memiliki keunggulan yaitu, dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, dan bila lupa akan dapat dilihat dan dibuka kembali, dapat digunakan sebagai bahan rujukan, isi informasi dapat dipercaya karena dicetak dan dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, jangkauannya jauh dan dapat membantu jangkauan media lain, bila diperlukan dapat dilakukan pencetakan ulang dan dapat digunakan sebagai bahan diskusi untuk kesempatan yang berbeda (Taufik, 2007).

Kekurangan leaflet adalah apabila cetakannya kurang dapat menarik perhatian orang maka kemungkinan orang tersebut merasa enggan untuk menyimpannya, apabila huruf tulisannya terlalu kecil dan susunannya kurang menarik, kebanyakan orang juga malas untuk membacanya dan tidak bisa dipergunakan oleh orang yang tidak bisa membaca dan menulis (buta hurup) (Taufik, 2007).

Pada suatu pendidikan gizi jika tujuannya rumit maka mungkin diperlukan lebih dari satu macam media. Kemampuan peyampaian pesan masing-masing media berbeda-beda, misalnya leaflet lebih banyak berisi pesan, sedangkan poster lebih sedikit pesan-pesan, tetapi bersifat pemberitahuan dan propaganda (Notoatmodjo,2007).

2.6. Perilaku

Menurut Blum (1974), dalam Maulana (2009), perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang memengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Oleh sebab itu, untuk membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku sangat penting dan strategis, mengingat pengaruh yang ditimbulkannya.

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Menurut Bloom (1908) dalam

Maulana (2009), membagi perilaku manusia dalam 3 (tiga) domain yaitu kognitif (pengetahuan), afektif ( sikap) dan psikomotor (tindakan atau keterampilan).

Pengetahuan merupakan proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep baik melalui proses pendidikan maupun pengalaman. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, dari guru, orang tua, teman, buku dan media massa (WHO, 1992).

Pengetahuan yang dicakup dalam kognitif memiliki enam tingkatan yaitu : 1) tahu, yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya; 2)

memahami, yaitu sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi secara benar; 3) aplikasi, yaitu mampu menggunakan rumus-rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam situasi yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan

masalah; 4) analisis, yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu subyek kendala komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisa dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya; 5) sintesis, yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru; dan 6) evaluasi, yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu materi (Green & Lewis, 1986).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden (Azwar, 2003). Sedangkan menurut Simon-Morton, dkk., (1995), pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan dan diingat. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk termasuk pendidikan formal maupun non formal, percakapan harian, membaca, mendengar radio, menonton TV dan dari pengalaman hidup.

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan wawancara berstruktur dengan kuesioner. Kedalaman pertanyaan disesuaikan dengan karakteristik responden. Penilaian praktis dapat dilakukan jauh lebih mudah apabila penilaian itu dirancang dari semula sebagai bagian dari strategi pengembangan program dan bukan ditentukan kemudian hari (Madanijah, 2004).

Penilaian tingkat pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan cara : 1. Nilai/skor setiap jawaban dijumlahkan

2. Pengkategorian pengetahuan gizi adalah : a. Baik : > 80% jawaban benar b. Cukup : 60-80% jawaban benar

c. Kurang : < 60% jawaban benar (Madanijah, 2004). 3. Keberhasilan pembelajaran dapat ditinjau dari 4 tingkat yaitu :

a. Istimewa : Jika seluruh jawaban benar b. Baik Sekali : Jika 85-94% jawaban benar c. Baik : Jika 75-84% jalaban benar

d. Kurang : Jika < 75% jalaban benar (Sutikno, 2009). Menurut Campbell (1950) dalam Taufik (2007), sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang tentang senang, tidak senang, setuju tidak setuju, baik, tidak baik dan sebagainya.

Menurut Widayatun (1999), sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Sikap juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang

diatur melalui pengalaman yang memberi pengaruh dinamika atau terarah terhadap respons individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.

Menurut Van den Ban dan Hawkins (1996), sikap dapat pula didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanent mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan-perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak.

Menurut Azwar (2003), sikap mempunyai fungsi yang berbeda bagi setiap orang yaitu 1) pengetahuan; dengan sikapnya, seseorang akan mampu mengorganisasikan dan menginterpretasikan berbagai macam informasi yang diterima, 2) ekspresi diri; sehingga individu dapat menyatakan nilai-nilai atau keyakinannya, dan 3) sarana peningkatan harga diri; dengan mengetahui fungsi sikap bagi seseorang maka komunikator dapat menentukan strategi komunikasi yang tepat dengan memberikan pesan persuasi yang berisi informasi yang relevan bagi fungsi sikap yang bersangkutan.

Menurut Walgito (2003), ada beberapa faktor determinan sikap yang dianggap penting, yaitu 1) faktor fisiologis, seseorang akan ikut menentukan bagaimana sikap seseorang. Berkaitan dengan ini adalah faktor umur dan kesehatan. Pada umunya orang muda sikapnya lebih radikal daripada sikap orang yang lebih tua, sedangkan pada orang dewasa sikapnya lebih moderat; 2) faktor pengalaman langsung terhadap obyek sikap akan dipengaruhi langsung oleh pengalaman orang yang bersangkutan dengan obyek tersebut; 3) faktor kerangka acuan, merupakan faktor penting dalam

sikap seseorang, karena kerangka acuan ini berperan terhadap obyek sikap; dan 4) Faktor komunikasi sosial yang berwujud informasi seseorang kepada orang lain.

Menurut Azwar (2003), tindakan manusia ada 3 jenis yaitu 1) tindakan ideal, artinya tindakan yang dapat diamati yang dilakukan oleh individu atau masyarakat untuk mengurangi atau membantu memecahkan masalah; 2) tindakan sekarang, artinya perilaku yang dilaksanakan saat ini, dan 3) tindakan yang diharapkan, yakni tindakan yang diharapkan dilaksanakan oleh sasaran.

Kurt Lewin dalam Brigham (1991), merumuskan suatu model hubungan tindakan yang mengatakan bahwa tindakan (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungan (E) yaitu :

Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, biografik, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan tindakan. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan tindakan, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi tindakan lebih kompleks.

Menurut Sutarlinah (1983), perubahan pengetahuan,sikap dan tindakan merupakan proses belajar yang ditujukan untuk peningkatan, pemeliharaan, pengurangan, dan penghilangan serta perkembangan dari tingkah laku lama. Menurut Mantra (1997), ada beberapa rangsangan yang dapat menyebabkan orang berubah

pengetahuan, sikap dan tindakan, yaitu : 1) rangsangan fisik; 2) rangsangan rasional;

3) rangsangan emosional; 4) ketrampilan; 5) jaringan perorangan dan keluarga; 6) struktur sosial; 7) biaya; dan 8) perilaku yang bersaing.

Penyuluhan bukanlah satu-satunya cara merubah pengetahuan, sikap dan tindakan individu atau kelompok, namun secara umum ada tiga macam cara untuk merubah individu atau kelompok yaitu menggunakan kekuasaan atau kekuatan, memberikan informasi, diskusi dan partisipasi (Sarwono, 1997).

Menurut Rukminto (2001), merencanakan perubahan pengetahuan, sikap, dan tindakan pada individu atau pada sekelompok masyarakat melalui intervensi komunitas tidak mudah. Pada kenyataan di lapangan, ada berbagai kendala yang sering ditemui, kendala tersebut meliputi kendala yang berasal dari kepribadian individu dan kendala yang berasal dari sistem sosial yang berkembang dilingkungan kelompok masyarakat tersebut. Kendala individu antara lain adalah kestabilan, kebiasaan, hal-hal utama yang diyakini, seleksi ingatan dan persepsi, ketergantungan, superego, rasa tidak percaya serta rasa tidak aman. Kendala sistem sosial antara lain meliputi kesepakatan terhadap norma tertentu, kesatuan dan kepatuhan terhadap sistem dan budaya, hal-hal yang bersifat sakral, kelompok kepentingan, penolakan terhadap orang luar yang datang ke dalam komunitas tersebut.

Menurut Sarwono (2007), perubahan perilaku melalui pemberian informasi/pendidikan kesehatan akan memakan waktu yang lama. Meskipun lama, hasil/perubahan yang dicapai ternyata lebih lama menetap/lestari dan tidak tergantung

dari ketatnya pengawasan, karena individu merasakan sendiri adanya kebutuhan berperilaku sehat.

Menurut Mubarak dkk (2007), perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, sebab perilaku itu terjadi akibat adanya paksaan aturan yang mengharuskan untuk berbuat.

Menurut Depkes (2009), penyuluhan gizi dengan media dapat meningkatkan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mampu mengatasi masalah-maslah gizi yang dihadapi menjadi mampu mengatasinya.

Berbagai penelitian telah dilakukan dengan menggunakan media dan berbagai metode dalam mengubah perilaku. Penelitian yang dilakukan Djaiman dkk (2004) tentang pengembangan media praktis tentang pertumbuhan balita dengan sasaran ibu balita pengunjung pelayanan kesehatan menyimpulkan bahwa pemberian media saja pada ibu balita tidaklah cukup untuk meningkatkan pengetahuan dan minat ibu untuk memantau pertumbuhan balitanya diposyandu akan tetapi pemberian media yang dikombinasikan dengan penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan dan minat ibu untuk memantau pertumbuhan balitanya diposyandu.

Penelitian yang dilakukan oleh Salimar (2007) tentang peranan penyuluhan dengan menggunakan alat bantu leaflet terhadap perubahan pengetahuan dan sikap ibu balita gizi kurang di kabupaten Bogor menyimpulkan bahwa penyuluhan dengan media leaflet dapat meningkatkan pengetahuan dan perubahan sikap ibu balita gizi kurang.

Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2006 tentang pengaruh intervensi terhadap pengetahuan gizi-kesehatan ibu balita dan pola pengasuhan gizi-kesehatan didapat hasil bahwa penyuluhan gizi-kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan gizi sebesar 29,8 poin dan peningkatan pola pengasuhan gizi-kesehatan sebesar 34,1 poin.

Guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan masyarakat mengkonsumsi makanan, perlu dimasyarakatkan perilaku yang baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu gizi (Depkes, 2002). Perilaku konsumsi pangan berasal dari proses sosialisasi dalam sistem keluarga melalui proses pendidikan maupun sebagai dampak penyebaran informasi (Madanijah, 2004). Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidak tahuan. (Depkes, 2005).

Penanggulangan masalah gizi buruk dapat dilaksanakan dengan strategi mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat. (Depkes, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian oleh Tatik dkk (2004) tentang pengaruh penyuluhan gizi terhadap konsumsi makanan dan status gizi anak balita penderita tuberculosis primer di rawat jalan RSUP dr. Kariadi Semarang menyimpulkan bahwa ada peningkatan konsumsi energi rata-rata sebesar 18,87% dari kebutuhan dan peningkatan konsumsi protein rata-rata sebesar 21,39% dari kebutuhan setelah diberi penyuluhan gizi. Secara praktikal balita yang ibunya mendapat penyuluhan gizi

kenaikan berat badannya lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang ibunya tidak mendapat penyuluhan gizi.

Dokumen terkait