• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009

MED

I

CINUS

33

racis saya mengetahui bahwa di sana itu tidak banyak orang Perancis yang bisa ba-hasa Inggris maka sebelum saya mengiku-ti training di sana saya mengikuti kursus bahasa Perancis terlebih dahulu di Indo-nesia. Saya mengikuti kursus mulai dari nol sampai bisa berbahasa Perancis dalam kurun waktu selama 3 bulan. Sehingga ketika saya ke Perancis, saya sudah bisa berbahasa Perancis dan terkadang men-jadi penerjemah buat teman-teman ketika berada di sana.

RM: Prestasi apa saja yang pernah Prof. Slamet dapatkan selama ini dan apa yang paling membanggakan Prof. Slamet sela-ma menjalani profesi dokter?

SS: Banyak orang yang mengatakan kalau

saya jadi pembicara dalam suatu acara simposium atau acara ilmiah lainnya, apa yang saya sampaikan tidak muluk-muluk

jadi saya bicara to the point. Sekarang ini

banyak sekali orang-orang pintar, dan biasanya mereka itu banyak yang ingin menunjukkan kepintarannya dan merasa tahu banyak hal. Padahal belum tentu audien bisa menerima apa yang dia sam-paikan. Audien itu kan ingin menimba ilmu. Jadi prinsip saya, kalau kita bicara seperti berbicara dalam suatu simposium

kita harus ada transfer of knowledge. Untuk

transfer of knowledge kita harus membuat suatu ikatan batin antara siapa yang kita ajak bicara. Untuk itu persiapan sebelum-nya untuk menjadi pembicara adalah saya harus tahu terlebih dahulu siapa audien saya nantinya apakah itu orang awam, mahasiswa kedokteran, dokter umum, dokter spesialis atau setingkat professor. Sehingga kita harus memberikan tehnik penjelasan yang baik dalam arti supaya dapat diterima 100% apa yang kita sam-paikan kepada audien. Oleh sebab itu se-tiap kali saya menjadi pembicara,

penya-jian dalam satu slide tidak terlalu penuh,

tapi saya buat sedikit-sedikit sehingga akan gampang untuk dimengerti dan saya juga menggunakan tambahan animasi

pada slide yang saya buat sendiri.

Tentu-nya pembuatan slide ini juga harus kreatif

sehingga tampilan slide tidak terlalu

mo-noton dan membosankan bagi audien. Hal lainnya, selama saya menjadi Ketua di Pusat Diabetes dan Lipid di RSCM/ FKUI, saya selalu memberikan kebebas-an kepada staff saya sehingga dengkebebas-an ber-jalannya waktu, mereka menjadi sangat berkembang dan ikut pula mengembang-kan bagian Metabolik dan Endokrinologi ini. Hal inilah yang membuat saya bangga kepada mereka.

Satu hal lagi, anak saya yang terkecil juga

sudah menjadi spesialis penyakit dalam mengikuti jejak saya.

RM: Kegiatan ilmiah apa saja yang pernah Prof. Slamet ikuti selama ini?

SS: Sebenarnya saya sudah pensiun pada

tahun 2002, tetapi alhamdullilah saya masih dipakai untuk konsultasi atau se-bagai penasehatlah untuk yang muda-muda di sini. Saya juga masih diberikan ruang kerja pribadi di sini. Karena itulah saya jadi tidak terlalu pikun karena justru saya makin sibuk karena setiap minggu saya selalu mempunyai kegiatan. Kadang-kadang menjadi pembicara untuk acara simposium atau kegiatan ilmiah. Saya

di-minta sharing pengalaman ilmiah kepada

yang muda-muda. Itulah yang menyebab-kan saya masih berkecimpung di dunia ilmiah ini walaupun usia saya sudah 71,5 tahun.

RM: Bisa ceritakan hobi Prof. Slamet sen-diri apa ya?

SS: Dalam hobi, saya bagi 2. Ketika saya

kecil hobi saya adalah olahraga bulutang-kis. Sejak saya SD sampai SMA-pun saya masih main bulutangkis. Sejak berkuliah di kedokteran sekitar tahun 1957 saya berhenti bermain bulutangkis karena ber-bagai kesibukan perkuliahan. Kemudian baru tahun 1972 saya kembali bermain bulutangkis kembali karena ajakan teman sampai tahun 2005. Terakhir saya bertan-ding dengan anak-anak muda ketika umur saya sudah di atas 68 tahun. Karena terlalu bersemangat dalam bertanding saya mengalami cedera lutut. Berselang 6 bulan kemudian badan saya merasa tidak enak karena sudah lama tidak berolah-raga akhirnya saya memilih olahberolah-raga re-nang. Dan ketika saya berenang tiba-tiba ada yang terasa sakit dan saya merasa bahwa ada sesuatu yang terjadi pada jan-tung saya. Akhirnya, besoknya pun saya periksakan diri, dan hasilnya sangat bu-ruk sekali. Dan saya harus menjalani be-dah by pass pada jantung saya sekitar 3,5 tahun yang lalu. Dan dari situlah saya benar-benar menghentikan hobi bermain bulutangkis. Dan hobi olahraga saya beru-bah menjadi berenang. Sampai saat ini, saya masih menjalani renang setidaknya 2x dalam seminggu. Semenjak

pembeda-han jantung itu saya jadi merubah lifestyle.

Hobi lain saya, yaitu dansa. Saya mengiku-ti klub dansa antar dokter-dokter sampai sekarang. Dan yang terakhir adalah hobi jalan-jalan bersama cucu.

RM: Terus apa nih yang membuat Prof. Slamet selalu tampak segar dan fit?

SS: Turunan keluarga saya banyak yang

terkena penyakit jantung dan kolesterol. Waktu operasi dikatakan oleh dokter bahwa pembuluh darah saya jelek sekali. Banyak sekali aterosklerosisnya. Dokter yang menangani saya pada saat itu me-ngatakan bahwa operasi ini bukan menye-lesaikan masalah tapi yang bisa menyele-saikannya hanyalah anda sendiri, yaitu

saya harus merubah lifestyle. Kemudian

saya berpikir bahwa apa yang dikatakan beliau ada benarnya juga. Jadi dahulu kalau

saya terlalu over confidence dalam arti saya

merasa sehat dan tidak mengalami kelu-han apa-apa sampai umur 68 tahun tetapi

satu hal yang tidak saya sadari bahwa

life-style itu pusatnya adalah makanan. Dulu saya sangat menyukai makanan dari da-ging kambing. Tapi kemudian saya beralih banyak makan sayuran dan buah-buahan serta untuk proteinnya saya makan ikan yang serba direbus. Terkadang saya juga makan ayam (hanya dagingnya saja) tapi dengan porsinya yang sedikit. Dan yang utama selalu menggunakan “JAMU” alias jaga mulut saya untuk tidak memakan makanan yang dahulu sangat saya sukai. Saya berusaha untuk menjaga pola hidup saya dengan menjaga pola makan, tidak stres dan olahraga yang teratur. Terlambat sih sebenar-nya karena saya baru memu-lainya saat berumur 68 tahun ketika saya harus menjalani pembedahan jantung. Tapi saya kira lebih baik terlambat dari-pada tidak sama sekali. Bahkan sekarang ini saya menjadi lebih baik dan fit dari se-belumnya.

RM: Kegiatan apa yang biasa dokter laku-kan di waktu luang (akhir pelaku-kan/hari li-bur)?

SS: Yang pasti olahraga, pergi bersama

cucu saya setiap akhir pekan. Pokoknya saya harus ketemu mereka bagaimanapun juga. Cucu saya sekarang sudah 6 orang. Saya juga tetap hobi makan ketika ada waktu luang tapi tentunya hobi makan yang sekarang ini berbeda dengan yang dulu.

RM: Kebiasaan apa yang biasa diterapkan dilingkungan sekitar Prof. Slamet untuk mananamkan pola hidup sehat?

SS: Itu tadi, jangan hanya bicara tapi

di-contohkan juga ke orang-orang sekitar saya. Saya juga sudah mencontohkan ke-pada teman, pasien dan keluarga saya. Bahkan banyak dari teman-teman saya yang berkonsultasi kepada saya karena mereka melihat sendiri kalau saya keliha-tan lebih sehat dan fit. Padahal usia saya sudah 71 tahun. Dan saya selalu

menga-MED

I

CINUS

34

takan kepada mereka supaya “JAMU” atau jaga mulut dan banyak makan sayur serta buah-buahan serta tentu saja melaku-kan olahraga yang teratur. Walaupun saya sendiri termasuk terlambat dalam meru-bah lifestyle saya.

Untuk merubah lifestyle, awalnya tidak

mudah dan terasa berat tapi saya selalu niatkan dalam hati bahwa saya harus merubah kebiasaan saya yang dulu se-perti makan keju, makan daging merah. Sekarang ini saja orang-orang muda ba-nyak yang sudah terkena diabetes, jan-tung, stroke dan itu dari tahun ke tahun jumlahnya terus meningkat karena pe-rubahan pola makan seperti senang me-makan me-makanan siap saji.

RM: Harapan dokter di pekerjaan dan kehidupan pribadi dokter untuk 5 tahun mendatang?

SS: Yang pasti ingin tetap sehat dan saya

berusaha menjadi orang yang sebijaksana mungkin. Kadang-kadang dulu itu, saya sering meletup-letup emosi nya. Sekarang saya lebih meredam emosi saya.

Dalam pekerjaan untuk 5 tahun yang akan datang, yaitu di bagian Metabolik dan Endokrin RSCM/FKUI ini saya berharap makin maju dan mengalami perubahan yang lebih baik lagi. Dan di bagian ini juga terus terlibat dalam peningkatan ke-sehatan terutama dalam hal pencegahan melalui penerangan kepada masyarakat bagaimana cara hidup yang sehat.

RM: Saat ini penyakit-penyakit di bidang Endokrinologi yang paling sering diha-dapi apa ya Prof.?

SS: Yang paling banyak adalah yang

per-tama diabetes dan kedua tiroid. Diabetes di Indonesia sudah ada data sekarang dari Departemen Kesehatan (DEPKES), yaitu kalau di kota besar prevalensinya orang yang terkena diabetes sekitar 12%. Itu ni-lai yang cukup besar menurut saya. Tapi kemudian tahun 2008 kemarin keluar data gabungan dari kota dan pedesaan di selu-ruh Indonesia disurvey dan ternyata pen-derita diabetes di Indonesia sebesar 5,7%. Untuk kasus tiroid juga banyak di Indo-nesia. Penyebabnya karena stres sehingga timbulah hipertiroid.

RM: Penatalaksanaan penyakitnya sendiri bagaimana ya?

SS: Sampai sekarang untuk diabetes, kita

sudah membuat guideline untuk

penatalak-sanaan diabetes karena kita mempunyai

PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) dan PERSADIA (Persatuan

Diabetes Indonesia) sehingga guideline ini

digunakan merata di seluruh Indonesia. Bahkan di Depok sendiri sudah melaku-kan upaya pencegahan diabetes kurang lebih 7 tahun mulai tahun 2001 dengan melibatkan DEPKES.

RM: Bisa ceritakan pengalaman suka maupun duka selama menjalani profesi dokter?

SS: Saya sangat menikmati profesi saya

meskipun kerjanya berat. Pengalaman yang baik itu adalah saya merasa sangat puas sekali apabila kita melihat pasien itu sembuh dari penyakitnya dari pengo-batan yang diberikan. Jawabannya klise barangkali ya. Tapi memang betul kalau kita melihat pasien sembuh rasanya se-nang sekali. Dan biasanya mereka akan berterimakasih kepada saya padahal saya tidak mengharapkan terimakasih tersebut. Saya juga suka bilang kepada pasien saya bahwa yang menyembuhkan penyakit itu bukan saya tapi Allah SWT. Saya ini ha-nya sebagai peha-nyambung tangan dengan ilmu-ilmu yang saya pelajari.

Hubungan saya dengan pasien tentunya

tidak selalu manis tapi juga ada pahitnya terutama bila berhadapan dengan pa-sien-pasien yang sulit. Malahan si pasien belum apa-apa sudah mendikte dan dia merasa bahwa dia lebih pinter dari dok-ternya. Apalagi zaman sekarang ini orang

dengan mudah bisa browsing di internet

untuk mencari informasi penyakit-pe-nyakit tertentu sehingga mereka merasa sudah mengetahui pengobatannya. Tapi hal itu alhamdullilah masih bisa ditangani dengan memberikan penjelasan yang baik tentang penyakit dan pengobatannya ke-pada pasien.

RM: Apa harapan Prof. Slamet, khususnya untuk dokter-dokter muda di Indonesia?

SS: Saya berharap dokter-dokter muda

ini harus bisa menemukan cara-cara baru pengobatan atau pencegahan terhadap penyakit-penyakit dan bisa menemukan vaksin untuk mencegah penyakit-penyakit yang kita takutkan. Dan juga penelitian-penelitian para dokter muda ini harus kita pacu dan biaya yang tentu saja didukung kalau bisa oleh pemerintah. Karena untuk melakukan suatu penelitian itu

MED

I

CINUS

Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009

35

P

ada tanggal 20 Desember 2008, diadakan acara round table discussion “Update Management in Dengue Hemor-rhagic Fever” yang diadakan di

Dokumen terkait