• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Latar Belakang

Penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari mengalami peningkatan sehingga memicu timbulnya masalah terhadap lingkungan. Pentingnya kesadaran terhadap kelestarian lingkungan hidup menjadi faktor utama dalam mendesain material yang ramah lingkungan dan hemat energi. Bioplastik adalah material yang dapat digunakan seperti layaknya plastik konvensional tetapi bioplastik mudah mengalami penguraian oleh mikroorganisme. Penggunaan bioplastik juga memberikan manfaat positif pada pelestarian lingkungan dengan memanfaatkan bahan baku yang tersedia di alam dan dapat di daur ulang.

Perkembangan teknologi biodegradable plastic dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai riset telah dilakukan di Indonesia dan negara maju dalam menggali berbagai potensi bahan baku bioplastik. Syamsu et al. (2008) telah meneliti bioplastik Poli- -Hidroksialkanoat (PHA) dari hidrolisat pati sagu namun menghasilkan sifat mekanik bioplastik yang masih sangat rendah. Paramawati et al. (2007) telah membuat bioplastik campuran poli asam laktat (PLA) dengan polisakarida menghasilkan sifat mekanik yang tergolong menengah bila dibandingkan dengan beberapa plastik biodegradable sejenisnya. PHA dan PLA merupakan polimer yang banyak digunakan pada pembuatan bioplastik tetapi masih memiliki sifat mekanik yang rendah.

Selulosa asetat merupakan salah satu jenis polimer alam turunan selulosa yang memiliki struktur mikrofibril terorganisir. Selulosa asetat memiliki kualitas sangat baik dengan transparansi yang baik, kekuatan tarik tinggi, tahan panas, daya serap air rendah, dan mudah terbiodegradasi. Sifat tersebut menjadikan selulosa asetat sangat diperlukan untuk dimanfaatkan dalam bidang industri seperti pengemasan, membran dan tekstil. Berbagai riset telah dilakukan di Indonesia maupun negara lain tentang pemanfaatan selulosa asetat diantaranya untuk pembuatan film, membran, dan material komposit. Aplikasi tersebut bergantung derajat esterifikasi (derajat substitusi) selulosa asetat. Derajat subtitusi ditentukan oleh jumlah gugus –OH yang digantikan oleh gugus asetil setelah proses asetilasi. Tabel 6 memperlihatkan produksi, derajat subtitusi dan aplikasi selulosa asetat pada tahun 2008. Aplikasi terbanyak adalah untuk membran yaitu sebanyak 690.000 ton.

Tabel 6 Produksi global produk selulosa asetata

Material Selulosa Diasetat Derajat Subtitusi (DS) Produksi Global 2008 (ton)

Coating, plastik dan film 2.5 41,000

Serat tekstil 2.5 49,000

Membran 2.5 690,000

LCDs, Film photo, dan tekstil 3.0 41,000

a

Tabel 6 menunjukkan bahwa pemanfaatan selulosa asetat sebagai polimer penyusun bioplastik masih minim, padahal bioplastik sangat dibutuhkan sebagai pengganti plastik konvensional. Sifat fisik selulosa asetat sangat potensial untuk pembuatan bioplastik. Namun, pengembangan bioplastik masih terkendala pada sifat mekanik yang kurang baik dibanding plastik konvensional. Plastik konvensional memiliki sifat mekanik yang kuat, ketahanan kimia yang tinggi, serta harga yang lebih murah. Sifat tersebut dipengaruhi oleh polimer penyusun pada bioplastik. Selulosa sebagai polimer penyusun bioplastik mengandung kadar serat yang tinggi. Kekuatan mekanik pada serat selulosa sangat dipengaruhi oleh diameter serat. Semakin besar diameter serat maka semakin rendah nilai kekuatan tarik (tensile strength) dan modulus elatisitas (modulus of elastic/MOE) demikian pula sebaliknya (Subyakto et al. 2009).

Nanofiber merupakan serat yang memiliki ukuran diameter nano yang diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik bioplastik. Hal ini dikarenakan diameter serat yang lebih kecil sehingga kekuatan tarik dan modulus elastisitas jauh lebih meningkat. Sifat mekanik bioplastik juga dipengaruhi oleh bahan tambahan, seperti pemlastis, penstabil, pewarna dan antistatik. Sifat rapuh dan kaku pada bioplastik dapat diperbaiki dengan menambahkan pemlastis. Dietilen glikol (DEG) merupakan salah satu jenis pemlastis yang banyak digunakan di industri.

Pada penelitian ini dilakukan pengembangan produksi bioplastik dari selulosa asetat dengan metode solution casting dan membandingkan sifat mekanik berdasarkan ukuran serat polimer penyusun bioplastik, yaitu mikrofiber dan

nanofiber selulosa asetat. Mikrofiber merupakan selulosa asetat berukuran mikron yang diperoleh dari sintesis selulosa dengan pereaksi asetat anhidrid (Bab III). Sedangkan nanofiber diperoleh dari sintesis selulosa asetat menggunakan

electrospinning (Bab IV). Selulosa asetat memiliki sifat yang kaku maka perlu penambahan pemlastis dietilen glikol (DEG) sehingga diharapkan dapat meningkatkan sifat elastis dari bioplastik.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat bioplastik, membandingkan sifat mekanik bioplastik dari mikrofiber dan nanofiber selulosa asetat, serta mengetahui pengaruh ukuran serat dan penambahan pemlastis dietilen glikol (DEG) terhadap sifat mekanik bioplastik yang dihasilkan.

Hipotesis

Bioplastik dari nanofiber selulosa asetat diduga memiliki sifat mekanik (kekuatan tarik dan modulus elastisitas) lebih kuat dan daya serap air yang lebih rendah. Ukuran serat dan penambahan pemlastis pada bioplastik diduga dapat meningkatkan elastisitas ataupun elongasi.

Metodologi

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikrofiber selulosa asetat (MSA) dengan kadar asetil 40.108%, nanofiber selulosa asetat (NSA), pelarut aseton 98%, dietilen glikol (DEG), aquades dan tissue.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu magnetic stirrer, stirrer, erlenmeyer 50 ml, timbangan analitik, mistar, gelas piala 100 ml dan plat kaca. Pengujian tensile strength (kuat tarik), elongasi dan modulus elastisitas menggunakan Universal Testing Machine (UTM) dengan standar ASTM D882-92.

Metode

Proses pembuatan bioplastik dilakukan dengan teknik solution casting

(Modifikasi Akmaliah 2003). Teknik solution casting dilakukan dengan cara pencampuran (blending) antara pelarut aseton, selulosa asetat, dan DEG menggunakan stirrer pada suhu normal. Larutan yang dihasilkan dituang pada lempeng kaca berukuran 15 x 17.5 cm.

. Pembuatan bioplastik dilakukan dalam 3 (tiga) tahap yaitu

1. Polimer (nanofiber atau mikrofiber selulosa setat) dilarutkan ke dalam aseton 1:15 pada suhu normal menggunakan stirrer magnetik selama 1 jam hingga larut sempurna. Larutan tersebut ditambahkan pemlastis DEG sesuai konsentrasi (0, 10, 20, dan 30%) selanjutnya dicampurkan selama 1 jam hingga homogen (Lampiran 3).

2. Larutan homogen dituang pada cetakan/plat kaca pada suhu ruang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven suhu 100 0C. Setelah pelarut aseton menguap, lembaran biolastik dipisahkan dari cetakan untuk dilakukan pengujian karakteristiknya.

3. Karakterisasi lembaran bioplastik dilakukan melalui pengujian kuat tarik, elongasi, modulus elastisitas (MOE), densitas, dan penyerapan air (Lampiran 2).

Rancangan Percobaan

Dalam penentuan kondisi terbaik digunakan alat bantu rancangan faktorial dengan dua faktor yaitu ukuran serat selulosa asetat dan konsentrasi pemlastis DEG dengan setiap perlakuan dilakukan 3 kali ulangan. Faktor ukuran serat selulosa asetat yaitu nanofiber dan mikrofiber selulosa asetat sedangkan faktor konsentrasi pemlastis DEG yaitu pada konsentrasi 0, 10, 20, dan 30%.

Model umum untuk rancangan tersebut adalah sebagai berikut ;

 

ij ijk j i ijk Y      2 , 1  i ; j1,2,3,4; k 1,2,3 Keterangan : ijk

Y = nilai pengamatan pada ukuran serat selulosa asetat taraf ke-i, konsentrasi pemlastis DEG taraf ke-j, dan ulangan ke-k

 = rataan umum

i

 = pengaruh ukuran serat selulosa asetat taraf ke-i j

 = pengaruh konsentrasi pemlastis DEG taraf ke-j

 

 ij = pengaruh interaksi ukuran serat selulosa asetat taraf ke-i dan faktor

konsentrasi pemlastis DEG taraf ke-j ijk

 = pengaruh acak pada ukuran serat selulosa asetat taraf ke-i, konsentrasi pemlastis DEG taraf ke-j, dan ulangan ke-k

Hasil dan Pembahasan

Selulosa asetat yang digunakan dalam tahap ini terbagi dua yaitu (1)

mikrofiber selulosa asetat yang diperoleh dari proses produksi kondisi terbaik yaitu lama asetilasi 30 menit dengan kadar asetil 40.108% dan (2) Nanofiber

selulosa asetat yang diperoleh dari proses sintesis menggunakan electrospinning

pada kondisi terbaik yaitu jarak spinneret-kolektor 8 cm dan konsentrasi larutan selulosa asetat 10%. Penggunaan jumlah pelarut didasarkan pada rasio jumlah selulosa asetat dan pemlastis DEG yang ditambahkan. Rasio antara selulosa asetat dan aseton-pemlastis adalah 1:15. Perbandingan ini dilakukan karena penggunaan rasio yang lebih kecil dengan tingkat konsentrasi yang tinggi akan mengakibatkan sulitnya proses pengadukan, larutan yang dihasilkan pun akan semakin kental sehingga kesulitan mengeluarkan larutan untuk dicetak pada plat kaca. Begitupun jika rasio lebih besar, maka larutan yang dihasilkan akan semakin encer sehingga dalam proses pencetakan tidak merata. Selain itu, semakin besar rasionya maka semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan.

Secara umum, pada bioplastik yang terbentuk dari polimer (mikrofiber atau

nanofiber) selulosa asetat dengan penambahan pemlastis terdapat cairan yang tidak mengalami pengeringan atau penguapan, baik pada wadah pencentakan maupun lapisan bioplastik. Hal ini terjadi karena DEG memiliki sifat yang tidak mudah menguap sehingga pemlastis yang tidak terikat secara fisika dengan polimer menyebabkan timbulnya cairan yang berlebih. Hasil pembuatan lembaran bioplastik dapat dilihat pada Lampiran 8.

Sifat mekanik merupakan salah satu faktor penting yang mendasari pemilihan bahan material untuk diaplikasikan dalam produk tertentu. Karakterisasi lembaran bioplastik dapat diperoleh dengan melakukan pengujian sifat mekanik yang mengacu pada standarisasi ASTM. Setiap pengujian bioplastik dibuat dalam bentuk spesimen (cuplikan kecil) yang mewakili seluruh bagian material bioplastik apabila berasal dari jenis, komposisi dan perlakuan yang sama. Pengujian sifat mekanik yang dilakukan diantaranya kekuatan tarik, elongasi, modulus elastisitas, penyerapan air, dan densitas.

Kuat Tarik

Pengujian kuat tarik adalah uji mekanis untuk menentukan respon material dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan fabrikasi pada saat dikenakan beban atau deformasi dari luar. (Nikmatin 2012). Pengujian kekuatan tarik bertujuan untuk mengetahui nilai kuat tarik bioplastik dan membandingkan antara lembaran bioplastik dari nanofiber dan mikrofiber selulosa asetat pada variasi konsentrasi pemlastis DEG 0, 10, 20, dan 30%. Hasil pengujian nilai kuat tarik berkisar antara 11.51–18.56 MPa. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7a), ukuran serat selulosa asetat dan konsentrasi pemlastis DEG berpengaruh sangat nyata terhadap kuat tarik. Pada Gambar 17 terlihat hubungan konsentrasi pemlastis DEG terhadap nilai kuat tarik bioplastik. Kuat tarik menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi pemlastis DEG.

Penurunan nilai kuat tarik karena penambahan pemlastis juga dilaporkan oleh Safriani (2000) yang membuat film selulosa asetat dari selulosa nata de coco. Peningkatan konsentrasi DEG dari 17% menjadi 25% menyebabkan terjadinya penurunan kuat tarik dari 355.07 kgf/cm2 menjadi 316.81 kgf/cm2. Begitupun

hasil penelitian Delvia (2006) yang membuat bioplastik PHA yang dihasilkan

Ralstronia eutropha pada substrat hidrolisat pati sagu. Menurunnya kuat tarik bioplastik PHA dari 0.12 MPa menjadi 0.03 MPa diakibatkan meningkatnya konsentrasi DEG dari 10% menjadi 40%. Penurunan nilai kuat tarik disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah pemlastis DEG yang mengisi ruang-ruang diantara molekul polimer selulosa asetat dalam bentuk ikatan hidrogen sehingga jarak antar rantai polimer selulosa asetat menjadi renggang. Semakin tinggi konsentrasi DEG ditambahkan, semakin tinggi pula ikatan hidrogen yang terbentuk, sehingga kekuatan ikatan pada lembaran bioplastik menjadi lemah. Lemahnya ikatan molekul pada bioplastik menyebabkan gaya yang dibutuhkan untuk memutuskan bioplastikpun semakin rendah.

Gambar 17 Hubungan konsentrasi pemlastis pada bioplastik mikrofiber dan

nanofiber selulosa asetat terhadap kuat tarik

Kuat tarik bioplastik nanofiber lebih tinggi dibanding bioplastik mikrofiber

selulosa asetat. Ukuran serat berpengaruh terhadap nilai kuat tarik bioplastik. Semakin kecil ukuran serat penyusun selulosa asetat maka semakin tinggi nilai kuat tarik yang dihasilkan. Peningkatan kuat tarik juga terjadi pada penelitian Wicaksono

et al. (2013) yang membuat film nanoserat dari ampas tapioka. Penambahan nanoserat menghasilkan peningkatan kuat tarik film tapioka yang lebih tinggi dibandingkan dengan film ampas tapioka. Peningkatan kekuatan tarik disebabkan

nanofiber atau serat yang berukuran nano menghasilkan luas permukaan yang besar sehingga mengurangi jumlah rongga yang menyusun bioplastik.

Elongasi

Elongasi merupakan perubahan panjang material bioplastik hingga bioplastik tersebut putus akibat menerima regangan pada pengujian kuat tarik. Pengujian elongasi bertujuan mengetahui tingkat elongasi bioplastik dan membandingkan antara lembaran bioplastik dari nanofiber dan mikrofiber selulosa asetat pada variasi konsentrasi pemlastis DEG 0, 10, 20, dan 30%. Hasil pengujian tingkat elongasi bioplastik berkisar antara 2.518-6.01%. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7d), ukuran serat selulosa asetat dan konsentrasi pemlastis DEG tidak berpengaruh secara signifikan terhadap elongasi. Gambar 18 menampilkan peningkatan elongasi seiring dengan peningkatan konsentrasi pemlastis bioplastik baik nanofiber maupun

mikrofiber. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Safriani (2000) yang membuat film selulosa asetat dari selulosa mikrobial. Peningkatan konsentrasi pemlastis dari 17% menjadi 25% menyebabkan elongasi pada film meningkat dari 2.41% menjadi

2.96%. Begitupun pada penelitian Delvia (2006) yang membuat bioplastik PHA yang dihasilkan Ralstronia eutropha pada substrat hidrolisat pati sagu. Peningkatan konsentrasi pemlastis DEG menurun dari 0% menjadi 20% menyebabkan peningkatan elongasi bioplastik PHA dari 7% menjadi 7.01%.

Pada bioplastik tanpa penambahan pemlastis (DEG 0%), elongasi bioplastik

mikrofiber lebih tinggi dibandingkan bioplastik nanofiber. Hasil ini diduga karena sifat elongasi berlawanan dengan sifat kuat tarik bioplastik. Semakin tinggi kuat tarik maka semakin rendah elongasinya. Bioplastik jenis ini tanpa penambahan pemlastis DEG cenderung mudah sobek. Namun, kondisi tersebut berbanding terbalik setelah penambahan pemlastis DEG. Penambahan DEG menyebabkan elongasi bioplastik nanofiber menjadi lebih tinggi dibanding bioplastik

mikrofiber. Hasil ini terjadi karena ukuran serat nanofiber lebih kecil dibandingkan mikrofiber sehingga nilai rasio antara luas permukaan dan volume

nanofiber lebih besar. Rasio yang lebih besar pada nanofiber menyebabkan interaksi antara permukaan dengan pemlastis DEG menjadi optimal.

Gambar 18 Hubungan konsentrasi pemlastis pada bioplastik mikrofiber dan

nanofiber selulosa asetat terhadap elongasi

Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas adalah konstanta pembandingan antara besar tegangan (strees) dengan regangannya (strain), dimana E = σ/e. Untuk menghitung modulus elastisitas dilakukan pengujian kekuatan tarik (Lampiran 2). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai modulus elastisitas bioplastik yang dihasilkan dan membandingkan antara lembaran bioplastik dari nanofiber dan

mikrofiber selulosa asetat dengan variasi konsentrasi pemlastis DEG 0, 10, 20, dan 30 %. Hasil pengujian modulus elastisitas berkisar antara 0.48–75 GPa. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7e), ukuran serat selulosa asetat berpengaruh nyata terhadap modulus elastisitas tetapi tidak dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi pemlastis. Modulus elastisitas bioplastik nanofiber lebih tinggi dibanding mikrofiber.

Gambar 19 memperlihatkan peningkatan konsentrasi DEG seiring dengan penurunan modulus elastisitas pada bioplastik mikrofiber maupun nanofiber

selulosa asetat. Namun, pengaruh peningkatan konsentrasi DEG tersebut tidak signifikan terhadap penurunan modulus elastisitas pada bioplastik. Penurunan nilai modulus elastisitas juga dilaporkan oleh Waldi (2007) yang menunjukkan modulus elastisitas bioplastik PHA menurun dari 0.5 GPa menjadi 0.183 GPa

disebabkan konsentrasi isopropil Palmitat meningkat dari 0% menjadi 20%. Modulus elastisitas bioplastik nanofiber lebih tinggi dibanding bioplastik

mikrofiber selulosa asetat. Hasil ini diduga karena sifat nanofiber yang lebih reaktif menyebabkan mobilitas molekul rantai polimer semakin tinggi terhadap pemlastis dietilen glikol sehingga tingkat kekakuan bioplastik menurun. Tingkat kekakuan material bioplastik tersebut dinamakan dengan modulus elastisitas.

Gambar 19 Hubungan konsentrasi pemlastis pada bioplastik mikrofiber dan

nanofiber selulosa asetat terhadap modulus elastisitas

Penyerapan Air

Penyerapan air menyebabkan terjadinya penurunan sifat mekanis bioplastik secara signifikan. Parameter ini memberikan informasi mengenai kestabilan bioplastik terhadap daya serap air ke dalam material. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui penyerapan air yang terjadi pada bioplastik dan membandingkan antara lembaran bioplastik dari nanofiber dan mikrofiber

selulosa asetat pada variasi konsentrasi pemlastis DEG 0, 10, 20, dan 30%. Hasil persentase penyerapan air berada pada kisaran 15.815–31.234%. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7g), bahwa ukuran serat selulosa asetat berpengaruh sangat nyata terhadap penyerapan air tetapi tidak dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi pemlastis DEG.

Peningkatan persentase penyerapan air pada bioplastik baik mikrofiber maupun

nanofiber disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi pemlastis DEG dari 0% hingga 20%. Tetapi pada peningkatan konsentrasi DEG 20% menjadi 30%, penyerapan air bioplastik mikrofiber mengalami penurunan. Hasil yang serupa dilaporkan oleh Safriani (2000), yang membuat film selulosa asetat dari selulosa mikrobial yaitu penambahan konsentrasi pemlastis DEG dari 17% menjadi 25% menyebabkan penurunan penyerapan air dari 16.89% menjadi 10.84%. Hasil berbeda ditunjukkan pada bioplastik nanofiber, dimana peningkatan konsentrasi DEG menyebabkan peningkatan persentase penyerapan air. Tetapi peningkatan konsentrasi DEG di atas 30% diduga akan menurunkan penyerapan air bioplastik nanofiber.

Pada selulosa asetat masih terdapat gugus –OH yang tidak tersubtitusi sehingga sangat peka terhadap air. Pemlastis DEG merupakan jenis pemlastis yang larut dalam air, alkohol dan eter (Safriani 2000). Peningkatan persentase penyerapan air diduga terjadi karena ikatan yang terjadi antara pemlastis dan polimer menjadi rapuh ketika terkena air. Pemlastis DEG larut dalam air, sehingga semakin tinggi konsentrasi DEG yang ditambahkan maka semakin tinggi daya serap air pada bioplastik. Persentase

penyerapan air pada bioplastik mikrofiber dapat diturunkan dengan membentuk

nanofiber selulosa asetat. Rendahnya penyerapan air pada bioplastik nanofiber

selulosa asetat tidak lepas dari kecilnya ukuran serat, sehingga pori-pori pada bioplastikpun semakin kecil dan kerapatan menjadi lebih tinggi.

Gambar 20 Hubungan konsentrasi pemlastis pada bioplastik mikrofiber dan

nanofiber selulosa asetat terhadap penyerapan air

Densitas

Pengukuran nilai densitas pada plastik sangat penting karena densitas dapat menunjukkan struktur plastik secara umum. Nilai densitas mempengaruhi kemampuan plastik dalam melindungi produk dari beberapa zat seperti air, oksigen, dan karbondioksida. Menurut Birley et al (1988) seperti dikutip Nurminah (2002), plastik dengan densitas yang rendah menandakan bahwa plastik tersebut memiliki struktur yang terbuka, artinya mudah atau dapat ditembus fluida seperti air, oksigen, dan karbondioksida. Densitas diperoleh dari rasio bobot massa dan volume bioplastik. Parameter ini bertujuan untuk mengetahui densitas bioplastik yang dihasilkan dan membandingkan antara bioplastik dari nanofiber dan mikrofiber

selulosa asetat pada variasi konsentrasi pemlastis DEG 0, 10, 20, dan 30%. Hasil pengukuran densitas berada pada kisaran 0.80–1.24 gr/cm3. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7i), ukuran serat selulosa asetat dan penambahan pemlastis DEG berpengaruh sangat nyata terhadap densitas bioplastik.

Gambar 21 Hubungan konsentrasi pemlastis pada bioplastik mikrofiber dan

Pada Gambar 21 terlihat peningkatan konsentrasi pemlastis DEG seiring peningkatan densitas bioplastik baik mikrofiber maupun nanofiber. Data juga menunjukkan bahwa nilai densitas bioplastik yang dibentuk dari nanofiber lebih tinggi dibanding bioplastik mikrofiber selulosa asetat. Hal ini diduga disebabkan

nanofiber memiliki permukaan yang luas sehingga mampu mengikat pemlastis DEG lebih baik. Interaksi antara luas permukaan dengan pemlastis DEG menjadi mendekati nilai optimal sehingga meningkatkan kerapatan antar molekul polimer. Ini menunjukkan bahwa nanofiber dengan ukuran diamater serat bioplastik yang lebih kecil dapat meningkatkan kerapatan dan memperbaiki sifat fisik bioplastik.

Secara umum, densitas berkaitan dengan sifat fisik bioplastik baik penyerapan air, permebilitas gas dan air, sifat termal, dan derajat kristinilitas. Seperti yang diungkapkan oleh Waldi (2007) bahwa densitas juga mempengaruhi nilai derajat kristinalitas. Struktur molekul amorf memiliki kerapatan yang relatif rendah daripada molekul kristalin. Peningkatan kerapatan molekul menyebabkan struktur molekul amorf menurun sehingga penyerapan air oleh bioplastik pun menurun.

Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu :

1. Bioplastik dari nanofiber selulosa asetat memiliki sifat mekanik lebih baik dibanding bioplastik mikrofiber selulosa asetat.

2. Peningkatan konsentrasi pemlastis menyebabkan penurunan kuat tarik, modulus elastisitas dan meningkatkan elongasi, penyerapan air dan densitas bioplastik baik mikrofiber maupun nanofiber.

3. Bioplastik dengan perlakuan terbaik adalah bioplastik nanofiber selulosa asetat dengan penambahan konsentrasi pemlastis 10% dengan parameter fisik mekanik; kekuatan tarik 18.56 MPa, elongasi 3.95%, modulus elastisitas 0.67 GPa, penyerapan air 16.77%, dan densitas 1.04 gr/cm3.

Dokumen terkait