• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini menggunakan serat alam dari limbah hasil pengolahan pabrik minyak sawit yaitu Tandan kosong sawit yang berasal dari PTPN VII Banten. Tandan kosong sawit merupakan biomassa yang mengandung selulosa yang sangat tinggi. Penelitian ini diawali dengan ekstraksi selulosa tandan kosong kelapa sawit dengan metode pulping. Prinsip dasar dari ekstraksi selulosa adalah memisahkan selulosa yang terikat oleh lignin (proses delignifikasi) dari tandan kosong sawit dengan menggunakan senyawa basa NaOH dan Na2SO3 sehingga membentuk serbuk selulosa dengan kadar α-selulosa 94.8% dan kadar air 4.8%.

Selulosa asetat merupakan ester organik selulosa yang berupa padatan tidak berbau, tidak beracun, tidak berasa, dan berwarna putih. Selulosa asetat dibuat dengan mereaksikan selulosa dengan asetat anhidrid menggunakan asam sulfat sebagai katalis (Kroschwitch 1990). Untuk memperoleh selulosa asetat, terlebih dahulu dilakukan proses aktivasi selulosa menggunakan asam asetat glasial sebagai aktivator dan H2SO4 sebagai katalis. Proses aktivasi dilakukan untuk memperluas permukaan serat selulosa dan mengurangi ikatan intramolekuler hidrogen sehingga memudahkan proses asetilasi dengan asetat anhidrid. Setelah aktivasi dilakukan proses asetilasi menggunakan asetat anhidrid pada suhu 38 0C dan selanjutnya dilakukan proses hidrolisis dengan menambahkam aquades dan asam asetat glasial 1:2. Step-step reaksi pembentukan selulosa asetat dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Berdasarkan analisis kadar asetil, perlakuan terbaik sesuai SNI untuk selulosa asetat diperoleh pada waktu asetilasi asetilasi selama 30 menit dengan kadar asetil 40.081%. Kadar asetil tersebut sesuai untuk pembuatan bioplastik dengan menggunakan pelarut aseton. Hasil pengujian gugus fungsi menggunakan FTIR dengan membandingkan selulosa dan selulosa asetat (Gambar 11) menunjukkan terbentuknya gugus C=O pada bilangan gelombang 1759 cm-1 yang merupakan gugus karbonil penyusun selulosa asetat. Pembentukan gugus C=O terlihat pada reaksi kimia selulosa menjadi selulosa asetat pada Gambar 2 dan 3. Hal ini membuktikan bahwa proses asetilasi selulosa tandan sawit menjadi selulosa asetat telah berhasil dilakukan. Pengujian SEM memperlihatkan morfologi serat berukuran mikron, seperti silinder yang menyatu dan memiliki lapisan yang berlubang.

Serat nano atau nanofiber adalah serat yang mempunyai diameter sangat kecil yaitu berukuran nanometer (1 nm=10-9 meter). Kalangan industri menganggap bahwa serat yang sudah mempunyai diameter kurang dari satu mikron sudah dianggap serat nano, akan tetapi The National Science Foundation

(NFS) mendefinisikan bahwa serat nano adalah serat yang mempunyai diameter kurang dari 100 nanometer (Subbiah 2005). Menurut Fong et al. (1999) seperti dikutip Zubaidi (2009), diameter yang dihasilkan memenuhi syarat perdagangan

nanofiber dunia dengan diameter kurang dari 500 nm, sedangkan serat yang telah diproduksi dan diperdagangkan mempunyai diameter antara 50 nm sampai 300 nm.

Proses sintesis nanofiber, diawali dengan preparasi larutan dengan melarutkan selulosa asetat dalam pelarut aseton:dimethylacetamide (2:1). Selanjutnya larutan selulosa asetat yang diperoleh dimasukkan ke dalam syringe

yang selanjutnya dilakukan proses electrospinning selama 2.5 jam menggunakan tegangan 6 kV. Electrospinning bertujuan untuk memperoleh nanofiber yang efisien dengan memanfaatkan pengaruh medan listrik. Medan listrik menyebabkan terjadinya pancaran (jet) menuju kolektor yang disertai penguapan pelarut secara simultan sehingga diperoleh serat berukuran nano yang menempel pada kolektor (Subiah et al 2005).

Berdasarkan pengujian SEM, ukuran nanofiber hasil electrospinning

mencapai 134 nm pada perlakuan konsentrasi larutan 10% dengan jarak spinneret- kolektor 8 cm. Morfologi nanofiber selulosa asetat berbentuk serat yang tidak kontinyu dengan diameter yang dihasilkan antara 100-300 nm. Berdasarkan pengujian kristanilitas menggunakan XRD diperoleh nanofiber berstruktur amorf. Pembentukan nanofiber dengan proses electrospinning sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kondisi lingkungan (temperatur dan kelembaban). Perbedaan kondisi lingkungan akan menghasilkan bentuk dan ukuran serat yang berbeda. Oleh karena itu untuk menghasilkan nanoserat yang sempurna, seragam dan reproducible, kontrol keadaan lingkungan selama proses pemintalan elektrik sangat penting dilakukan. Selain itu pengaruh nilai tegangan listrik juga mempengaruhi nanofiber karena tegangan listriklah menyebabkan perpindahan massa dan muatan polimer (jet) yang bergerak menuju kolektor.

Pada penelitian ini digunakan tegangan 6 kV. Tegangan tersebut masih tergolong sangat rendah dalam proses electrospinning. Penggunaan tegangan tersebut disebabkan karena keterbatasan high voltage yang memiliki tegangan di atas 6 kV. Berbeda pada penelitian yang dilakukan Kuzmenko (2012) dengan mensintesis nanofiber dari selulosa asetat komersial (Sigma Aldrich) menggunakan tegangan hingga 25 kV. Tegangan tersebut 4 kali lebih besar dari tegangan yang digunakan pada penelitian ini. Hal ini dapat dikaji lebih lanjut terkait penggunaan tegangan yang lebih tinggi sehingga dapat diperoleh nanofiber

yang lebih baik. Menurut Kowalewsky (2005), hal ini disebabkan karena gaya oleh medan listrik berpengaruh pada kecepatan jet pada sumbu vertikal, dimana gaya oleh medan listrik yang besar akan membuat jet dapat lebih cepat mencapai kolektor.

Proses pembuatan bioplastik dilakukan menggunakan teknik solution casting. Penggunaan teknik ini didasarkan pada kesederhanaan alat maupun metode yang digunakan. Menurut Allcock dan Lampe (1981), teknik solution casting merupakan pilihan yang cepat dan mudah untuk membuat film plastik pada skala laboratorium. Bioplastik dari nanofiber selulosa asetat dengan penambahan konsentrasi pemlastis DEG 10% memiliki sifat mekanik kuat, plastis, dan tidak mudah menyerap air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioplastik yang terbentuk dari nanofiber selulosa asetat lebih baik dibanding bioplastik dari mikrofiber. Hal ini terjadi karena nanofiber memiliki tingkat kelarutan tinggi disebabkan luas permukaan yang lebih besar sehingga mengurangi jumlah rongga yang menyusun bioplastik.

Penambahan pemlastis menurunkan kekuatan tarik dan modulus elastisitas tetapi meningkatkan elongasi dan penyerapan air. Hasil ini disebabkan oleh sifat pemlastis yang berbentuk cairan, tekanan uap rendah dan bobot molekul yang rendah. Molekul pemlastis yang kecil akan menempati posisi diantara rantai polimer yang besar dan secara efektif meningkatkan jarak antar rantai dengan mengurangi ikatan antar molekul sekunder.

Bioplastik yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kuat tarik pada kisaran 11.1–18.56 MPa, elongasi pada kisaran 2.518–6.01%, modulus elastisitas pada kisaran 0.48-0.75 GPa, penyerapan air pada kisaran 15.815–31.234% dan densitas pada kisaran 0.803–1.243 gr/cm3. Sifat mekanik bioplastik secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rerata sifat mekanis bioplastik

a

[Safriani 2000]

Kuat tarik merupakan ukuran ketahanan bahan yang diberikan sampai bahan tersebut putus. Elongasi merupakan ukuran perpanjangan bioplastik pada saat ditarik sampai putus dan modulus elastisitas merupakan tingkat kekakuan polimer. Ketiga pengujian tersebut saling berkaitan dan berhubungan. Pada penelitian ini, peningkatan konsentrasi pemlastis seiring menurunnya kuat tarik dan modulus elastisitas tetapi meningkatkan elongasi pada bioplastik. Tabel 7 menunjukkan bahwa kuat tarik tarik tertinggi diperoleh pada bioplastik nanofiber dengan konsentrasi DEG 10% (18.560 MPa). Elongasi tertinggi pada bioplastik nanofiber

dengan konsentrasi DEG 30% (6.011%). Modulus elastisitas tertinggi pada bioplastik nanofiber dengan konsentrasi DEG 0% (0.748 GPa).

Tabel 7 menunjukkan kuat tarik yang dihasilkan pada penelitian ini (18.560 MPa) lebih rendah dibandingkan kuat tarik pada bioplastik selulosa asetat komersial (34.02 MPa). Tetapi elongasi pada bioplastik selulosa asetat komersial (4.65%) lebih rendah daripada bioplastik dari nanofiber pada konsentrasi DEG 20% dan 30%. Hasil ini disebabkan selulosa asetat komersial memiliki struktur yang lebih baik. Material bioplastik dengan kuat tarik yang tinggi dan elongasi yang tinggi tergolong ke dalam polimer keras dan liat. Bioplastik yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong ke dalam jenis plastik keras dan rapuh. Hal ini disebabkan karena bioplastik yang dihasilkan memiliki kuat tarik cukup tinggi tetapi elongasi tergolong rendah.

Parameter penyerapan air memberikan informasi mengenai dimensi kestabilan suatu material. Material yang rentan terhadap air menyebabkan penurunan sifat mekanis yang signifikan. Penyerapan air selulosa asetat lebih tinggi daripada penyerapan air jenis polimer lain. Hal ini disebabkan karena pada selulosa asetat masih terdapat gugus OH yang belum tersubtitusi sehingga masih sangat peka terhadap air. Tingginya penyerapan air bioplastik disebabkan oleh sifat kimia dan struktur komponen pembentuk yaitu selulosa asetat dan pemlastis. Tabel 7 menunjukkan persentase penyerapan air pada bioplastik selulosa asetat komersial (16.87%) sebanding dengan bioplastik nanofiber pada penelitian ini (16.772%).

Perlakuan Ukuran Selulosa Asetat

Mikrofiber Selulosa Asetat Nanofiber Selulosa Asetat SA Komer

siala

Kons. DEG (%) 0% 10% 20% 30% 0% 10% 20% 30%

Kuat Tarik (MPa) 15.627 14.843 12.817 11.510 17.157 18.560 16.803 16.090 34.02 Elongasi (%) 3.843 3.493 4.281 4.376 2.518 3.953 4.931 6.011 4.65 Modulus

Elastisitas (GPa) 0.664 0.631 0.563 0.480 0.748 0.676 0.669 0.605 - Penyerapan Air (%) 19.327 27.950 31.234 28.553 15.815 16.772 20.816 21.288 16.87 Densitas (gr/cm3) 0.809 0.803 0.815 1.123 1.016 1.045 1.052 1.243 -

Densitas berhubungan dengan sifat mekanis bioplastik. Polimer dengan kristanilitas yang tinggi mempunyai densitas yang tinggi karena strukturnya yang kristalin. Bioplastik selulosa asetat merupakan polimer yang amorf, terlihat dari rendahnya densitas pada bioplastik. Densitas bioplastik mengalami peningkatan pada nanofiber selulosa asetat. Hal ini disebabkan ukuran diameter serat yang sangat kecil sehingga kerapatan molekul meningkat. Meningkatnya kerapatan molekul pada bioplastik menyebabkan densitaspun semakin tinggi.

Tabel 8 Perbandingan sifat mekanik PHA, PHB, PP, PVC, LDPE, PS dan

nanofiber selulosa asetat (NSA).

Parameter PHAa PHBb PPb PVCc PSc LDPEc NSAd Titik Leleh (0C) 168.72 182 186 170 210 220 170e Kekuatan Tarik (MPa) 0.12 40 39 20 42 10 18.560

Elongasi (%) 7 7 400 - 2.4 19 3.953

Densitas (gcm-1) 0.97 1.5 0.94 1.38 - 0.915 1.045 Mod. Elastisitas (GPa) - - - 0.03 2.5 0.25 0.676 a

[Brandl et al. (1990)] poly- -hidroksialkanoat (PHA); b[Delvia 2006] poly- - hidroksibetanoat (PHB) dan polipropilen (PP) ; c[Harrison et al. 2004] polivinyl chloride (PVC), polystiren (PS) dan low density polyethylen (LDPE); dNanofiber NSA) dari selulosa tandan kosong sawit; e[Roganda et al. 2013] Sifat termal selulosa asetat

Berdasarkan sifat fisik dan mekanis yang diuji pada bioplastik dapat disimpulkan bahwa bioplastik yang terbaik didapatkan pada polimer penyusun

nanofiber selulosa asetat dengan konsentrasi DEG 10%. Jika dibandingkan dengan jenis bioplastik yang lain (PHA dan PHB) dan plastik konvensional (PP, PVC, PS dan LDPE), karakteristik sifat bioplastik yang dihasilkan menyerupai PVC dengan mendekati kekuatan tariknya yaitu 20 MPa (Tabel 8). Begitupun dengan titik leleh selulosa asetat yang mendekati PVC yaitu 170-240 0C (Roganda

et al 2013) sedangkan PVC memiliki titik leleh 170 0C. Berdasarkan sifat dan karakteristiknya, bioplastik yang dihasilkan pada penelitian ini menyerupai PVC. Aplikasi plastik PVC biasa juga digunakan pada mainan, kemasan non-pangan, botol sampo, tabung medis, kawat dan isolasi kabel, film dan lembaran, produk konstruksi, seperti pipa, fitting, dinding, lantai, alas karpet, dan bingkai jendela. Plastik PVC juga digunakan sebagai kemasan pada produk pangan. Contoh penggunaannya yaitu pada plastik pembungkus (cling wrap), wadah kue kering, wadah cokelat, dan botol-botol.

Dokumen terkait