• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

3. Mekanisme Efektivitas

Didalam mekanisme efektivitas terdapat beberapa komponen pendukung suatu kerja, ada beberapa pendapat menurut para ahli, yaitu :25

Menurut Georgopoulos mekanisme efektivitas terdapat dalam beberapa komponen yaitu :

a. Produktifitas adalah sama artinya dengan efisien.

b. Luwes artinya mematuhi norma-norma dan memuaskan anggota dan konsep daya suai. Maksudnya adalah kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri pada perubahan, baik perubahan didalam maupun perubahan diluar organisasi.

c. Ketegangan adalah konflik dan pertentangan diantara anggota-anggota organisasi, yang erat kaitanya dengan peningkatan (kalau terkendali) dan penurunan (kalau dibiarkan berlarut-larut).26

Menurut Paul E. Mott mekanisme dalam pencapaian suatu kerja yang efektif adalah merumuskan dan mengembangkan sarana mengukur efektivitas organisasi yang mempengaruhi tingkat efektivitas itu berkaitan langsung dengan :

24

Mochtar Effendy, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta: PT. Bharata Karya Aksara, 1986), h. 153-158.

25

Komariyah, ”Efektivitas Murabahah di BMT Al-Ikhwan,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h. 14-20.

26

Basil S. Georgopoulos dan Arnold S. Tannembaun, A Study of Organization Effectiveness, (America: Sociological Review, 1957), vol. 22, h. 534-540.

a. Produktifitas dikaitkan dengan kuantitas, kualitas dan efisiensi.

b. Daya suai adalah kemampuan untuk menaksir masalah yang akan dihadapi dan persiapan untuk mengatasi masalah yang bersangkutan. Daya suai ini dikaitkan dengan tempo (cepat atau lambat) dan besaran (derajat penyesuaian, apakah seluruhnya, sebagian mendasar ataukah hanya ala kadarnya saja). Dalam faktor ini tercakup konsep kepaduan yaitu kerelaan kerja, atau kegairahan kerja yang tinggi atau kepuasan kerja, lebih mudah menerima perubahan (metode atau prosedur kerja misalnya).

c. Keluwesan menyangkut kemampuan anggota organisasi menanggapi keadaan darurat seperti beban lebih yang tidak terduga atau percepatan jadwal kerja.27

Sedangkan menurut Friedlander dan Pickle menyatakan bahwa dalam merumuskan mekanisme efektivitas harus memperhitungkan kepentingan pemilik, pekerja dan masyarakat, diantaranya yaitu :

a. Kemampuan berlaba yang dilihat dari rata-rata laba tahunan selama 10 tahun berturut-turut, dalam kaitanya dengan jam kerja pemilik perusahaan.

b. Kepuasan pekerja yang diukur dari tanggapan mereka atas kondisi kerja, pembayaran upah, cara supervisi dan pengembangan.

c. Penghargaan masyarakat yang diukur dari data mengenai hubungan masyarakat, hubungan organisasi dengan unsur-unsur pemerintah, hubungan dengan pelanggan, dan hubungan dengan pensuplai serta kreditor.28

Ketiga telaah yang dikemukakan diatas telah memaparkan masalah-masalah pengenalan dan pengukuran kriteria yang tepat terhadap efektivitas organisasi. Masing-masing telah menunjukkan rancangan yang berbeda terhadap pengukuran efektivitas secara keseluruhan, tetapi kriteria-kriteria

27

Paul E. Mott, The Characteristics of Effective Organization (New York: Halper and Row, 1972), h. 20-24.

28

Frank Frienlander dan Hal Pickle, Components Of Effectiveness In Small Organization, (Administrative Science Quarterly, 1968), Vol. 13, h. 289-304.

tersebut mendapatkan tempatnya sendiri dalam rancangan sistem dan telaah teoritis, tanpa harus bertentangan.29

Dalam usaha memahami efektivitas yang bersifat abstrak itu, beberapa analisa organisasi berusaha mengidentifikasi segi-segi yang menonjol kaitannya dengan konsep ini. Walaupun ada sederetan panjang kriteria kerja yang dipakai, namun kriteria yang paling banyak dipakai meliputi hal-hal berikut :

a. Kemampuan menyesuaikan diri, keluwesan b. Produktivitas

c. Kepuasan kerja d. Kemampuan berlaba e. Pencarian sumber dana30

B. Konsepsi Al-Qardhu al-Hasan 1. Pengertian al-Qardhu al-Hasan

Al-Qardhu al-Hasan berarti pinjaman kebajikan dan lunak (Soft and Benevolent Loan), dimana pinjaman tersebut tanpa adanya bunga pinjaman. Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan) adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjam tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqh klasik, al-Qardh

29

Bambang Kustiyanto, Ikhtisar Studi Organisasi dan Management, (Jakarta: Ghallia, 1991), Cet. Ke-8, h.121.

30Ibid , h. 24.

dikategorikan dalam aqad tathawwu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.31

Terdapat beberapa definisi tentang al-Qardh, tapi pada intinya semua sama, yaitu :

a. Al-Qardhu al-Hasan adalah suatu perjanjian antara bank sebagai pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima pinjaman, baik berupa uang maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan biaya apapun. Peminjaman atau nasabah berkewajiban mengembalikan uang atau barang yang dipinjam pada waktu yang disepakati bersama dengan pokok pinjaman.32

b. Al-Qardhu al-Hasan (Benevolent Loan) adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata dimana si peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman.33

c. Al-Qardhu al-Hasan adalah perjanjian pinjaman baru kepada pihak kedua dan pinjaman tersebut dikembalikan dengan jumlah yang sama (sebesar yang dipinjam). Pengembalian ditentukan dalam jangka waktu tertentu

31

M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: PT. Gema Insani, 2001), h. 131.

32

Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1997), h. 97.

33

Karnaen Perwataatmadja dan Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: PT. Dara Prima Yasa, 1992), h. 33.

(sesuai kesepakatan bersama) dalam pembayaran dilakukan secara angsuran maupun tunai.34

d. Al-Qardhu al-Hasan adalah suatu pinjaman yang harus dikembalikan pada akhir suatu waktu yang telah disepakati tanpa keharusan membayar bunga ataupun pembagian utang rugi dalam bisnis.35

e. Al-Qardhu al-Hasan adalah suatu pinjaman yang diberikan seseorang kepada orang lain tanpa dituntut untuk mengembalikan apa-apa bagi peminjam, kecuali pengembalian modal asal (pinjaman) tersebut.36

Para Imam Mazhab Sunni mengemukakan pendapat mereka tentang arti al-Qardh. Berikut adalah pendapat 3 mazhab, yaitu :

a. Mazhab Maliki, menyatakan bahwa al-Qardh merupakan pinjaman atas benda yang bermanfaat yang diberikan hanya karena belas kasihan dan bukan merupakan bantuan (ariyah) atau pemberian (hibah), tetapi harus dikembalikan seperti bentuk yang dipinjamkan.

b. Menurut Mazhab Syafi’i, al-Qardhu berarti pinjaman yang berarti baik, yaitu rujukan kepada al-Qur’an barang siapa yang memberikan pinjaman yang baik kepada Allah, maka Allah akan melipatgandakan kepadanya. c. Menurut Mazhab Hambali, al-Qadhu adalah merupakan perpindahan harta

milik secara mutlak, sehingga penggantinya haruslah sama nilainya.37

34

M. Umer Chapra, Al-Qur’an Menurut Sistem Moneter Yang Adil, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1997), h. 40.

35Ibid , h. 40. 36

Totoh Abdul Fatah, Bank Tidak Identik Dengan Riba, (Jawa Barat: MUI,t.t), h. 42. 37

Secara keseluruhan, menurut pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa al-Qardhu al-Hasan merupakan suatu jenis pinjaman produk pembiayaan dari Perbankan Syariah, yang pengembalian pinjaman uangnya tidak ada bunganya, yang mungkin hanya pembayaran administrasi saja. Bank tidak mendapatkan nilai yang berlebihan karena akan merupakan riba yang dilarang keras.

Dalam penerapan al-Qardhu al-Hasan, ajaran Islam telah menerapkan beberapa rukun-rukun yang harus dipenuhi di mana kalau salah satu rukun ini hilang, maka akan menyebabkan akad ini menjadi tidak sah.

Rukun al-Qardhu adalah : Peminjam (al-Muqtaridh – ), Pemberi pinjaman (al-Muqridh - ), Dana (al-Qardh - ), dan Ijab Qabul (al-Shîgat - ).

Dokumen terkait