• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELAHAAN PUSTAKA A. Phytolacca americana .L

E. Mekanisme Lelah

Ketahanan kerja (endurance performance) mempengaruhi terjadinya

kelelahan, penurunan endurance performance menyebabkan kelelahan. Penurunan

kerja terletak pada otot dan berhubungan dengan konsumsi sumber energi. Sementara sumber energi menurun, produk seperti asam laktat cendrung terakumulasi dan menghambat protein untuk berkontraksi dan menurunkan kekuatannya. Lebih lanjut salah satu penyebab penting kelelahan otot adalah kegagalan pembebasan Ca2+ yang merupakan pemicu terjadinya kontraksi .

Kontaksi otot merupakan peristiwa berantai yang kompleks (Gambar 1) Kontraksi volunter bermula di motor kortex dan sebuah potensial aksi (i) mengaktivasi α motor neuron (ii) yang mengeksitasi otot melalui neuromuscular junction( iii). Potensial aksi otot di transmisikan sepanjang permukaan membran (iv)

dan menurun pada tubula T(v). Sebuah sensor voltasi pada tubula T menyebabkan terbukanya channel Ca2+ pada retikulum sarkoplasma (vi) menyebabkan kenaikan konsentrasi Ca2+ pada mioplasma. Kalsium terikat pada troponin (vii), mengaktivasi

crossbrigde cycling dan tenaga (viii), untuk relaksasi memerlukan penarikan kembali

Ca2+ ke dalam retikulum sarkoplasma (ix).

Otot mungkin lelah karena berbagai alasan yang berbeda. Sistem Saraf Pusat mungkin mengalami kegagalan menghasilkan potensial aksi, potensial aksi otot mungkin gagal karena perubahan ionik, pembebasan energi cadangan, kerusakan struktural sel, dll. Penjelasan tradisional untuk kelelahan adalah pemecahan glikogen

otot, energi cadangan utama dalam serabut otot, yang menyebabkan akumulasi asam laktat yang mengurangi fungsi otot. Untuk beberapa tipe kelelahan, terjadi penumpukan asam laktat intraselulaselular dan asidosis dapat meghambat kontraksi protein (Allen, Lannergren, Westerblad, 2003).

Gambar1. Diagram proses berantai dalam kontraksi otot (Allen dkk, 2003)

Asam laktat terbentuk pada otot dalam proses glikolisis. Pada pH normal asam laktat akan terdisosiasi menjadi H+ dan C3H5O3-, tidak ada masalah selama konsentrasi H+ tidak melampaui kemampuan mekanisme buffer tubuh, masalah terjadi ketika konsentrasi asam laktat dan H+ melampaui kapasitas buffer tubuh dan menurunkan pH darah. Masalah yang terjadi antara lain yaitu munculnya rasa sakit, penurunan kerja, dan kelelahan otot. Rasa sakit terjadi karena stimulasi terhadap ujung saraf nyeri di otot pada penumpukan ion H+. Penurunan kerja terjadi karena pada pH rendah ion H+ akan menginaktifkan enzim yang terlibat dalam pembentukan ATP, sehingga terjadi penurunan produksi ATP, ketersediaan substrat

energi menurun sehingga terjadi penurunan kerja. Kelelahan otot terjadi karena pH rendah menghambat aktin-miosin ATPase, enzim yang bertanggungjawab memecah ATP dan menyediakan energi untuk kontraksi otot dan ion H+ juga menganggu aksi dan pembebasan Ca2+ yang diperlukan untuk kontraksi otot, sehingga menyebabkan penurunan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot (Plowman dan Smith, 2003 ).

Meskipun demikian, terdapat tipe kelelahan lain dimana tidak terjadi penumpukan asam laktat. Kita perlu mempertimbangkan sumber energi dalam serabut otot. Adenosin Tri Posfat merupakan sumber energi universal dalam sel dan digunakan langsung oleh crossbridge dan pompa ion, meskipun demikian ATP hanya

mampu memberikan energi untuk kontraksi maksimal selama 2-3 s. Ketika otot kehabisan ATP, maka otot tidak dapat dapat berkontraksi dan menjadi sangat kaku sehingga memicu kelelahan, jika terjadi terus menerus dapat menyebabkan kerusakan otot. Untuk mengindari kehabisan ATP, otot memiliki berbagai macam sumber energi cadangan dan sangat efektif menjaga konsentrasi ATP tidak pernah turun sekitar 20% dari level istirahat normal pada otot yang dilelahkan secara maksimal. Energi cadangan yang paling mudah dimanfaatkan adalah fosfokreatinin yang secara langsung mengisi kembali ATP dan suplainya berlangsung selama 10-20 menit. Sumber lain yang penting adalah glikogen yang secara cepat dipecah secara anaerobik Glikogen juga dapat dipecah secara aerobik tetapi lebih lama, dan menghasilkan cukup ATP untuk kontraksi otot mendekati rata-rata 30-60 menit. Adenosin Tri Posfat juga dapat diproduksi dari metabolisme aerob lemak tersimpan,

yang sangat besar tetapi sangat lamban. Ketika glikogen yang tersimpan habis, otot harus melanjutkan pada metabolisme lemak.

Pada lari 100m dengan durasi yang pendek dan kecepatan tinggi, terkadang terjadi kelelahan, asam laktat hanya terbentuk sedikit selama aktivitas pendek seperti ini, sebagian besar energi didapatkan dari pemecahan posfokreatinin. Pemecahan fosfokreatinin mengkonsumsi ion H+ sehingga berefek pH mioplasma tidak berubah sepanjang lari. Salah satu produk pemecahan fosfokreatinin adalah ion fosfat yang dapat menekan fungsi otot, mengurangi sensitivitas Ca2+ dari protein kontraktil (gbr.1 vii) dan kemampuan protein kontraktil untuk memproduksi tenaga (gbr.1 viii). Akumulasi ion fosfat tersebut yang kemungkinan menyebabkan kelelahan selama lari 100 m.

Kontraksi maksimal berkelanjutan terjadi ketika mengangkat sesuatu yang sangat berat kelelahan secara cepat terjadi dalam aktivitas seperti ini. Sebagai tambahan aliran darah menuju otot yang aktif berhenti selama kontaraksi maksimal, jadi tidak terdapat pasokan oksigen maupun pengangkutan metabolit atau ion. Kelelahan berat terjadi dan otot melemah secara cepat. Kelelahan ini disebabkan perubahan distribusi ion diatas membran sel. Setiap potensial aksi berhubungan dengan masuknya ion Na + ke dalam sel dan keluarnya ion K+ dari sel, akibatnya ion K+ cendrung terakumulasi diluar serabut saraf dan hasilnya adalah depolarisassi dan ganguan aktivasi elektrik dari sel otot. Akumulasi K+ ekstraselular ini kemungkinan menjadi besar dalam lumen tubula T dimana ion K+ hanya terdifusi lebih lambat hal ini menyebabkan ganguan perambatan potensial aksi ke bagian dalam serabut otot,

konsekuensinya adalah penurunan level Ca2+ dan penurunan aktivasi pada pusat serabut saraf .

Pada percobaan suatu serabut otot terisolasi yang distimulasi sampai lelah terjadi kegagalan pembebasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma, penyebab pasti belum diketahui, hipotesis terbaru adalah bahwa retikulum sarkoplasma gagal melepaskan Ca2+ kemungkinan karena Ca2+ dan fosfat dalam retikulum sarkoplasma melebihi solubilitas produk Ca2+ fosfat dan mengendap, dengan demikian mengurangi Ca2+ bebas untuk dibebaskan. Mekanisme ini hanya berjalan karena fosfat pada mioplasma naik secara substantial selama kelelahan dan dapat memasuki retikulum sarkoplasma. Hal ini berkaitan dengan kerja yang berlangsung mendekati kapasitas maksimum dari otot dan melibatkan jalur aerobik dan anaerobik ATP. Kegagalan pembebasan Ca2+ juga terjadi pada saat otot kekurangan glikogen, hal ini biasa terjadi pada pelari maraton.

Pemulihan lelah ditemukan sangat komplek, dengan komponen yang cepat dan lambat. Komponen cepat disebabkan oleh pembalikan bentuk metabolit yang menyebabkan lelah sebagai contoh pembersihan asam laktat dan restorasi fosfokreatinin akan mengurangi kelebihan ion fosfat. Asam laktat akan dioksidasi menjadi asam piruvat dan NAD+ akan akan direduksi menjadi NADH2, kemudian digunakan kembali pada glukoneogenesis. Proses ini berlangsung cepat dan lengkap dalam menit. Komponen yang lebih lambat mebutuhkan beberapa hari agar otot kembali pada kapsitas normalnya. Percobaan dengan otot terisolasi memperkirakan penundaan pemulihan ini disebabkan karena penurunan pembebasan Ca2+. Potensial

aksi normal, dan retikulum sarkoplasma dalam keadaan normal dimuati Ca2+ tetapi coupling antara potensial aksi dan Ca2+ rusak, suatu dugaan adalah beberapa proses aktivasi Ca2+ mungkin merusak protein dalam pembebasan Ca2+, hal ini biasa terjadi pada latihan olahraga yang berlebihan (Allen dk.,2003) .

Adenosin merupakan konstituen selular normal yang diatur terutama oleh ATP dan nukleotida lainnya. Konsentrasi adenosin dalam otot dan plasma meningkat selama kontraksi otot. Konsentrasi adenosisn juga meningkat secara terus menerus di otak sepanjang kelelahan dan menurun pada waktu tidur (Davis dkk, 2003).Adenosin terbentuk secara intraselular dari ATP. Adenosin tidak berada dalam vesikel tetapi dibebaskan dengan eksositosis terutama oleh transpor carier perantara. Konversi sejumlah kecil ATP menghsilkan sejumlah besar adenosin. Adenosin Tri Fosfat dikemas dalam vesikel dan dibebaskan dengan eksositosis sebagai transmiter konvensional, tetapi juga dapat menerobos sel dalam kondisi kerusakan sel, ATP yang terbebas secara cepat diubah menjadi adenosin. Adenosin menghasilkan efek melalui pasangan reseptor G protrein (dengan subtype reseptor A1,A2, dan A3) sementara ATP beraksi pada reseptor P2x dan P2y

Ada dua tipe purin reseptor yaitu reseptor P1 (subtype A1, A2 , dan A3) reseptor ini berespon terhadap adenosin, dan jaringan pasangan reseptor G protein (GPCRs) untuk menstimulasi atau menghambat adenilat silase, berada dibeberapa jaringan berbeda. Reseptor P2 (subtype P2x dan P2y), masing-masing dengan beberapa devisi selanjutnya , berespon terhadap ATP atau ADP. Efek utama adenosin dan reseptor yang terlibat adalah:

1. Vasodilatasi, termasuk pembuluh jantung (A2) kecuali pada ginjal, dimana reseptor A1 menghasilkan vaso konstriksi: infus adenosin menyebabkan penurunan tekanan darah.

2. Menghambat agregasi platelet (A2)

3. Menghambat konduksi arterioventricular jantung (A1) dan pengurangan kekuatan kontraksi

4. Bronkokonstrikasi, terutama pada subjek asma, efek antiasma dari metilxantin sebagian mencerminkan antagonisme reseptor A1

5. Pembebasan mediator dari mast sel (A3) berkontribusi pada bronkokonstriksi

6. Menstimulasi afferent neoron terutama pada jantung (A2) adenosin dibebaskan sebagai respon pada ischemia diduga sebagai suatu mekanisme nyeri angina, badan carotid afferent juga distimulasi

menghasilkan reflek hiperventilasi.

7. Menghambat pembebasan transmiter pada beberapa saraf pusat dan perifer (A1) , pada CNS adenosin mendesak aksi depresan pre- dan post sinapsis, mengurangi aktivitas motorik, menekan pernafasan menginduksi tidur, dan mengurangi kecemasan, semua efek berlawanan dengan efek metilxantine.

8. Proteksi neuron pada ischemia serebral kemungkinan melalui inhibisi pembebasan glutamat melalui reseptor A1

metilxantin merupakan antagonisme beberapa efek adenosin, beraksi pada kedua reseptor A1 dan A2 (Rang, Dale, Ritter, Moore, 2003).

F. Kafein

Gambar 2. Kafein (1,3,7 trimetilxantin)

Kafein termasuk dalam senyawa metilxantin. Kafein adalah serbuk putih tidak berbau, berasa pahit. Kafein diperoleh dari ekstraksi bahan alam atau melalui sintesis kimia. Kafein dialam berupa alkaloid (Dollory, 1999). Kafein terdapat dengan kadar tinggi dalam kopi, teh, minuman kola, permen coklat dan cocoa (Mycek, Harvey, Champe, 1997 ).

Metilxantin dapat bekerja melalui berbagai mekanisme termasuk translokasi kalsium, penghambatan fosfodiesterase, dan antagonis reseptor adenosin. Walaupun konsentrasi yang diperlukan untuk memberikan aksi translokasi kalsium, penghambatan fosfodiesterase di luar kisaran dosis farmakologis secara in vivo.

Senyawa xantin yang lain adalah teofilin yang ditemukan dalam teh dan teobromin yang ditemukan didalam coklat. Dari ketiganya kafein dan teofilin memiliki efek

N N N N H3C O 3 CH3 O CH

yang poten pada susunan saraf pusat, sedangkan efek teobromin relatif kecil. Stimulan minor ini, terutama kafein dan teofilin, terbukti memiliki nilai medis, mereka menstimulasi susunan saraf pusat, beraksi pada ginjal sebagai diuretik, menstimulasi otot jantung dan merelaksasi otot polos. Orang yang memiliki asma tercatat bahwa mereka bisa bernafas dengan lebih mudah setelah meminum secangkir teh. Teofilin memiliki efek terbesar pada sistem kardiovaskular. Efek utama kafein adalah meningkatkan kecepatan dan kejernihan dalam berfikir. Tabel I meringkas potensi relatif efek biologis dari kafein, teofilin, dan teobromin .

Tabel I. Perbandingan potensi dari bahan aktif (xantine) dalam kopi, teh, dan coklat

Efek fisiologi xantine Urutan potensi (besar ke kecil)

Stimulan susunan saraf pusat Kafein = teofilin > teobromin Efek stimulan pada pusat pernafasan Kafein > teofilin > teobromin Meningkatkan kapasitas kerja otot Kafein > teofilin > teobromin Stimulasi otot jantung Teofilin > kafein > teobromin

Aksi diuretik Teofilin > kafein > teobromin

Relaksasi otot polos bronki Teofilin paling poten Meningkakan kecepatan metabolisme basal Kafein paling poten

(Witters, 1983)

Kisaran dari efek kafein secara akut diberikan pada dosis 300-600 mg, termasuk stimulan susunan syaraf pusat menyebabkan penurunan rasa letih dan meningkatkan kesiagaan mental, kenaikan tekanan darah dan cardiac output,

diuresis, kenaikan asam lemak bebas, dan pembebasan katekolamin dari medula adrenal. Toleransi terjadi pada jantung, ginjal, dan, susunan saraf pusat pada penggunaan kronik. Kafein diabsorbi seluruhya secara cepat setelah pemberian oral, dengan konsentrasi puncak diantara 5 dan 90 menit. Metilxantin dimetabolisme dalam hati dan metabolitnya kemudian dikeluarkan dalam urin. Jalur metabolsme kafein pada orang dewasa adalah demetilasi 1, 3, dan 7 membentuk theobromin, paraxantine, dan theofilin, produk demetilasi ini ditemukan dalam plasma setelah pemberian kafein, ketiga produk ini akan mengalami biotransformasi lebih lanjut. Produk metabolit primer minor termasuk 1,3,7 asam trimetilurik dan derivat urasil (Dollory, 1999). Efek samping kafein termasuk didalamnya nyeri pencernaan, mual, diutesis, takikardia, dan stimulasi saraf pusat (agitasi, jitteriness, tremor, dan konvulsi). Efek samping dosis sedang menyebabkan insomnia, ansietas, dan agitasi. Penggunaan kronik lebih dari 500 mg kafein per hari dapat menyebabkan demam ringan yang tidak teratur, insomia, anoreksia, ansietas, dan iritasi. Pada dosis tingi memperlihatkan toksisitas berupa mutah dan konvulsi. Dosis sekitar 10 g untuk kafein menimbulkan aritmia jantung (Dollory, 1999; Mycek dkk., 1997).

Dokumen terkait