• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek motorik infusa akar mrica kepyar [Phytolacca americana L.] pada mencit jantan dengan metode rotarod test - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek motorik infusa akar mrica kepyar [Phytolacca americana L.] pada mencit jantan dengan metode rotarod test - USD Repository"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK MOTORIK INFUSA AKAR MRICA KEPYAR (Phytolacca americana L.) PADA MENCIT JANTAN

DENGAN METODE ROTAROD TEST

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Kristiningrum Hery Karuniawati

NIM : 038114119

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

EFEK MOTORIK INFUSA AKAR MRICA KEPYAR (Phytolacca americana L.) PADA MENCIT JANTAN

DENGAN METODE ROTAROD TEST

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Kristiningrum Hery Karuniawati

NIM : 038114119

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(3)

ii

(4)

iii

(5)

Bersukacitalah dalam pengharapan, Sabarlah dalam kesesakan,

dan Bertekunlah dalam doa ! ( Rm 12:12)

Segala perkara dapat kutanggung didalam

dia yang memberi kekuatan kepadaku (Flp

4:13)

Bermegahlah dalam kesengsaraan

, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan

ketekunan,

dan ketekunan menimbulkan tahan uji

dan tahan uji menimbulkan pengharapan.

Dan pengharapan tidak mengecewakan,

karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita

Kupersembahkan skripsi ini untuk :

Tuhan Yesus Kristus,

Ibu Bapak tercinta, Keluarga besarku,

Teman sahabatku

Dan Almamaterku

(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugerahnya,

sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Motorik Infusa

Akar Mrica Kepyar (Phytolacca americana .L) pada Mencit Jantan dengan Metode

Rotarod Test “. Keberhasilan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak

yang sangat membantu penulis dalam menyusun skripsi. Oleh karena itu penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

2. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

3. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,

tenaga dan atas masukan serta saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. dr. Luciana Kuswibawati, M Kes selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik,

saran dan waktunya.

5. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik,

saran dan waktunya.

6. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, S.Si, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik atas

segala arahan, saran dan kritik.

(8)
(9)

vii

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

(10)

INTISARI

Tonikum dalam masyarakat digunakan sebagai penyegar dan penambah tenaga. Efek motorik merupakan salah satu fungsi dari tonikum. Akar tanaman Mrica Kepyar salah satunya dimanfaatkan sebagai alteratif yaitu secara berangsur-angsur mengembalikan fungsi tubuh sebagaimana mestinya dan meningkatkan kesehatan dan vitalitas tubuh. Alteratif dikenal juga sebagai tonik.

Penelitian ini bertujuan memperoleh keterangan ada tidaknya efek motorik infusa akar Mrica Kepyar terhadap mencit jantan menggunakan metode rotarod test. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah. Subyek uji yang digunakan yaitu mencit jantan sebanyak 42 ekor yang terbagi dalam 6 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol negatif menggunakan aquadest. Kelompok II sebagai kontrol positif menggunakan kafein dosis 65,72 mg/KgBW. Kelompok III-VI sebagai kelompok perlakuan menggunakan infusa akar Mrica Kepyar batang dengan dosis 4,40, 5,76, 7,54, dan 9,88 g/KgBW. Data yang dikumpulkan berupa waktu jatuh pertama mencit, jumlah kumulatif jatuh mencit dari rotarod selama (3x60) menit dan persen proteksi terhadap jatuh. Hasil diuji secara statistik menggunakan ANOVA satu arah dan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan uji LSD dan Mann-Withney dengan taraf kepercayaan 95% .

Hasil penelitian menunjukkan infusa akar Mrica Kepyar memiliki efek motorik pada mencit jantan. Efek motorik yang dihasilkan infusa akar Phytolacca americana L dosis 4,40 g/KgBB, 5,76 g/KgBB, 7,54 g/KgBB, dan 9,88 g/KgBB adalah 37,3%, 59,9% , 69,9% , dan 44,9%.

Kata kunci : Phytolacca americana L., tonikum, motorik, rotarod test

(11)

ABSTRACT

Tonicum, in society is used as freshner and energy force. Motoric effect is one function of tonicum. The root of Phytolacca americana .L is used as an alterative in folk medicine which will gradually restore the proper function of the body, and increase health & vitality. Alteratives are also known as tonics.

The research was done to observe the occurrence of motoric effect of Phytolacca americana L. root infusion toward male mice by using rotarod test method. The research was a pure experimental research with one way random design. The test subjects were 42 male mice and separated on 6 groups. Group I which was as a negative control used aquadest. Group II which was as a positive control used caffein 65,72 mg/kgBW. Groups III-VI which was as test groups used Phytolacca americana.L root infusion with dosage 4,40, 5,76, 7,54, and 9,88 g/kgBW/per day for four days. The data that were collected were the first fall time, cumulative (frequency)

fall from rotarod during 3x60 minutes, and the percentage of fall protection. They were analyzed using one way Anova and Kruskal-Wallis test with 95% significance level and were continued with LSD and Mann-Withney test.

The result of the study showed that the root of Phytolacca americana L. infusion have a motoric effect to male mice. The motoric effects which were produced by 4,40 g/KgBW, 5,76 g/KgBW, 7,54 g/KgBW, and 9,88 g/KgBW of Phytolacca americana L. root infusion were 37,3%, 59,9% , 69,9% , dan 44,9%.

Keywords : Phytolacca americana L., tonic, motoric, rotarod test

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... . i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

INTISARI... viii

ABSTRACT... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xx

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 2

B. Permasalahan... 2

C. Keaslian Penelitian... 3

D. Manfaat Penelitian... 3

1. Manfaat teoritis... 3

2. Manfaat praktis... 3

E. Tujuan Penelitian... 4

(13)

1. Tujuan umum………. 4

2. Tujuan khusus……… 4

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5

A. Tanaman Mrica Kepyar (Phytolacca americana L.) ... 5

1. Klasifikasi……… 5

2. Sinonim……… 5

3. Nama lain………... 5

4. Uraian tanaman……….. 6

5. Bagian yang digunakan ……….. 6

6. Kandungan kimia………. 6

7. Kegunaan………..………... 7

B. Efek Tonikum dan Fungsi Motorik..……… 7

C. Infusa ……….………. 8

D. Metode pengujian aktivitas motorik ... 8

1. Metode batang berputar (Rotarod test)………. 9

2. Metode” sangkar putar”... 9

3. Metode ketahanan berenang ... 9

F. Mekanisme lelah ... 10

G. Kafein ... 17

H. Keterangan Empiris... 19

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………. 20

(14)

B. Variabel Penelitian………. 20

C. Definisi Operasional……….. 21

D. Bahan Penelitian………. 22

E. Alat Penelitian………. 22

F. Tata Cara Penelitian……… 23

1. Determinasi tanaman……….. 23

2. Pengumpulan dan pembuatan simplisia………. 23

3. Penyiapan hewan uji ………. 24

4. Pembuatan sediaan……….. 24

5. Penentuan dosis kafein ……… ……… 25

6. Penentuan rentang waktu setelah pemberian kafein ...……… 26

7. Penentuan dosis infusa akar Mrica Kepyar ……… 26

8. Penetuan rentang waktu setelah pemberian infusa akar Mrica Kepyar………... 28

9. Pengujian efek motorik... 28

10.Penentuan efek motorik ... 29

11.Analisis hasil ………..………. 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

A. Determinasi Tanaman... 30

B. Pengumpulan dan pembuatan simplisia……….. 30

C. Penyiapan hewan uji ………. ... 32

D. Pembuatan sediaan... 33

(15)

E. Uji Pendahuluan... 34

1. Penetapan dosis kafein... 34

2. Penetapan rentang waktu setelah pemberian kafein... 41

3. Penetapan rentang waktu setelah pemberian infusa... 46

4. Pengujian efek motorik ... 53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 64

A. Kesimpulan... 64

B. Saran... 64

DAFTAR PUSTAKA ... ... 65

LAMPIRAN... ... 68

BIOGRAFI PENULIS... 97

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I Perbandingan potensi dari bahan aktif (xantine) dalam kopi,

teh, dan coklat... 18

Tabel II Rata-rata waktu jatuh pertama mencit dari rotarod pada

penentuan dosis kafein ... 35

Tabel III Hasil analisis variansi satu arah rata-rata waktu jatuh

pertama mencit pada penentuan dosis kafein ……… 36

Tabel IV Rata-rata jumlah jatuh kumulatif mencit dari rotarod

selama (3x60) menit dan persen proteksi pada penentuan

dosis kafein ………... 37

Tabel V Hasil analisis Kruskal-Wallis rata-rata jumlah kumulatif

jatuh mencit selama (3x60) menit dan persen proteksi pada

penentuan dosis kafein………... 38

Tabel VI Rata-rata waktu jatuh pertama mencit dari rotarod pada

penentuan rentang waktu pemberian kafein... 39

Tabel VII Hasil analisis variansi satu arah rata-rata waktu jatuh

pertama mencit pada penentuan rentang waktu setelah

pemberian kafein……… 44

Tabel VIII Rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit selama (3x60)

menit dari rotarod pada penentuan rentang waktu setelah

(17)

pemberian kafein……….. 44

Tabel IX Hasil analisis variansi satu arah rata-rata jumlah kumulatif

jatuh mencit selama (3x60) menit pada penentuan rentang

waktu setelah pemberian kafein……… 45

Tabel X Rata-rata waktu jatuh pertama mencit dari rotarod pada

penentuan rentang waktu setelah pemberian infusa... 46

Tabel XI Hasil analisis variansi satu waktu jatuh pertama mencit

selama (3x60) menit pada penentuan rentang waktu setelah

pemberian infusa……… 48

Tabel XII Hasil uji LSD rata-rata waktu jatuh pertama mencit dari

rotarod pada penentuan rentang waktu setelah pemberian

infusa……… 48

Tabel XIII Rata-rata jumah kumulatif jatuh mencit selama (3x60)

pada penentuan rentang waktu setelah pemberian infusa … 50

Tabel XIV Hasil analisis Kruskal-Wallis rata-rata jumlah kumulatif

jatuh mencit selama (3x60) menit dan pada penentuan

rentang waktu setelah pemberian infusa………….……….. 51

Tabel XV Hasil uji Mann-Withney rata-rata jumlah kumulatif jatuh

mencit selama (3x60) menit pada penentuan rentang

waktu setelah pemberian infusa……… 52

Tabel XVI Data rata-rata waktu jatuh pertama mencit dari rotarod

(18)

pengujian efek motorik seluruh kelompok……... 53

Tabel XVII Hasil uji variansi satu arah rata-rata waktu jatuh pertama

mencit pada pengujian efek motorik seluruh kelompok

pada... 54

Tabel XVIII Hasil uji LSD waktu pertama jatuh mencit pada pengujian

efek motorik seluruh kelompok……….. 55

Tabel XIX Rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit selama (3x60)

menit dan persen proteksi pada pengujian efek motorik

seluruh kelompok ... 56

Tabel XX Hasil uji variansi analisis satu arah rata-rata jumlah

kumulatif jatuh mencit selama (3x60) menit pada

pengujian efek motorik seluruh kelompok ……… 59

Tabel XXI Hasil uji LSD rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit

selama (3x60) menit pada pengujian efek tonikum seluruh

kelompok………... 59

Tabel XXII Hasil uji Kruskal-Wallis persen proteksi pada pengujian

efek motorik seluruh kelompok………... 61

Tabel XXIII Hasil analisis uji Mann-Withney persen proteksi pada

pengujian efek motorik seluruh kelompok... 61

Tabel XIV Data rata-rata waktu pertama jatuh mencit, jumlah

kumulatif jatuh mencit selama (3x60) menit, dan persen

(19)

proteksi pada penentuan dosis kafein ……… 73

Tabel XV Tabel waktu pertama jatuh , jumlah kumulatif jatuh mencit

selama (3x60) menit dan persen proteksi pada pengujian

efek motorik seluruh kelompok……… 85

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Diagram proses berantai dalam kontraksi otot... 11

Gambar 2. Kafein (1,3,7 trimetilxantin)... 17

Gambar 3. Diagram batang rata-rata waktu jatuh pertama mencit pada

penentuan dosis kafein ……… 35

Gambar 4. a. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif jatuh

pertama mencit selama (3x60) menit pada penentuan

dosis kafein ………

b. Diagram batang % proteksi pada penentuan dosis

kafein………..

37

37

Gambar 5. Grafik rata-rata waktu jatuh pertama mencit dari rotarod

pada penentuan rentang waktu setelah pemberian kafein .... 42

Gambar 6. Grafik rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit selama

(3x60) menit pada penentuan rentang rentang waktu setelah

pemberian kafein... 44

Gambar 7. Grafik rata-rata waktu jatuh pertama mencit dari rotarod

pada penentuan rentang waktu setelah pemberian infusa .... 47

Gambar 8. Grafik Rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit selama

(3x60) menit pada penentuan rentang waktu setelah

pemberian infusa……… 50

(21)

Gambar 9. Diagaram batang rata-rata waktu pertama jatuh mencit dari

rotarod pada pengujian efek motorik seluruh kelompok uji. 54

Gambar 10. a Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit

selama (3x60) menit dan persen proteksi pada

pengujian efek motorik seluruh kelompok………

b Digram batang persen proteksi proteksi pada pengujian

efek motorik seluruh kelompok……….

57

57

Gambar 11. Foto Tanaman Mrica Kepyar (Phytolacca Americana.L)… 69

Gambar 12. Foto akar, serbuk akar ...……. 70

Gambar 13. Foto infusa akar Mrica Kepyar……... 71

Gambar 13. Foto mencit diatas rotarod……… 72

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi... 68

Lampiran 2. Foto tanaman Mrica Kepyar, akar dan serbuk akar Mrica

Kepyar, infusa akar Mrica Kepyar, mencit diatas rotarod ... 69

Lampiran 3. Data rata-rata waktu pertama jatuh mencit, jumlah

kumulatif jatuh mencit selama (3x60) menit, dan persen

proteksi pada penentuan dosis kafein ……… 73

Lampiran 4. Hasil analisis statistik waktu jatuh pertama mencit pada

penentuan dosis kafein……….. 75

Lampiran 5. Hasil analisis statistik rata-rata jumlah kumulatif jatuh

mencit selama (3x60) menit pada penentuan dosis kafein…. 76

Lampiran 6. Hasil analisis statistik persen proteksi pada penentuan dosis

kafein ………. 76

Lampiran 7. Data waktu pertama jatuh mencit dan jumlah kumulatif

jatuh mencit selama (3x60) menit……….. 78

Lampiran 8. Hasil analisis statistik waktu jatuh pertama jatuh mencit

pada penentuan rentang waktu setelah pemberian

kafein……….. 79

Lampiran 9. Hasil analisis statistik rata-rata jumlah kumulatif jatuh

mencit selama (3x60) menit pada penentuan rentang waktu

(23)

setelah pemberian kafein……… 79

Lampiran 10. Hasil analisis statistik waktu jatuh pertama jatuh mencit

pada penentuan rentang waktu pemberian infusa ………… 81

Lampiran 11. Hasil analisis data waktu jatuh pertama jatuh mencit pada

penentuan rentang waktu setelah pemberian infusa……… 82

Lampiran 12. Hasil analisis statistik waktu jatuh pertama mencit pada

pengujian efek motorik seluruh kelompok……….. 86

Lampiran 13. Hasil analisis statistik rata-rata jumlah kumulatif jatuh

mencit selama (3x60) menit pada pengujian efek motorik

seluruh kelompok………. 88

Lampiran 14. Hasil analisis rata-rata persen proteksi pada pengujian efek

motorik seluruh kelompok……… 90

(24)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin pesat diberbagai bidang saat ini

menyebabkan setiap individu harus berusaha lebih keras untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Keadaan ini membutuhkan stamina tubuh yang prima untuk mendukung

aktifitas fisik maupun mental. Aktifitas fisik yang berlebihan dan tidak terkontrol

dapat menyebabkan penurunan daya tahan dan fungsi motorik tubuh, yang dapat

mengakibatkan tubuh mudah lelah dan terasa lemah. Fungsi motorik adalah fungsi

dari otot, susunan saraf pusat yang mempengaruhi dan menghasilkan gerak.

Efek tonikum merupakan perubahan yang terjadi karena pemberian zat

tonika. Zat tonika yaitu suatu senyawa yang dapat mengurangi kondisi kelemahan

dan tonus dari keseluruhan atau sebagian organ makhluk hidup. Tonikum popular di

masyarakat, terutama bagi mereka yang bekerja menguras tenaga serta pada

kelompok tertentu misalnya lanjut usia dan dalam proses penyembuhan. Efek

tonikum memiliki berbagai fungsi seperti stimulan pusat pernafasan, stimulan otot

jantung, peningkatan kecepatan metabolisme basal, dsb. Efek motorik merupakan

salah satu fungsi dari tonikum. Tonikum yang dikonsumsi akan mengurangi

kelemahan dan kelelahan pada fungsi motorik tubuh. Pada penelitian ini efek tonikum

yang diamati dibatasi pada fungsi motorik .

Dalam pengobatan tradisional akar tanaman Mrica Kepyar salah satunya

dimanfaatkan sebagai alteratif yaitu secara bergangsur-angsur mengembalikan fungsi

(25)

tubuh sebagaimana mestinya dan meningkatkan kesehatan dan vitalitas tubuh.

Alteratif dikenal juga sebagai tonik. Bentuk sediaan yang digunakan adalah infusa,

mengacu pada penggunaan akar mrica kepyar dimasyarakat yaitu rebusan. Kelebihan

sediaan infusa dibandingkan rebusan adalah pada sediaan infusa beberapa faktor

seperti keseragaman konsentrasi dan dosis dapat dikendalikan. Penelitian ini

bertujuan untuk memperoleh keterangan ada tidaknya efek motorik setelah konsumsi

infusa akar Mrica Kepyar dan besar efek motorik infusa akar Mrica Kepyar

(Anonim, 2006).

Kafein merupakan stimulan susunan yang saraf pusat yang memiliki efek

meningkatkan kapasitas kerja otot, menyebabkan penurunan rasa letih, dan

meningkatkan kesiagaan mental. Kafein telah digunakan secara luas di masyarakat

dalam minuman penambah tenaga, karenanya kafein dipilih sebagai kontrol positif

dalam penelitian ini. Metode yang digunakan adalah metode rotarod test. Metode ini

biasa dipakai untuk mengetahui fungsi otot yaitu aktivitas relaksasi karena pengaruh

suatu obat, metode ini juga menggambarkan koordinasi motorik yaitu dengan

mempertahankan keseimbangan diatas rotarod.

B.Permasalahan

1. Apakah infusa akar Mrica Kepyar memiliki efek motorik pada mencit jantan?

2. Berapa besar efek motorik infusa akar Mrica Kepyar pada mencit jantan melalui

(26)

C. Keaslian Penelitian

Penelitian Efek Motorik Infusa Akar Mrica Kepyar (Phytolacca americana

L.) pada Mencit Jantan dengan Metode Rotarod test sejauh pengetahuan penulis

belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan antara lain disebutkan

dibawah ini.

1. Perbandingan Efek Tonikum Infusa Akar Talinum paniculatum Gaertn

(Ginseng Jawa) terhadap Akar Panax ginseng C. A Meyer (per oral) terhadap

Fungsi Motorik Mencit (Suhadi, 2000).

2. Efek Tonikum Infusa Akar Krokot Blanda (Talinum triangulare (Jacq) Willd) terhadap Fungsi Motorik pada Mencit Jantan dengan Metode Uji batang

berputar (Nyoman, 2005).

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya dibidang farmasi mengenai penggunaan obat tradisional

untuk mengurangi kelelahan akibat aktivitas fisik berlebih.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang

ada tidaknya efek motorik infusa akar Mrica Kepyar untuk mengurangi kelelahan

(27)

E.Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk mendukung usaha pengembangan tanaman tradisional sebagai obat,

khususnya untuk mengurangi kelelahan akibat aktivitas fisik berlebih.

2. Tujuan khusus

a.Untuk mengetahui ada tidaknya efek motorik infusa akar Mrica Kepyar pada

mencit jantan.

b.Untuk mengetahui besar efek motorik infusa akar Mrica Kepyar melalui metode

(28)

BAB II

PENELAHAAN PUSTAKA

A. Phytolacca americana .L

1. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Caryophyllales

Suku : Phytolaccaceae

Marga : Phytolacca

Jenis : Phytolacca americana L. ( Anonim, 1999).

2. Sinonim :Phytolacca decandra (Anonim, 2006b), Phytolacca acinosa Roxb (Huang, 1993).

3. Nama lain

a. Nama daerah

Mrico Kepyar (jawa) (Anonim, 1999).

b. Nama asing

Pokeroot, Pokweed, Gargetweed, Pokeberry, Pigeonberry, Virginia poke,

Cancer root, American nightshade, Redweed, Shang Lu (Anonim, 2006c;

Huang, 1993).

(29)

4. Uraian tanaman

Umumnya ditanam sebagai tanaman hias atau kadang tumbuh liar di

pinggir-pinggir jalan atau di tepi hutan, dari ketinggian 10 m hingga 1000 m di

atas permukaan laut. Tumbuh pada bebagai jenis tanah asal memiliki drainase

yang baik dan cukup mengandung bahan organik. Berbunga pada bulan Juni-Juli,

panen dilakukan pada bulan Agustus – September

Terna menahun, tegak, tinggi 0,5-1 m. Batang bulat, berkayu, permukaan

kasar, berwarna coklat kehijauan. Daun tunggal, berseling, tangkai bulat, panjang

3-5 cm, helaian daun bentuk lonjong sampai lanset. Ujung dan pangkal daun

runcing, tepinya rata, panjang 5-15 cm, lebar 2-4 cm, pertulangan menyirip,

permukaan berkerut, hijau keunguan. Bunga majemuk, berbentuk bulir, di ketiak

daun, kelopak bentuk bintang, panjang 1-2 mm, hijau kecoklatan. Buahnya

tunggal bulat, kulitnya lunak, berdiameter 3-8 mm, permukaan licin dan berwarna

merah. Biji bulat, keras dan putih. Akar tunggang , berwarna kuning kecoklatan

(Anonim, 1999).

5. Bagian yang digunakan

Akar dalam keadaan segar atau setelah dikeringkan (Anonim, 1999).

6. Kandungan kimia

Tanaman mengandung caffeik-aldehid, kalsium oksalat, PAP

(Pokeweed–antiviral–protein), phytolaccanin, phytolaccasaponin, phytolaccasida,

phytolaccatoxin, phytolacacin, asam phytolaccinic,dan pokeberrygenin. Pada

(30)

esculentik, isobetanin, isoprebetanin. Pada akar mengandung gum, hemiselulosa,

asam jaligonik, asam oleanolat, asam oxymiristik, asam phytolaccogenik,

phytolaccagenin, tanin dan xylose (Duke, 2007). Akar mengandung alkaloid,

saponin, dan polifenol (Anonim, 1999).

7. Kegunaan

Pelancar haid : 30 g akar mrica kepyar segar dicuci , direbus dengan 200

ml air sampai mendidih selama 15 menit, disaring, setelah dingin diminum; eksim

: 15 g akar mrica kepyar segar dicuci, ditumbuk halus, ditempelkan pada bagian

yang sakit dan dapat diulang 2-3 kali sehari (Anonim, 1999). Sebagai alteratif

yaitu secara bergangsur-angsur mengembalikan fungsi tubuh sebagaimana

mestinya dan meningkatkan kesehatan dan vitalitas, juga sebagai purgatif dan

emetik. Protein antiviral yang terkandung dalam pokeweed digunakan dalam

pengobatan kanker (Anonim,2006b).

B. Efek Tonikum dan Fungsi Motorik

Adaptogen adalah suatu substansi yang dapat meningkatkan daya

tahan/vitalitas tubuh terhadap pangaruh buruk dari berbagai faktor fisik, kimia,

maupun biologik (Widharto,1994). Zat tonika adalah suatu senyawa yang

mengurangi kondisi kelemahan dan tonus dari keseluruhan atau sebagian organ

makhluk hidup (Suhadi, 2000). Efek tonikum adalah perubahan yang terjadi karena

(31)

adaptogen. Fungsi motorik adalah fungsi dari otot, susunan saraf pusat yang

mempengaruhi dan menghasilkan gerak (Anonim, 1995a).

C. Infusa

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia

nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit. Pembuatan: campur simplisia

dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan diatas

tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 900C sambil sekali-sekali

diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya

melalui ampas melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki.

Infusa Daun Sena dan infusa simplisia yang mengandung minyak atsiri diserkai

setelah dingin. Infusa Daun Sena, infusa Asam Jawa dan infusa simplisia lain yang

mengandung lendir tidak boleh diperas. Kecuali dinyatakan lain, dan kecuali untuk

simplisia yang tertera di bawah, infusa yang mengandung bukan bahan berkhasiat

keras, dibuat dengan menggunakan 10 % simplisia. Untuk pembuatan 100 bagian

infusa berikut, digunakan sejumlah yang tertera yaitu Kulit Kina 6 bagian, Daun

Digitalis 0,5 bagian, Akar Ipeka 0,5 bagian, Daun Kumiskucing 0,5 bagian, Sekale

(32)

D. Metode Pengujian Aktivitas Motorik

Beberapa metode pengujian aktivitas motorik antara lain:

1. metode batang berputar (Rotarod test) adalah suatu uji dimana hewan uji

diletakkan di atas batang horizontal yang berputar (rotarod). Uji ini biasanya

dipakai untuk mengetahui fungsi otot karena pengaruh suatu obat sedatif.

Data yang teramati adalah berapa lama hewan uji dapat bertahan di atas

rotarod (waktu) dan jumlah jatuh hewan uji dari rotarod per satuan waktu

(Cakraborty, Mahapatra, Chaudhuri, 1986 ; Turner, 1965).

2. metode “ sangkar putar”. Metode ini digunakan untuk mengetahui aktivitas

motorik mencit dengan mengamati kemampuan mencit memutar alat roda

sangkar putar. Mencit dipilih terlebih dahulu yang mampu memutar alat

sebanyak 150-300 putaran dalam waktu 15 menit. Setelah diberi air atau

sediaan uji oral, mencit ditempatkan pada alat sangkar putar, aktivitasnya

diamati selang 15 menit selama 90 menit dimulai 5 menit setelah mencit

ditempatkan pada alat (Kitada, 1981; Carson, 1999 cit., Suwendar, Sigit,

Sopiah, 2004).

3. metode ketahanan berenang. Aktivitas motorik mencit diuji dengan

membebani ekor mencit dengan benda seberat 2 gram, kemudian mencit

tersebut dimasukkan kedalam wadah berisi air 30 menit setelah pemberian

sediaan. Ketahanan berenang diukur berdasarkan waktu mencit mulai

berenang sampai tenggelam, yaitu mencit berada di bawah permukaan air

(33)

E. Mekanisme Lelah

Ketahanan kerja (endurance performance) mempengaruhi terjadinya

kelelahan, penurunan endurance performance menyebabkan kelelahan. Penurunan

kerja terletak pada otot dan berhubungan dengan konsumsi sumber energi. Sementara

sumber energi menurun, produk seperti asam laktat cendrung terakumulasi dan

menghambat protein untuk berkontraksi dan menurunkan kekuatannya. Lebih lanjut

salah satu penyebab penting kelelahan otot adalah kegagalan pembebasan Ca2+ yang

merupakan pemicu terjadinya kontraksi .

Kontaksi otot merupakan peristiwa berantai yang kompleks (Gambar 1)

Kontraksi volunter bermula di motor kortex dan sebuah potensial aksi (i)

mengaktivasi α motor neuron (ii) yang mengeksitasi otot melalui neuromuscular junction( iii). Potensial aksi otot di transmisikan sepanjang permukaan membran (iv)

dan menurun pada tubula T(v). Sebuah sensor voltasi pada tubula T menyebabkan

terbukanya channel Ca2+ pada retikulum sarkoplasma (vi) menyebabkan kenaikan

konsentrasi Ca2+ pada mioplasma. Kalsium terikat pada troponin (vii), mengaktivasi

crossbrigde cycling dan tenaga (viii), untuk relaksasi memerlukan penarikan kembali

Ca2+ ke dalam retikulum sarkoplasma (ix).

Otot mungkin lelah karena berbagai alasan yang berbeda. Sistem Saraf Pusat

mungkin mengalami kegagalan menghasilkan potensial aksi, potensial aksi otot

mungkin gagal karena perubahan ionik, pembebasan energi cadangan, kerusakan

(34)

otot, energi cadangan utama dalam serabut otot, yang menyebabkan akumulasi asam

laktat yang mengurangi fungsi otot. Untuk beberapa tipe kelelahan, terjadi

penumpukan asam laktat intraselulaselular dan asidosis dapat meghambat kontraksi

protein (Allen, Lannergren, Westerblad, 2003).

Gambar1. Diagram proses berantai dalam kontraksi otot (Allen dkk, 2003)

Asam laktat terbentuk pada otot dalam proses glikolisis. Pada pH normal

asam laktat akan terdisosiasi menjadi H+ dan C3H5O3-, tidak ada masalah selama

konsentrasi H+ tidak melampaui kemampuan mekanisme buffer tubuh, masalah

terjadi ketika konsentrasi asam laktat dan H+ melampaui kapasitas buffer tubuh dan

menurunkan pH darah. Masalah yang terjadi antara lain yaitu munculnya rasa sakit,

penurunan kerja, dan kelelahan otot. Rasa sakit terjadi karena stimulasi terhadap

ujung saraf nyeri di otot pada penumpukan ion H+. Penurunan kerja terjadi karena

pada pH rendah ion H+ akan menginaktifkan enzim yang terlibat dalam

(35)

energi menurun sehingga terjadi penurunan kerja. Kelelahan otot terjadi karena pH

rendah menghambat aktin-miosin ATPase, enzim yang bertanggungjawab memecah

ATP dan menyediakan energi untuk kontraksi otot dan ion H+ juga menganggu aksi

dan pembebasan Ca2+ yang diperlukan untuk kontraksi otot, sehingga menyebabkan

penurunan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot (Plowman dan Smith, 2003 ).

Meskipun demikian, terdapat tipe kelelahan lain dimana tidak terjadi

penumpukan asam laktat. Kita perlu mempertimbangkan sumber energi dalam

serabut otot. Adenosin Tri Posfat merupakan sumber energi universal dalam sel dan

digunakan langsung oleh crossbridge dan pompa ion, meskipun demikian ATP hanya

mampu memberikan energi untuk kontraksi maksimal selama 2-3 s. Ketika otot

kehabisan ATP, maka otot tidak dapat dapat berkontraksi dan menjadi sangat kaku

sehingga memicu kelelahan, jika terjadi terus menerus dapat menyebabkan kerusakan

otot. Untuk mengindari kehabisan ATP, otot memiliki berbagai macam sumber energi

cadangan dan sangat efektif menjaga konsentrasi ATP tidak pernah turun sekitar

20% dari level istirahat normal pada otot yang dilelahkan secara maksimal. Energi

cadangan yang paling mudah dimanfaatkan adalah fosfokreatinin yang secara

langsung mengisi kembali ATP dan suplainya berlangsung selama 10-20 menit.

Sumber lain yang penting adalah glikogen yang secara cepat dipecah secara

anaerobik Glikogen juga dapat dipecah secara aerobik tetapi lebih lama, dan

menghasilkan cukup ATP untuk kontraksi otot mendekati rata-rata 30-60 menit.

(36)

yang sangat besar tetapi sangat lamban. Ketika glikogen yang tersimpan habis, otot

harus melanjutkan pada metabolisme lemak.

Pada lari 100m dengan durasi yang pendek dan kecepatan tinggi, terkadang

terjadi kelelahan, asam laktat hanya terbentuk sedikit selama aktivitas pendek seperti

ini, sebagian besar energi didapatkan dari pemecahan posfokreatinin. Pemecahan

fosfokreatinin mengkonsumsi ion H+ sehingga berefek pH mioplasma tidak berubah

sepanjang lari. Salah satu produk pemecahan fosfokreatinin adalah ion fosfat yang

dapat menekan fungsi otot, mengurangi sensitivitas Ca2+ dari protein kontraktil (gbr.1

vii) dan kemampuan protein kontraktil untuk memproduksi tenaga (gbr.1 viii).

Akumulasi ion fosfat tersebut yang kemungkinan menyebabkan kelelahan selama lari

100 m.

Kontraksi maksimal berkelanjutan terjadi ketika mengangkat sesuatu yang

sangat berat kelelahan secara cepat terjadi dalam aktivitas seperti ini. Sebagai

tambahan aliran darah menuju otot yang aktif berhenti selama kontaraksi maksimal,

jadi tidak terdapat pasokan oksigen maupun pengangkutan metabolit atau ion.

Kelelahan berat terjadi dan otot melemah secara cepat. Kelelahan ini disebabkan

perubahan distribusi ion diatas membran sel. Setiap potensial aksi berhubungan

dengan masuknya ion Na + ke dalam sel dan keluarnya ion K+ dari sel, akibatnya ion

K+ cendrung terakumulasi diluar serabut saraf dan hasilnya adalah depolarisassi dan

ganguan aktivasi elektrik dari sel otot. Akumulasi K+ ekstraselular ini kemungkinan

menjadi besar dalam lumen tubula T dimana ion K+ hanya terdifusi lebih lambat hal

(37)

konsekuensinya adalah penurunan level Ca2+ dan penurunan aktivasi pada pusat

serabut saraf .

Pada percobaan suatu serabut otot terisolasi yang distimulasi sampai lelah

terjadi kegagalan pembebasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma, penyebab pasti belum

diketahui, hipotesis terbaru adalah bahwa retikulum sarkoplasma gagal melepaskan

Ca2+ kemungkinan karena Ca2+ dan fosfat dalam retikulum sarkoplasma melebihi

solubilitas produk Ca2+ fosfat dan mengendap, dengan demikian mengurangi Ca2+

bebas untuk dibebaskan. Mekanisme ini hanya berjalan karena fosfat pada

mioplasma naik secara substantial selama kelelahan dan dapat memasuki retikulum

sarkoplasma. Hal ini berkaitan dengan kerja yang berlangsung mendekati kapasitas

maksimum dari otot dan melibatkan jalur aerobik dan anaerobik ATP. Kegagalan

pembebasan Ca2+ juga terjadi pada saat otot kekurangan glikogen, hal ini biasa terjadi

pada pelari maraton.

Pemulihan lelah ditemukan sangat komplek, dengan komponen yang cepat

dan lambat. Komponen cepat disebabkan oleh pembalikan bentuk metabolit yang

menyebabkan lelah sebagai contoh pembersihan asam laktat dan restorasi

fosfokreatinin akan mengurangi kelebihan ion fosfat. Asam laktat akan dioksidasi

menjadi asam piruvat dan NAD+ akan akan direduksi menjadi NADH2, kemudian

digunakan kembali pada glukoneogenesis. Proses ini berlangsung cepat dan lengkap

dalam menit. Komponen yang lebih lambat mebutuhkan beberapa hari agar otot

kembali pada kapsitas normalnya. Percobaan dengan otot terisolasi memperkirakan

(38)

aksi normal, dan retikulum sarkoplasma dalam keadaan normal dimuati Ca2+ tetapi

coupling antara potensial aksi dan Ca2+ rusak, suatu dugaan adalah beberapa proses

aktivasi Ca2+ mungkin merusak protein dalam pembebasan Ca2+, hal ini biasa terjadi

pada latihan olahraga yang berlebihan (Allen dk.,2003) .

Adenosin merupakan konstituen selular normal yang diatur terutama oleh

ATP dan nukleotida lainnya. Konsentrasi adenosin dalam otot dan plasma meningkat

selama kontraksi otot. Konsentrasi adenosisn juga meningkat secara terus menerus di

otak sepanjang kelelahan dan menurun pada waktu tidur (Davis dkk, 2003).Adenosin

terbentuk secara intraselular dari ATP. Adenosin tidak berada dalam vesikel tetapi

dibebaskan dengan eksositosis terutama oleh transpor carier perantara. Konversi

sejumlah kecil ATP menghsilkan sejumlah besar adenosin. Adenosin Tri Fosfat

dikemas dalam vesikel dan dibebaskan dengan eksositosis sebagai transmiter

konvensional, tetapi juga dapat menerobos sel dalam kondisi kerusakan sel, ATP

yang terbebas secara cepat diubah menjadi adenosin. Adenosin menghasilkan efek

melalui pasangan reseptor G protrein (dengan subtype reseptor A1,A2, dan A3)

sementara ATP beraksi pada reseptor P2x dan P2y

Ada dua tipe purin reseptor yaitu reseptor P1 (subtype A1, A2 , dan A3)

reseptor ini berespon terhadap adenosin, dan jaringan pasangan reseptor G protein

(GPCRs) untuk menstimulasi atau menghambat adenilat silase, berada dibeberapa

jaringan berbeda. Reseptor P2 (subtype P2x dan P2y), masing-masing dengan

beberapa devisi selanjutnya , berespon terhadap ATP atau ADP. Efek utama adenosin

(39)

1. Vasodilatasi, termasuk pembuluh jantung (A2) kecuali pada ginjal,

dimana reseptor A1 menghasilkan vaso konstriksi: infus adenosin

menyebabkan penurunan tekanan darah.

2. Menghambat agregasi platelet (A2)

3. Menghambat konduksi arterioventricular jantung (A1) dan pengurangan

kekuatan kontraksi

4. Bronkokonstrikasi, terutama pada subjek asma, efek antiasma dari

metilxantin sebagian mencerminkan antagonisme reseptor A1

5. Pembebasan mediator dari mast sel (A3) berkontribusi pada

bronkokonstriksi

6. Menstimulasi afferent neoron terutama pada jantung (A2) adenosin

dibebaskan sebagai respon pada ischemia diduga sebagai suatu

mekanisme nyeri angina, badan carotid afferent juga distimulasi

menghasilkan reflek hiperventilasi.

7. Menghambat pembebasan transmiter pada beberapa saraf pusat dan

perifer (A1) , pada CNS adenosin mendesak aksi depresan pre- dan post

sinapsis, mengurangi aktivitas motorik, menekan pernafasan menginduksi

tidur, dan mengurangi kecemasan, semua efek berlawanan dengan efek

metilxantine.

8. Proteksi neuron pada ischemia serebral kemungkinan melalui inhibisi

(40)

metilxantin merupakan antagonisme beberapa efek adenosin, beraksi pada kedua

reseptor A1 dan A2 (Rang, Dale, Ritter, Moore, 2003).

F. Kafein

Gambar 2. Kafein (1,3,7 trimetilxantin)

Kafein termasuk dalam senyawa metilxantin. Kafein adalah serbuk putih tidak berbau, berasa pahit. Kafein diperoleh dari ekstraksi bahan alam atau melalui

sintesis kimia. Kafein dialam berupa alkaloid (Dollory, 1999). Kafein terdapat dengan

kadar tinggi dalam kopi, teh, minuman kola, permen coklat dan cocoa (Mycek,

Harvey, Champe, 1997 ).

Metilxantin dapat bekerja melalui berbagai mekanisme termasuk translokasi

kalsium, penghambatan fosfodiesterase, dan antagonis reseptor adenosin. Walaupun

konsentrasi yang diperlukan untuk memberikan aksi translokasi kalsium,

penghambatan fosfodiesterase di luar kisaran dosis farmakologis secara in vivo.

Senyawa xantin yang lain adalah teofilin yang ditemukan dalam teh dan teobromin

yang ditemukan didalam coklat. Dari ketiganya kafein dan teofilin memiliki efek N

N N

N

H3C

O

3

CH3

O

(41)

yang poten pada susunan saraf pusat, sedangkan efek teobromin relatif kecil.

Stimulan minor ini, terutama kafein dan teofilin, terbukti memiliki nilai medis,

mereka menstimulasi susunan saraf pusat, beraksi pada ginjal sebagai diuretik,

menstimulasi otot jantung dan merelaksasi otot polos. Orang yang memiliki asma

tercatat bahwa mereka bisa bernafas dengan lebih mudah setelah meminum secangkir

teh. Teofilin memiliki efek terbesar pada sistem kardiovaskular. Efek utama kafein

adalah meningkatkan kecepatan dan kejernihan dalam berfikir. Tabel I meringkas

potensi relatif efek biologis dari kafein, teofilin, dan teobromin .

Tabel I. Perbandingan potensi dari bahan aktif (xantine) dalam kopi, teh, dan coklat

Efek fisiologi xantine Urutan potensi (besar ke kecil)

Stimulan susunan saraf pusat Kafein = teofilin > teobromin Efek stimulan pada pusat pernafasan Kafein > teofilin > teobromin Meningkatkan kapasitas kerja otot Kafein > teofilin > teobromin Stimulasi otot jantung Teofilin > kafein > teobromin

Aksi diuretik Teofilin > kafein > teobromin

Relaksasi otot polos bronki Teofilin paling poten Meningkakan kecepatan metabolisme basal Kafein paling poten

(Witters, 1983)

Kisaran dari efek kafein secara akut diberikan pada dosis 300-600 mg,

termasuk stimulan susunan syaraf pusat menyebabkan penurunan rasa letih dan

meningkatkan kesiagaan mental, kenaikan tekanan darah dan cardiac output,

(42)

diuresis, kenaikan asam lemak bebas, dan pembebasan katekolamin dari medula

adrenal. Toleransi terjadi pada jantung, ginjal, dan, susunan saraf pusat pada

penggunaan kronik. Kafein diabsorbi seluruhya secara cepat setelah pemberian oral,

dengan konsentrasi puncak diantara 5 dan 90 menit. Metilxantin dimetabolisme

dalam hati dan metabolitnya kemudian dikeluarkan dalam urin. Jalur metabolsme

kafein pada orang dewasa adalah demetilasi 1, 3, dan 7 membentuk theobromin,

paraxantine, dan theofilin, produk demetilasi ini ditemukan dalam plasma setelah

pemberian kafein, ketiga produk ini akan mengalami biotransformasi lebih lanjut.

Produk metabolit primer minor termasuk 1,3,7 asam trimetilurik dan derivat urasil

(Dollory, 1999). Efek samping kafein termasuk didalamnya nyeri pencernaan, mual,

diutesis, takikardia, dan stimulasi saraf pusat (agitasi, jitteriness, tremor, dan

konvulsi). Efek samping dosis sedang menyebabkan insomnia, ansietas, dan agitasi.

Penggunaan kronik lebih dari 500 mg kafein per hari dapat menyebabkan demam

ringan yang tidak teratur, insomia, anoreksia, ansietas, dan iritasi. Pada dosis tingi

memperlihatkan toksisitas berupa mutah dan konvulsi. Dosis sekitar 10 g untuk

kafein menimbulkan aritmia jantung (Dollory, 1999; Mycek dkk., 1997).

G. Keterangan Empiris

Penelitian ini bersifat eksploratif untuk mendapatkan keterangan ada tidaknya

efek motorik infusa akar Mrica Kepyar pada mencit jantan dengan metode rotarod

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang efek motorik infusa akar Mrica Kepyar pada mencit

jantan dengan metode rotarod test merupakan jenis penelitian eksperimental murni

dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis infusa akar Mrica Kepyar yang

diberikan pada mencit jantan.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah lama jatuh pertama mencit dari

rotarod, jumlah kumulatif jatuh mencit dari rotarod selama (3x60) menit, dan

persen proteksi .

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah :

a. hewan uji mencit jantan galur Swiss Webster, umur 2-3 bulan, berat badan

20–30 g, jenis kelamin jantan.

b. bahan uji yaitu akar Mrica Kepyar. yang dipanen dari tempat tumbuh dan

pada waktu yang sama dan diperlakukan sama.

c. Proses pembuatan infusa akar Mrica Kepyar.

d. Kafein (sebagai kontrol positif) diperoleh dari laboratorium Kimia Analisis

dan Instrumental, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

(44)

4. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah keadaan fisiologis

hewan uji.

C. Definisi Operasional

1. Akar Mrica kepyar adalah simplisia yang berasal dari akar Mrica Kepyar, bagian

yang diambil adalah mulai pangkal akar sampai ujung akar.

2. Efek motorik adalah salah satu fungsi dari efek tonikum. Efek tonikum

merupakan perubahan yang terjadi karena pemberian zat tonika. Efek tonikum

memiliki berbagai fungsi seperti stimulan pusat pernafasan, stimulan otot jantung,

peningkatan kecepatan metabolisme basal, dan peningkatan kapsitas kerja otot.

Efek tonikum yang diamati pada penelitian ini dibatasi pada fungsi motorik .

3. Infusa dalam penelitian ini adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi

simplisia nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit. Pembuatan dengan

mencampur 30 g serbuk akar Mrica Kepyar dengan derajat halus yang tertentu

(lihat butir 3) dalam panci dengan 100 ml air, panaskan diatas tangas air selama

15 menit terhitung mulai suhu mencapai 900C sambil sekali-sekali diaduk.

Diserkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya

melalui ampas melalui ampas hingga diperoleh volume infusa 100 ml. Pembuatan

(45)

4. Serbuk akar Mrica Kepyar yaitu serbuk akar Mrica Kepyar yang di ayak dengan

menggunakan ayakan yang jumlah lubang setiap incinya adalah 35 diukur searah

panjang kawat.

D. Bahan Penelitian

1. Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan galur Swiss Webster, umur 2-3

bulan, berat badan 20-30 diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan

Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan uji yang digunakan adalah akar Mrica Kepyar yang diperoleh dari CV

Indmira, Kaliurang Yogyakarta.

3. Kontrol negatif yang digunakan adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium

Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

4. Kontrol positif yang yang digunakan adalah kafein (Brataco Chemica, No batch.

J185/00) kualitas farmasetis diperoleh dari laboratorium Kimia Analisis dan

Instrumental, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

E. Alat Penelitian

1. Pisau berbahan stainlesstel, talenan kayu, penggaris, baki berpori.

2. Tampah dan kain hitam.

3. Oven (Memmert)

(46)

5. Ayakan

6. Peralatan infusa yaitu panci infusa, termometer (YENACO 0C), pengaduk,

pengaduk, penangas listrik (Maspion), kain flanel, beker glass 100 ml (Pyrex),

sendok.

7. Neraca g/mg balance (Mettler PM 4600 Deltarange ), Neraca analitik (Mettler

Toledo AB 204)

8. Rotarod dengan kecepatan putar 11 kali putar per menit dengan diameter 3 cm

panjang 32,5 cm yang disekat menjadi 5 bagian.

9. Spuit injeksi peroral ukuran 1 ml (Terumo)

10.Stopwatch (Alba).

11.Kamera digital (Canon).

F. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman Mrica Kepyar dilakukan di Laboratorium Kebun

Obat, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

2. Pengumpulan dan pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia akar Mrica Kepyar adalah dengan memanen akar

tanaman Mrica Kepyar dari CV Indmira, Kaliurang, Yogyakarta pada usia 9

bulan, pada bulan Juli, pada waktu pagi hari. Bahan uji yang diperoleh disortasi

dari bagian yang rusak dan pengotor (tanah), kemudian dicuci dengan air bersih

(47)

kemudian dirajang ± 3 mm, dan dikeringkan dengan tidak terkena sinar matahari

langsung. Bahan uji yang cukup kering dimasukkan dalam oven pada suhu ±

50°C hingga benar- benar kering, yaitu bisa dipatahkan dengan tangan. Simplisia

kering diserbuk dengan mesin penyerbuk dan diayak dengan ayakan yang sesuai.

3. Penyiapan hewan uji

Hewan uji mencit jantan galur Swiss Webstar, usia 2-3 bulan, berat-badan

20-30 g diperoleh dari laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi,

Universitas Sanata Dharma. Mencit sebanyak 42 ekor dikelompokan secara acak

menjadi 6 kelompok.

4. Pembuatan sediaan

a. Larutan kafein 0.11 % b/v sebanyak 50 ml , dibuat dengan melarutkan 0.0550

g kafein dalam aquadest sampai 50 ml

b. Larutan kafein 0.13 % b/v sebanyak 50 ml , dibuat dengan melarutkan 0.0650

g kafein dalam aquadest sampai 50 ml

c. Larutan kafein 0.16 % b/v sebanyak 50 ml , dibuat dengan melarutkan 0.0800

g kafein dalam aquadest sampai 50 ml

d. Larutan kafein 0.19 % b/v sebanyak 50 ml , dibuat dengan melarutkan 0.0950

g kafein dalam aquadest sampai 50

e. Larutan kafein 0.23 % b/v sebanyak 50 ml , dibuat dengan melarutkan 0.0115

g kafein dalam aquadest sampai 50 ml

f. Infusa dibuat dengan menimbang 30 g serbuk akar Mrica Kepyar dan

(48)

sampai 900C, setelah 15 menit dari suhu 900C disaring dengan kain flanel

tanpa diperas. Volume yang dibuat adalah 100 ml jika terjadi kekurangan

volume, tambahkan aquadest panas melalui ampas pada kain flanel hingga

diperoleh volume 100 ml. Kadar yang diharapkan adalah 30% b/v.

5. Penentuan dosis Kafein

Dalam penelitian ini, kafein digunakan sebagai kontrol positif. Dosis

terapi kafein adalah 300-600 mg untuk manusia 70 kg (Dollery, 1999).

Konversi dosis ke mencit dengan berat badan 20 g dengan faktor konversi

manusia dengan berat badan 70 kg ke mencit 20 g adalah 0,0026 (Anonim,

2005)

Dosis = (300-600) mg x 0,0026

= (0.78-1.56) mg / 20 gBB

= (39-78) mg/KgBB

selanjutnya peringkat dosis ditentukan dengan cara mengalikan dosis dengan

faktor pengali, yang diperoleh berdasarkan rumus berikut

(1)

1 −

=

n

SD

LD

F

Keterangan :

F = increment factor n = jumlah peringkat dosis

LD = Large Dose ( dosis tertinggi) SD = Small Dose (dosis terendah)

1 5

39

− =

(49)

Diperoleh

F = 1.19

Dosis kafein yang diujikan yaitu 39 mg/KgBB, 46,41 mg/KgBB, 55,23

mg/KgBB, 65,72 mg/KgBB, dan 78,20 mg/KgBB.

7. Penentuan rentang waktu setelah pemberian kafein

Rentang waktu setelah pemberian kafein ditentukan untuk mengetahui

rentang waktu pemberian dimana senyawa uji telah terabsorbsi dengan

optimal sehingga dapat segera menimbulkan efek. Penentuan rentang waktu

aetelah pemberian kafein dilakukan dengan menggunakan kafein dosis 65,72

mg/KgBB yang memberikan rata-rata waktu pertama jatuh paling besar dan

jumlah kumulatif jatuh mencit dari rotarod paling kecil, dengan variasi selang

waktu yaitu 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Dari keempat selang

waktu tersebut dicari selang waktu yang dapat memberikan waktu pertama

jatuh mencit dari rotarod paling besar dan rata-rata jumlah kumulatif jatuh

mencit dari rotarod selama (3x60) menit paling sedikit. 8. Penentuan dosis infusa akar Mrica Kepyar

Dari literatur diperoleh penggunaan akar Mrica Kepyar

dimasyarakat di Indonesia adalah 30 g akar segar (Anonim,1999),

dikonversikan ke manusia berat badan 70 kg : 30 50x 70

mg = 38,18 g akar

(50)

Konversi dosis ke mencit dengan berat badan 20 g dengan factor

konversi manusia dengan berat badan 70 kg ke mencit 20 g adalah 0,0026

(Anonim, 2005) :

Dosis = 38.18 g x 0.0026

= 0.09927 g/20 g BB

Penyusutan berat simplisia setelah pengeringan dan adalah 11%

Penyusutan = 11/100 x 0.09927 g

= 0.01092 g

Berat serbuk yang diperlukan

(0.09927 - 0.01092) g = 0.08835 g/20gBB

Dosis yang diperoleh yaitu 4.42 g/KgBB, digunakan sebagai dosis terendah.

Konsentrasi infusa akar Mrica Kepyar yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah 30%. Volume pemberian minimal untuk mencit 30 g

diperoleh dengan rumus

)

selanjutnya peringkat dosis ditentukan dengan cara mengalikan volume

pemberian dengan faktor pengali, yang diperoleh berdasarkan rumus (1)

dengan LD volume tertinggi (1ml yaitu volume pemberian maksimum pada

(51)

1 4

44 . 0

00 , 1

− =

F = 1.31

Volume pemberian infusa yang diujikan adalah adalah 0,44 ml, 0,58 ml,

0,76 ml, 0,99 ml untuk mencit 30 g.

9. Penentuan rentang waktu setelah pemberian infusa akar Mrica Kepyar

Rentang waktu setelah pemberian infusa ditentukan untuk

mengetahui rentang waktu pemberian dimana senyawa uji telah terabsorbsi

dengan optimal sehingga dapat segera menimbulkan efek. Penentuan

rentang waktu setelah pemberian infusa dilakukan dengan menggunakan

infusa dengan volume pemberian 0,76 ml/30gBB yang memberikan jumlah

kumulatif jatuh mencit dari rotarod selama (3x60) menit paling sedikit,

dengan variasi selang waktu yaitu 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60

menit. Dari keempat selang waktu tersebut dicari selang waktu yang dapat

memberikan waktu pertama jatuh mencit dari rotarod paling besar dan

rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit dari rotarod paling kecil.

10. Pengujian efek motorik

Hewan uji diadaptasi terlebih dahulu selama 4 hari setiap hari selama

5 menit di atas rotarod. Pemberian larutan uji dilakukan selama 4 hari. Pada

hari ke 4, mencit diadaptasikan selama 5 menit diatas rotarod dan diberi

larutan uji secara oral, didiamkan ± 15 menit agar larutan diabsorbsi,

(52)

uji sebelumnya sudah dipuasakan 1x 24 jam. Pengambilan data berupa waktu

pertama jatuh mencit, jumlah jatuh kumulatif mencit selama 3x60 menit.

11. Penentuan Efek Motorik

Efek motorik dihitung dengan menggunakan persamaan Handershot

dan Forsaith, yaitu:

% Proteksi = 100 – [(P/K) x 100%] (2)

Keterangan:

P = rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit kelompok perlakuan

K = rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit kelompok kontrol negatif.

12. Analisis Hasil

Data yang dikumpulkan untuk uji efek motorik infusa akar Mrica

Kepyar adalah waktu jatuh pertama dan rata-rata jumlah kumulatif jatuh

mencit dari rotarod selama 3x60 menit. Data dianalisis dengan

Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Analisis dilanjutkan dengan analisis

variansi satu arah dengan taraf kepercayaan 95% atau yang sesuai untuk

mengetahui apakah terdapat perbedaan antar kelompok. Selanjutnya

dilakukan Post Hoct test untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau

(53)

BAB IV PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di laboratorium Kebun Obat, Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma secara makroskopik. Determinasi dilakukan

dengan cara membandingkan ciri-ciri morfologi tanaman Mrica Kepyar yang

digunakan dengan acuan yang ada. Acuan yang digunakan yaitu buku Inventaris

Tanaman Obat Indonesia edisi V dan situs Classification for Kingdom Plantae Down

to Species Phytolacca americana L. http://plants.usda.gov/java/Plants Profile for

Phytolacca americana (American pokeweed). Hasil menunjukkan bahwa tanaman

yang digunakan dalam penelitian adalah Phytolacca americana L. (Anonim, 1999;

Anonim, 2006a).

B. Pengumpulan dan Pembuatan Simplisia

Tanaman Mrica kepyar yang dipanen akarnya merupakan tanaman budidaya,

sehingga keseragaman umur saat panen, lingkungan tempat tumbuh, dan jenis dapat

ditentukan sehingga diperoleh mutu simplisia yang seragam. Akar Mrica Kepyar

yang diperoleh disortasi dari bagian yang rusak, pengotor (tanah) dan dicuci dengan

air bersih yang mengalir. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam

jumlah tinggi, pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi

jumlah mikroba awal. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor

lain yang melekat pada bahan simplisia. Bahan simplisia kemudian ditiriskan dan

(54)

dirajang, perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah dan

mempercepat proses pengeringan, penyimpanan, dan penyerbukan. Perajangan

dilakukan dengan pisau dari bahan stainlesstell dengan ketebalan ± 3 mm. Alat dari

logam dihindari karena diperkirakan akan merusak senyawa aktif seperti fenol,

glikosida, dsb. Bahan simplisia diiris denga ketebalan ± 3 mm, untuk menghindari

terjadinya face hardening pada saat pengeringan, yakni bagian luar masih kering,

tetapi bagian dalam masih basah, hal ini disebabkan penguapan bahan di permukaan

air jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan, sehingga permukaan

bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutanya. Face hardening

dapat terjadi karena irisan bahan simplisia yang terlalu tebal dan dapat

mengakibatkan kebusukan simplisia, jika irisan terlalu tipis dapat mengakibatkan

berkurang atau hilangnya zat berkasiat akibat penguapan pada pengeringan. Bahan

simplisia kemudian dikeringkan dengan tidak terkena sinar matahari langsung. Bahan

uji yang cukup kering dimasukkan dalam oven pada suhu ± 50°C hingga benar-benar

kering, yaitu bisa dipatahkan dengan tangan. Pengeringan dilakukan untuk

mengurangi kadar air dalam simplisia sehingga didapatkan simplisia yang tidak

mudah rusak dan dapat disimpan dalam waktu lebih lama. Air yang masih tersisa

dalam simplisia dapat memfasilitasi enzim tertentu dalam sel bekerja menguraikan

senyawa aktif sesaat setelah sel mati, selain itu dapat memicu tumbuhnya kapang dan

jasad renik lainnya sehingga dapat menurunkan mutu simplisia, dengan mengurangi

kadar air dapat menghentikan reaksi enzimatik pada bahan simplisia. Bahan simplisia

(55)

melebihi 60°C , pada penelitian ini dipilih suhu pengeringan 50°C. Simplisia kering

diserbuk dengan mesin penyerbuk dan diayak dengan yang di ayak dengan

menggunakan ayakan yang jumlah lubang setiap incinya adalah 35 diukur searah

panjang kawat. Penyerbukan dilakukan untuk memperluas permukaan yang

bersentuhan dengan larutan penyari, sehingga proses penyarian berjalan optimal.

Penyarian merupakan peristiwa pemidahan massa, zat aktif yang semula berada

dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan

penyari tersebut. Semakin kasar serbuk simplisia semakin semakin panjang jarak

yang ditempuh untuk memindahkan zat aktif sehingga zat aktif yang tertinggal dalm

sel semakin banyak. Penyerbukan yang terlalu halus akan menyebabkan banyak

dinding sel pecah sehingga menyebabkan zat yang tidak diinginkan terikut dalam

penyrian, oleh karena itu diperlukan derajat halus yang tepat untuk memperoleh hasil

penyarian yang baik. Menurut materia medika pembuatan serbuk untuk percobaan

laboratorium keculi dinyatakan lain seluruh simplisia harus diayak menjadi serbuk

4/18. Jenis pengayak dinyatakan dengan nomor yang menunjukan jumlah lubang tiap

cm dihitung searah panjng kawat. Pada penelitian ini serbuk di ayak dengan

menggunakan ayakan yang jumlah lubang setiap incinya adalah 35 diukur searah

panjang kawat.

C. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang dipilih adalah mencit jantan galur Swiss Webstar, usia 2-3

(56)

Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma. Pada penelitian ini

digunakan mencit dengan galur Swiss Webster karena karakternya yang lebih mudah

beradaptasi dan tidak mudah stress dibandingkan dengan BAPSI. Mencit sebanyak

42 ekor dikelompokan secara acak menjadi 6 kelompok. Setelah dikelompokan,

mencit diadaptasikan dalam kandang yang baru selama 3 hari, setelah itu

diadaptasikan diatas rotarod 5 menit setiap hari selama 4 hari, dengan tujuan

membiasakan mencit diatas rotarod, sehingga pada saat perlakuan jumlah jatuh yang

dihitung adalah karena lelah bukan karena faktor tidak terbiasa pada mencit. Mencit

dipuasakan sehari, setelah itu baru diberi perlakuan. Mencit dipuasakan dengan

tujuan menghidari interaksi sediaan uji dengan makanan pada pencernakaan mencit,

yang dapat mempengaruhi efek yang dihasilkan .

D. Pembuatan Sediaan

Larutan kafein dibuat dengan melarutkan serbuk kafein dengan aquadest

dingin, karena kafein mudah larut dalam aquadest. Pada penentuan dosis kafein ,

dibuat 5 konsentrasi larutan kafein yaitu 4 0.11 % b/v, dibuat dengan melarutkan

0.0550 g kafein dalam aquadest sampai 50 ml, 0.13 % b/v, dibuat dengan melarutkan

0.0650 g kafein dalam aquadest sampai 50 ml, 0.16 % b/v dibuat dengan melarutkan

0.0800 g kafein dalam aquadest sampai 50 ml, 0.19 % b/ , dibuat dengan melarutkan

0.0950 g kafein dalam aquadest sampai 50, dan 0.23 % b/v, dibuat dengan melarutkan

(57)

Infusa dibuat dengan menimbang 30 g serbuk akar Mrica Kepyar, serbuk

kemudian dibasahi dengan aquadest dengan volume 100 ml. Pembasahan serbuk

bertujuan untuk memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari

untuk memasuki pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian.

Serbuk akar yang telah ditambahkan aquadset kemudian dipanaskan sampai 900C,

setelah 15 menit dari suhu 900C disaring dengan kain flanel tanpa diperas. Penyarian

dilakukan saat bahan masih saat cairan masih panas dan tidak diperas karena

mengandung lendir. Volume yang dibuat adalah 100 ml jika terjadi kekurangan

volume, ditambahkan aquadest panas melalui ampas pada kain flanel hingga

diperoleh volume 100 ml. Kadar infusa pada umumnya adalah 10 %b/v , tetapi pada

penelitian ini dibuat simplisia dengan kadar 30% b/v. Pemberian pada mencit secara

per oral terbatas pada volume maksimum pemberian 1 ml untuk mencit 30 g, untuk

memperoleh dosis tertendah yang harus diberikan pada mencit yaitu 4.42 g/ KgBB

dengan kadar infusa 10% akan melebihi batas pemberian maksimal sehingga kadar

infusa yang dibuat adalah 30 % b/v .

E. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis kafein

Penentuan dosis kafein dilakukan untuk menetapkan dosis kafein yang

dapat memberikan efek motorik yaitu dosis kafein yang memberikan rata-rata

waktu jatuh pertama mencit dari rotarod dan proteksi paling besar dan rata-rata

(58)

diberikan 5 variasi dosis kafein pada 5 kelompok masing-masing terdiri dari 7 ekor

mencit jantan, yaitu dosis 39 mg/KgBB, 46,41 mg/KgBB, 55,23 mg/KgBB, 65,72

mg/KgBB, dan 78,20 mg/KgBB. Pemberian kafein dilakukan secara per oral.

Rata-rata waktu jatuh pertama mencit dari rotarod pada penentuan dosis kafein dapat

dilihat pada tabel II dan disajikan dalam bentuk diagram batang pada gambar 3.

Tabel II.Rata-rata waktu jatuh pertama mencit dari rotarod pada penentuan dosis kafein

Keterangan:

Kelompok uji Subyek

uji

Waktu jatuh pertama dalam detik

(X±SE) Kafein dosis 39,00 mg/KgBB 7 6299,86 ± 1592,359 Kafein dosis 46,41 mg/KgBB 7 7028,71 ± 1532,930 Kafein dosis 55,23 mg/KgBB 7 5928,00 ± 1437,013 Kafein dosis 65,72 mg/KgBB 7 9086,43 ± 1235,839 Kafein dosis 78,20 mg/KgBB 7 5354,71 ± 1553,866

X = mean (rata-rata)

SE = standard eror ( (SD√n)

Error Bars show Mean +/- 1.0 SE

kafein 39.00 mg/KgBB

kafein 46.41 mg/KgBB

kafein 55.23mg/KgBB

kafein 65.72mg/KgBB

kafein 78.20 mg/KgBB

kelompok

6299.86 7028.71 5928.00 9086.43 5354.71

(59)

Untuk melihat adanya perbedaan rata-rata waktu jatuh pertama mencit pada

kelima kelompok tersebut dilakukan analisis variansi satu arah dengan taraf

kepercayaan 95%. Hasil analisis variansi satu arah rata-rata waktu jatuh pertama

mencit dari rotarod pada penentuan dosis kafein disajikan pada tabel III.

Tabel III. Hasil analisis variansi satu arah rata-rata waktu jatuh pertama mencit pada penentuan dosis kafein

Sumber variansi

Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Rata-rata Kuadrat

F hitung

Probrabilitas

Antar kelompok

58528177 4 14632044,31 0,960 0,444

Dalam kelompok

4,57 x 108 30 15249198,58

Berdasarkan hasil analisis variansi satu arah pada tabel III diperoleh

probabilitasnya adalah 0,444 (>0,05), hal ini menunjukkan bahwa rata-rata waktu

jatuh pertama mencit pada kelima kelompok dosis tersebut tidak terdapat

perbedaan.

Rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit dari rotarod selama (3x60) menit

dan persen proteksi pada penentuan dosis kafein ditunjukkan pada tabel IV .

Rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit dari rotarod selama (3x60) menit dan persen

proteksi pada penentuan dosis kafein juga disajikan dalam bentuk diagram pada

(60)

Tabel IV. Rata-rata jumlah jatuh kumulatif mencit dari rotarod selama (3x60)menit dan persen proteksi pada penentuan dosis kafein

Kelompok uji Subyek uji

jumlah kumulatif jatuh selama (3x60) menit

(X±SE)

Persen proteksi ( X±SE)

Kafein dosis 39,00 mg/KgBB 7 1,6±0,649 72,4± 11,400

Kafein dosis 46,41 mg/KgBB 7 3,0 ±1,464 47,4± 25,680

Error Bars show Mean +/- 1.0 SE

kafein 39.00 mg/KgBB

kafein 46.41 mg/KgBB

kafein 55.23mg/KgBB

kafein 65.72mg/KgBB

kafein 78.20 mg/KgBB

kelompok

Error Bars show Mean +/- 1.0 SE

kafein 39.00 mg/KgBB

kafein 46.41 mg/KgBB

kafein 55.23mg/KgBB

kafein 65.72mg/KgBB

kafein 78.20 mg/KgBB

kelompok

72.4 47.4 72.4 90.0 19.8

(a) (b)

Gambar 4. (a) Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif jatuh pertama mencit selama (3x60) menit pada penentuan dosis kafein

(61)

Untuk melihat adanya perbedaan rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit

selama (3x60) menit dan persen proteksi pada kelima kelompok dosis dilakukan

analisis n sampel bebas (uji Kruskal-Wallis), tidak digunakan analisis variansi satu

arah karena distribusai data tidak normal. Hasil analisis Kruskal-Wallis jumlah

kumulatif jatuh mencit dari rotarod selama (3x60) menit dan persen proteksi pada

penentuan dosis kafein disajikan pada tabel V.

Tabel V. Hasil analisis Kruskal-Wallis rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit selama (3x60) menit dan persen proteksi pada penentuan dosis kafein

jumlah kumulatif jatuh (3x60) menit

% proteksi

Chi –Square 4,889 4,889

Derajat bebas 4 4

Probrabilitas 0,299 0,299

Berdasarkan hasil analisis Kruskal-Wallis pada tabel V diperoleh

probabilitas pada data rata-rata jumlah kumulatif jatuh menit adalah 0,299 (>0,05)

dan persen proteksi adalah 0,299 (>0,05), hal ini menunjukkan bahwa rata-rata

jumlah kumulatif jatuh mencit selama (3x60) menit dan persen proteksi pada

kelima kelompok dosis tersebut tidak terdapat perbedaan, tetapi dapat dilihat dari

gambar 3 dan 4 dosis kafein 65,72 mg/KgBB memberikan rata-rata waktu jatuh

pertama mencit dari rotarod dan persen proteksi paling besar dan rata-rata jumlah

jatuh kumulatif mencit dari rotarod selama (3x60) menit paling kecil, sehingga

(62)

Kafein dapat mengurangi kelelahan pada fungsi motorik mencit karena

kafein merupakan antagonis reseptor adenosin. Adenosin menghasilkan efek

melalui pasangan reseptor G protein dengan subtype reseptor A1, A2, dan A3.

Efek adenosin pada reseptor A1 salah satunya adalah mendesak aksi depresan,

mengurangi aktivitas motorik, menekan pernafasan, menginduksi tidur, dan

mengurangi kecemasan. Semua efek tersebut berlawanan dengan efek metilxantin.

Target untuk protein G adalah adenilat silase enzim yang bertanggung

jawab terhadap pembentukan cAMP (siklik 3’5’ adenosin monofosfat), fosfolipase

C yaitu enzim yang bertanggung jawab terhadap pembentukan inositol fosfat, dan

kanal ion.

Siklik 3’5’ adenosin monofosfat (cAMP) adalah mediator intraseluler.

Siklik 3’5’ adenosin monofosfat disintesis didalam sel dari ATP dibantu adenilat

silase, cAMP di inaktivasi oleh enzim fosfodiestrase dengan dihidrolisis menjadi 5

AMP. Siklik 3’5’ adenosin monofosfat akan mengaktivasi protein kinase. Protein

kinase akan mengakativasi enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme lemak

dan glikogen di hati. Protein kinase akan mengaktifkan lipase sehingga terjadi

peningkatan pemecahan lemak, menginaktifkan glikogen sintesase sehingga

mengurangi sintesis glikogen, dan mengaktifkan phosforilkinase yang

mengakibatkan kenaikan pemecahan glikogen menjadi glukosa. Proses ini

mengubah energi cadangan (lemak dan glikogen) menjadi glukosa sebagai sumber

energi kontraksi otot. Metilxantin bekerja dengan menghambat enzim

Gambar

Tabel I Perbandingan potensi dari bahan aktif (xantine) dalam kopi,
Tabel IX Hasil analisis variansi satu arah rata-rata jumlah kumulatif
Tabel waktu pertama jatuh , jumlah kumulatif jatuh mencit
Gambar 10.  a Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif jatuh mencit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu hal yang mempengaruhi fragmentasi batuan hasil peledakan adalah

Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter

Syéh Abdul Qodir Jailani ogé bisa disungsi. Dina téks jeung kontéks manakiban Syéh Abdul Qodir Jailani d i antarana bisa dima’naan tanda indéks.. ngaran SAQ, tawassul,

Modul File memungkinkan pengajar untuk memasukkan materi ajar dalam bentuk file dokumen seperti word, power point, atau pdf.. File tersebut diunduh oleh siswa dan dibaca

Mesin voting akan mengirimkan identitas mesin, data hasil pemilihan, dan juga nilai random kepada Central Tabulating Facility (CTF) yang didapatkan dari

Sebuah index space juga dapat ditentukan pada storage group, dan index space bisa ditentukan pada storage group yang sama atau tidak sesuai dengan tabel yang

(jadi, aku tidak dapat menerima telepon itu), sementara Oke! yang diucapkan oleh 1) dapat ditafsirkan sebagai bentuk pendek dari kalimat seperti Oke! Kalau begitu biar

Dari hasil pengukuran terlihat bahwa nilai rata - rata throughput yang dihasilkan saat paket data dikirimkan menjadi semakin berkurang, dengan kondisi background