• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Penilaian Kinerja IUPHHK

Keputusan Menteri Kehutanan 149/Kpts-II/2003, menyebutkan bahwa penilaian terhadap pemegang IUPHHK dimaksudkan untuk mengevaluasi ketaatannya terhadap peraturan perundangan yang berlaku dalam usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam mencapai pengelolaan hutan lestari. Adapun penilaiannya dilakukan oleh kelompok kerja yang dibentuk oleh Menteri, informasi-informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian tersebut didapatkan dari presentasi perusahaan dihadapan kelompok kerja yang dihadiri oleh direksi dan komisaris perusahaan. Mekanisme yang diatur dalam keputusan Menteri ini juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki informasi guna menilai ketaatan perusahaan, informasi yang diperlukan hanya didapatkan dari perusahaan yang akan dievaluasi.

Sedangkan keputusan Menteri Kehutanan no. 280/Kpts-II/2003, menyebutkan bahwa tujuan penilaian kinerja usaha pemanfaatan hasil hutan adalah untuk melakukan pembinaan dan sebagai sarana untuk mendapatkan bahan pertimbangan pengambilan keputusan atas perpanjangan dan persetujuan pemberian IUPHHK. Penilaian ini dilakukan dengan mengacu pada kriteria dan indikator pengelolaan hutan secara lestari pada unit manajemen sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri Kehutanan nomor 4795/Kpts-II/2002. Peraturan ini menunjukkan dua hal penting yaitu, pertama pemerintah tidak memiliki perangkat mekanisme yang

menyatu (build in mechanisme) yang dapat menyediakan informasi secara reguler atas kinerja pengelolaan hutan, hal ini memperkuat penjelasan pada bagian-bagian terdahulu bahwa kemampuan pemerintah dalam penguasaan informasi tentang hutan dan pelaksanaan perjanjian kontrak adalah lemah. Kedua mengingat bahwa obyek yang dinilai adalah entitas perusahaan penerima IUPHHK dan kriteria penilaian yang digunakan adalah kriteria dan indikator PHL maka pemerintah memandang, pihak yang dianggap bertanggung jawab mengelola hutan adalah perusahaan IUPHHK. Hal yang kedua ini mengonfirmasi bahwa pemerintah tidak membedakan kedudukan perusahaan sebagai pengguna (pemanfaat) dengan kedudukannya sebagai pengelola.

Berdasarkan kepada pernyataan tujuan dari dua peraturan tersebut dapat dipahami bahwa evaluasi dan penilaian kinerja perusahaan penerima IUPHHK adalah untuk mengetahui praktek-praktek pengelolaan hutan lestari. Mengingat bahwa pilihan teknik pengelolaan dan pemanfaatan hutan dibuat dalam bentuk peraturan, maka praktek pengelolaan dan pemanfaatan hutan adalah bentuk aktualisasi peraturan. Dengan demikian sesuai dengan pernyataan tujuan pada peraturan yang pertama, tujuan dari evaluasi dan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui tingkat ketaatan perusahaan dalam rangka pelolaan hutan secara lestari.

Peraturan penilaian kinerja mengatur bahwa kegiatan penilaian kinerja dilakukan oleh Lembaga Penilai Independen yang telah lulus kualifikasi di Departemen Kehutanan. Penilaian kinerja ini dilakukan secara periodik yaitu setiap kurun waktu tiga tahun. Diatur pula bahwa biaya penilaian yang pertama kali pada setiap perusahaan ditanggung oleh pemerintah, namun biaya penilaian periode kedua dan seterusnya dibebankan pada anggaran perusahaan yang bersangkutan.

Jika diperhatikan tujuan dari penilaian kinerja, dapat dimaknai bahwa kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah yaitu sebagai evaluasi ketaatan pelaksanaan peraturan perundangan dan sebagai bahan pengambilan keputusan perpanjangan dan pemberian IUPHHK. Dengan mengatur bahwa biaya penilaian tahap kedua dan seterusnya menjadi beban perusahaan, maka pemerintah telah melakukan perversi kekuasaan yaitu mengambil keuntungan atas beban pihak lain, disamping itu juga menciptakan konflik kepentingan.

Proses penilaian yang dilakukan oleh Lembaga Penilai dilakukan melalui beberapa tahapan, pertama menetapkan nilai penting dari setiap indikator, penetapkan tingkat penting indikator pada prinsipnya adalah dengan memperhatikan perkembangan dan perubahan-perubahan faktor-faktor internal dan eksternal untuk mendapatkan issue penting yang actual berkaitan dengan pencapaian pengelolaan hutan lestari. Nilai penting diberikan berdasarkan hasil penilaian tingkat sensitifitas (kerawanan) unit manajemen berdasarkan konteks baku atau kondisi yang bersifat normal. Konteks baku ditunjukkan oleh tipologi akhir yang aman yang dihadapi oleh IUPHHK dengan pengalaman lebih dari lima tahun. Suatu indikator dianggap penting apabila obyek yang dinilai memerlukan perbedaan perhatian, konsekwensi penilaian khusus, derajad substansi yang lebih tajam dan makna penilaian yang lebih tinggi. Sebaliknya tidak penting apabila tidak memerlukan hal tersebut diatas.

Dengan demikian nilai akhir yang didapatkan oleh suatu perusahaan adalah gambaran tentang perilakunya dalam menempatkan skala prioritas orientasinya pada pencapaian pengelolaan hutan lestari. Jika perusahaan mendapatkan nilai baik untuk semua indikator, berarti perusahaan tersebut telah dapat menempatkan kepentingan

PHL sebagai prioritas kegiatan, dan sebaliknya jika nilai akhir buruk maka PHL bukan menjadi prioritasnya. Kemampuan memilih prioritas ini juga mencerminkan komitmennya terhadap praktek PHL, yang dilaksanakan berdasarkan aturan main.

Ke dua berdasarkan nilai penting tersebut ditetapkan indikator-indikator fokus, yaitu indikator yang dianggap mempunyai peran penting dalam mencapai pengelolaan hutan lestari. Selanjutnya pada setiap indikator ditetapkan beberapa verifier, yaitu variabel-variabel yang diverifikasi dilapangan. Verifikasi tersebut dilakukan dengan cara membandingkan ketentuan atau standard yang berlaku dengan realisasi dilapangan, verifikasi juga dilakukan dengan membandingkan dokumen perencanaan dengan realisasinya di lapangan. Hasil verifikasi ini kemudian diklasifikasikan kedalam nilai baik, sedang dan buruk, dengan kriteria klasifikasi sebagaimana tersaji pada lampiran 7. Nilai-nilai verifyer ini dapat menggambarkan tingkat ketaatan perusahaan dalam melaksanakan peraturan.

Bobot tertimbang dari nilai penting, dan nilai verifyer pada indikator fokus merupakan nilai dari setiap indikator. Berdasarkan nilai tersebut kemudian dilakukan perhitungan klasifikasi nilai akhir dengan formula sebagai berikut :

Total Nilai Penting = A

Nilai Akhir Maksimum (X) = A x B, dimana B nilai bobot verifyer tertinggi Nilai Akhri Minimum (Y) = A x C, dimana C nilai bobot verifyer terrendah Range ( R ) = X-Y

Hasil Nilai Akhir = Z

Predikat Kinerja dilakukan dengan membandingkan posisi nilai Z terhadap hasil perhitungan berikut ini :

Tabel 26. Kriteria Predikat Nilai Akhir

Perhitungan Perdikat Kinerja

> 90 % x R Sangat baik

75% x R s/d 89,9% x R Baik

66% x R s/d 74,9 x R Sedang

50% x R s/d 65,9 x R Buruk

< 50% x R Sangat Buruk

Berdasarkan mekanisme tersebut diatas, hasil penilaian kinerja perusahaan IUPHHK pada tingkat unit manajemen ini tidak merefleksikan kinerja dalam mencapai pengelolaan hutan lestari karena beberapa alasan sebagai berikut :

Pertama, variabel-variabel yang diukur adalah berupa tingkat ketaatan perusahaan dalam melaksanakan peraturan, oleh karena itu yang dapat digambarkan dari hasil penilaian ini adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan. Selain itu dapat digambarkan kecenderungan perilaku perusahaan dalam memilih prioritas tindakan yang dilakukan dalam kaitannya dengan praktek PHL.

Kedua, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan PHL dibuat dengan asumsi bahwa jika peraturan ini dilaksanakan dapat menjamin terjadinya praktek pengelolaan hutan lestari. Sampai dengan saat ini asumsi ini belum teruji kebenarannya, selama 40 tahun sejarah dimulainya pengusahaan hutan alam belum ditemukan adanya perusahaan yang terbukti dapat mengelola hutannya secara lestari sebagai akibat dari pelaksanaan peraturan. Terdapat kemungkinan bahwa meskipun peraturan diterapkan secara penuh disiplin namun tidak menghasilkan kinerja berupa hutan produksi lestari, sebaliknya dapat pula terjadi bahwa meskipun tidak melaksanakannya secara penuh namun menghasilkan kinerja pengelolaan hutan lestari.

Dokumen terkait