• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komponen pertama dari mekanisme sistem kelembagaan adalah pengembangan sebuah ketentuan hukum baru, yakni sebuah perundang-undangan. Perundang-undangan akan mencantumkan persyaratan bagi pemerintah pusat untuk mengembangkan pedoman bagi pengelolaan pulau-pulau kecil terluar di perbatasan negara. Perundangan juga akan menciptakan sebuah kerangka kerja bagi pemerintah kabupaten/kota dan rakyatnya untuk mengelola sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan cara yang bermanfaat bagi seluruh bangsa, serta bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Kesemuanya itu dapat dilaksanakan dalam sebuah proses yang terpadu.

Kerangka kerja ini akan dikembangkan pada semua tingkatan pemerintahan, dalam suatu rangkaian bertingkat, dan akan mempengaruhi tiap keputusan yang akan dibuat. Secara khusus, pemerintah pusat akan mengembangkan pedoman untuk membantu pemerintah daerah. Pedoman ini

akan mencantumkan proses-proses pengembangan program untuk memastikan adanya keterlibatan publik, keterbukaan dan pertanggung-jawaban. Pedoman tersebut juga akan memasukkan kriteria untuk memastikan keabsahan ilmu yang digunakan dan pemanfaatan informasi; standar pengelolaan untuk memastikan keseimbangan dan kesinambungan pendayagunaan sumber daya pesisir. Jika perlu, provinsi dan kabupaten/kota dapat mengembangkan program-program yang sejalan dengan pedoman tersebut. Apabila pemerintah pusat setuju, bantuan dapat dihibahkan kepada pemerintah daerah yang melaksanakan program-program tersebut.

Kementerian Kelautan dan Perikanan akan menyusun standar-standar, kriteria, dan pedoman umum bagi pengelolaan pulau-pulau kecil terluar untuk pemerintah daerah, terutama kabupaten/kota. Langkah selanjutnya, kabupaten/kota bebas untuk memutuskan apakah ingin menyusun suatu program yang konsisten dengan standar-standar, kriteria, dan petunjuk umum yang disediakan oleh pemerintah pusat. Kabupaten/kota dapat mencari bantuan keuangan dan teknis untuk hal tersebut. Selanjutnya kabupaten/kota dapat menyusun sebuah program dengan bekerjasama dengan semua stakeholders, termasuk desa-desa, dan dengan dukungan dari pemerintah provinsi. Kabupaten/kota selanjutnya mengajukan program tersebut kepada pemerintah pusat untuk dikaji dan apabila pemerintah pusat menyetujui programnya, kabupaten/kota tersebut berhak atas sejumlah manfaat, termasuk bantuan pembiayaan dan teknis.

Diperlukan Undang-Undang baru untuk mengelola dan melindungi sumberdaya pesisir pulau-pulau kecil terluar di perbatasan negara. Hukum ini akan bersifat lintas-sektoral dan mencakup semua sektor yang mempengaruhi wilayah pesisir dan sumberdaya wilayah pesisir. Sebuah Undang-Undang baru akan sangat efektif untuk pelaksanaan sebuah program pengelolaan pulau-pulau kecil karena dua alasan :

(1) Pertama, hampir seluruh Undang-Undang yang telah ada bersifat sektoral, sementara sebuah program pengelolaan pulau-pulau kecil memerlukan pendekatan lintas-sektoral agar dapat efektif. Kedua, hampir seluruh Undang-Undang yang telah ada bersifat terpusat, dan jika program

pengelolaan pulau-pulau kecil ingin konsisten dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, maka harus ada Undang-Undang khusus yang dapat mendorong pelaksanaan otonomi daerah dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar di perbatasan negara. (2) Ketiga, mencantumkan kewenangan daerah dalam mengelola pulau-pulau

kecil di perbatasan negara, memperoleh bagi hasil, sejalan dengan peraturan-peraturan desentralisasi. Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, pemerintah pusat harus mengembangkan petunjuk dan kebijakan, bukannya mengendalikan dan mengelola kegiatan secara langsung. Secara khusus mengakui bahwa pusat memiliki kewenangan untuk menentukan standar pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Sebagai konsekuensinya, rancangan undang-undang akan memberikan petunjuk-petunjuk tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar di perbatasan negara dan pemerintah daerah mengikuti petunjuk dalam naskah akademiknya.

5.53 Kelembagaan

Keberhasilan pengelolaan pulau-pulau kecil di perbatasan negara adalah pengembangan sebuah mekanisme prosedural untuk mengkoordinasikan kebijakan anggaran dan kebijakan pengelolaan. Mekanisme ini akan menentukan proses untuk tiga jenis koordinasi dalam pembuatan keputusan mengenai pengelolaan dan konservasi sumber daya pesisir: (1) koordinasi antara pemerintah dan kalangan swasta; (2) koordinasi vertikal antara berbagai tingkatan pemerintah, kabupaten/kota, provinsi dan pusat; dan (3) koordinasi horizontal antara berbagai sektor pada tiap tingkatan pemerintahan. Tiap tingkatan pemerintahan akan memiliki peran dalam mengelola dan memelihara sumber daya pesisir di Indoneisa. Dan mekanisme ini akan menentukan peran-peran tersebut. Secara khusus, mekanisme ini tergantung pada organisasi antar sektor untuk membuat keputusan-keputusan bersama. Di beberapa kabupaten dan provinsi, organisasi tersebut mungkin sudah terbentuk, tapi di beberapa daerah lain mungkin perlu didirikan organisasi yang baru sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

5.53.1 Pelaksanaan mekanisme

Bagian ini memberikan ilustrasi mengenai bagaimana mekanisme kelembagaan diterapkan atau dilaksanakan. Langkah pertama dalam pelaksanaan mekanisme adalah pembentukan sebuah proses antar sektor untuk menangani hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan pesisir. Proses ini melibatkan sebuah organisasi yang beranggotakan seluruh instansi terkait, perwakilan dari para stakeholeder, seperti pemerintah provinsi dan kabupaten, LSM dan para akademisi. Proses ini juga terdiri dari mekanisme penyelesaian sengketa, seperti penyampaian permasalahan dari dalam organisasi kepada pihak berwenang yang lebih tingggi tingkatannya, misalnya kepada seorang menteri koordinator atau presiden. Proses semacam ini akan memenuhi tujuan yang telah disebutkan di atas, yakni mengkoordinasikan lembaga dan menciptakan keharmonisan antara interpretasi hukum yang berbeda-beda.

Langkah berikutnya adalah penyusunan pedoman. Pedoman tersebut akan mencakup semua aspek dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dengan pengelolaan pesisir terpadu. Pedoman akan terdiri dari kebijakan-kebijakan, standar serta kriteria. Pedoman ini akan merupakan dasar bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan program-program pengelolaan pesisir terpadunya masing-masing. Pedoman ini juga menjadi dasar untuk sertifikasi: bila pemerintah pusat menemukan bahwa program daerah telah memenuhi standar, kriteria dan arahan, maka pemerintah pusat dapat mengesahkan program daerah tersebut.

Pedoman sebagian besar terdiri dari standar yang mengikat yang mencakup prinsip-prinsip yang dibahas di atas. Pedoman juga akan mencantumkan langkah-langkah penting yang bersifat umum dalam upaya mencapai koordinasi, partisipasi, keterbukaan, pengetahuan ilmiah yang baik dan kepastian hukum.

Proses untuk mempersiapkan pedoman akan bersifat terbuka dan transparan. Rancangan pedoman tersebut kemudian dikonsultasikan pada masyarakat. Setelah disempurnakan dan disebarluaskan, pedoman akan diuraikan ke dalam penjelasan yang lebih terinci oleh provinsi. Provinsi akan mengembangkannya sesuai dengan pedoman nasional, tetapi lebih terinci untuk yurisdiksi masing-maing, dan disesuaikan dengan dengan kebutuhan serta

kemampuan daerahnya. Pedoman provinsi akan mencantumkan informasi spesifik mengenai inventori sumber daya, pemetaan dan penggunaan lahan, yang menjadi dasar untuk rencana tata ruang. Termasuk juga didalamnya adalah informasi mengenai wilayah pengelolaan tertentu serta metodologi khusus untuk pengendalian pencemaran dan pertahanan keamanan.

Kabupaten harus mentaati pedoman yang bersifat mengikat tentang hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan nasional atau kesepakatan international. Namun, kabupaten/kota dapat menentukan kemudian jika mereka ingin mengembangkan sebuah program yang bersifat suka rela yang sejalan dengan pedoman pusat dan provinsi. Bila mereka ingin melakukannya, mereka dapat meminta bantuan teknis dan finansial dari pemerintah pusat dan provinsi. Program-program ini pada dasarnya merupakan rencana kegiatan (action plan) dari pelaksanaan pedoman yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan provinsi. Pedoman yang bersifat tidak mengikat ini memiliki dua keuntungan. Pertama, kabupaten dapat memperoleh tambahan pengetahuan mengenai cara mengelola sumber daya secara terpadu dan berkesinambungan. Kedua, kabupaten akan dapat meminta bantuan finansial dan teknis dari pemerintah pusat dan provinsi.

Program kabupaten perlu mentaati persyaratan prosedur dan substantif dari pedoman. Hal ini termasuk persyaratan yang memastikan bahwa program akan dikembangkan dengan cara terpadu dan transparan, dengan melibatkan konsultasi dan partisipasi publik. Termasuk juga di dalamnya adalah persyaratan yang memastikan bahwa program kabupaten dirancang sedemikian rupa untuk menangani permasalahan dalam pengelolaan sumber daya pesisir. Setelah pengembangan program, kabupaten akan bekerja sama dengan provinsi untuk menyerahkan program tersebut kepada pemerintah pusat untuk dianalisa. Jika program memenuhi maksud dan tujuan pedoman pemerintah pusat serta persyaratannya, maka program itu akan disetujui dan disahkan oleh pemerintah pusat. Setelah pengesahan, kabupaten/kota akan memperoleh keuntungan tambahan, termasuk bantuan finansial dan teknis untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam program.

Setelah program disahkan, akan ada kewajiban menyerahkan laporan tahunan dan pemantauan, untuk memastikan bahwa program tetap dilaksanakan

sesuai dengan pedoman nasional. Selain itu, kabupaten/kota perlu memperbaharui ijin program secara berkala, misalnya tiap lima tahun sekali. Pemerintah pusat, sesuai persyaratan yang menyangkut kepentingan nasional dan hukum internasional, akan memberlakukan sanksi dan penegakan persyaratan bagi komponen-komponen dari sebuah program kabupaten/kota. Namun, tidak ada sanksi atau denda untuk komponen program yang bersifat sukarela. Sebaliknya, jika kabupaten/kota tidak melaksanakan program sebagaimana mestinya, pemerintah pusat akan menunda hibah atau bantuan. Kabupaten/kota akan diberi kesempatan untuk memperbaiki kekurangannya, dan bila berhasil, baru hibah akan dikucurkan. Namun demikian, bila pelaksanaan program tetap keluar dari jalur semula, maka bantuan dapat dibatalkan, dan pada akhirnya perijinan juga akan dicabut.

5.53.2 Mekanisme daerah dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil sebagai pelaksanaan otonomi daerah

Implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, memberikan peluang bagi pemerintah dan masyarakat lokal untuk mengambil peran aktif dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan. Untuk itu dibutuhkan komitmen dan peran serta stakeholdes di daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan desa-desa, untuk bersama-sama aktif mengatur dan menjaga pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir, serta meminimumkan munculnya konflik kewenangan dan pemanfaatan yang selama ini seringkali muncul di wilayah pesisir.

Penyusunan Peraturan Daerah (Perda) sebagai penjabaran lebih lanjut kewenangan pemerintah dan masyarakat daerah di wilayah pesisir, adalah implementasi dari komitmen tadi sekaligus menjadi dasar bagi pengaturan pengelolaan wilayah pesisir daerah. Peraturan daerah penting pula agar ada arahan fungsi dan pemanfaatan wilayah pesisir dan laut daerah.

5.53.3 Integrasi stakeholders di daerah bagi pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu

Kerjasama dan koordinasi horizontal dan vertikal antar-instansi adalah sangat krusial bagi pengelolaan pesisir terpadu. Disadari bahwa kompleksitas dinamika permasalahan pengelolaan di wilayah pesisir harus melibatkan banyak sektor pemerintahan dan stakeholders lain, termasuk organisasi non-pemerintah, aparat penegak hukum seperti kepolisian, jaksa, dan lembaga peradilan, serta wakil rakyat (DPRD). Karena itu, kesadaran bagi kerjasama dan koordinasi dari semua pihak diatas sangat penting.

Hal tersebut menyiratkan pula perlunya pengembangan kapasitas institusi, bukan hanya bagi institusi pemerintahan, juga institusi non-pemerintah seperti LSM, lembaga penelitian, universitas, serta komunitas masyarakat pesisir.

5.54 Pembentukan institusi lintas sektoral bagi pengelolaan pulau kecil