Mekanisme dalam terapi hipotermia terbagi menjadi 3 fase yaitu fase induksi,
maintenance, dan re-warming (Gambar 2).22 Fase induksi merupakan fase awal dalam terapi hipotermia. Selama fase ini suhu tubuh bayi diturunkan hingga mencapai 32-34oC. Penurunan suhu dilakukan dengan kecepatan 3oC/ jam hingga target suhu tercapai dalam waktu sekitar 60-90 menit. Suhu tersebut
dipertahankan selama 72 jam (fase maintenance). Hal ini sesuai dengan kejadian asfiksia yang mencapai puncaknya dalam 2-3 hari. Perubahan suhu target selama fase ini ditoleransi antara 0,1-0,5oC. Setelah 72 jam dilanjutkan fase re-warming melalui penghangatan tubuh bayi hingga mencapai suhu normal (36,5-37,5oC). Yang penting untuk diperhatikan dalam fase ini adalah suhu tubuh tidak boleh dinaikkan terlalu cepat yaitu 0,5oC/ 2 jam. Hal ini dilakukan guna mencegah efek samping yang merugikan. Re-warming umumnya membutuhkan waktu 6-12 jam.
Indikasi terapi cooling pada HIE
HIE bukanlah kondisi yang sering terjadi. Dengan demikian, identifikasi bayi dengan cedera otak hipoksik-iskemik yang memiliki risiko disabilitas merupakan suatu tantangan. Sulit untuk membedakan bayi dengan gangguan pernapasan dan hipotonia yang terkait efek persalinan (mis. analgesia maternal, anestesi, stres persalinan) dengan efek hipoksia-iskemia. Pemeriksaan objektif seperti analisa gas darah (AGD) dapat membantu, tetapi pemeriksaan tersebut tidak selalu tersedia terutama bila bayi dilahirkan di luar rumah sakit. Selain itu diagnosis HIE perlu dilakukan sesegera mungkin mengingat therapeutic window
yang singkat. Dengan demikian diperlukan suatu cara untuk membantu diagnosis HIE. Dalam hal ini dapat digunakan skor Thompson (Tabel 1) dan
Sarnat staging (Tabel 2). Sarnat staging lebih sederhana jika dibandingkan dengan skor Thompson. Jika skor Thompson > 6, terapi hipotermia dapat mulai dilakukan. Pemeriksaan neurologis merupakan bagian penting dari terapi hipotermia untuk menentukan bayi dengan ensefalopati derajat sedang atau berat. Jika terdapat kesulitan dalam membedakan ensefalopati ringan dan sedang, dapat dilakukan pemeriksaan amplitude-integrated electroencephalography
(aEEG).
Tabel 1. Skor Thompson23
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak lXIV
Tabel 2. Sarnat staging24
HIE derajat sedang HIE derajat berat Kesadaran Letargik Koma/ tidak sadar
Aktivitas Menurun Menghilang
Postur Fleksi distal Deserebrasi
(ekstensi menyeluruh)
Tonus Hipotonik Flaksid
Releks primitif Relek hisap,gag & Moro Melemah
Releks hisap, gag & Moro Menghilang
Pupil Kontriksi Deviasi, dilatasi, tanpa reaksi Frekuensi jantung Bradikardia Bervariasi
Pernapasan Periodik Apneu
Terapi cooling sebaiknya dimulai pada:25
1. Neonatus dengan usia gestasi > 35 minggu 2. Usia kurang dari 6 jam
3. HIE derajat sedang atau berat
4. Bukti mengalami hipoksia-iskemia peripartum: minimal terdapat 2 dari tanda-tanda di bawah ini:
a. Nilai Apgar 5 atau kurang pada menit ke-10 dan/ atau
b. Ventilasi mekanis (balon/ neopuff dengan sungkup atau endotracheal tube [ET]) atau membutuhkan resusitasi pada menit ke-10 dan/ atau d. pH darah tali pusat <7.0, pH gas darah <7.0 atau defisit basa >12
dalam 1 jam setelah lahir.
Terapi cooling sebaiknya tidak dilakukan pada bayi dengan HIE apabila:25 a. Cooling tidak dapat dimulai dalam waktu 6 jam setelah lahir. b. Berat badan kurang dari 2 kg.
c. Kebutuhan oksigen lebih dari 80%. d. Kelainan kongenital mayor.
e. Koagulopati berat.
f. Kematian tidak dapat dihindari.
keseluruhan dan hipotermia sistemik dapat menimbulkan dampak fisiologis yang merugikan pada neonatus yang sakit. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah SHC cenderung lebih mendinginkan otak perifer dibandingkan sentral, padahal otak sentral (thalamus, kapsula interna, ganglia basalis) merupakan struktur yang paling sensitif terhadap cedera hipoksik. Berbeda dengan SHC, WBC memungkinkan tercapainya derajat hipotermia yang lebih dalam dan mencapai struktur otak internal. Pada WBC akan terjadi hipotermia homogen sehingga memungkinkan cooling pada seluruh bagian otak. Hingga saat ini, studi mengenai keunggulan salah satu dari dua metode di atas masih memperlihatkan hasil yang bervariasi. Kedua metode cooling dapat dilakukan dengan menggunakan ice packs, cooling cap (34-35oC) (Gambar 3), space
suit untuk cooling dan warming (Gambar 4), serta cooling mattress. Ice packs
didinginkan dalam lemari pendingin, bukan dalam freezer.
Gambar 3. Cooling cap26
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak lXIV
Gambar 5. Blanketrol28
Efek merugikan pada terapi cooling dan re-warming
Beberapa efek merugikan dapat terjadi baik selama proses cooling maupun
re-warming. Keadaan ini harus dievaluasi dan diatasi segera.
Beberapa efek merugikan yang dapat timbul selama terapi cooling:
y Sinus bradikardia
y Interval QT memanjang
y Aritmia yang membutuhkan intervensi medis dan/ atau penghentian
cooling
y Hipotensi (mean arterial pressure <40 mmHg) y Perlu ditunjang obat-obatan inotropik
y Anemia (Hb <10 g/dL, Hct <30) y Leukopenia (< 5000/mL)
Efek merugikan yang dapat timbul selama proses re-warming (apabila peningkatan suhu terlalu cepat):
• Peningkatan frekuensi jantung (6-8 denyut per menit/1oC)
• Penurunan tekanan darah
• Penurunan produksi urin (urine output)
• Gangguan elektrolit (peningkatan kalium, penurunan kalsium dan magnesium)
• Hipoglikemia
• Peningkatan risiko kejang
• Peningkatan konsumsi oksigen
• Peningkatan produksi CO2
Jika bayi tidak tampak baik selama re-warming, perlambat kenaikan suhu.
Penerapan terapi cooling di sarana terbatas
Prinsip penerapan terapi cooling pada sarana terbatas tidak berbeda dengan sarana kesehatan yang lebih lengkap. Terapi cooling sebaiknya mulai dilakukan sejak di kamar bersalin dan dilanjutkan selama perawatan di unit rawat intensif. Pada saat bayi terbukti mengalami hipoksia-iskemia peripartum (lihat poin indikasi terapi cooling) maka penghangat pada radiant warmer
dimatikan dan bayi sedapat mungkin dalam keadaan telanjang sehingga bayi akan terpapar suhu lingkungan (passive cooling). Hati-hati terhadap penurunan suhu tubuh yang terlalu rendah akibat pendingin ruangan. Active cooling dapat dilakukan dengan menggunakan 4-6 buah cold pack atau sarung tangan berisi air (jika tidak ada cold pack) yang telah didinginkan di lemari pendingin (BUKAN freezer). Sebagian cold pack diletakkan di bawah bahu, punggung atas, atau kepala dan yang lain diletakkan di atas dada bayi. Suhu rektal dipantau (menggunakan termometer dengan rentang suhu hingga 32oC) dan dipertahankan pada 33-34oC selama 72 jam. Jika suhu rektal < 33,5oC, jauhkan cold pack dari tubuh bayi, nyalakan radiant warmer, dan atur tingkat kehangatan secara manual untuk mempertahankan suhu rektal 33-34oC. Pada saat suhu rektal telah mencapai 34oC, matikan radiant warmer dan letakkan kembali cold pack pada tubuh bayi sesuai kebutuhan. Re-warming dilakukan setelah 72 jam. Bayi dipindahkan ke dalam inkubator dan digunakan sistem servo dengan temperature probe dari inkubator. Penghangatan dilakukan dengan lambat (0,5oC tiap 2 jam) hingga suhu rektal mencapai 37oC. Suhu rektal dianjurkan tetap dipantau hingga 12 jam paska re-warming.
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak lXIV