BAB III KEDUDUKAN ALASAN KEADAAN SULIT
A. Penyelesaian Sengketa Kontrak
2. Melalui Cara Non litigasi
Suatu perjanjian biasanya tertulis ketentuan mengenai penyelesaian sengketa,
yaitu mengenai cara mana yang akan diambil apabila antara kedua belah pihak tidak
terjadi suatu kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa dan konflik. Dalam dunia
perdagangan pada umumnya proses penyelesaian sengeketa secara litigasi kurang
disukai
110, oleh karena itu diperkenalkanlah penyelesaian sengketa secara non litigasi
yaitu alternative dispute resolution
(selanjutnya disebut dengan ADR). Batasan ADR
itu sendiri menurut Blacks law dictionaryyakni
111“A procedure for settling a dispute by means other than litigation, such
as arbitration, mediation, minitrial.”
Terjemahan bebasnya adalah suatu prosedur penyelesaian sengketa
secara non litigasi seperti arbitrase, mediasi dan konsiliasi.
Berdasarkan penjelasan demikian sengketa tersebut dapat diputus atau
setidak-tidaknya
diklasifikasi dengan mempersempit persoalannya melalui
mekanisme ADR
yang tepat. Salah satu bentuk ADR adalah arbitrase. Menurut
Priyatna Abdrurasyid, dalam bukunya yang berjudul arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa mengatakan bahwa arbitrase merupakan suatu istilah yang
110
Gunawan Wijdaja, Arbitrase VS Pengadilan, Persoalan Kompetensi (absolut) yang tidak
pernah selesai (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 9.
111
dipakai untuk menjabarkan suatu bentuk tata cara yang damai dan sesuai atau
sebagai penyediaan bagaimana cara menyelesaikan sengketa yang timbul sehingga
mencapai suatu hasil tertentu yang secara hukum final dan mengikat.
112Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Altenatif
Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU No. 30 Tahun 1999). Pasal 82 UU
No. 30 Tahun 1999 menentukan bahwa “pada saat undang-undang baru ini mulai
berlaku, semua peraturan tentang arbitrase yang lama yang termaksud dalam Pasal
615 sampai dengan Pasal 651 Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering atau
disingkat dengan nama Rv. Di Indonesia ini, dan juga Pasal 377 ReglemenIndonesia
yang diperbaharui HIR serta Pasal 705 berita acara untuk luar Jawa dan Madura
(Reglement oop de Buitengewesten) yang disingkat dengan nama RBg dinyatakan
tidak berlaku.”
113Proses arbitrase tidak akan dapat berjalan dengan sempurna jika tidak
didukung atau dibantu oleh badan peradilan. Memang dalam Pasal 3 UU No. 30
Tahun 1999 tentang arbitrase menentukan bahwa “pengadilan negeri tidak berwenang
untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase,”
114ketentuan tersebut mempertegas pembatasan wewenang pengadilan dalam mengadili
perkara arbitrase. Pengadilan memang tidak berhak untuk mengadili sengketa apabila
112
H. Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Jakarta :
PT.Fikahati Aneska, 2002), hlm. 54.
113
Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872), Pasal 82.
114
para pihak telah menentukan proses penyelesaian sengketa yang dituangkan dalam
kontrak, namun demikian pengadilan mendukung berjalannya proses arbitrase.
Penegasan peranan pengadilan dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang
arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa ditentukan dalam Pasal 11 ayat (2) yang
menyatakan bahwa “pengadilan negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan
di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase kecuali
dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang ini.” Peranan
pengadilan dalam keseluruhan proses arbitrase menunjukkan bahwa pengadilan
hanya menunjang proses arbitrase tersebut, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip
independensi dari arbitrase itu sendiri.
Selain arbitrase, ada beberapa bentuk penyelesaian sengketa secara non litigasi yakni:
a. Negosiasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa yang dilaksanakan
langsung oleh para pihak yang bersengketa.
b. Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana terdapat mediator
yang hanya berfungsi sebagai penyambung lidah dari para pihak yang
bersengketa tidak mungkin bertemu sendiri karena berbagai faktor yang
berada di luar kemampuan mereka ataupun karena para pihak dengan sengaja
tidak mau bertemu satu dengan yang lainnya, meskipun mereka dapat bertemu
jika memang dikehendaki. Jadi dalam hal ini sangat jelas bahwa hasil akhir
alternatif penyelesaian sengketa dalam bentuk mediasi ini tunduk sepenuhnya
pada kesepakatan para pihak.
115c. Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa di mana pihak ketiga
yang mempertemukan para pihak yang bersengketa juga memberikan solusi
pada pihak yang bersengketa.
Namun cara penyelesaian sengketa arbitrase yang sering dipilih oleh para
pihak, karena arbitrase mempunyai beberapa kelebihan dan kemudahan, yakni antara
lain:
a. para pihak yang bersengketa dapat memilih para arbitrasenya sendiri;
b. proses majelis arbitrase rahasia dan oleh karena itu, dapat menjamin
kerahasiaan dan publisitas yang tidak dikehendaki;
c. putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak yang bersengketa;
d. tata caranya cepat, tidak mahal serta jauh lebih rendah dari biaya-biaya yang
harus dikeluarkan dalam proses pengadilan;
e. tata cara arbitrase lebih informal dari tata cara pengadilan dan oleh karena itu,
terbuka untuk memperoleh dan tersedianya tata cara penyelesaian
kekeluaragan dan damai (amicable)
116Selain kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh arbitrase ternyata dalam
praktiknya menurut Lely Niwan dalam “Mengapa harus arbitrase” dalam buku
115
Gunawan Wijdaja, Seri Hukum Bisnis: Alternatif Penyelesaian Sengketa,cet II (Jakarta :
PT. Rajagrafindo Persada, 2002), hlm. 2.
116
Arbitrase di Indonesia, terdapat juga beberapa problem yang dapat timbul pada
arbitrase. Problem tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut :
a. pendirian atau sikap hakim tentang klausul arbitrase;
b. kekurangan-kekurangan dalam klausul arbitrase sendiri karena soal bahasa,
misalnya menggunakan terminologi yang mengandung banyak arti dapat
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda;
c. apabila ada perbedaan tempat antara domisili badan peradilan dan tempat
(negara) dimana putusan badan itu harus dilaksanakan;
d. karena choice of law, penerapan strict rules of law, atau ex aequo et bono.
117Para pihak hendaknya menentukan proses penyelesaian sengketa terlebih
dahulu sebelum melaksanakan kontrak itu sendiri, melalui jalur litigasi atau non
litigasi. Hal ini penting untuk diperhatikan mengingat banyaknya kelemahan dalam
proses penyelesaian sengketa secara litigasi.
B. Penyelesaian Sengketa Kontrak Karena Alasan Keadaan Sulit (Hardship)
Dalam dokumen
Penghentian Pemenuhan Prestasi dalam Suatu Kontrak Bisnis Akibat Terjadinya Keadaan Sulit (Hardship)
(Halaman 31-35)