• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil Analisis Data

4.2.1 Melecehkan Muka

Miriam A Locher (2008:3) berpendapat bahwa ketidaksantunan dalam

berbahasa dapat dipahami sebagai berikut, „…behaviour that is face-aggravating in a particular context.‟ Perilaku ketidaksantunan berbahasa itu menunjuk pada perilaku

„melecehkan‟ muka (face-aggravate). Perilaku melecehkan muka lebih mengarah

pada sebuah tuturan yang disampaikan penutur tidak hanya menimbulkan

kejengkelan tetapi dapat melukai hati mitra tuturnya. Dengan demikian, sebuah

tuturan dapat dikatakan tidak santun jika tuturan tersebut telah menyinggung dan

membuat sakit hati mitra tuturnya. Berikut beberapa cuplikan tuturan yang

melecehkan muka.

Cuplikan Tuturan 6

Penutur: mahasiswa laki-laki, umur 21 tahun Mitra tutur: mahasiswa laki-laki, umur 22 tahun

M1: “Hey bro, gek ngopo e kamu?”

M1: “Wiih, jati wes pendadaran kowe?” (A6)

(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika duduk di depan sekretariat, mitra tutur memegang proposal skripsi dan sedang menunggu dosen pembimbing. Datang penutur menghampiri dan bertanya kepada mitra tutur. Suasana agak gaduh dan santai)

Cuplikan Tuturan 7

Penutur: mahasiswa perempuan, umur 19 tahun Mitra tutur: mahasiswa perempuan, umur 19 tahun

D1: “Stela… Stela mana?”

M1: “Eh apa bu? Saya”

M2: “Kalo jawab tu yang bener, iyaa gitu.. masak apa, apa itu?” (A7)

(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika perkuliahan menyimak di laboratorium bahasa, dosen memanggil nama mitra tutur. Suasana dalam laboratorium bahasa serius dan tenang. Mitra tutur menjawab sekenanya panggilan dosen. Posisi duduk penutur duduk di depan mitra tutur. Penutur menanggapi mitra tutur)

Cuplikan Tuturan 10

Penutur: mahasiswa perempuan, umur 21 tahun Mitra tutur: mahasiswa perempuan, umur 21 tahun

M1: “Eh kalo kalian ngomong gak santun nanti aku catet lho!”

M2: “Woo, asem dicatet kok pie, munyuk ki!” (A10)

M1: “Makanya ati-ati kalo ngomong.”

(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika sedang berkumpul di perpustakaan, lima mahasiswa sedang mengerjakan proposal skripsi masing-masing. Beberapa mahasiwa berbincang dengan serunya. Mitra tutur mencatat obrolan penutur untuk melengkapi data skripsi. Penutur mengetahui dan berkomentar pedas kepada mitra tutur)

CuplikanTuturan14

Mitra tutur: mahasiswa perempuan, umur 21 tahun

M1: “Tujuh puluh pak” (suara tidak terlalu jelas karena memakai behel) M2: “Nek ngomong ki jangan kayak orang kumur-kumur!” (A14)

M1: “Yaa maklumlah”

(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika setelah kuis Penyuntingan selesai, lalu dilanjut dengan koreksi lembar jawab oleh mahasiswa, suasana kelas agak gaduh. Penutur tahu bahwa mitra tutur baru beberapa waktu menggunakan behel sehingga masih kesusahan untuk berbicara. Penutur mengomentari cara bicara mitra tutur)

CuplikanTuturan16

Penutur: mahasiswa perempuan, umur 21 tahun Mitra tutur: mahasiswa perempuan, umur 21 tahun

D1: “Siapa yang mengoreksi punya Natalia Kristanti?”

M1: “Eehh indah gimana to kamu, malah ngobrol!” (A16)

M2: “Eehh iya- iya, 75 pak.”

(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika dosen memanggil nama mahasiswa untuk konfirmasi nilai, ada mahasiswa yang tidak menyadarinya. Suasana kelas agak gaduh. Penutur dan mitra tutur merupakan teman akrab. Penutur mengingatkan mitra tutur yang telah mengoreksi hasil kerjanya untuk disampaikan ke dosen)

4.2.1.1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Wujud ketidaksantunan linguistik tuturan di atas berupa hasil transkrip tuturan

lisan tidak santun antarmahasiswa yang melecehkan muka. Berikut masing-masing

wujud ketidaksantunan linguistik tuturan yang melecehkan muka tersebut.

a. Tuturan (A6): “Wiih, jati wes pendadaran kowe?”

b. Tuturan (A7): “Kalo jawab tu yang bener, iyaa gitu.. masak apa, apa itu?”

d. Tuturan (A14): “Nek ngomong ki jangan kayak orang kumur-kumur!”

e. Tuturan (A16): “Eehh indah gimana to kamu, malah ngobrol!”

4.2.1.2 Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Wujud ketidaksantunan pragmatik tuturan yang melecehkan muka dapat

dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Berikut uraian konteks

sebagai wujud ketidaksantunan pragmatik masing-masing tuturan yang melecehkan

muka.

Konteks tuturan (A6): tuturan terjadi ketika duduk di depan sekretariat, mitra tutur memegang proposal skripsi dan sedang menunggu dosen pembimbing.

Datang penutur menghampiri dan bertanya kepada mitra tutur. Suasana agak gaduh

dan santai.

Konteks tuturan (A7): tuturan terjadi ketika perkuliahan menyimak di laboratorium bahasa, dosen memanggil nama mitra tutur. Suasana dalam

laboratorium bahasa serius dan tenang. Mitra tutur menjawab sekenanya panggilan

dosen. Posisi duduk penutur duduk di depan mitra tutur. Penutur menanggapi mitra

tutur.

Konteks tuturan (A10): tuturan terjadi ketika sedang berkumpul di perpustakaan, lima mahasiswa sedang mengerjakan proposal skripsi masing-masing.

Beberapa mahasiwa berbincang dengan serunya. Mitra tutur mencatat obrolan

penutur untuk melengkapi data skripsi. Penutur mengetahui dan berkomentar pedas

Konteks tuturan (A14): tuturan terjadi ketika setelah kuis Penyuntingan selesai, lalu dilanjut dengan koreksi lembar jawab oleh mahasiswa, suasana kelas

agak gaduh. Penutur tahu bahwa mitra tutur baru beberapa waktu menggunakan behel

sehingga masih kesusahan untuk berbicara. Penutur mengomentari cara bicara mitra

tutur.

Konteks tuturan (A16): tuturan terjadi ketika dosen memanggil nama mahasiswa untuk konfirmasi nilai, ada mahasiswa yang tidak menyadarinya. Suasana

kelas agak gaduh. Penutur dan mitra tutur merupakan teman akrab. Penutur

mengingatkan mitra tutur yang telah mengoreksi hasil kerjanya untuk disampaikan ke

dosen.

4.2.1.3 Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Penanda ketidaksantunan linguistik tuturan yang melecehkan muka dapat

dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Berikut uraian masing-masing

penanda ketidaksantunan linguistik tuturan yang melecehkan muka.

a. Tuturan (A6) dikatakan penutur dengan nada sedang. tekanan sedang, intonasi

tanya, sedangkan pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata

nonstandar yaitu kata seru dan penggunaanbahasa daerah Jawa.

b. Tuturan (A7) dikatakan penutur dengan nada sedang, tekanan sedang, intonasi

tanya, sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis

c. Tuturan (A10) dikatakan penutur dengan nada tinggi, tekanan sedang, intonasi

Tanya, sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis,

bahasa Jawa, dan kata jargon/umpatan.

d. Tuturan (A14) dikatakan penutur dengan nada sedang, tekanan sedang,

intonasi perintah, sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu

kata fatis, kata tidak baku.

e. Tuturan (A16) dikatakan dengan nada tinggi, tekanan sedang, intonasi

perintah, sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu kata

fatis, kata tidak baku.

4.2.1.4 Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Penanda ketidaksantunan pragmatik tuturan yang melecehkan muka dapat

dilihat pula berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Adapun uraian konteks

meliputi penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tujuan tutur, tindak verbal, serta

tindak perlokusi. Berikut uraian konteks masing-masing tuturan yang melecehkan

muka.

Konteks tuturan (A6) meliputi waktu terjadinya tuturan pada tanggal 22 November 2012 pukul 13.10 WIB ketika duduk di depan sekretariat, mitra tutur

memegang proposal skripsi dan sedang menunggu dosen pembimbing. Datang

penutur menghampiri mitra tutur. Penutur belum mengambil mata kuliah skripsi.

Penutur melihat proposal skripsi yang dibawa oleh mitra tutur, lalu penutur bertanya

agak gaduh dan santai. Penutur dan mitra tutur laki-laki merupakan mahasiswa

Angkatan 2009, mereka pernah bekerja sama dalam satu kepanitiaan dalam kegiatan

prodi. Tindak perlokusi tuturan (A6) yaitu penutur berharap mitra tutur tidak

menyombongkan diri.

Konteks tuturan (A7) yaitu tuturan terjadi pada 21 November 2012 pukul 13.15 WIB ketika perkuliahan Menyimak di laboratorium Bahasa, dosen memanggil

nama mitra tutur. Penutur dan mitra tutur perempuan merupakan mahasiswa angkatan

2011, mereka teman satu kelas dan posisi duduk penutur duduk di depan mitra tutur.

Suasana dalam laboratorium Bahasa serius dan tenang. Mitra tutur menjawab

sekenanya panggilan dosen. Penutur menanggapi mitra tutur dengan suruhan yang

dikatakan dengan memaksa dan sinis yang menunjukkan tindak verbal direktif.

Tindak perlokusi untuk tuturan (A7) yaitu penutur berharap mitra tutur menjawab

panggilan dosen dengan benar.

Konteks tuturan (A10) yaitu tuturan terjadi pada tanggal 23 November 2012 pukul 10.45 WIB ketika sedang berkumpul di perpustakaan, lima mahasiswa sedang

mengerjakan proposal skripsi masing-masing. Beberapa mahasiwa berbincang

dengan serunya. Penutur dan mitra tutur merupakan mahasiswa angkatan 2009 dan

mereka teman sekelas. Mitra tutur mencatat obrolan penutur untuk melengkapi data

skripsi. Penutur mengetahui dan berkomentar pedas kepada mitra tutur yang

menunjukkan tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi tuturan (A10) yaitu penutur

Konteks tuturan (A14) yaitu tuturan terjadi pada tanggal 28 November 2012 pukul 14.25 WIB ketika setelah kuis Penyuntingan selesai, lalu dilanjut dengan

koreksi lembar jawab oleh mahasiswa, suasana kelas agak gaduh. Penutur laki-laki

dan mitra tutur perempuan merupakan mahasiswa angkatan 2009 dan mereka teman

sekelas. Penutur tahu bahwa mitra tutur baru beberapa waktu menggunakan behel

sehingga masih kesusahan untuk berbicara. Penutur menanggapi cara bicara mitra

tutur dengan suruhan yang menunjukkan tindak verbal direktif. Tindak perlokusi

tuturan (A14) yaitu penutur berharap agar mitra tutur berbicara sewajarnya saja.

Konteks tuturan (A16) yaitu tuturan terjadinya tuturan pada tanggal 28 November 2012 pukul 14.25 WIB ketika dosen memanggil nama mahasiswa untuk

konfirmasi nilai, ada mahasiswa yang tidak menyadarinya. Suasana kelas agak gaduh.

Penutur dan mitra tutur perempuan merupakan mahasiswa angkatan 2009, mereka

teman sekelas dan duduk bersebelahan. Penutur mengingatkan mitra tutur yang telah

mengoreksi hasil kerjanya untuk disampaikan ke dosen dengan agak kesal dan sinis

yang menunjukkan tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi tuturan (A16) yaitu

penutur berharap agar mitra tutur tidak berbicara sendiri dan memperhatikan dosen.

4.2.1.5 Makna Ketidaksantunan Berbahasa yang Melecehkan Muka

Secara umum, makna ketidaksantunan berbahasa yang melecehkan muka

yaitu penutur mengejek, menyindir, menghina, dan melukai hati mitra tuturnya.

a. Tuturan (A6) memiliki makna berupa godaan/hinaan penutur kepada mitra

tutur yang sedang berusaha bimbingan skripsi.

b. Tuturan (A7) memiliki makna berupa hinaan penutur kepada mitra tutur yang

menjawab sekenanya.

c. Tuturan (A10) memiliki makna berupa hinaan dari penutur kepada mitra

tuturnya dengan umpatan munyuk itu.

d. Tuturan (A14) memiliki makna berupa hinaan dari penutur karena cara bicara

mitra tutur yang aneh setelah memakai behel.

e. Tuturan (A16) memiliki makna berupa hinaan penutur karena mitra tutur tidak

memerhatikan panggilan dosen, sedangkan lembar koreksi yang dipegang

mitra tutur milik penutur.

Dokumen terkait