• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.6 Pilihan Kata

Menurut keraf (1981:22-23) istilah pilihan kata atau diksi bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk

mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan,

fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Lebih lanjut dipaparkan mengenai diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk

pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan

yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.

Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan

untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang

dimiliki pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya

dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kata atau kosa kata bahasa itu.

Dalam bertutur, seorang penutur seharusnya dapat menggunakan diksi secara tepat dan sesuai dalam sebuah tuturan untuk membantu keberhasilan proses

berkomunikasi. Ketepatan diksi menyangkut kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau

Kesesuaian diksi menyangkut apakah sebuah kata yang dipergunakan itu tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan orang yang hadir.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Pranowo (2009:16) bahwa kesanggupan

memilih kata seorang penutur dapat menjadi salah satu penentu santun tidaknya

bahasa yang digunakan. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian

kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga

menimbulkan efek tertentu pada mitra tutur. Setiap kata, di samping memiliki

makna tertentu juga memiliki daya (kekuatan tertentu). Jika pilihan kata yang

digunakan menimbulkan daya bahasa tertentu dan daya bahasa yang timbul

menjadikan mitra tutur tidak berkenan, penutur akan dipersepsi sebagai orang

yang tidak santun. Sebaliknya, jika pilihan kata menimbulkan daya bahasa yang

menjadikan mitra tutur berkenan, penutur akan dipersepsi sebagai orang yang

santun. Dengan demikian, penggunaan kata-kata yang dipilih harus dipergunakan

secara hati-hati agar tidak merusak suasana komunikasi.

Sebab itu ada beberapa hal yang perlu dipergunakan tidak akan mengganggu

suasana dan tidak menimbulkan ketegangan antara penulis atau penutur dengan

mitra tutur (Keraf,1985:103). Syarat-syarat tersebut sebagai berikut.

(1) Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam suatu

situasi yang formal

(2) Gunakanlah kata-kata ilimiah dalam situasi khusus saja. Dalam situasi

yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata

(3) Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.

(4) Penulis atau pembivara sejauh mungkin menghindari pemakaian

kata-kata slang.

(5) Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.

(6) Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati)

(7) Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial.

Semua persyaratan di atas diuraikan lebih lanjut sebagai berikut.

2.6.1 Bahasa Standar dan Nonstandar

Kata-kata bukan saja menunjukkan barang-barang atau sikap orang

tetapi merefleksikan juga tingkah laku sosial dari orang-orang yang

mempergunakannya. Pemakaian bahasa dipengaruhi oleh latar belakang

si penutur yang berpendidikan atau tidak. Misalnya pada waktu yang

sama sebuah pertanyaan seperti ―Tahukah Tuan di mana tempat tinggal Ahmad?‖, ada kemungkinan kita mendapatkan jawaban sebagai berikut ―Saya tidak tahu‖ atau ―Saya tidak mengerti‖. Kedua jawaban mungkin sama jelasnya namun perbedaan bentuk jawaban tersebut dipengetahui

suatu penafsiran situasi. Bentuk pertama tersebut disebut bahasa standar (bahasa baku) serta bentuk kedua disebut bahasa nonstandar (bahasa nonbaku) (Keraf, 1985:104).

Bahasa standar adalah dialek kelas dan dibatasi sebagai tutur dari

mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status

orang yang terpelajar, misalnya pejabat pemerintahan, ahli-ahli bahasa,

ahli-ahli hukum, dokter, guru, dan sebagainya. Bahasa nonstandar adalah

bahasa dipergunakan oleh mereka yang tidak memperoleh kedudukan

atau pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa ini dipakai untuk

pergaulan biasa, tidak dipakai dalam tulisan-tulisan. Kadang-kadang

unsur nonstandar dipergunakan juga oleh kaum terpelajar dalam bersenda

gurau, berhumor, atau untuk menyatakan sarkasme atau menyatakan

ciri-ciri kedaerahan.

Bahasa standar lebih ekspresif dari bahasa nonstandar. Pergunaan

ungkapan-ungkapan atau unsur-unsur yang nonstandar akan

mencerminkan bahwa latar sosial ekonomis si pemakai masih terbelakang

atau masih rendah. Itu sebabnya, orang-orang yang terpelajar juga segan

mempergunakan unsur-unsur tadi. Dengan demikian, pilihan kata

seseorang harus sesuai dengan lapisan pemakaian bahasa. Dalam suatu

suasana formal harus dipergunakan unsur-unsur bahasa standar dan

pemakaian unsur-unsur nonstandar tidak boleh menyelinap masuk dalam

tutur seseorang.

2.6.2 Kata Ilmiah dan Kata-kata Populer

Tidak semua orang yang menduduki status sosial yang tinggi

mempergunakan gaya yang sama dalam aktivitas bahasanya. Mereka

akan mempergunakan beberapa macam variasi pilihan kata yang sesuai

dengan kesempatan yang dihadapi seseorang dapat dibagi atas beberapa

macam kategoti sesuai dengan penggunaannya. Salah satu di antaranya

adalah kata-kata ilmiah dan kata populer.

Kata-kata populer adalah kata yang dipakai dalam komunikasi

sehari-hari baik mereka yang berada di lapisan atas maupun antara mereka yang

di lapisan bawah atau antara lapisan atas dan lapisan masyarakat maka

kata-kata ini dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Kata-kata ilmiah

dipakai dalam pertemuan-pertemuan resmi, diskusi-diskusi khusus.

Dengan demikian perbedaan kata-kata ilmiah dan kata-kata populer

membantu pengarang atau penutur memilih kata sesuai sasaran mitra

tuturnya. Bila yang menjadi sasaran adalah suatu kelompok khusus yang

diikat oleh suatu bidang ilmu tertentu maka harus mempergunakan

kata-kata ilmiah tetapi bila yang menjadi sasarannya adalah masyarakat umum

maka kata yang dipilih adalah kata-kata populer. Bila penulis atau

penutur tidak memperhatikan hal ini akan menganggu suasana.

2.6.3 Jargon

Keraf (1985:107) menjelaskan bahwa kata jargon mengandung

beberapa pengertian. Pertama-tama jargon mengandung makna suatu

bahasa. Dialek, atau tutur yang dianggap kurang sopan atau aneh. Selain

itu istilah tersebut juga mengacu semacam bahasa atau dialek hidrid yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa dan sekaligus dianggap sebagai

ketumpangtindihan dengan bahasa ilmiah. Dalam hal ini, jargon diartikan

sebagai kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang tertentu dalam

bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok

tertentu lainnya.

Oleh karena itu, jargon merupakan bahasa yang khusus sekali

sehingga tidak banyak artinya bula dipakai untuk suatu sasaran yang

umum. Sebab itu, hendaknya dihindari pemakaian unsur jargon dalam

sebuah tulisan umum.

2.6.4 Kata Percakapan

Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam

percakapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik. Termasuk di dalam

kategori ini adalah ungkapan-ungkapan umum dan kebiasaan

menggunakan bentuk-bentuj gramatikal tertentu oleh kalangan ini. Selain

mencakup kata-kata populer dan kontruksi idiomatis, bahasa percakapan

juga menjackup kata-kata ilmiah atau kata-kata yang tidak umum (slang)

yang biasa dipakau oleh golongan terpelajar saja. Suatu bentuk dari

bahasa percakapan adalah singkatan-singkatan misalnya, dok, prof, kep

masing-masing bentuk untuk dokter, profesor, dan kapten. Penulis dapat menggunakan kata-kata percakapan ini untuk melukiskan bahasa

percakapan itu sendiri seperti dalam drama dan dialog-dialog naratif.

Namun, bahasa umum ataupun dalam bahasa ilmiah unsur-unsur

2.6.5 Kata Slang

Kata-kata slang adalah semacam kata percakapan yang tinggi atau

murni. Kata slang adalah kata-kata nonstandar yang informal yang

disusun secara khas; atau kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer; atau kata-kata kiasan yang khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam

percakapan. Kadangkala kata slang dihasilkan dari salah ucap yang

disengaja atau kadangkala berupa pengrusakan sebuah kata biasa untuk

mengisi suatu bidang makna yang lain. Kata-kata slang dipergunakan

oleh semua kalangan masyarakat. Setiap lapisan masyarakat dapat

menciptakan istilah yang khusus atau mempergunakan kata-kata umum

dan pengertian-pengertian yang khusus yang berlaku untuk kelompoknya.

Kata-kata slang mengandung dua kekurangan yaitu pertama, hanya

sedikit yang dapat hidup dan yang kedua pada umumnya kata-kata slang

selalu menimbulkam ketidaksesuaian. Kata-kata slang yang suatu waktu

tumbuh secara populer namun kata-kata tersebut akan hilang dari

pemakaian. Kata-kata slang misalnya rapi jali, mana tahan, eh ketemu lagi, dan sebagainya. Kesegarannya dan gaya gunanya hanya dirasakan pada saat pertama kali dipakai namun terlalu sering dipakai

mengakibatkan kata-kata tersebut segera lusuh dan kehilangan tenaganya.

2.6.6Idiom

Idiom merupakan pola-pola struktural yang menyimpang dari

kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya

tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan

bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya. Untuk mengetahui

makna sebuah idiom, setiap orang harus mempelajarinya sebagai seorang

penutur asli, tidak mungkin hanya melalui makna dari kata-kata yang

membentuknya. Idiom bersifat tradisional dan bukan bersifat logis, maka

bentuk-bentuk idiom hanya bisa dipelajari dari pengalaman-pengalaman,

bukan melalui peraturan-peraturan umum bahasa.

2.6.7 Bahasa Artifisial

Bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa

yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam

pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud. Fakta dan

pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan

langsung tidak perlu disembunyikan.

2.6.8 Kata Seru

Kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan batin,

misalnya kaget, terharu, marah, atau sedih disebut kata seru (Chaer,

2011:194) Dilihat strukturnya ada dua macam kata seru yaitu

(1) Kata seru yang berupa kata-kata singkat, seperti wah, cih, hai, o, oh, nah, ha, hah

(2) Kata seru yang berupa kata-kata biasa, seperti aduh, celaka, gila, kasihan, bangsat, ya ampun. Serta kata serapan astaga, masya Allah, allhamduliliah, dan sebagainya.

Kata seru yang berupa kata-kata singkat dapat digunakan

dengan fungsi untuk menyatakan berbagai perasaan batin tergantung

dengan intonasinya.

2.6.9 Kata Fatis

Kata fatis adalah kata-kata dalam bahasa lisan (percakapan) dengan

fungsi-fungsi ‗tertentu‘. Misalnya kata sih, kan, ya, lho,seperti dalam kalimat

(1) Dia sih enak gajinya besar

(2) Suaminya kan pegawai kantor pajak

Dalam ragam bahasa nonformal kita dapati juga kata fatis yang lain

seperti dong, kek, koq, dan mah (Chaer, 2011:196).

2.6.10 Rangkuman

Berdasarkan uraian di atas, pilihan kata dapat pula mempengaruhi

kesantunan berbahasa seseorang. Kesanggupan memilih kata oleh seorang

penutur dapat menjadi salah satu penentu santun tidaknya bahasa yang

digunakan. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata

untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga

menimbulkan efek tertentu pada mitra tutur. Keraf membagi pilihan kata

kata ilmiah dan kata populer, (3) jargon, (4) kata percakapan, (5) kata slang,

(6) idiom, dan (7) bahasa artifisial. Terdapat pula kata seru, dan kata fatis

yang digunakan untuk menunjukkan fungsi bahasa tertentu. Beberapa pilihan

kata tersebut dapat digunakan seorang penutur secara tepat dan sesuai dalam

Dokumen terkait