• Tidak ada hasil yang ditemukan

Melihat gairah para pemuda dan mahasiswa yang dengan sukarela menyumbangkan tenaga dan fikiran kepada Panitia

Kongres tanpa mengharapkan imbalan, bahkan bilamana perlu

rnenyumbang beberapa puluh sen demi keberhasilan Kongres,

Wage Rudolf Supratman teringat kepada peristiwa yang terjadi

lebih dari dua tahun yang lalu. Ketika itu M. Tabrani beserta

segenap pemuda fan mahasiswa selama berbulan-bulan dengan

msah payah bekerja tanpa dibayar sesenpun untuk mempersiap­

kan dan melaksanakan Kongres Pemuda Indonesia Pertama.

Mungkin dalam hatinya ia memuji bahwa para pemuda dan

mahasiswa yang sekarang pada tahun 1 928 begitu bergairah

membantu keberhasilan Kongres Pemuda Indonesia Kedua,

tetap memperlihatkan pengabdiannya yang begitu mulia tanpa

sesuatu pamrih. la teringat kembali pada peristiwa lebih dari

dua tahun yang lalu, ketika dalam Kongres Pemuda Indonesia

Pcrtama, M. Tabrani berdebat hangat dengan Muhammad Yamin mengenai istilah bahasa persatuan. Waktu itu Muham­ mad Yamin yang menjadi Konseptor perumusan Trilogi Nasio nal "Satu tanah air, Satu Bangsa, Satu Bahasa", tetap mem­ pertahankan isti1ah bahawa Melayu sebagai bahasa persatuan. Sedang M. Tabrani menghendaki agar bahasa persatuan me­ makai istilah bahasa Indonesia la teringat pula bahwa Panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertama sepakat untuk memajukan konsep Trilogi Nasional itu ke hadapan forum Kongres Pemuda Indonesia Kedua, untuk dimusyawarahkan guna dijadikan resolusi atau keputusan Kongres Pemuda Indonesia Kedua. lngat akan hal itu, ia sangat ingin mendengar dari Muhammad Yamin pribadi yang sekarang pada tahun 1 928, menjadi Sekre­ taris Panitia Kongrcs Pemuda Indonesia Kedua.

la berh'asil menemui Muhammad Yamin ketika tokoh itu keluar dari kamar. Muhammad Yamin yang sudah mengenalnya sejak tahun 1 926, sambil senyum lebar menjabat tangan Wage Rudolf Supratman dan mengajaknya minum di kantin. Dalam suasana santai itu Wage Rudolf Supratman memperoleh pene­ gasan bahwa konsl!psi Trilogi Nasional akan dimajukan ke

hadapan Kongres Pemuda Indonesia Ke.dua sebagai yang di­

amanatkan oleh Panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertama dua tahun yang lalu. Ia mendapat pula isyarat bahwa pendirian Muhammad Yamin tentang istilah bahasa persatuan sudah ber­ ubah. Oleh karenanya ia tidak lagi merasa perlu untuk menemui Sugondo Joyopuspito yang sedang sibuk sekali mempersiapkan segala sesuatunya guna mempersiapkan upacara pembukaan Kongres dan berpidato dalam Rapat Pertama Kongres Pemuda Indonesia Kedua pada malam harinya.

Pada nialam harinya, kurang lebih setengah jam sebelum upacara pembukaan, Wage Rudolf Supratman telah tiba di gedung KJ B. la berpakaian rapi, mengenakan celana dan jas putih, berdasi kupu-kupu, dan berpeci dengan sepasang sepatu

mengkilat_ pada kaki. Tidak lupa membawa buku catatan. Sebagian para tamu undangan masih berdiri di halaman luar sambil berbincang-bincang. Sejumlah polisi, sebagian berseragam dan membawa senjata, serta sebagian lagi berpakaian sipil, tam­ pak berjaga-jaga di tepi jalan depan gedung. Wage Rudolf Supratman bertemu dengan Saerun serta beberapa orang rekan wartawan dari kalangan pers M elayu. Para wartawan dari kalangan pers Putih tak ada yang kelihatan. Seperempat jam kemudian ia bersama rekan-rckan wartawan dan para tamu undangan lainnya memasuki ruang dalam gedung. Para anggota Panitia Kongres sudah lengkap duduk berjajar di depan meja menghadap para hadirin. Sejurnlah karangan bunga kiriman dari berbagai organisasi dan perorangan serta perusahaan-per­ usahaan swasta ditaruh menutupi bagian kaki meja. Latar belakang ruang pertemuan berupa panggung tempat panji-panji dan vaandel berbagai organisasi (yang menjadi pendukung Kongres Pemuda Indonesia Kedua) dipasang tegak berjajar. Di barisan kursi terdepan duduk para undang(!.n istimewa. Di antaranya ialah wakil dari pemerintah Hindia Belanda, pem­ besar-pembesar dari Kantoor voor Inlandse Zaken seperti

Van der Plas dan Dr. Pijper. Utusan dari Fraksi Nasional Volk­ sraad terdiri dari Suryono dan Sukowati, dari PNI adalah Mr.

R.M. Sartono. Ada pula utusan dari Partai Serikat Islam serta Budi Utomo. Para petugas keamanan dari Hoofdparket, PIO yang dipimpin oleh seorang perwira polisi berpangkat Hoofd Commisaris (Komisaris Kepala) duduk di bagian sudut di deret­ an kursi depan. Mereka mengarahkan pandangannya ke tempat para Panitia Kongres.

Tepat pada jam 1 9.30 Ketua Panitia Kongres mengetukan palu sambil mengucapkan selamat datang dan terima kasih, membuka Kongres Pemuda Indonesia Kedua. Kemudian ber­ turut-turut dibacakan sambutan tertulis dari Ketua PNI yang berkedudukan di Bandung, Ketua Perhimpunan Indonesia yang \ berkedudukan di negeri Belanda dan pesan Tan Malaka. Selesai

1 37

membacakan sambutan tertulis, rapat pertama Kongres Pemuda Indonesia Kedua itu dilanjutkan dengan pidato Sugondo Joyo­ puspito yang menguraikan Sejarah Pergerakan Nasional Indo­ nesia. Dijelaskan pula bahwa pada hakekatnya tujuan Kongres Pemuda Indonesia Kedua adalah mempertegas tujuan Kongres Pemuda Indonesia Pertama, yaitu lebih memperkuat persatuan nasional di kalangan angkatan muda. Diterangkan juga bahwa dari segi organisatoris penyelenggaraan Kongres Pemuda Indo­ nesia Pertama pada tahun 1 926 berbeda dengan penyeleng­ garaan Kongres Pemuda Indonesia Kedua tahun 1 928. Kongres Pemuda Indonesia Pertama pada tahun 1 926 diselenggarakan olch suatu Panitia Kongrcs yang para pengurus dan anggota­

anggotanya tidak · mewakili organisasi-organisasi mahasiswa dan

pcmuda, melainkan atas nama pribadi atau perorangan. Kongres Pcmuda Indonesia Kedua pada tahun 1 928 diselenggarakan olch suatu Panitia Kongrcs yang seluruh pengurus dan anggota­

nya terdiri dari wakil-wakil berbaga.i organisasi mahasiswa dan

pcmuda. Pada akhir pidatonya, Sugondo Joyopuspito atas nama Panitia Kongrcs hcrkata dengan penuh semangat.

"Pcrangilah pengaruh berccrai-berai dan majulah terns ke

a rah Indonesia bersatu yang kita cintai ! "

Acara pidato dalam rapat pertama Kongrcs Pemuda lndo­ nc�1a Kedua dilanjutkan dengan penampilan Muhammad Yamin y ang menguraika11 Persatuan dan Kebangsaan Indonesia. Dengan gaya bicara yang cukup memikat. ia menyatakan bahwa ada lima faktor yang memperkuat persatuan bangsa Indonesia, yaitu faktor-faktor : scjarah. bahasa. hukum adat. pendidikan. d an kemauan. Kelima faktor yang memperkuat persatuan bangsa Indonesia itu diuraikan secara populcr. Muhammad Yamin mengakui bahwa sejak Kongres Pemuda Indonesia Kedua, bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia bukan lagi bahasa Melayu. melainkan bahasa Indonesia.

catat-an, tersenyum ketika mendengar pernyataan Muhammad Yamin, karena tokoh itu pada waktu Kongres Pemuda Indo­ nesia Pertama tahun 1 926 secara gigih mempertahankan istilah bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Pada Kongres Pemuda Indonesia Kedua tahun 1 928 ternyata telah berubah pendirian­ nya, bahkan secara ksatria menyafakan di hadapan umum bahwa istilah bahasa persatuan bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia. Setelah pidato Muhammad Yamin, Panitia Kongres memberi kesempatan kepada para hadirin untuk memberikan tanggapan.

Dalam acara tanggapan umum inilah terjadi insiden tatkala

salah seorang yang memberikan tanggapan mengucapkaT\ ·kata

"kemerdekaan". Seketika itu juga perwira polisi berdiri dari kursi, menuding ke arah Ketua Panitia Kongres sambil bersuara lantang memberikan peringatan keras, dan melarang para pem­ bicara mengucapkan kata "kemerdekaan". Perwira polisi itu ma­ lah .mengancam akan mengusir para pemuda yang berusia diba­ wah delapan betas tahun dari dalam gedung dengan atasan bahwa peraturan telah menentukan melarang para pemuda di bawah umur delapan belas tahun untuk menghadiri Kongres. Jingkah perwira polisi itu menimbulkan suasana menjadi riuh. Ketua Panitia Kongres berkali-kali mengetukkan palu dan suasana pertemuan jadi tenang kembali. Wage Rudolf Supratman men­ catat insiden itu. Setelah suasana tenang kembali, acara dilanjut­ kan. Tetapi tak lama kemudian terjadi insiden yang kedua, tatkala salah seorang pembicara dalam menyampaikan tanggap­ annya menganjurkan agar para pemuda dan bangsa Indonesia pada umumnya bekerja lebih giat lagi dalam pengabdiannya kepada lbu Pertiwi supaya mempercepat proses terwujudnya tanah air Indonesia menjadi negara yang kuat seperti Inggris di kawasan Eropa dan Jepang di kawasan Asia. Ucapan pembicara itu mendapat sambutan tepuk tangan gemuruh dari para hadi­ rin. Mendengar itu perwira polisi langsung berdiri dari kursi dan menuding ke arah ketua panitia kongres dan sekali lagi

1 39

memberikan peringatan keras. Malah perwira polisi itu minta agar Ketua Panitia Kongres mengeluarkan semua pemuda yang hadir dalam rapat pertama Kongres. Tetapi kali ini Sugondo Joyopuspito selaku Ketua Panitia Kongres menunjukkan harga dirinya. la dengan tegas menolak permintaan perwira polisi dengan menyatakan bahwa permintaan perwira polisi itu sama sekali tidak disertai alasan. Tangkisan Sugondo Joyopuspito membuat perwira polisi itu terdiam dan duduk kembali di kursi dengan perasaan yang tidak senang. Wage Rudolf Supratman mencatat insiden yang kedua itu.

Sementara suasana pertemuan masih belum tenang . se­ penuhnya, Mr. R.M. Sartono yang mewakili PNI dan PPPKI

, mengacungkan tangan min ta kepada Ketua Panitia Kongres

untuk diberi kesempatan bicara. Permintaan itu diluluskan oleh ·

Ketua Panitia Kongres, maka tampillah Mr. R.M. Sartono ber­ bicara. la dengan nada halus mengecam sikap perwira polisi yang bertindak atas nama kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda pada malam itu. Sebagai sarjana hukum yang telah bertahun­ tahun mempelajari ilmu hukum di negeri Belanda dan di tanah

air, ia tidak dapat memahami pengertian istilah politik yang di­

ucapkan oleh perwira polisi itu sebagai alasan untuk menegur ucapan para pembicara. Bahkan ia yakin bahwa sarjana hukum Belanda yang termasyur, Profesor Krabbe, tidak pula akan dapat memahami istilah politik menurut pengertian perwira polisi itu. Uraian singkat Mr. R M. Sartono sebagai seorang sarjana hukum itu sebenarnya hanyalah suatu sindiran halus untuk membuat malu sang perwira polisi yang bertindak atas nama kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda telah berlaku kasar dan "sok tahu politik" dalam suatu pertemuan umum yang justru dihadiri oleh pembesar-pembesar akhli politik dari

Kantoor voor Inlandse Zaken, sehingga Van der Plas dan Dr. Pijper yang mengerti akan arti yang tersirat dalam ucapan Mr. R M. Sartono itu menjadi malu. Uraian singkat Mr. R M.

membuat perwira polisi itu tidak berani bertingkah lagi. Tepat pukul 23.30 menjelang tengah malam, rapat pertama Kongres Pemuda Indonesia Kedua ditutup dengan selamat beriring tepuk tangan gemuruh yang menandakan kelegaan para hadirin.

Keesokan paginya pada pukul 08.00 bertempat dalam

gedung Oost Java Bioscoop, rapat kedua Kongres Pemuda Indo­

nesia Kedua dibuka. Jumlah para pengunjung tetap banyak, sebagian besar malah dari kalangan orang tua yang berkecim­ pung dalam dunia pendidikan. Mereka mengorbankan hari libur, khusus untuk ikut ambil bagian guna keberhasilan Kongres yang pagi itu akan membicarakan masalah usaha mencerdaskan bangsa Indonesia lewat pendidikan. Wage Rudolf Supratman mencatat bahwa di luar gedung dijaga oleh sejumlah polisi ber­ senjata. Juga dicatat bahwa para undangan istimeWa dari

Kantoor voor Inlandse Zaken, Volksraad, wakil-wakil PNI, PPPKI, Partai Sarekat Islam, Budi Utomo, Taman Siswa tampak hadir. Tentu saja kelompok petugas-petugas keamanan dari

Hoofdparket dan PID yang dipimpin oleh seorang perwira polisi.

Ia mencatat pula bahwa dua orang pembicara utama, Ki Hajar Dewantara dan Jokosarwono, berhalangan hadir. Setelah Ketua Panitia membuka rapat kedua Kongres Pemuda Indonesia Kedua dengan uraian pengantar singkat, maka dipersilakan Nona Purnomowulan tampil ke mimbar untuk membacakan prasarannya. Gadis yang besar pengabdiannya dalam membina angkatan muda di bidang pendidikan itu dalam prasaranya menyatakan bahwa usaha mencerdaskan bangsa haruslah di­ sertai dengan usaha untuk menciptakan suasana tertib dan di­ siplin dalam pendidikan. Setelah Nona Purnomowulan, Sarmidi Mangunsarkoro, tokoh pendidik, dipersilakan naik ke mimbar. Pembicara kedua itu menguraikan segi-segi pendidikan dalam kaitannya dengan pendidikan kesadaran kebangsaan dan ke­ sadaran berpolitik. Sesudah kedua orang pembicara utama itu

1 4 l

selesai mengemukakan prasarannya, acara dilanjutkan dengan pandangan umum. Sambutan para hadirin yang minta diberi kesempatan menanggapi prasaran Nona Purnomowulan dan Sarmidi Mangunsarkoro cukup banyak dan bersemangat. Sambil terns membuat catatan, Wage Rudolf Supratman juga memper­ hatikan keadaan sekeliling. la tersenyum ketika melihat jumlah para pemudi yang hadir ternyata lebih banyak bila dibanding dengan yang dilihatnya pada waktu Kongres Pemuda Indonesia Pertama tahun 1 926 yang lalu. Siang hari itu ia mencatat paling tidak ada sepuluh orang pemudi yang hadir empat orang di antaranya sudah dikenalnya ialah Nona Purnomowulan, Nona

Siti Sundari, Nona Tumbel, Nona Suwarni. I

Pada jam 1 2.00 tengah hari, pertemuan ditutup tanpa sesuatu insiden. Wage Rudolf Supratman tidak langsung pulang

malainkan pergi ke kantor redaksi Sin Po , yang meski hari

Minggu tetap buka. Laporan mengenai pembukaan dan jalannya persidangan rapat pertama tanggal 27 Oktober 1 928, Sabtu malam, lengkap dengan insiden yang terjadi dua kali, yang telah disusunnya itu diletakkan di atas meja kerja pimpinan redaksi. Laporannya itu akan dijadikan salah satu bahan berita penting

yang setelah diiunting oleh pimpinan redaksi, dimuat di Sin

Po pada penerbitan hari Senen. Sepulang dari kantor, sambil

makan siang bersama Salamah, ia dengan gembira mengatakan kepada teman hidupnya itu bahwa malam nanti ia akan bermain biola dalam Kongres. Setelah istirahat sejenak, ia lalu mem­ bersihkan biola kesayangannya. Senar-senar biola dan pengge­ seknya digosok dengan gondorukem dan diselaraskan. Kemudi­ an beberapa kali mengalunkan lagu ciptaannya yang telah di­ hafal, agar malam nanti bila memperdengarkannya di hadapan para pengunjung Kongres, tidak membuat kekeliruan.

Lepas Magrib, ia telah berdandan rapi, mengenakan celana dan jas putih-putih dengan dasi kupu-kupu, dan berpeci. Vulpen dicepitkan di saku atas, buku catatan di saku bawah. Tidak lupa

mengantongi lipatan kertas notasi dan teks sajak

(lyric)

lagu.