• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TB PADA PEMERINTAH (P2M)  Faktor predisposisi, prevalensi dan sebaran geografik

Dalam dokumen 348048058 sk 2 TB dayu (Halaman 37-48)

Faktor Predisposisi

1. Faktor Agent( Mycobacterium tuberculosis)

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru.Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi congenital yang jarang terjadi.

2. Faktor Lingkungan

Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya.Penularannya pun berpola se kuler tanpadipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC.Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi.Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitasperdesaan.Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini.Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewanternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

3. Faktor HostUmur

merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku padagolongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi.Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekananpsikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalamTBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksiprimer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.

4. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansisepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikutseluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.

Prevalensi dan Sebaran geografik

Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi sakittuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman dormantersebut dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebutsebagai “ penderita tuberkulosis “, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai resiko untuk menderita tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka.

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemic terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%.

Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB

BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.

 Preventif dan promotif a. Upaya Promotif

Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja melaluipendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja, penyuluhan,penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan kerja,peningkatan gizi kerja

b. Upaya preventif

Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakitTBC.

 Pencegahan Primer :

Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakitpada populasi yang sehat.

 Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) :

Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.

Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan  Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control):

Pesyaratan penerimaan tenaga kerja Pencatatan pelaporan

Monitoring dan evaluasi

 Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain : Sistem ventilasi yang baik

Pengendalian lingkungan keja

 Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat dll.

Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin

test)-Peningkatan gizi pekerja Penelitian kesehatan  Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya:

 Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat” atau juru TBC

 Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat

kerja- Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.

 Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas penanggulangan TBC bagi pekerja

 Pengelolaan logisti  Sumber dan cara penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifanhasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.Faktor yang memungkinkanseseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara danlamaya menghirup udara tersebut.  Prinsip dasar program P2M

a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya dilakukan di PRM, PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja.

b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali positif disebut kasus BTA(+).

c) Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada pemeriksaan Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.

d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler.

e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapiRontgen f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan

dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriks aan dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).

g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan sekali).

h) Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment Short- Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.

 Cara menemukan kasus Tb paru

Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan penderita TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.

Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan terhadap kontak penderita TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif tahun terakhir. Probabilitas terjadinya resistensi obat TB lebih tinggi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop out pengobatan karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi. Data dari penyedia pelayanan swasta belum termasuk dalam data di program pengendalian TB nasional. Sedangkan untuk rumah sakit, data yang tersedia baru berasal dari sekitar 30% rumah sakit yang telah melaksanakan strategi DOTS. Proporsi kasus TB dengan BTA negatif sedikit meningkat dari 56% pada tahun 2008 menjadi 59% pada tahun 2009. Peningkatan jumlah kasus TB BTA negatif yang terjadi selama beberapa tahun terakhir sangat

mungkin disebabkan oleh karena meningkatnya pelaporan kasus TB dari rumah sakit yang telah terlibat dalam program TB nasional.

Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus BTA positif.Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai 10.45%. Angka-angka ini merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak yang sesungguhnya mengingat tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan yang diiringi dengan rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan

kesehatan.

Peran seorang PMO adalah mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, dan member penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan.

Menurut Nuraini (2003) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah : a) Mengetahui tanda-tanda tersangka tuberkulosis paru.

b) Mengawasi penderita agar minum obat setiap hari. c) Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali d) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak :

1. Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan, pemeriksa ulang dahak dilakukan untuk menentukan obat tambahan.

2. Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan, pemeriksaan ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kegagalan.

3. Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan, pemeriksaan ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kesembuhan.

e) Memberikan penyuluhan

f) Memberitahukan jika terjadi suspek pada keluarga penderita. g) Menujuk kalau ada efek samping dari penggunaan obat

Menurut Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah : a) Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.

b) Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.

c) Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan.

d) Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.

e) Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan obat.

f) Merujuk pasien bila efek samping semakin berat. g) Melakukan kunjungan rumah

h) Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberculosis yang mempunyai gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.

 Tujuan kunjungan petugas Puskesmas

Kunjungan Rumah (Home Visit) kepada pasien TB yang tidak memeriksakan diri pada waktu yang telah ditentukan. Tujuannya adalah untuk memantau keberadaan pasien D.O (Drop-Out/putus pengobatan), melihat kelanjutan pengobatan dan mengetahui kendala pasien menghentikan pengobatan.

LI.5. Memahami dan menjelaskan Tuberkulosis paru berdasarkan program P2M di Puskesmas

 Faktor predisposisi, prevalensi dan sebaran geografik Faktor Predisposisi

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru.Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi congenital yang jarang terjadi.

2. Faktor Lingkungan

Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya.Penularannya pun berpola se kuler tanpadipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC.Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi.Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitasperdesaan.Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini.Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewanternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

3. Faktor HostUmur

merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku padagolongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi.Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekananpsikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalamTBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksiprimer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.

4.Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansisepanjang hidup

individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikutseluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.

Prevalensi dan Sebaran geografik

Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi sakittuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman dormantersebut dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebutsebagai “ penderita tuberkulosis “, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai resiko untuk menderita tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka.

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemic terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%.

Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB

BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.

 Preventif dan promotif c. Upaya Promotif

Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja melaluipendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja, penyuluhan,penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan kerja,peningkatan gizi kerja

d. Upaya preventif

Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakitTBC.

Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakitpada populasi yang sehat.

 Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) :

Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.

Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan  Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control):

Pesyaratan penerimaan tenaga kerja Pencatatan pelaporan

Monitoring dan evaluasi

 Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain : Sistem ventilasi yang baik

Pengendalian lingkungan keja

 Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat dll.

Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin

test)-Peningkatan gizi pekerja Penelitian kesehatan  Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya:

 Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat” atau juru TBC

 Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat

kerja- Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.

 Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas penanggulangan TBC bagi pekerja

 Pengelolaan logisti  Sumber dan cara penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifanhasil pemeriksaan dahak,

makin menular pasien tersebut.Faktor yang memungkinkanseseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara danlamaya menghirup udara tersebut.  Prinsip dasar program P2M

i) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya dilakukan di PRM, PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja.

j) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali positif disebut kasus BTA(+).

k) Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada pemeriksaan Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.

l) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler.

m) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapiRontgen n) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan

dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriks aan dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).

o) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan

Dalam dokumen 348048058 sk 2 TB dayu (Halaman 37-48)

Dokumen terkait