Pemeriksaan ini dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Tes ini dilakukan dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin secara intrakutan. Tes ini hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah terinfeksi kuman TB atau mendapat vaksinasi BCG. Tes tuberkulin (mnataoux) dinyatakan posotif apabila diperoleh indurasi 10 mm setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan.
LO.3.8 Tatalaksana TB paru
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
a. Obat primer/ Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapat dipisahkan dengan obat-obatan ini.
b. Obat sekunder/ Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin.
Isoniazid (INH)
Efek antibakteri: bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah.
Mekanisme kerja: menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium.
Farmakokinetik: mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antar 75-95% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit.
Efek samping: reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis perifer paling banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus, dan retensi urin.
Indikasi: Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberculosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang beresiko tinggi mendapatkan infeksi. Kontraindikasi: Kontraindikasinya adalah riwayat hipersensitifitas ataureaksi adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap etiologi, kehamilan. Sediaan dan posologi: terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400 mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak < 4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15 mg/kgBB/hari.
Rifampisin
Aktivitas antibakteri: menghambat pertumbuhan berbagai kuman positif dan gram-negatif.
Mekanisme kerja: terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA.
Farmakokinetik: pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi ke seluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan keringat.
Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang paling sering ialah ruam kulit, demam, mual, dan muntah.
Indikasi: untuk obat anti tuberkulosis yang dikombinasikan dengan anti tuberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang.
Kontraindikasi: Sindrom syok, anemia hemolitik akut, dan gangguan hati.
Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Beberapa sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari
50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.
Etambutol
Aktivitas antibakteri: menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.
Farmakokinetik: pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.
Efek samping: jarang. Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada 50% pasien.
Indikasi: Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberculosis dengan obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik,gangguan visual.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritisoptik.
Sediaan dan posologi: tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.
Pirazinamid
Aktivitas antibakteri: mekanisme kerja belum diketahui.
Farmakokinetik: mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus.
Efek samping: yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi asam urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga disuria, malaise, dan demam.
Indikasi: Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan OAT lain. Kontraindikasi: terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, Hipersensitivitas.
Sediaan dan posologi: bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35 mg/kgBB sehari (maksimum 3 g), diberikan dalam satu atau beberapa kali sehari.
Streptomisin
Aktivitas antibakteri: bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.
Farmakokinetik: setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit. Kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
Efek samping: umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang fungsi ginjalnya terganggu.
Indikasi: Sebagai kombinasi pada pengobatan TBC bersama isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid, atau penderita yang kontraindikasi dengan 2 atau lebih obat tersebut.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap streptomisin sulfat atauaminoglikosida lain. Sediaan dan posologi: bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20 mg/kgBB secara IM, maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu. Kemudian frekuensi berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.
Etionamid
Aktivitas antibakteri: in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 μ g/mL.
Farmakokinetik: pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan merata ke cairan dan jaringan. Ekskresi cepat dalam bentuk utama metabolit 1% aktif.
Efek samping: paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental, mengantuk dan asthenia.
Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mg sehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan dosis 125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi iritasi lambung.
Paraaminosalisilat
Aktivitas bakteri: in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1 μ g/mL.
Farmakokinetik: mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80% di ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.
Efek samping: gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelianan darah antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom mononukleosis atipik, trombositopenia.
Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12 g sehari.
Sikloserin
Aktifitas bakteri: in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 μ g/mL dengan menghambat sintesis dinding sel.
Farmakokinetik: baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelah pemberian obat 4-8 jam. Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh.
Efek samping: SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit kepala, tremor, vertigo, konvulsi, dll.
Sediaan dan posologi: bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam plasma 25-30 μ g/mL.
Kanamisin dan Amikasin
Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat supresif.
Farmakokinetik: melalu suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr, atau dengan intravena selama 5 hr/mgg selama 2 bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4 bulan.
Kapreomisin
Efek samping: nefrotoksisitas dengan tanda nnaiknya BUN, menurunnya klirens kreatinin dan albuminuria. Selain itu bisa terjadi hipokalemia, uji fungsi hati buruk, eosinogilia, leukositosis, leukopenia, dan trombositopenia.
Efek samping ringan OAT:
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak nafsu makan,
mual, sakit perut Rifampisin
Semua OAT diminum malam sebelum tidur
Nyeri sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa
terbakar pada kaki INH
Beri Vitamin B6 (Piridoxin) 100mg/hr
Kemerahan pada
air seni Rifampisin Perlu penjelasan ke pasien
Efek samping berat OAT
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Gatal dan Kemerahan
Semua jenis
OAT Ikuti petunjuk pelaksanaan
Tuli streptomisin Hentikan,ganti dengan Etambutol Gangguan Keseimbangan streptomisin Hentikan,ganti dengan Etambutol
Ikterus tanpa sebab lain Hampir semua OAT Hentikan,sampai menghilang Bingung dan muntah-muntah Hampir semua OAT
Hentikan,segera tes fungsi hati
Gangguan
Penglihatan Etambutol Hentikan
Purpura dan
renjatan (syok) Rifampisin Hentikan
Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan panduan OAT: 1. Kategori I (2HRZE / 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampsin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
o Penderita baru TBC Paru BTA Positif
o Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen Positif yang “sakit berat” dan o Penderita TBC Ekstra Paru berat
2. Kategori II (2HRZE / HRZE / 5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk: o Penderita kambuh (relaps) o Penderita gagal (failure)
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default) 3. Kategori III (2HRZ / 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu.
Komplikasi :
1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency). LO.3.10 PencegahanTB paru
Pencegahan Primer :
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat.
 Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) :
Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan  Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control):
Pesyaratan penerimaan tenaga kerja Pencatatan pelaporan
Monitoring dan evaluasi
 Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain : Sistem ventilasi yang baik
Pengendalian lingkungan keja
 Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat dll.
Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin
test)-Peningkatan gizi pekerja Penelitian kesehatan
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya:
 Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat” atau juru TBC
 Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat
kerja- Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
 Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas penanggulangan TBC bagi pekerja
 Pengelolaan logisti Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.
Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut :
1. Perkembangan media.
2. Metode solusi problem keresistenan obat. 3. Perkembangan obat Bakterisidal baru.
4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin.
5. Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel. 6. Studi lain yang intensif.
7. Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol. LO.3.11 Prognosis TB paru
Bila tidak menerima pengobatan spesifik : - 25% meninggal dunia dalam 18 bulan - 50% meninggal dalam 5 tahun
- 8-12.5 % menjadi chronic exeretors, yakni terus-menerus mengeluarkan basil TB dalam sputumnya (sumber penularan)
Sisanya mengalami kesembuhan dengan spontan dengan bekas berupa proses fibrotik dan perkapuran
Bila diberikan pengobatan spesifik (sesuai aturan sebenarnya) :
Pengobatan spesifik hanya membunuh basil TB saja, namun kelainan paru yang sudah ada pada saat pengobatan spesifik dimulai tidak akan hilang sehingga keluhan-keluhan
yang disebabkannya belum tentu hilang secara sempurna saat terapi spesifik selesai, bahkan dapat bertahan selama hidup. Bila diberikan pengobatan spesifik (tidak memenuhi syarat) penderita tidak akan sembuh, dan basil TB yang tadinya resisten terhadap obat-obatan yang dipakai akan menjadi resisten. Akibatnya penderita sukar disembuhkan dan menularkan basil-basil resisten pada sekelilingnya.
LI.5 Memahami Dan Menjelaskan etika batuk dalam pandangan Islam Cara Batuk yang Benar yaitu :
a. Langkah 1 : Sedikit berpaling dari orang disekitar anda dan tutup hidung dan mulut atau hidung saat batuk dan bersin dengan menggunakan tissu, sapu tangan atau lengan baju.
b. Langkah 2 : Segera buang tisu yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.
c. Langkah 3 : Cuci tangan dengan mengunakan sabun atau menggunakan gel pembersih tangan.
d. Langkah 4 : Gunakan masker. Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara penting untuk membantu mengurangi penyebaran penyakit udara di seluruh dunia. Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti segera dengan mencuci tangan dan membuang tissue pada tempat sampah.
Etika batuk menurut islam Rasulullah saw. Bersabda:
“Jika salah seorang dan kalian bersin, maka hendaklah ia berkata, ‘Segala puji bagi Allah’, dan hendaklah saudaranya mengatakan padanya, ‘Semoga Allah merahmatimu’, dan jika saudaranya telah mengatakan, ‘Semoga Allah merahmatimu’, maka hendaklah orang yang bersin berkata, ‘Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu, dan memperbaiki hatimu’.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Abu Hurairah ra berkata, “Jika Rasulullah SAW. bersin, beliau meletakkan tangannya, atau pakaiannya di mulutnya, dan merendahkan suaranya.” (Muttafaq Alaih).
MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TB PADA PEMERINTAH (P2M)