LI.1 Memahami Dan Menjelaskan anatomi saluran pernafasan bawah 1.1 Anatomi makro saluran pernafasan bawah
Trachea
Terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa yang terletak di tengah – tengah leher sampai incisura jugularis di belakang manubrium sternum masuk mediastinum superior. Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid setinggi cervical V1 sampai bercabang menjadi bronchus dextra dan sinistra setinggi vertebrae thoracal ke IV – V. Percabangan tersebut dikenal dengan ”bifurcatio trachea”.
Panjang trachea (10-12 cm), pria (12 cm), dan wanita (10 cm) yang terdiri dari (16-20 cincin) yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah larynx melalui cartilago cricoid dengan ligamentum cricotrachealis. Diantara tulang rawan terdapat jaringan ikat ”ligamentum intertrachealis (ligamentum annulare)”. Trachea adalah saluran napas yang penting dalam penyumbatan saluran napas terutama daerah larynx dengan membuat tracheostomi (membuat lubang pada trachea terutama obstruksi larynx mendadak) 1-2 cm di atas incisura jugularis sterni.
Persarafan trachea
Bronchus
Percabangan trachea setinggi batas vetebra thoracal iv-v disebut bifurcatio trachea. Bifurcatio trachea memberi cabang 2 buah brochus, yaitu brochus primarius dextra dan sinistra. Selanjutnya, bronchus primarius akan memberikan cabang-cabang ke setiap lobus paru, disebut bronchus secunderius. Broncus secunderius bercabang lagi menjadi bronchus tersier (bronchus segmentalis).
Bronchus dextra (terdapat 10 cabang bronchus segmentalis) 1) Lobus superior: Segmen apical, anterior, dan segmen posterior. 2) Lobus media: Segmen medial dan lateral.
3) Lobus inferior: Segmen superior, medial basal, lateral basal, anterior basal, dan posterior basal.
Bronchus sinistra (terdapat 9 cabang bronchus segmentalis)
1) Lobus superior: Segmen apico posterior, anterior, lingularis superior, dan lingularis inferior.
2) Lobus inferior: Segmen superior, mediobasal, laterobasal, anterobasal, dan posterobasal.
Perbedaan bronchus dextra dan sinistra
1) Lumen bronchus dextra lebih luas dibandingkan sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan terdiri dari 6-8 buah cincin, sedangkan sinistra panjangnya 5 cm dengan 9-12 buah cincin.
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25˚ dengan garis tengah, sedangkan sinistra 45˚ sehingga posisi bronchus kanan lebih curam.
*Oleh karena itu, bronchus dextra lebih sering terkena infeksi. Pulmo
Paru adalah organ utama untuk proses pernafasan yang berbentuk kerucut, dimana bagian apex terdapat dibagian atas dan basal pada bagian bawah. Paru terletak dalam cavum thorax yang mengisi ruangan dibagian lateral dari mediastinum.
Pulmo dibungkus oleh jaringan ikat kuat yaitu pleura. Pleura dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pleura parietalis
Lapisan luar yang melapisi dinding dada yang terletak dibawah fascia endothoracica. 2. Pleura visceralis
Bagian pleura yang melekat ke paru-paru.
Pada kedua lapisan pleura tersebut terdapat rongga / ruangan yang disebut dengan cavum pleura dimana rongga tersebut mengandung sedikit cairan pleura yang dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua lapisan pleura.
Berdasarkan letaknya pleura parietalis tebagi atas : 1. Pleura costalis yaitu pleura yang melapisi iga.
2. Pleura diaphragmatica yaitu pleura yang melapisi diaphragma. 3. Pleura mediastinalis yaitu pleura yang melapisi mediastinum.
4. Pleura cervicalis (cupula pleura) yaitu pleura yang melapisi bagian apex paru.
Recessus pleura adalah kantong pleura yang terdapat pada lipatan pleura parietalis, disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura. Fungsi recessus ini adalah pada waktu inspirasi paru akan mengembang dan akan mengisi recessus tersebut.
Pada kedua hillus paru kedua lapisan pleura berhubungan dan bergantung longgar diatas hillus dan disebut dengan ligamentum pulmonale. Ligamentum pulmonale berfungsi untuk mengatur pergerakan alat dalam hillus selama proses respirasi.
Pulmo terdiri dari 2 buah, yaitu : 1. Pulmo dextra
Terdiri dari 3 lobus : lobus superior, lobus media dan lobus inferior. 2. Pulmo sinistra
Bronchus primer, A. Pulmonalis, A. Bronchialis, dan syaraf. 2. Alat-alat yang keluar dari hillus pulmonis :
2 buah vena pulmonalis,vena bronchialis, dan limfonodus.
Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan alur : 1. impresio cardiaca.
Pendarahan Paru
Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.
Persarafan Paru
Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus.
Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi. Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.
Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis.
1.2 Anatomi makro saluran pernafasan bawah Bronkus
- Trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer
- Bronkus primer masuk ke jaringan melalui hilus dan bercabang menjadi 2 bronkiolus sekunder (sisi kiri) dan 3 bronkiolus sekunder sisi
kanan
- Tiap bronkus sekunder utk satu lobus paru
- Bronkus sekunder/bronkus lobaris bercabang menjadi bronkiolus
- Bronkus sebelum masuk ke paru → bronkus ekstrapulmonal (struktur = trakea , diameter lebih kecil)
- Masuk ke paru → bronkus intrapulmonal (masih ada tulang rawan), lumen diliputi epitel bertingkat torak bersilia dengan sel goblet
- Diameter kurang 1 mm - Tidak terdapat tulang rawan
- Epitel selapis torak bersilia dengan beberapa sel goblet
- Tanpa kelenjar - Ada otot polos
- Makin kecil bronkiolusnya ( 0,3 mm) epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet
Bronkiolus terminalis
- Bronkiolus yg terkecil disebut BRONKIOLUS TERMINALIS (selapis torak bersilia atau kubis bersilia atau tanpa silia tanpa sel goblet)
- Bronkiolus terminalis → saluran terakhir dr konduksi - Pada epitel bronkiolus tdpt SEL CLARA → tdk tdpt
silia tetapi punya mikrovili Sitoplasma bergranula kasar - Lamina propria tipis
- Otot polos tipis - Tdk ada kelenjar
- Diduga mempunyai fungsi sekresi SURFAKTAN
Sintesa surfaktan dapat diinduksi, sehingga penanganannya akan lebih singkat - Mempermudah transport gas antara udara dan cairan
- Penemuan terakhir mempunyai efek bakterisid terhadap bakteri yg sampai ke alveoli Bronkiolus Respiratorius
- Tiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 atau lebih B. respiratorius
- Diameter B. respiratorius pd orang dewasa 0,5 mm - Merupakan saluran yg pendek
- Peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi
- Dilapisi oleh epitel selapis kubis bersilia dan terdapat sel clara - Terdapat alveolus
- Terdapat adanya serat kolagen, elastin dan otot polos yang terputus-putus
- Jadi, ciri B. respiratorius adalah diantara alveoli terdapat epitel selapis kubis
- Disini alveoli merupakan pertukaran gas yg pertama Duktus Alveolaris
- Saluran yamg berdinding tipis dan putus-putus
- Dilanjutkan saluran yang panjang berkelok-kelok dan bercabang banyak - D. alveolaris biasanya dikelilingi oleh sakus alveolaris
- Dinding D. alveolaris diantara mulut alveoli diliputi oleh serat elastin, serat kolagen dan sedikit otot polos → seperti titik2 diantara alveoli berdekatan
- Merupakan kantong yang dibentuk oleh dua alveoli atau lebih Alveoli atau Alveolus
- Kantung-kantung kecil yang dibentuk oleh selapis sel (spt sarang tawon) - Mudah terjadi difusi oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah
- Melekat satu sama lain dan dipisahkan oleh septum interalveolaris/dinding alveolus - Antara dinding alveoli yg berdekatan terdapat lubang kecil dg diameter 10-15 mm →
stigma alveoli (porus alveolaris) → sirkulasi udara (keuntungan) - Kerugiannya : memudahkan bakteri menyebar
- Setiap septum berisi satu atau lebih stigma alveoli
- Septum interalveolaris terdiri atas 2 lapis epitel gepeng di dalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, fibroblast, serat retikulin
Lobulus Paru
- Merupakan struktur dasar paru yang berbentuk piramid
- Basisnya menghadap ke permukaan pleura dan apexnya menuju ke hilus Lung Unit
Lung unit mrp satu kesatuan fungsional paru, terdiri atas : - Bronkiolus respiratorius
- Duktus alveolaris - Sakus alveolaris - Alveoli
- Arteri pulmonalis - Vena pulmonalis - Kapiler limf
- Serat-serat saraf dan anyaman penyambungnya
Pada septum interalveolaris terdapat macam sel yang hanya dapat dibedakan dengan mikroskop elektron yaitu :
- Sel pneumosit tipe I / sel epitel alveoli / alveolar cell : ± 95 % sel dinding alveoli
Inti gepeng
Sitoplasma tipis mengelilingi dinding alveoli
Pneumosit tipe II / sel septal / sel alveolar besar / sel sekretoris - Bentuk kubis, inti bulat
- Sel menonjol ke arah lumen alveoli - Berkelompok 2-3 sel
- Sitoplasma mengandung multilamellar bodies, zat ini dilepaskan ke permukaan sebagai surfaktan
- Berasal dr monosit yang dihasilkan oleh sumsum tulang - Sel agak besar berbentuk bulat dengan inti bulat
- Sitoplasma mengandung vakuola / yang tidak bervakuola ttp bergranula
- Yang bervakuola berasal dari sel darah yang telah memfagosit lipid atau kolesterol sehingga terlihat selnya bervakuola .
Endotel kapiler
- Sel ini melapisi kapiler darah - Inti sel gepeng
- Kromatin inti halus - Relatif banyak ditemukan
Sel interstitial
- Termasuk fibroblast dan sel mast
- Blood air barrier : Merupakan struktur yang mempunyai tebal 0,2-0,5 µm, memisahkan udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler.
- Struktur ini terdiri dari :
1. Sitoplasma sel epitel alveoli 2. Lamina basalis sel epitel alveoli
3. Lamina basalis sel endotel, sitoplasma sel endotel kapiler tipe kontinyu
4. Pd beberapa tempat lamina basalis sel epitel dan lamina basalis sel endotel saling melekat satu sama lain, shg mengurangi Blood air barrier
5. Paru mempunyai sekitar 300 juta alveoli, shg permukaan alveoli untuk pertukaran gas tdpt sekitar 70-80 m²
Pembuluh Darah Paru, terdapat dua pembuluh darah : A. Pulmonalis dan A. Bronkialis
- Pulamonalis : arteri tipe elastis berisi darah venosa yang berasal dari ventrikel kanan jantung
- Arteri bercabang2 berjalan bersama cabang bronkus sampai bronkiolus respiratorius - Bagian akhir arteriolnya akan membentuk jala-jala kapiler yg mengelilingi alveolus
dan terletak di septum interalveolaris
- Venula yg berasal dari pleksus bersama dg cabang dr pleura akan berjalan dlm septum interlobularis kmdn membentuk V. Pulmonalis yg akan masuk ke atrium kiri jantung - A. bronkialis lebih kecil dr A. Pulmonalis → berisi darah arteri yg berasal dr aorta atau
A. interkostalis
- Cabang2nya akan memasuki dinding bronkus dan jaringan sekitarnya
- Di daerah duktus alveolaris tdpt anastomosis antara kapiler-kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Bronkialis
- Terdapat 2 sistem aliran getah bening , yaitu aliran di permukaan / pleura dimana pembuluh limf yg tdpt di bawah pleura viseralis membentuk anyaman dan menyalurkan ke kelenjar getah bening di hilus paru
- Aliran di bagian dalam paru merupakan pembuluh limf di tepi lobulus dan isinya dialirkan melalui bagian tepi paru ke hilus
- Semua limf yang lebih dalam berjalan bersama-sama bronkus , A. Pulmonalis dan V. Pulmonalis dialirkan ke kelenjar limf di hilus
Persarafan Paru
- Serat saraf yg berasal dari N. Vagus membentuk pleksus di sekitar bronkus dan pembuluh darah dan akan menyebabkan BRONKOKONSTRIKSI
- Sel saraf yg berasal dr cabang : stimulasi simpatis → dilatasi bronkus Pleura
- Merupakan membran serosa yg membungkus paru
- Terdiri atas 2 lapisan : parietal dan viseral yg saling berhubungan di daerah hilus
- Terdiri atas : serat kolagen, serat elastin, fibrobalas dan makrofag
- Dilapisi oleh sel mesotel spt pd peritonium
- Yg melekat pd paru → pleura viseral - Yg melekat pd toraks → pleura prietalis - Dalam keadaan normal rongga pleura
berisi sedikit cairan yg bekerja sbg agen pelumas
- Pada keadaan patologis tertentu, rongga pleura dpt mjd rongga sesungguhnya yg mengandung cairan atau udara di dalamnya
- Dinding rongga pleura seperti rongga serosa yg lain, sangat permiabel utk air dan substansi lain
- Cairan ini berasal dr plasma darah melalui eksudasi
- Sebaliknya pd keadaan tertentu cairan atau gas cepat diabsorbsi
2 MM. Mycobacterium Tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Maka untuk mengenang jasa beliau, bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TB).
Kingdom : Bacteria Filum : Actinobacteria Ordo : Actinomycetales Upaordo : Corynebacterineae Famili : Mycobacteriaceae Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium tuberculosis
TAKSONOMI
Bentuk
berbentuk batang lurus atau agak bengkok dengan ukuran 0,2- 0,4 x 1-4 um. Pewarnaan Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Tidak dapat digolongkan gram negatif atau gram positif S Biakan
Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2 minggu bahkan kadangkadangsetelah 6-8 minggu.
Suhu optimum 37°C, tidak tumbuh pada suhu 25°C atau lebihdari 40°C.
Terdapat 3 formulasi umu yang dapat di gunakan: 1. medium agar semi sintetik
medium ini mengandung garam, vitamin, kofaktor, asam oleat, albumin, katalase, gliserol, glukosa, dan malakit hijau. Medium ini digunakan untuk mengobservasi morfologi koloni, untuk uji sensitifitas, dan menambahkan antibiotik sebagai medium selektif.
2. medium telur inspissated
medium ini mengandung garam, gliserol, dan substansi organik kompleks. Medium ini digunakan sebagai medium selektif dengan menambahkan antibiotic
3. medium kaldu medium ini mendorong prolifersi inokulum kecil.
Sifat-sifat
Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6°C selama 15- 20 menit. Biakan dapatmati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
Dalam dahak dapat bertahan 20-30p jam.
Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
Biakan basil inidalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu20°C selama 2 tahun.
Myko bakteri tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektanantara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%.
Basil ini dihancurkanoleh jodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.
Bersifat aerob obligat
Klasifikasi
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif 4. Analisis kohort hasil pengobatan
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter. 2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang- kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk: 1. menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi,
2. menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. Mengurangi efeksamping.
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 1) Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yangmenyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b)1spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d)1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit. 1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum
pasien buruk. 2) TB ekstra-paru
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
e. Klasifikasi berdasarkan patologis
2) Tuberkulosis postprimer (adult tuberculosis)
Penyakit tuberkulosis paru dapat disembuhkan. Namun karena kekurangpekaan si penderita dan kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TB paru, kematian pun tak jarang terjadi. Oleh karena itu dibutuhkan tindakan dini untuk mencegah dan mengobati penyakit TB paru.
Bakteri yang menyebabkan tuberkulosis: 1. Mycobacterium tuberculosis
2. Mycobacterium bovis 3. Mycobacterium africanum 4. Mycobacterium canetti 5. Mycrobacterium microti
Karakteristik pertumbuhan
Mikobakteria merupakan aerobik obligat yang memperoleh energi dari oksidasi beberapa senyawa karbon sederhana. Penambahan CO2 meningkatkan pertumbuhan. Waktu untuk menggandakan basil tuberkel sekitar 18 jam, bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, proliferasi terjadi pada temperatur 22–23oC, untuk menghasilkan pigmen yang lebih banyak dan mengurangi bentuk ‘cepat asam’ daripada bentuk patogenik.
Reaksi terhadap agen fisik dan kimia
terhadap kekeringan dan bertahan hidup selama periode waktu yang lama dalam sputum kering.
Konstituen basil tuberkel
Dinding sel mikobakteria menyebabkan penundaan hipersensitivitas dan beberapa diantaranya resisten terhadap infeksi dan dapat menggantikan keseluruhan sel mikobakteria dalam adjuvan Freund.
Lipid
Mikobakteria kaya akan lipid, terutama asam mikolat, bahan dari lilin, dan fosfatida. Lipid pada beberapa perluasan bertanggung jawab terhadap kecepatan asam. Perpindahan dengan asam panas merusak kecepatan asam, yang terganggu pada integritas dinding sel dan kehadiran lipid tertentu.
Protein
Masing-masing tipe mikobakterium berisi beberapa protein yang mendatangkan reaksi tuberkulin. Ikatan protein pada fraksi lilin, dengan injeksi, menyebabkan sensitivitas tuberkulin. Mereka juga dapat menumbulkan pembentukan berbagai antibodi.
Polisakarida
Perannya dalam patogenesis penyakit masih belum jelas. Mereka dapat menyebabkan hipersensitivitas tipe cepat dan dapat bertindak sebagai antigen dalam dengan serum orang yang terinfeksi.
KLASIFIKASI Toksonomi :
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Upaordo : Corynebacterineae Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Mikrobakterium tidak dapat diklasifikasikan sebagi gram positif atau gram negatif karena sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium, karenanya ia termasuk dalam bakteri tahan asam. Mikrobakterium cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol. Mikrobakterium tidak menghasilkan kapsul atau spora; dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP; dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%. Bakteri ini adalah bakteri aerob, karenanya pada kasus TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya.
Mikrobakterium mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang impermeable, sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembang biak dengan baik pada suhu 22-23oC, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang patogen.
Mikrobakterium cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
(Simbahgaul, 2008) LO.3.4 PATOGENESIS
Perjalananinfeksi tuberculosis terjadimelalui 5 stage :
1. Dimulai dari masuknya tuberculosis ke alveoli. Kuman akan difagositosis oleh makrofag alveolar dan umumnya dapat dihancurkan. Bila daya bunuh makrofag rendah, kuman tuberculosis akan berproliferasi dalam sitoplasma dan menyebabkan lisis makrofag. Pada umumnya pada stage ini tidak terjadi pertumbuhan kuman.
2. Stage simbiosis, kuman tumbuh secara logaritmik dalam non-aktivated macrofag yang gagal mendestruksi kuman tuberculosis hingga makrofag hancur dan kuman tuberculosis difagositosis oleh makrofag lain yang masuk ke tempat radang karena factor kemotaksis komponen komplemen C5a dan monocyte chemoattractant protein ( MPC-1). Lama kelamaan makin banyak makrofag dan kuman tuberculosis yang berkumpul di tempat lesi.
tuberculin pada sel Tc sehingga menyebabkan jejas pada endotel dan memicu kaska dekoagulasi. Thrombosis local menyebabkan iskemia dan nekrosis di dekat jaringan. 4. Respon imun cell mediated immunity ( CMI ) memegang peran utama dimana CMI akan
mengaktifkan makrofag kuman. Activated macrophage menyelimuti tepi caseous necrosis untuk mencegah terlepasnya kuman. Pada keadaan dimana CMI lemah, kemampuan makrofag untuk menghancurkan kuman hilang sehingga kuman dapat berkembang biak didalamnya dan selanjutnya akan dihancurkan oleh respon imun DTH, sehingga caseous necrosis makin luas. Kuman tuberculosis yang terlepas akan masuk kedalam kelenjar limfe tracheobronchial dan menyebar ke organ lain.
5. Terjadi linkuifikasi ceseous center dimana untuk pertama kalinya terjadi multiplikasi kuman tuberculosis ekstraseluler yang dapat mencapai jumlah besar. Respon imun CMI sering tidak mampu mengendalikannya. Dengan progresifitas penyakit terjadi perlunakan caseous necrosis, membentuk kavitas dan erosi dinding bronkus. Perlunakan ini disebabkan oleh enzim hidrolisi dan respon DTH terhadap tuberkul protein, menyebabkan makrofag tidak dapat hidup dan merupakan media pertumbuhannya yang baik bagi kuman. Kuman tuberculosis masuk kedalam cabang-cabang bronkus, menyebar kebagian paru lain dan jaringan sekitarnya.
LI.4 Memahami Dan Menjelaskan tentang P2M
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll).
Tujuan program: menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah Malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta tuberkulosis paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes mellitus, dan kanker.
Strategi Penemuan Kasus TB
kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.
Sumber dan Cara Penularan
Sumber penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis adalah pasien TB dengan BTA positif. Penularan ini terjadi secara inhalasi, yaitu bila pasien tersebut batuk atau bersin, pasien akan menyebarkan kuman udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali penderita TB BTA (+) batuk, akan dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Depkes RI, 2006).
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Percikan ini dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan ruangan yang gelap dan lembab. Sedangkan ventilasi yang baik, akan dapat mengurangi jumlah percikan, dan sinar matahari langsung dapat membunuh kumanTB. (Depkes RI, 2006)
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko pada Tuberkulosis dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Infeksi Tuberkulosis
a. Orang-orang yang lahir di negara asing dari negara-negara yang berinsiden tinggi. b. Orang-orang miskin dan sangat miskin, terutama di kota-kota besar.
c. Penghuni penjara sekarang atau sebelumnya. d. Orang tunawisma.
e. Pengguna obat injeksi.
f. Pekerja perawat kesehatan yang merawat penderita berisiko tinggi. g. Anak yang terpajan pada orang dewasa berisiko tinggi.
2. Penyakit Tuberkulosis bila Terinfeksi
a. Koinfeksi dengan virus imunodefisiensi manusia (HIV). b. Penyakit gangguan imun lain, terutama keganasan. c. Pengobatan imunosupresif.
d. Bayi dan anak < 3 tahun. Prinsip dasar program P2M
a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya dilakukan di PRM, PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja.
b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali positif disebut kasus BTA(+).
d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler.
e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapiRontgen f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan
dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriksa an dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).
g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan sekali).
h) Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment Short- Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.
Persyaratan PMO:
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun penderita
2. Disegani dan dihormati oleh penderita
3. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita dan bersedia membantu penderita dengan sukarela
4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita Tugas PMO
1. Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan 2. Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur
3. Mengingatkan penderita untuk pemeriksaan ulang dahak pada waktu yang ditentukan 4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TBC yang punya gejala-gejala Siapa yang bisa jadi PMO? Sebaiknya adalah petugas kesehatan ,misalnya bidan di desa, perawat, pekarya sanitarian, juru imunisasi. Bila tidak petugas kesehatan yang
memungkinkan. PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat atau anggota keluarga.
LI.3 Memahami Dan Menjelaskan TB paru LO.3.1 Definisi TB paru
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
LO.3.2 Klasifikasi TB paru
1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1. Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. Klasifikasi berdasarkan Tipe Pasien
1. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default ) : Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) : Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5. Kasus Pindahan (Transfer In) : Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain : Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
LO.3.3 Etiologi TB paru
Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Maka untuk mengenang jasa beliau, bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TB).
Bahkan penyakit TB pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP). Robert Koch, penemu bakteri Mycobacterium tuberculosis
Taksonomi
Kingdom : Bacteria Filum : Actinobacteria Ordo : Actinomycetales Upaordo : Corynebacterineae Famili : Mycobacteriaceae Genus : Mycobacterium Spesies: Mycobacterium tuberculosis Bentuk
a. berbentuk batang lurus atau agak bengkok dengan ukuran 0,2- 0,4 x 1-4 um. b. Pewarnaan Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam. c. Tidak dapat digolongkan gram negatif atau gram positif S Biakan
d. Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2 minggu bahkan kadangkadangsetelah 6-8 minggu.
e. Suhu optimum 37°C, tidak tumbuh pada suhu 25°C atau lebihdari 40°C.
f. Medium padat yang biasa dipergunakan adalah Lowenstein- Jensen. PH optimum 6,4-7,0.
1. medium agar semi sintetik. Medium ini mengandung garam, vitamin, kofaktor, asam oleat, albumin, katalase, gliserol, glukosa, dan malakit hijau. Medium ini digunakan untuk mengobservasi morfologi koloni, untuk uji sensitifitas, dan menambahkan antibiotik sebagai medium selektif.
2. medium telur inspissated. Medium ini mengandung garam, gliserol, dan substansi organik kompleks. Medium ini digunakan sebagai medium selektif dengan menambahkan antibiotic
3. medium kaldu medium ini mendorong prolifersi inokulum kecil.
Sifat-sifat
a. Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6°C selama 15- 20 menit. b. Biakan dapatmati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
c. Dalam dahak dapat bertahan 20-30p jam.
d. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
e. Biakan basil inidalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu20°C selama 2 tahun.
f. Myko bakteri tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektanantara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%.
g. Basil ini dihancurkanoleh jodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.
h. Bersifat aerob obligat
LO.3.4 Epidemiologi TB paru
perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000 - 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%. Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.
Proporsi kasus TB dengan BTA negatif sedikit meningkat dari 56% pada tahun 2008 menjadi 59% pada tahun 2009. Peningkatan jumlah kasus TB BTA negatif yang terjadi selama beberapa tahun terakhir sangat mungkin disebabkan oleh karena meningkatnya pelaporan kasus TB dari rumah sakit yang telah terlibat dalam program TB nasional. Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus BTA positif. Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai 10.45%. Angka-angka ini merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak yang sesungguhnya mengingat tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan yang diiringi dengan rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.
LO.3.5 Patogenesis TB paru Tuberkulosis Primer
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada-tidaknya sinar ultraviolet, baik-buruknya ventilasi, dan tingkat kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
di jaringan paru dan berkembang biak dalam sitoplasma di makrofag. Kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer/efek primer/sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian paru. Bila menjalar ke pleura, maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran pencernaan, jaringan limfe, oropharynx, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran KGB hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Proses ini memakan waktu 3-8 minggu, kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi: - Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat (ini banyak terjadi).
- Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi hilus, + 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant. - Berkomplikasi dan menyebar secara:
- per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya
- secara bronchogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus
- secara limfogen ke organ tubuh lainnya, - secara hematogen ke organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis Pasca-primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant (‘tidur’) pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi TB dewasa (tuberkulosis post-primer/TB pasca-primer/TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. TB pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru. Invasinya adalah daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel, yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, secara keseluruhan akan terdapat 3 jenis sarang, yakni:
a. Sarang yang dapat sembuh. Jika sudah sembuh tidak perlu pengobatan lagi.
b. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.
c. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kembali kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna juga.
1. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Dipengaruhi oleh daya tahan tubuh dan berat ringannya kuman TB yang masuk
2. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. 3. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
4. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). 5. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
6. Nyeri dada akibat infiltrasi radang sampai pleura Gejala Khusus TB
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
LO.3.7 Diagnosis dan Diagnosis banding TB paru Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan denganmengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua harikunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datangberkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
2. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Pemeriksaan Biakan
1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis 2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda. Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah.
1. Pemeriksaan Fisik.
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu tubuh yang subfebris, badan kurus atau berat badan menurun. Pemeriksaan fisik sering tidak diperoleh hasil yang memuaskan terutama apabila sarang penyakit terletak di dalam akan sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrat agak luas mungkin ditemukan perkusi yang redup dan auskultasi suara bronkhial dan suara tambahan ronkhi basah kasar yang nyaring. Namun bila infiltrat diliputi penebalan pleura, suara tambahan menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, pada perkusi akan diperoleh hasil hipersonor atau timpani dan suara auskultasi amforik. Pada TB paru lanjut dengan fibrosis luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot interkostal. Bagian paru yang sakit menciut dan menarik isi mediastinum atau paru yang lain. Paru yang sehat jadi hiperinflasi. Keadaan lanjut TB paru dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonalis) yang diikuti terjadinya kor pulmonale dan gagal jantung kanan sehingga akan dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonale dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardi, sianosis, right ventrikular lift, right artikular gallop, murmur Graham Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, ascites dan edem.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkan adanya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin positif. Radiologis.
2. Pemeriksaan Radiologis
berupa bercak halus yang umumnya tersebar rata di seluruh lapang paru. Pemeriksaan radiologis lain yang dapat dilakukan adalah bronkografi, CT scan dada atau juga MRI.
3. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada darah, sputum dan tes tuberkulin. Darah. Pemeriksaan tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada TB baru akan didapatkan leukosit meninggi dengan hitung jenis bergeser ke kiri, jumlah limfosit masih normal dan LED mulai meningkat. Sputum. Pemeriksaan sputum adalah penting untuk menemukan kuman BTA. Pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang telah diberikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila paling tidak ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Untuk pemeriksaan BTA, bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin atau tinja.
4. Tes tuberkulin.
LO.3.8 Tatalaksana TB paru
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
a. Obat primer/ Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapat dipisahkan dengan obat-obatan ini.
b. Obat sekunder/ Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin.
Isoniazid (INH)
Efek antibakteri: bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah.
Farmakokinetik: mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antar 75-95% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit.
Efek samping: reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis perifer paling banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus, dan retensi urin.
Indikasi: Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberculosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang beresiko tinggi mendapatkan infeksi. Kontraindikasi: Kontraindikasinya adalah riwayat hipersensitifitas ataureaksi adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap etiologi, kehamilan. Sediaan dan posologi: terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400 mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak < 4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15 mg/kgBB/hari.
Rifampisin
Aktivitas antibakteri: menghambat pertumbuhan berbagai kuman positif dan gram-negatif.
Mekanisme kerja: terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA.
Farmakokinetik: pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi ke seluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan keringat.
Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang paling sering ialah ruam kulit, demam, mual, dan muntah.
Indikasi: untuk obat anti tuberkulosis yang dikombinasikan dengan anti tuberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang.
Kontraindikasi: Sindrom syok, anemia hemolitik akut, dan gangguan hati.
50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.
Etambutol
Aktivitas antibakteri: menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.
Farmakokinetik: pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.
Efek samping: jarang. Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada 50% pasien.
Indikasi: Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberculosis dengan obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik,gangguan visual.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritisoptik.
Sediaan dan posologi: tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.
Pirazinamid
Aktivitas antibakteri: mekanisme kerja belum diketahui.
Farmakokinetik: mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus.
Efek samping: yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi asam urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga disuria, malaise, dan demam.
Indikasi: Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan OAT lain. Kontraindikasi: terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, Hipersensitivitas.
Sediaan dan posologi: bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35 mg/kgBB sehari (maksimum 3 g), diberikan dalam satu atau beberapa kali sehari.
Streptomisin
Farmakokinetik: setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit. Kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
Efek samping: umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang fungsi ginjalnya terganggu.
Indikasi: Sebagai kombinasi pada pengobatan TBC bersama isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid, atau penderita yang kontraindikasi dengan 2 atau lebih obat tersebut.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap streptomisin sulfat atauaminoglikosida lain. Sediaan dan posologi: bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20 mg/kgBB secara IM, maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu. Kemudian frekuensi berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.
Etionamid
Aktivitas antibakteri: in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 μ g/mL.
Farmakokinetik: pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan merata ke cairan dan jaringan. Ekskresi cepat dalam bentuk utama metabolit 1% aktif.
Efek samping: paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental, mengantuk dan asthenia.
Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mg sehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan dosis 125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi iritasi lambung.
Paraaminosalisilat
Aktivitas bakteri: in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1 μ g/mL.
Farmakokinetik: mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80% di ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.
Efek samping: gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelianan darah antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom mononukleosis atipik, trombositopenia.
Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12 g sehari.
Sikloserin
Farmakokinetik: baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelah pemberian obat 4-8 jam. Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh.
Efek samping: SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit kepala, tremor, vertigo, konvulsi, dll.
Sediaan dan posologi: bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam plasma 25-30 μ g/mL.
Kanamisin dan Amikasin
Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat supresif.
Farmakokinetik: melalu suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr, atau dengan intravena selama 5 hr/mgg selama 2 bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4 bulan.
Kapreomisin
Efek samping: nefrotoksisitas dengan tanda nnaiknya BUN, menurunnya klirens kreatinin dan albuminuria. Selain itu bisa terjadi hipokalemia, uji fungsi hati buruk, eosinogilia, leukositosis, leukopenia, dan trombositopenia.
air seni Rifampisin Perlu penjelasan ke pasien
Gangguan
Penglihatan Etambutol Hentikan
Purpura dan
renjatan (syok) Rifampisin Hentikan
Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan panduan OAT: 1. Kategori I (2HRZE / 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampsin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
o Penderita baru TBC Paru BTA Positif
o Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen Positif yang “sakit berat” dan o Penderita TBC Ekstra Paru berat
2. Kategori II (2HRZE / HRZE / 5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk: o Penderita kambuh (relaps) o Penderita gagal (failure)
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default) 3. Kategori III (2HRZ / 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu.
Komplikasi :
1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
LO.3.10 PencegahanTB paru Pencegahan Primer :
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat.
Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) :
Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control):
Pesyaratan penerimaan tenaga kerja Pencatatan pelaporan
Monitoring dan evaluasi
Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain : Sistem ventilasi yang baik
Pengendalian lingkungan keja
Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat dll.
Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya:
Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat” atau juru TBC
Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat
kerja- Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas penanggulangan TBC bagi pekerja
Pengelolaan logisti Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.
Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut :
1. Perkembangan media.
2. Metode solusi problem keresistenan obat. 3. Perkembangan obat Bakterisidal baru.
4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin.
5. Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel. 6. Studi lain yang intensif.
7. Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol. LO.3.11 Prognosis TB paru
Bila tidak menerima pengobatan spesifik : - 25% meninggal dunia dalam 18 bulan - 50% meninggal dalam 5 tahun
- 8-12.5 % menjadi chronic exeretors, yakni terus-menerus mengeluarkan basil TB dalam sputumnya (sumber penularan)
Sisanya mengalami kesembuhan dengan spontan dengan bekas berupa proses fibrotik dan perkapuran
Bila diberikan pengobatan spesifik (sesuai aturan sebenarnya) :
yang disebabkannya belum tentu hilang secara sempurna saat terapi spesifik selesai, bahkan dapat bertahan selama hidup. Bila diberikan pengobatan spesifik (tidak memenuhi syarat) penderita tidak akan sembuh, dan basil TB yang tadinya resisten terhadap obat-obatan yang dipakai akan menjadi resisten. Akibatnya penderita sukar disembuhkan dan menularkan basil-basil resisten pada sekelilingnya.
LI.5 Memahami Dan Menjelaskan etika batuk dalam pandangan Islam Cara Batuk yang Benar yaitu :
a. Langkah 1 : Sedikit berpaling dari orang disekitar anda dan tutup hidung dan mulut atau hidung saat batuk dan bersin dengan menggunakan tissu, sapu tangan atau lengan baju.
b. Langkah 2 : Segera buang tisu yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.
c. Langkah 3 : Cuci tangan dengan mengunakan sabun atau menggunakan gel pembersih tangan.
d. Langkah 4 : Gunakan masker. Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara penting untuk membantu mengurangi penyebaran penyakit udara di seluruh dunia. Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti segera dengan mencuci tangan dan membuang tissue pada tempat sampah.
Etika batuk menurut islam Rasulullah saw. Bersabda:
“Jika salah seorang dan kalian bersin, maka hendaklah ia berkata, ‘Segala puji bagi Allah’, dan hendaklah saudaranya mengatakan padanya, ‘Semoga Allah merahmatimu’, dan jika saudaranya telah mengatakan, ‘Semoga Allah merahmatimu’, maka hendaklah orang yang bersin berkata, ‘Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu, dan memperbaiki hatimu’.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Abu Hurairah ra berkata, “Jika Rasulullah SAW. bersin, beliau meletakkan tangannya, atau pakaiannya di mulutnya, dan merendahkan suaranya.” (Muttafaq Alaih).
MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TB PADA PEMERINTAH (P2M) Faktor predisposisi, prevalensi dan sebaran geografik
Faktor Predisposisi
1. Faktor Agent( Mycobacterium tuberculosis)
2. Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya.Penularannya pun berpola se kuler tanpadipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC.Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi.Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitasperdesaan.Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini.Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewanternak yang terinfeksi adalah berbahaya.
3. Faktor HostUmur
merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku padagolongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi.Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekananpsikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalamTBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksiprimer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.
4. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansisepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikutseluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.
Prevalensi dan Sebaran geografik
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemic terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB
BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.
Preventif dan promotif a. Upaya Promotif
Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja melaluipendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja, penyuluhan,penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan kerja,peningkatan gizi kerja
b. Upaya preventif
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakitTBC.
Pencegahan Primer :
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakitpada populasi yang sehat.
Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) :
Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.
Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control):