• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam kehidupan umat manusia di dunia ini, pasti selalu ditemukan adanya pluralitas atau keanekaragaman, ke-majemukan. Pluralitas itu menyangkut berbagai kehidupan manusia, baik dalam warna kulit, bahasa dan adat istiadat maupun dalam keyakinan agama. Pluralitas juga terdapat dalam realitas kehidupan alam, baik benda mati seperti bebatu-an maupun benda hidup seperti tetumbuhbebatu-an dbebatu-an binatbebatu-ang.

Dalam setiap realitas yang plural itu, tidak ada yang persis sama, baik ukuran warna, rupa maupun dimensinya. Sehingga, masing-masing realitas parsial itu satu sama lain berbeda-beda. Anak yang lahir dari ibu dan ayah yang sama, mekipun mereka anak kembar sekalipun, tidak berarti sama persis dalam ber-bagai aspek kehidupannya, baik bentuk tubuh, perasaan dan pikirannya maupun realitas eksistensialnya-kehidupan sosial, ekonomi, politik, bidaya dan sebagainya.

Adanya pluralitas dalam kehidupan masyarakat se-sungguhnya membuat kehidupan masyarakat itu dinamis, penuh warna, tidak membosankan, dan membuat antara yanga satu

dengan yang lainnya saling melengkapi dan membutuhkan. Dengan kata lain, pluralitas memperkaya kehidupan dan men-jadi esensi kehidupan masyarakat sehingga tindakan untuk menolak ataupun menghilangkan adanya pluralitas, pada hakikatnya menolak esensi kehidupan.

Sungguh pun demikian, kita juga tidak dapat menutup mata pada adanya kenyataan bahwa dalam kehidupan masyarakat yang plural, tetapi didalamnya berlangsung ketidak-adilan, kemiskinan, kebodohan dan lemahnya hukum serta rendahnya disiplin masyarakat. Kalau itu yang terjadi, pluralitas dapat berubah menjadi ancaman yang seringkali memicu timbulnya ketegangan, pertentangan, bahkan konflik yang seringkali mengambil bentuk kekerasan.

Dengan demikian, memasuki era reformasi yang akan mengubah tata kehidupan masyarakat kita secara fundamen-tal, maka diperlukan sikap arif dan rendah hati dalam meng-hadapi dan memberlakukan adanya pluralitas. Sehingga, dapat dihindari adanya konflik sosial yang destruktif dan tak ter-kendali, seperti yang terjadi di masyarakat kita akhir-akhir ini. Dalam kehidupan masyarakat yang plural, sikap dasar yang seharusnya dikembangkan adalah sikap bersedia untuk menghargai adanya perbedaan masing-masing anggota masyarakat. Sehingga, perbedaan akan dipandang sebagai hak fundamental dari setiap anggota masyarakat. Selanjutnya, masyarakat itu sendiri yang menuntut kepada anggotanya untuk menjaga, menghargai dan menumbuhkan adanya perbedaan itu. Karena tanpa perbedaan masyarakat itu akan berhenti bergerak dan mati.

Dinamika Kebudayaan dan Problem Kebangsaan Kado 60 Tahun Musa Asy’arie

Dalam kaitan ini, masyarakat seharusnya mendidik warganya untuk berani berbeda, dengan memberikan peng-hargaan (reward) Dan sangsi hukum (punishment) terhadap pelanggarnya. Sehingga masyarakat dapat menghargai dan menjunjung tinggi supremasi hukum dan menyikapi seara dewasa setiap perbedaan-dengan memberlakukan pluralitas secara kreatif dan bertanggung jawab.

Ini perlu dtekankan karena sesunggguhnya berbeda dengan orang lain bukanlah suatu kesalahan, apalagi kejahatan, namun sebaliknya sangat diperlukan. Tentunya, berbeda dalam pengertian ini bukan asal berbeda atau (waton sulaya). Perbedaan harus dipandang sebagai suatu realitas sosial yang fundamen-tal, yang harus dihargai dan dijamin pertumbuhannya oleh masyarakat itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan pluralitas, Alquran, surat al-Hujurat ayat 13 menegaskan:”Hai sekalian manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan kami jadikan kau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah yang lebih taqwa diantara kamu.”

Ayat Alquran ini sesungguhnya mengajarkan kepada kita semua akan penting dan perlunya memberlakukan perbedaan dan pluralitas secara arif. Yaitu untuk saling mengenal dan belajar atas adanya perbedaan dan pluralitas itu untuk saling membangun dan memperkuat saling pengertian dan tidak melihatnya hanya dalam prespektif tinggi dan rendah ataupun baik dan buruk. Tinggi rendahnya manusia di hadapan Tuhan

tidak ditentukan oleh adanya realitas perbedan dan pluralitas, tetapi oleh kadar ketaqwaannya.

Untuk mengelola adanya realitas perbedaan dan ke-majemukan, sehingga perbedaan dan kemajemukan itu tidak berkembang dan dikembangkan ke arah yang destrukif, al-Qur’an selanjutnya menganjurkan kepada kita untuk dapat menjaga dan mengembangkan musyawarah.

Hal ini seperti dijelaskan dalam Surat Ali Imron, ayat 159 :” Maka karena rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka , sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari lingkungan-mu. Maka maafkanlah mereka dan mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengn mereka dalam segala urusan. Maka apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakal-lah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tawakkal”.

Musyawarah yang dianjurkan oleh Alquran adalah musyawarah yang dilakukan secara tulus dan ikhlas, bukan musyawarah tang basa-basi, seperti yang selama ini ber-kembang dalam iklim kehidupan politik yang represif, yang akhirnya hanya melahirkan kesepakatan yang koson,g hanya ada di atas kertas, tetapi tidak dijalankan dalam aktualitas kehidupan bersama dan tidak melahirkan dampak yang menenteramkan bagi kehidupan masyarakat.

Karena itu, Alquran selanjutnya menggambarkan dengan konkret adanya ketulusan dalam musyawarah itu, dengan ditandai oleh adanya kesediaan untuk saling mendengar pendapat masing-masing dan bersedia untuk menerima,

Dinamika Kebudayaan dan Problem Kebangsaan Kado 60 Tahun Musa Asy’arie

mengikuti serta menjalankan dengan sungguh-sungguh pen-dapat yang paling baik yang ada dalam musyawarah itu. Alquran surat az-Zumar ayat 18 menyatakan : “Mereka yang mendengarkan pendapat, lalu mengikuti pendapat yang lebih baik, mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang berakal.”

Kini, seringkali kita menyaksikan dalam masyarakat kita adanya kecenderungan untuk memanfaatkan adanya perbedaan dan pluralitas yang ada. Yang kemudian di manipulasi demi kepentingan-kepentingan politik tertentu dan kepentingan jangka pendek lainnya, seperti bisnis dan untuk memperoleh keuntungan material bagi suatu kelompok tertentu, dengan menciptakan dan mempertajam konflik dalam mayarakat.

Sudah waktunya kita untuk menyadari dengan tulus tentang adanya pluralitas, sehingga dapat menjauhi dari setiap tindakan yang muncul, baik yang terang-terangan maupun yang diam-diam, untuk menolak adanya pebedaan dan pluralitas, dengan memanfatkan untuk mempertajam konflik dalam masyarakat yang majemuk. Karena, tindakan semacam itu sesunguhnya hanya akan menghancurkan diri kita sendiri. Kita sendirilah yang rugi.