• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kajian Teori

3. Membaca

Membaca menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu

melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis. Membaca

nyaring merupakan proses mengkomunikasikan isi bacaan

(dengan nyaring) kepada orang lain.

4. MetodeScramble

MetodeScramble menurut Robert B. Taylor dalam Miftahul

Huda (2013: 303) merupakan salah satu metode pembelajaran

yang dapat meningkatkan konsentrasi dan kecepatan berpikir

siswa. Scramble kalimat yakni sebuah permainan menyusun

kalimat dari kata-kata acak. (Aris Shoimin, 2014: 166)

Menurut peneliti, metode Scramble adalah metode

pembelajaran yang dapat melatih peserta didik untuk berfikir

secara kritis dan fokus karena dalam metode ini siswa dilatih

untuk jeli dan teliti.

Dari definisi operasional diatas dapat disimpulkan bahwa,

meningkatkan konsentrasi dan kecepatan berfikir siswa serta

melatih siswa untuk jeli, fokus dan teliti.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode

Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yakni meningkatkan hasil

belajar bahasa Indonesia materi membaca nyaring pada siswa

kelas II semester II MI Al-Ittihad Semowo melalui metode

Scramble.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang

dilakukan oleh guru kelasnya sendiri melalui refleksi diri

dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil

belajar siswa meningkat.(Aqib, 2010: 3).

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di MI Al-Ittihad Semowo,

b. Waktu Penelitian

Tabel 1.1 Waktu Penelitian No Deskripsi

November Desember Januari I-

III IV I-IV I II III IV 1. Penyusunan Proposal Penelitian v 2. Penyusunan Landasan Teori v v 3. Persiapan Penelitian v 4. Pelaksanaan Penelitian v v 5. Input Data v v 6. Analisis Data v 7. Penyusunan Laporan Penelitian (SKRIPSI) v v v 3. Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan model

Refleksi Awal Saur Tampubolon. Adapun bagan PTK

model Refleksi Awal Saur Tampubolon bisa dilihat dalam

Bagan 1.1

Desain Siklus PTK Model Refleksi Awal Saur Tampubolon

(Saur, 2014: 28)

Refleksi Awal Perencanaan

Tindakan Observasi

Evaluasi/ Refleksi

Hasil Penelitian (Pencapaian Indikator Penelitian)

Atau Siklus Berikutnya Evaluasi/ Refleksi Observasi Pelaksanaan Tindakan Perbaikan Perencanaan Tindakan Perbaikan Rencana TindakanPerbaikan Siklus II

II

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunkan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Observasi adalah proses pengambilan data dalam

penelitian, dimana peneliti atau pengamat melihat situasi

penelitian. (Kusumah dan Dwitagama, 2010: 66).

Observasi dilaksanakan untuk memotret seberapa jauh

efek tindakan yang telah mencapai sasaran. Pada langkah

ini peneliti harus menguraikan jenis data yang

dikumpulkan, cara mengumpulkan data yang relefan.

(Suyadi, 2010:63).

Dalam metode ini yang diobservasi meliputi kegiatan

guru di dalam kelas (pengelolaan kelas), kegiatan siswa

dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, dan

observasi yang berkaitan dengan proses belajar mengajar

yang berkaitan dengan Peningkatan Hasil Belajar Bahasa

Indonesia Materi Membaca Nyaring melalui Metode

Scramble pada Siswa Kelas II MI Al-Ittihad Semowo

Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran

2017/2018. Hal ini dilakukan untuk menarik kesimpulan

pada setiap siklus yang kemudian akan direfleksikan pada

b. Metode Tes

Tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau

prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran

dan penilaian bidang pendidikan, yang berbentuk

pemberian tugas atau serangkaian tugas (baik berupa

pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab), atau

perintah-perintah (yang harus dikerjakan) oleh testee,

sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil

pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang

melambangkan tingkah laku atau prestasi testee; nilai

mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai

oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai

standar tertentu. (Sudijono, 2011: 67)

Sebagai salah satu indikator penentuan keberhasilan

metode Scramble dalam penelitian tindakan kelas, jenis

tes yang digunakan adalah tes formatif, yang bertujuan

untuk mengukur sejauh mana peserta didik mencapai

tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan peneliti untuk

memperoleh data tentang jumlah guru dan siswa, sarana

dan prasarana, alat atau media yang digunakan dan lain

5. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) teknik melengkapi cerita adalah penelitian ini

menggunakan analisis deskriptif. Teknik deskriptif yang

diperlukan berupa perhitungan sebagai berikut:

a. Membandingkan Pencapaian Nilai dengan KKM

Peneliti membandingkan pencapaian nilai dengan KKM

pada setiap siklusnya dengan ketentuan jika nilai siswa ≥ dari batas KKM, yakni 70, maka siswa tersebut telah

mencapai KKM. Jika nilai siswa kurang dari 70 maka siswa

tersebut tidak mencapai KKM.

b. Pencapaian Kriteria Ketuntasan Klasikal

Menurut Depdikbud (dalam Trianto, 2009:241) setiap

siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan individu) jika

proporsi jawaban benar siswa ≥ 65%, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan klasikal) jika dalam

kelas tersebut terdapat ≥ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya. Tetapi berdasarkan ketentuan KTSP penentuan

ketuntasan belajar ditentukan sendiri oleh masing-masing

sekolah yang dikenal dengan istilah kriteria ketuntasan

minimal, dengan berpedoman pada tiga pertimbangan,

P = × 100

fasilitas (sarana) setiap sekolah berbeda; dan daya dukung

setiap sekolah berbeda.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka keberhasilan

penelitian ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa, yaitu

apabila siswa telah mencapai kriteria ketuntasan klasikal

85% dari jumlah seluruh siswa dengan nilai KKM 70.

Ketuntasan belajar siswa dikatakan meningkat jika

prosentase ketuntasan belajar secara klasikal pada siklus II

lebih besar daripada prosentase ketuntasan belajar secara

klasikal pada siklus I. Prosentase kriteria ketuntasan

klasikal ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

6. Sistematika Pembahasan

Laporan penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab I, Pendahuluan. Pada Bab I terdiri dari latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis tindakan dan

indikator keberhasilan, manfaat penelitian, definisi operasional,

metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II, Landasan Teori. Pada Bab II dibahas tentang hasil

belajar, metodeScramble, serta membaca.

Bab III, Pelakanaan Penelitian. Pada bab ini diuraikan

tentang hasil pengamatan saat penelitian. Bab ini terdiri atas

deskripsi pra siklus, deskripsi siklus I, dan deskripsi siklus II.

Bab IV, Hasil Penelitian dan Pembahasan. Pada bab ini

dianalisis hasil penelian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri

atas analisis setiap siklus dan pembahasan hasil penelitian.

Bab V, Penutup. Pada bab ini terdiri atas kesimpulan dan

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kajian Teori

1. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Belajar dan mengajar sebagai suatu proses, mengandung tiga

unsur yang dapat mengajar, dan hasil belajar (Sudjana, 1989: 2).

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa baik dari

aspek kognitif, afektif maupun psikomtorik yang merupakan timbal

balik dari proses belajar mengajar yang telah dilakukan.

Menurut Mulyasa (2009: 212) Hasil belajar adalah prestasi

belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indikator

kompetensi dasar dan derajat perubahan perilaku yang

bersangkutan.

Menurut Sam’s (2010: 33) Hasil belajar adalah suatu kemampuan yang berupa keterampilan dan perilaku baru sebagai

akibat dari latihan atau pengalaman yang diperoleh.

Dari definisi para ahli di atas, peneliti menarik kesimpulan

bahwa hasil belajar merupakan suatu proses latihan yang

mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku baik pada aspek

b. Macam-Macam Hasil Belajar

Benyamin Bloom secara garis besar mengklasifikasikan

hasil belajar menjadi tiga bagian, yakni:

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual

yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,

pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

a) Tipe Pengetahuan

Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif

tingkat rendah yang paling rendah. Namun tipe belajar ini

menjadi prasyarat bagi pemahaman yang berlaku untuk

semua bidang studi. (Sudjana, 1989: 23)

Description of knowledge level is remember (recall) appropiate, previously learned facts and information. (Thomas, 2004:6) Level pengetahuan ditandai dengan

kemampuan siswa untuk mengingat kembali fakta dan

informasi yang didapatkan pada pembelajaran yang telah

ditempuh.

b) Tipe Pemahaman

Tipe hasil belajar pemahaman merupakan tipe yang

setingkat lebih tinggi daripada tipe pengetahuan.

Comphrehension level is interpret information (understand in your own words). (Thomas, 2004: 6) Pada tipe ini siswa

mampu menjelaskan suatu pengetahuan dengan susunan

kalimatnya sendiri. Nana Sudjana mengklasifikasikan tipe

hasil belajar ke dalam tiga tingkat, yakni:

(1) Tingkat Terendah: Pemahaman Terjemahan

Pemahaman tingkat terendah adalah pemahaman

terjemahan dalam arti sebenarnya, misalnya dari bahasa

Inggris ke bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka

Tunggal Ika, mengartikan merah putih, dll.

(2) Tingkat Kedua: Pemahaman Penafsiran

Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni

menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang

diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa

bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang

pokok dengan yang bukan pokok.

(3) Tingkat Ketiga: Pemahaman Ekstrapolasi

Pemahaman tertinggi adalah pemahaman

ekstrapolasi, yakni melihat dibalik yang tertulis, dapat

membuat ramalan tentang konsekuensi, dapat

memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus

c) Tipe Aplikasi

Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi

konkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin

berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.

Application is apply information (use information to solve problems or procedure)(Thomas, 2004: 6).

Kemampuan siswa pada tipe ini ditandai dengan

pencapaian siswa menggunakan informasi yang telah

didapat untuk memecahkan masalah yang dijumpai. Dalam

bahasa Indonesia, hal ini dapat ditandai dengan kemampuan

siswa dalam menggunakan berbagai macam metode atau

teknik dalam membaca.

d) Tipe Analisis

Analisis adalah usaha memilih suatu integritas

menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas

hirarkinya atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan

yang kompleks, yang memanfaatkan ketiga tipe

sebelumnya.

Analysis is break information down into parts.

(Thomas, 2004:6). Dalam tipe analisis, siswa diharapkan

mampu mengklasifikasikan informasi-informasi serta

e) Tipe Sintesis

Synthesis is creatively or divergently apply prior knowledge and skills to produce a new or original whole. (Thomas, 2004:6). Sintesis merupakan penyatuan unsur-unsur

atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh. Berpikir

sintesis merupakan ranah berpokir divergen, dimana siswa

dapat menemukan hubungan kausal tertentu, atau menemukan

abstraksi atau operasionalnya.

f) Tipe Belajar Evaluasi

Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai

sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara

kerja, pemecahan metode, materi, dll. (Sudjana,1989: 28).

Evaluation is make judgment against st criteria or standards.(Thomas,2004: 7). Tipe belajar evaluasi

menargetkan siswa mampu menilai sebuah pernyataan atau

keadaan yang dijumpai.

1) Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Dalam

ranah afektif, terdapat lima jnis kategori, yakni:

a) Reciving/Attending

Receiving is a willingness to receive information, directly related to motivation. (Wirth, 2008: 7) Penerimaan

pembelajaran berlangsung. Siswa menyimak pelajaran

dengan baik.

b) Respondingatau Jawaban

Respon siswa ketika guru atau teman sebaya

mengajukan pertanyaan atau memerintahkan untuk

melakukan sesuatu merupakan indikator afektif tingkat

kedua, rsponding. Rsponding is showing some now

thingking or behavior as a result of an experience.(Wirth,

2008: 7)

c) Valuingatau Penilaian

Valuing is finding worth or value in a subject, activity, assignment, etc.(Wirth, 2008: 7). Valuing ditandai dengan

kemampuan siswa untuk menerima sebuah nilai,

mempertimbangkan apakah nilai tersebut baik atau buruk.

d) Organisasi

Kemampuan siswa untuk memilah nilai-nilai yang

diterima, untuk kemudian mengorganisasikan sesuai

dengan kategorinya merupakan kemampuan afektif tingkat

ke empat. Organizing is integrating new information and

values into one’s set values. (wirth, 2008: 7)

e) Karakteristik

Characterizing is acting consistently with the new values, having a value set. (Wirth, 2008: 7). Tingkat

tertinggi dalam aspek afektif adalah kemampuan siwa

dalam menginternalisasi nilai-nilai yang telah dipelajari

serta meengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari

secara konsisten.

1) Ranah Psikomotorik

Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk

ketrampilan dan kemampuan bertindak individu. Ada enam

tingkatan ketrampilan, yakni:

a) Observasi

Langkah pertama untuk membentuk seuah

ketrampilan adalah mengamati gerak-gerik orang lain.

Observation is watching the skill or activity being performed.(Jones and Bartlett, 2008: 63)

b) Peniruan/Imitasi

Imitation is copying the skill or activity in step by step manner. (Jones and Bartlett, 2008: 63). Pada langkah

kedua ini, siswa menirukan kegiatan atau keahlian dalam

langkah demi langkah.

c) Manipulasi

Setelah siswa mampu menirukan aktivitas atau keahlian

dalam langkah demi langkah, tahap selanjutnya adalah

Manipulation is performing the skill based on instruction. (Jones and Bartlett, 2008: 63).

d) Presisi

Precision is performing the skill until it becomes habbit. (Jones and Bartlett, 2008: 63). Latihan secara terus menerus

diperlukan agar keahlian atau aktivitas yan diharapkan

menjadi sebuah kebiasaan dalam keseharian siswa.

e) Artikulasi

Articulation is combining multiple skills together. (Jones and Bartlett, 2008: 63). Siswa memerlukan latihan

lebih lanjut untuk menggabungkan keahlian yang telah

dipelajari dengan keahlian lain yang dikuasai, sehingga

memudahkan siswa untuk mengerjakan sebuah aktivitas.

f) Naturalisasi

Tujuan utama penddikan adalah pengaplikasian

ilmu yang dipelajari oleh siswa di sekolah dalam kehidupan

sehari-hari. Disinilah pentingnya naturalisasi kemampuan

psikomotorik siswa. Naturalization is performing multiple

skills correctly all the time.(Jones and Bartlett, 2008: 63)

2. MetodeScramble

a. Pengertian MetodeScramble

Metode scramble adalah salah satu metode permainan bahasa.

(2013: 303) merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat

meningkatkan konsentrasi dan kecepatan berpikir siswa. Metode

scramble ini akan memungkinkan siswa untuk belajar sambil

bermain, mempelajari sesuatu secara santai dan tidak membuat

siswa tertekan dan bosan.

Metode scramble sering digunakan oleh anak-anak sebagai

permainan yang pada dasarnya merupakan latihan pengembangan

dan peningkatan wawasan pemilikan kosakata dan huruf yang

tersedia. Komalasari (Raudhatul Jannah, 2013: 2) mengemukakan

bahwa scramble adalah metode pembelajaran yang mengajak

siswa mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan secara kreatif

dengan cara menyusun huruf-huruf atau kata yang disusun secara

acak sehingga membentuk suatu jawaban konsep yang dimaksud.

Scramble atau acak kata merupakan permainan yang digemari

oleh semua siswa, tidak hanya anak-anak karena permainan ini

melibatkan kejelian pikiran dan pengetahuan untuk menyusun kata

ataufrase. (Hanafi, 2009: 207) Metode ini bisa mendorong peserta

didik untuk berfikir secara aktif dengan materi yang ada.

Permainan ini sangat baik untuk mengembangkan daya pikir tinggi

peserta didik.

Dari penjelasan diatas tentang metode scramble, penulis dapat

mengambil kesimpulan bahwa metode ini cocok untuk

awal, terutama dalam membedakan huruf “b”, “d”, “p”, dan “q”, dan mengeja dalam membaca kata yang panjang.

b. Macam-Macam MetodeScramble

1) ScrambleKata

Scramble kata, yakni sebuah permainan menyusun

kata-kata dan huruf-huruf yang telah dikacaukan letaknya

sehingga membentuk suatu kata tertentu yang bermakna,

mialnya:

Nitape = petani

Bkerjae = bekerja

2) ScrambleKalimat

Scramble kalimat, yakni sebuah permainan menyusun

kalimat dari kata-kata acak. Bentuk kalimat hendaknya logis,

bermakna, tepat, dan benar.

Contohnya:

Pergi-aku-bus-naik-ke-Bandung

Jika disusun menjadi : aku pergi ke Bandung naik bus

3) ScrambleWacana

Scramble wacana, yakni sebuah permainan menyusun

wwacana logis berdasarkan kalimat-kalimat acak. Hasil

c. Langkah-Langkah MetodeScramble

1) Persiapan

a) Guru menyiapkan bahan ajar dan media yang akan

digunakan. Media yang digunakan berupa kartu soal dan

kartu jawaban, yang sebelumnya jaaban telah diacak

sedemikian rupa.

b) Guru menyiapkan kartu sebanyak kelompok yang dibagi.

c) Guru mengatur tempat duduk dan kesiapan belajar siswa.

2) Kegiatan Inti

a) Setiap kelompok melakukan diskusi untuk mengerjakan

soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang

benar/cocok.

b) Guru melakukan diskusi kelompok besar untuk

menganalisis dan mendengar pertanggung jawaban dari

setiap kelompok atas hasil kerjanya.

c) Guru membandingkan dan mengkaji jawaban yang tepaat

dan logis.

3) Tindak Lanjut

a) Guru memberikan tugas yang serupa dengan bahan yang

berbeda.

b) Guru meminta setiap kelompok untuk menyempurnakan

teks, jika terdapat susunan yang tidak logis.

d) Mencari kosakata baru di dalam bacaan dan

mengaplikasikannya (pemakaian dalam kalimat)

e) Membetulkan kesalahan-kesalahan tata bahasa yang

mungkin ditemukan dalam teks wacana latihan.

d. Kelebihan Dan Kekurangan MetodeScramble

1) Kelebihan MetodeScramble

a) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. Setiap

anggota kelompok harus mengetahui bahwa semua anggota

mempunyai tujuan yang sama. Mereka harus berbagi tugas

dan tanggung jawab, dikenai evaluasi, dan berbagai

kepemimpinan. Selain itu, setiap anggota kelompok

membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama dan

nantinya akan dimintai pertanggung jawaban secara

individual tentang materi yang ditangani dalam kelompok

kooperatif. Maka dari itu, dalam teknik ini setiap siswa

tidak ada yang diam karena setiap individu diberi tanggung

jawab akan keberhasilan kelompoknya.

b) Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk saling

belajar sambil bermain. Mereka dapat berkreasi sekaligus

belajar dan berpikir, mempelajari sesuatu secara santai dan

c) Selain membangkitkan kegembiraan dan melatih

ketrampilan tertentu metode ini juga dapat memupu rasa

solidaritas dalam kelompok.

d) Materi yang diberikan melalui salah satu metode permainan

biasanya mengesankan dan sulit untuk dilupakan.

e) Sifat kompetitif dalam metode ini dapat mendorong siswa

berlomba-lomba untuk maju.

2) Kekurangan MetodeScramble

a) Pembelajaran ini terkadang sulit dalam merencanakannya

karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

b) Terkadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan

waktu yang panjang sehingga guru sulit menyesuaikan

dengan waktu yang telah ditentukan.

c) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh

kemampuan siswa menguasai materi pelajaran,

pembelajaran akan sulit diimplementasikan guru.

d) Metode permainan ini biasanya menimbulkan suara gaduh.

Hal tersebut jelas akan mengganggu kelas yang berdekatan.

3. Membaca

a. Pengertian Membaca

Membaca menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

yang dikutip oleh Ahmad Susanto(2012: 83) adalah melihat serta

hanya dalam hati). Membaca merupakan salah satu keterampilan

berbahasa disamping keterampilan menyimak, berbicara, dan

menulis. Keterampilan membaca dapat dipelajari dengan berbagai

cara. Adapun cara yang akan ditempuh harus sesuai dengan tujuan

yang hendak dicapai dalam kegiatan membaca sesuai standar

kompetensi dan kompetensi dasar. Membaca merupakan

kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan

memandangi lambang-lambang yang tertulis semata. Bermacam-

macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca, agar dia

mampu memahami materi yang dibacanya. Pembaca berupaya agar

lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang

yang bermakna baginya. Membaca adalah salah satu cara agar

melati peserta didik untuk menjadi individu yang lebih terampil.

Membaca juga merupakan aktifitas atau kegiatan yang kompleks

dan disengaja, dalam hal ini berupa proses berpikir dan berbagai

aksi pikiran yang bekerja secara terpadu mengarah pada satu tujuan

yaitu memahami makna paparan tertulis secara keseluruhan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soedarso (1999: 4),

bahwa membaca adalah “aktivitas yang kompleks dengan mengarahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah,

meliputi: orang harus menggunakan pengertian dan khayalan,

mengamati dan mengingat-ingat, kita tidak dapat membaca tanpa

halnya dengan Tarigan (1979: 8) yang mendefinisikan membaca

adalah suatu proses yang mendefinisikan membaca adalah suatu

proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

memperoleh pesan, yang hendak disampaikan melalui media kata-

kata/bahasa tulis. Selain itu, tarigan menambahkan membaca dapat

pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat

dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam

kata-kata yang tertulis. Sedangkan menurut Crawley dan Mountai

dalam Farida Rahim (2007: 2) Membaca merupakan proses

menerjemahkan simbol tulis ke dalam kata-kata lisan yang

mencakup pengenalan kata, pemahaman literatur, interpretasi,

membaca kritis, dan pemahaman kreatif.

Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa

tulis yang bersifat reseptif (Damiyati Zuchdi dan Budiasih, 1997:

49). Disebut reseptif karena melalui membaca, seseorang akan

dapat memperoleh informasi, ilmu, dan pengalaman baru. Semua

yang diperoleh dari kegiatan membaca maka seseorang akan

mampu mempertinggi daya pikirnya, serta memperluas

wawasannya. Oleh karena itu kegiatan membaca sangatlah penting

bagi seseorang untuk lebih maju.

Pengertian tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh

Farida Rahim (2007: 3) bahwa membaca sebagai proses visual

sebagai proses linguistik berarti membaca untuk membangun

makna, sedangkan fonologis, semantik, dan fitur sintaksis

mmbantunya mengkomunikasikan dan menginterpretasikan pesan-

pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan, pembetulan

suatu strategi, pemonitoran, dan pengevaluasian. Pembaca pada

tahap ini mengidentifikasi tugas membaca untuk membentuk

strategi membaca yang sesuai, memonitor pemahamannya, dan

menilai hasilnya.

Pendapat lain dikemukakanoleh Syafi’ie melalui Farida Rahim (2007: 2) ada tiga istilah yang sering digunkan untuk memberikan

komponen dasar dari proses membaca, yaitu recording, decoding,

dan meaning. Recording yaitu membaca merujuk pada kata-kata

alam kalimat, kemudian mengasosiasikan dengan bunyi-bunyian

sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. Proses decoding

(penyandian) merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis

ke dalam kata-kata. Proses recording dan decoding biasanya

berlangsung pada kelas-kelas awal yaitu SD/MI kelas I, II, dan III

yang dikenal dengan istilah membaca permulaan. Sementara tu

proes memahami makna meaning lebih ditekankan di kelas-kelas

tinggi SD/MI (kelas IV, V, dan VI).

Pengertian senada juga disampaikan oleh Klein, dkk melalui

Farida Rahim (2007: 3) bahwa definisi membaca mencakup (1)

dan (3) membaca merupakan interaktif. Membaca merupakan

Dokumen terkait