• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. NIAT MEMBELI

bertindak individu seringkali mengembangkan keinginan atau niat untuk berperilaku berdasarkan kemungkinan tindakan yang akan dilakukannya. Sementara Ajzen (2005) menyatakan bahwa perilaku yang dimunculkan oleh individu tergantung oleh niat yang dimilikinya. Kolter (1995) mengemukakan bahwa niat membeli adalah tahap kecenderungan seseorang untuk bertindak sebelum keputusan untuk membeli benar-benar dilaksanakan.

Menurut Ajzen (dalam Azwar, 2005) dalam Theory of Planned

Behavior menyatakan bahwa perilaku individu dapat diprediksi melalui

niatnya. Niat sendiri ditentukan oleh adanya sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dihayati. Ajzen mengemukakan bahwa ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada waktunya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak. Perilaku membeli pada konsumen memiliki hubungan yang positif dengan niat membeli. Dodds, Monroe, dan Grewal (1991) menegaskan semakin meningkat niat membeli seseorang, maka akan semakin tinggi pula kemungkinan orang tersebut untuk melakukan transaksi membeli produk.

Adanya kemungkinan seseorang untuk melakukan transaksi membeli produk menunjukkan bahwa niat membeli merupakan faktor internal yang memengaruhi perilaku konsumsi dimana seseorang memiliki

pemikiran yang nyata dari refleksi rencana untuk membeli beberapa barang dalam jumlah dan periode tertentu (Schiffman & Kanuk 2000). Kotler (2000) menyatakan bahwa dalam proses pembelian ini, dorongan seseorang berkaitan dengan motivasi yang dimiliki untuk memakai produk tertentu. Seseorang akan memilih produk yang mengandung atribut-atribut yang diyakini relevan dengan yang dibutuhkannya.

Menurut Ajzen (2005), dalam Theory of Planned Behavior intensi atau niat individu untuk melakukan perilaku ditentukan oleh tiga faktor penentu yang masing-masing didasari oleh keyakinan (belief). Tiga penentu tersebut adalah sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku. Sikap terhadap perilaku merupakan evaluasi individu secara positif maupun negatif terhadap suatu perilaku yang diperoleh dari keyakinan individu terhadap konsekuensi yang muncul dari perilaku tersebut. Norma subjektif merupakan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk menunjukkan atau tidak menunjukkan suatu perilaku. Sedangkan persepsi kontrol perilaku adalah keyakinan individu mengenai ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat individu untuk melakukan suatu perilaku. Ketiga faktor tersebut merupakan tiga konsep yang independen namun memiliki kontribusi sebagai penentu niat, sehingga ketiga konsep ini saling berhubungan.

Kotler dan Amstrong (2004) juga menyebutkan bahwa perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, budaya, sosial, personal, dan psikologis. Pengaruh budaya terhadap perilaku

pembelian bervariasi dari satu negara ke negara lain. Dalam lingkungan budayanya, masyarakat akan mengajari nilai-nilai preferensi, serta perilaku umum dengan budaya mereka masing-masing. Faktor sosial merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku konsumen secara signifikan. Dalam faktor sosial terdapat tiga kategori yaitu kelompok referensi, keluarga, serta peran dan status sosial. Faktor personal merupakan faktor yang termasuk memiliki variabel seperti usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri. Sedangkan faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi, pengetahuan, serta keyakinan dan sikap.

Mengacu pada faktor personal, konsep diri konsumen merupakan gambaran konsumen yang konsumen temukan dalam suatu produk tertentu (Rani, 2014). Konsep diri terdiri dari kepercayaan diri, sosialisasi, keterbukaan pada orang lain, rasa ingin tahu, dan kemampuan beraptasi (Rani, 2014). Rasa percaya diri juga mengacu pada apa yang seseorang rasakan mengenai diri mereka sendiri dan bagaimana orang lain berpikir tentang dirinya (Bekti, 2010).

Menurut Loekmono (dalam Pasaribu, 2010), kepercayaan diri merupakan milik pribadi yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan individu. Rasa percaya diri juga menentukan apakah seseorang akan hidup lebih sehat dan bahagia di kemudian hari. Seseorang yang memiliki rasa percaya diri akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat, sehat, dan tangguh. Perry (2005) menyatakan bahwa kepercayaan diri

merupakan suatu kemampuan untuk mempercayai kemampuan sendiri dan merasa positif tentang apa yang bisa dilakukan dan tidak mengkhawatirkan apa yang tidak bisa dilakukan.

Kepercayaan diri merupakan sikap positif seseorang yang mampu mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan yang dihadapinya (www.e-psikologi.com). Goleman (dalam Pool & Sewel, 2007), menyatakan bahwa orang yang memiliki kepercayaan diri menjadi lebih pasti dan mampu merasakan kehadirannya. Norman dan Hylan (dalam Pool & Sewel, 2007) juga menyatakan bahwa poin utama dari kepercayaan diri adalah perilaku yang stabil dan efikasi diri yang tercermin melalui kepercayaan diri.

Hakim (2005) menyatakan bahwa rasa percaya diri memiliki dampak bagi kehidupan seseorang. Dampak dari rasa percaya diri antara lain adalah mampu bersikap tenang dalam mengerjakan segala sesuatu, mampu menyesuaikan diri, mampu berkomunikasi di berbagai situasi, memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya, memiliki kemampuan bersosialisasi, dan selalu bersikap positif dalam menghadapi berbagai masalah. Drajat (dalam Alsa dkk, 2006) menambahkan dampak dari rasa percaya diri adalah memiliki sifat ambisius, tidak mementingkan kepentingan sendiri, tidak memerlukan dukungan dari orang lain, dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Selain itu, dampak lainnya yakni yakin pada diri sendiri, tidak ragu-ragu, dan memiliki keberanian untuk bertindak (Lie, dalam Alsa dkk, 2006).

Pratiwi (2010) menyebutkan bahwa remaja yang memiliki kepercayaan diri akan menerima diri apa adanya. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri terlihat sebagai individu yang memiliki perilaku yang stabil dan mampu menunjukkan efikasi dirinya (Norman & Hylan, dalam Saputro & Suseno, 2009). Hakim (2005) menyatakan bahwa remaja yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi memiliki keyakinan bahwa setiap orang memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, sehingga perasaan lebih rendah dari orang lain dan perasaan tidak percaya diri sesungguhnya tidak perlu ada. Remaja yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi juga lebih berfokus pada usaha mengembangkan segala kelebihan yang sesuai dengan minat dan bakat, sehingga ia memiliki sesuatu yang bisa diandalkan untuk bisa hidup secara mandiri serta dihargai dan diperlakukan orang lain tanpa harus merubah apapun di dalam dirinya (Hakim, 2005).

Fatchurahman dan Pratikto (2012) menyebutkan bahwa orang yang percaya diri bisa dilihat dari ketenangan mereka dalam mengontrol diri sendiri. Selain itu, orang yang percaya diri tinggi tidak mudah terpengaruh oleh situasi yang kebanyakan orang menilainya negatif.

Sebaliknya, remaja yang memiliki kepercayaan diri yang rendah terhadap dirinya sendiri maka akan muncul kemungkinan bahwa remaja tersebut akan mencoba untuk memperbaiki penampilan yang kurang baik bagi dirinya sesuai dengan pandangan yang telah diberikan oleh orang lain kepada dirinya terutama dalam hal fisik (Pratiwi, 2011). Remaja yang

memiliki rasa percaya diri rendah lebih mudah terpengaruh, cemas, takut, khawatir, dan tidak mampu mengatasi masalah secara efektif. Kepercayaan diri yang rendah membuat remaja tidak yakin dengan penampilannya dan berupaya memperbaiki penampilannya tersebut salah satunya dengan menggunakan kosmetik impor.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kepercayaan diri dan niat membeli produk kosmetik impor pada remaja putri?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepercayaan diri dan niat membeli produk kosmetik impor pada remaja putri.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu Psikologi Perkembangan dan Psikologi Konsumen terkait dengan percaya diri dan niat pembelian produk kosmetik di kalangan remaja putri.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi saranaevaluasi bagi remaja putri terkait dengan rasa percaya diri dan niat membeli produk kosmetik.

12 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Niat Membeli

1. Pengertian Niat Membeli

Niat membeli adalah tahap kecenderungan individu untuk bertindak sebelum keputusan untuk membeli benar-benar dilaksanakan (Kotler, 1995). Menurut Assael (1992) niat membeli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau produk. Niat membeli tersebut diukur dengan tindakan kemungkinan konsumen untuk melakukan pembelian.

Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa niat membeli merupakan keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, menggunakan, ataupun membuang produk atau jasa. Keinginan atau niat konsumen untuk berperilaku biasanya menghasilkan perilaku pembelian. Wu, Yeh, dan Hsiao (2011) menjelaskan bahwa niat membeli konsumen juga menunjukkan kemungkinan konsumen untuk membeli produk di masa yang akan datang. Dodds, Monroe, dan Grewal (1991) menyebutkan bahwa perilaku membeli pada konsumen memiliki hubungan yang positif dengan niat membeli. Dengan kata lain, semakin meningkat niat membeli seseorang, maka semakin tinggi pula kemungkinan orang tersebut untuk melakukan transaksi membeli produk.

Perilaku konsumen dalam mengonsumsi barang dan jasa merupakan perilaku yang kompleks. Konsumen melalui lima tahapan dalam mengonsumsi barang dan jasa, yaitu mengenali kebutuhan, mencari solusi dan informasi, mengevaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku setelah membeli (Mowen dan Minor, 2002). Sebelum konsumen sampai pada tahap mengambil keputusan untuk membeli, konsumen membentuk niat membeli (Peter dan Olson, 2013).

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa niat membeli merupakan kecenderungan konsumen untuk memunculkan perilaku membeli terhadap suatu produk atau jasa sebelum keputusan membeli dilakukan dan menunjukkan adanya kemungkinan konsumen untuk membeli produk di masa yang akan datang.

2. Elemen Niat Membeli

Ajzen dan Fishbein (1975) menyebutkan bahwa niat melibatkan empat elemen dalam menentukan perilaku apa yang akan muncul dalam diri seseorang, individu tersebut akan melihat bagaimana elemen yang akan menentukan bagaimana dirinya berperilaku, yaitu :

a. Perilaku (behavior)

Elemen perilaku ini menunjukkan pada perilaku tertentu yang akan dilakukan oleh individu.

b. Target atau informasi baru

Elemen ini merupakan karakteristik dari informasi dan tujuan yang dapat memengaruhi individu untuk berperilaku.

c. Waktu (time)

Elemen ini menunjukkan lama atau tidaknya waktu untuk menentukan individu dalam mengkonsumsi sebuah produk, karena banyak peristiwa-peristiwa yang dapat memengaruhi keputusan yang akan diambilnya sebelum memutuskan pilihan produknya. d. Situasi (situation)

Elemen ini merupakan konteks lingkungan yang ikut membentuk niat individu untuk membeli sebuah produk.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa niat memiliki empat elemen dalam menentukan perilaku yang muncul pada individu, yaitu perilaku yang ditunjukkan, target atau informasi baru yang diperoleh, waktu, dan situasi lingkungan.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Niat Membeli

Menurut Ajzen (2005),untuk memprediksi suatu perilaku perlu digunakan Theory of Planned Behavior (TPB). Dalam Theory of

Planned Behavior, intense atau niat individu untuk melakukan suatu

perilaku ditentukan oleh tiga penentu yang masing-masing didasari oleh keyakinan (belief). Tiga penentu niat tersebut, yaitu :

Sikap terhadap perilaku merupakan evaluasi individu secara positif maupun negatif terhadap suatu perilaku. Sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan individu terhadap konsekuensi yang muncul dari perilaku tersebut, yang disebut dengan keyakinan berperilaku (behavioral belief). Setiap keyakinan berperilaku tersebut menghubungkan perilaku kepada hasil tertentu atau dengan beberapa atribut lainnya. Dengan kata lain, individu yang memiliki keyakinan bahwa sebuah perilaku yang dimunculkan akan memberikan hasil yang positif maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif terhadap perilaku tersebut, dan sebaliknya.

b. Norma subjektif (subjective norms)

Norma subjektf didefinisikan sebgai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak menunjukkan suatu perilaku. Norma subjektif ditentukan adanya keyakinan normatif dan keingingan untuk mengikuti (motivation to comply). Keyakinan normatif berkaitan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau orang dan kelompok tertentu yang berpengaruh bagi individu (significant

others) seperti orangtua, pasangan, teman dekat, rekan kerja, dan

lainnya. Sedangkan keinginan untuk mengikuti merupakan motivasi seseorang untuk mematuhi harapan dari kelompok referensi.

Individu yang yakin bahwa orang-orang sekitarnya atau kelompok referent menyetujui dirinya untuk melakukan suatu perilaku, maka individu akan cenderung memiliku tekanan sosial untuk melakukan perilaku tersebut. Sebaliknya, individu yakin bahwa orang-orang disekitarnya atau kelompok referent tidak menyetujui dirinya melakukan suatu perilaku, maka individu akan cenderung memiliki tekanan sosial untuk tidak melakukan perilaku tersebut.

c. Persepsi kontrol perilaku (perceived control behavior)

Persepsi kontrol perilaku merupakan keyakinan individu mengenai ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat individu untuk melakukan suatu perilaku. Keyakinan kontrol ini ditentukan pada pengalaman masa lalu individu mengenai suatu perilaku, atau seringkali dipengaruh oleh informasi yang dimiliki individu mengenai suatu perilaku, yang diperoleh dari mengamati pengalaman orang lain dan berbagai faktor lain yang meningkatkan atau mengurangi perasaan individu mengenai tingkat kesulitan dalam melakukan suatu perilaku.

Semakin individu merasakan banyaknya faktor yang mendukung dan sedikit faktor yang menghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka individu akan cenderung mempersepsikan diri mudah untuk melakukan suatu perilaku tertentu, dan sebaliknya.

Selain Ajzen, Kotler dan Amstrong (2004) juga menyebutkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku membeli, yaitu : a. Faktor budaya

Faktor budaya terdiri dari : 1) Budaya

Budaya merupakan serangkaian nilai, persepsi, keinginan, dan perilaku dasar yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan instansi penting. Setiap kelompok atau masyarakat memiliki budaya dan pengaruh budaya pada perilaku konsumen beragam dari suatu negara ke negara yang lain.

2) Sub-budaya

Sub-budaya meliputi kewarganegaraan, agama, kelompok rasa, dan daerah geografis. Sub-budaya ini terbentuk dari sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang serupa.

3) Kelas sosial

Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja seperti pendapatan, namun juga berdasarkan kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan variabel lainnya. Rani (2014) menyebutkan bahwa seorang konsumen yang berasal dari kelas bawah akan lebih terfokus pada harga. Sementara konsumen dari kelas atas akan lebih tertarik pada

kualitas, inovasi, fitur, bahkan manfaat sosial yang didapatkan dari suatu produk.

b. Faktor sosial

Faktor sosial merupakan pengaruh lain dari luar pada keputusan pembelian baik secara langsung maupun tidak langsung (Rani, 2014). Faktor sosial yang memberikan pengaruh terhadap perilaku membeli konsumen yaitu:

1) Kelompok

Perilaku konsumen banyak dipengaruhi oleh kelompok kecil ataupun kelompok acuan. Kelompok acuan memberikan ilham pada seseorang mengenai perilaku dan gaya hidup baru, mempengaruhi sikap dan konsep diri konsumen, dan menciptakan tekanan yang harus ditaati yang mungkin mempengaruhi orang lain.

2) Keluarga

Anggota keluarga memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku konsumen dalam mengonsumsi barang dan jasa. Rani (2014) menyebutkan bahwa keluarga membentuk lingkungan sosialisasi dimana individu akan berkembang, membentuk kepribadian, dan memperoleh nilai-nilai hidup.

3) Peran dan status

Posisi setiap orang dalam setiap kelompok dapat didefinisikan berdasarkan peran dan statusnya.

c. Faktor pribadi

Faktor pribadi konsumen juga memberikan pengaruh pada konsumen dalam mengonsumsi barang dan jasa, yang meliputi : 1) Umur dan tahap siklus hidup

Umur dan tahap siklus hidup adalah salah satu dari karakteristik seseorang. Sepanjang hidupnya individu akan mengubah barang dan jasa yang dibelinya. Selera individu terhadap suatu hal sangat terkait dengan umurnya.

2) Pekerjaan dan situasi ekonomi

Pekerjaan dan situasi ekonomi aan mempengaruhi barang dan jasa yang akan dibeli oleh konsumen. Konsumen yang memiliki pekerjaan sebagai seorang pedagang akan membeli barang yang berbeda dengan seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai bank.

3) Gaya hidup

Konsep gaya hidup dapat memahami perubahan nilai konsumen dan bagaimana perubahan itu mempengaruhi perilaku pembelian.

4) Kepribadian dan konsep diri

Kepribadian yang berbeda-beda pada setiap individu mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian biasanya dideskripsikan berdasarkan sifat-sifat, seperti kepercayaan diri, dominasi, sosialitas, otonomi, sifat pertahanan, kemampuan

beradaptasi dan agresivitas. Konsep diri memegang peranan penting dalam pembentukan kepercayaan diri seseorang (Saida, 2012). Terbentuknya kepercayaan diri pada seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh melalui interaksi sosial orang tersebut di lingkungannya (Anthony, 1992).

d. Faktor psikologis

Faktor psikologis yang memberikan pengaruh terhadap perilaku pembelian yang meliputi :

1) Motivasi

Setiap waktu individu memiliki banyak kebutuhan, baik itu kebutuhan biologis, seperti rasa lapar dan haus, maupun kebutuhan psikologis, seperti rasa ingin dikenal, penghargaan, atau kepemilikan. Kebutuhan akan menjadi motif bila dirangsang hingga ke tingkatan intensitas tertentu. Motif (dorongan) adalah kebutuhan yang mendorong individu secara kuat mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut.

2) Persepsi

Persepsi individu terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku dalam membeli barang atau produk.

Persepsi adalah menyeleksi, mengatur, dan

menginterpretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti tentang dunia. Individu yang memperoleh

rangsangan yang sama dapat membentuk persepsi yang berbeda-beda, hal ini dikarenakan adanya tiga proses perseptual, yaitu perhatian selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif.

3) Proses belajar

Proses belajar dan hasil belajar individu juga memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumen. Proses belajar menunjukkan perubahan perilaku seseorang karena pengalaman. Konsumen menentukan apakah melakukan kegiatan pembelian suatu produk atau tidak ditentukan oleh pengalaman yang dimiliki sebelumnya.

4) Memori

Penyimpanan informasi dan pengalaman yang diperoleh konsumen sepanjang masa hidupnya. Pengalaman yang diperoleh konsumen sepanjang masa hidupnya. Pengalaman informasi inilah yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengonsumsi barang dan jasa.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk memprediksi munculnya niat membeli maka terdapat tiga faktor penentu yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku. Niat membeli juga dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis. Faktor budaya terdiri dari

budaya, sub-budaya, dan kelas sosial. Faktor sosial terdiri dari kelompok, keluarga, serta peran dan status. Sedangkan faktor pribadi terdiri dari umur dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri. Motivasi, persepsi, proses belajar, dan memori merupakan bagian dari faktor psikologis individu.

Dokumen terkait