• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. REMAJA

asa remaja adalah suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock, 2012). Papalia & Olds (2001) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Masa remaja dapat ditinjau sejak seseorang mulai menunjukkan tanda-tanda pubertas dan

berlanjut hingga mencapai kematangan seksual, tinggi badan maksimum, dan pertumbuhan mentalnya (Bigot, dalam Mappiare, 1982).

Blos (dalam Sarwono, 2013) menyebutkan bahwa ada tiga tahap perkembangan remaja, yaitu :

a. Remaja Awal

Remaja awal adalah remaja dengan rentang usia 12 – 15 tahun (Sarwono, 2007). Pada tahap ini remaja masih bingung dengan perubahan fisik yang terjadi pada dirinya dan muncul dorongan-dorongan yang menyertai perubahan fisik tersebut. Pada tahap ini juga remaja akan mudah sekali untuk tertarik pada lawan jenisnya.

b. Remaja Madya

Remaja madya adalah remaja dengan rentang usia 15 – 18 tahun (Sarwono, 2007). Pada tahap ini remaja membutuhkan banyak teman untuk menyukai dirinya dan muncul kecenderungan narsistik pada dirinya. Remaja juga cenderung mengalami kebingungan dalam menentukan sikap.

c. Remaja Akhir

Remaja akhir adalah remaja dengan rentang usia 18 – 22 tahun (Sarwono, 2007). Pada tahap ini ego remaja mulai dikembangkan supaya dapat bersatu dengan orang lain, terbentuknya identitas seksual, dan mulai mementingkan orang lain diatas kepentingannya sendiri.

Santrock (2012) mengemukakan bahwa perkembangan remaja memiliki tiga aspek, yaitu:

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik merupakan perubahan pada tubuh yang ditandai dengan masa pubertas yaitu periode kematangan fisik yang berlangsung cepat, melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, serta pencapaian kematangan seksual. Perkembangan fisik yang terjadi pada remaja putri adalah payudara yang membesar, munculnya rambut di beberapa bagian tubuh, bertambah tinggi, dan pinggul yang melebar melebihi bahu, serta mengalami menstruasi (Santrock, 2012).

Dalam perkembangan fisik, terdapat sebuah aspek psikologis yang terjadi dan berkaitan dengan perubahan fisik yaitu citra tubuh. Remaja sangat memperhatikan tubuhnya dan mengembangkan citra mengenai tubuhnya (Muller, dalam Santrock, 2012). Secara umum, remaja putri kurang puas dengan tubuhnya dan memiliki citra tubuh yang lebih negatif dibandingkan dengan remaja laki-laki (Bearman dkk, dalam Santrock, 2012).

b. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget, remaja mengalami tahap perkembangan kognitif yaitu tahap operasional formal. Pada tahap ini, pemahaman remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman-pengalaman aktual. Remaja mampu merekayasa menjadi seolah-olah akan terjadi dan mencoba berpikir secara logis, serta mampu untuk memecahkan masalah.

Remaja juga berpikir secara egosentris yaitu meningkatnya kesadaran diri pada remaja. Remaja merasa yakin bahwa orang lain berminat dengan dirinya, menampilkan tingkah laku yang menarik perhatian, merasa dirinya unik dan tidak terkalahkan (Santrock, 2012).

Perkembangan kognitif juga terlihat dari penggunaan bahasa remaja. Remaja menjadi lebih sadar akan kata-kata yang dapat memiliki beragam makna dan remaja senang menggunakan ironi, permainan kata, dan metafora (Owens, dalam Santrock, 2012). Remaja juga mampu menggunakan perspektif sosial yaitu kemampuan untuk merangkat kata-kata pada tingkat pengetahuan dan sudut pandang orang lain (Papalia, 2014).

c. Perkembangan Sosioemosi

Terdapat beberapa perubahan yang menandai perkembangan sosioemosi pada remaja. Perubahan ini mencakup meningkatnya usaha untuk memahami diri sendiri serta pencarian identitas. Perubahan-perubahan yang ada juga berlangsung di dalam konteks kehidupan remaja, disertai transformasi yang berlangsung di dalam relasi dengan keluarga dan teman sebaya dalam konteks budaya (Santrock, 2012).

Remaja juga berusaha mencapai kemandirian sehingga terlihat ada jarak antara orangtua dan remaja. Hal tersebut seringkali menimbulkan konflik antara remaja dan orangtua. Konflik ini juga dapat menimbulkan emosi-emosi tertentu pada remaja (Sarwono, 2007).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Usia remaja dimulai dari 11 atau 12 tahun sampai usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan. Pada masa ini, perkembangan yang terjadi melibatkan perubahan fisik, kognitif, emosi, dan sosial dengan beragam bentuk di latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi yang berbeda. Tahap perkembangan remaja memiliki tiga aspek, yaitu perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosioemosi. Dalam perkembangan fisik, terdapat perubahan pada pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertambahan hormonal, pencapaian kematangan seksual dan mengalami menstruasi. Perkembangan kognitif terkait dengan pemahaman remaja yang tidak terbatas pada pengalaman-pengalaman aktual. Pada tahap ini juga, remaja mampu berpikir lebih logis dimana remaja mampu memunculkan suatu ide baru dan mampu memecahkan masalah. Pada tahap perkembangan sosioemosi, remaja mulai meningkatkan usaha untuk memahami diri sendiri serta mencari identitas. Remaja juga berusaha mencapai kemandirian sehingga menimbulkan jarak antara orangtua. Peran teman sebaya sangat penting bagi remaja sehingga menyebabkan timbulnya konflik antara remaja dan orangtua. Konflik ini juga yang memengaruhi gejolak emosi remaja.

D. Dinamika Hubungan Antara Kepercayaan Diri dan Kecenderungan Pembelian Produk Kosmetik Impor Pada Remaja Putri

Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya (Hakim, 2005). Anthony (1992) mengemukakan bahwa kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan.

Menurut Lauster (1997), seseorang yang penuh percaya diri memiliki perasaan aman. Perasaan aman yang dimiliki oleh individu menunjukkan bahwa individu tidak malu dan tidak takut ketika bertemu dengan orang lain. Seseorang yang penuh percaya diri juga memiliki keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri, sehingga individu tidak melakukan perbandingan dirinya terhadap orang lain dan tidak mudah dipengaruhi oleh lingkungannya. Individu juga tidak akan mementingkan diri sendiri dan memiliki toleransi. Hal ini menunjukkan bahwa individu mengetahui dan menerima kekurangannya serta menerima pendapat orang lain. Selain itu, individu yang penuh percaya diri juga memiliki ambisi yang normal atau memiliki ambisi yang disesuaikan dengan kemampuannya dan bertanggung jawab terhadap tugasnya. Gambaran individu yang tidak merasa tergantung pada orang lain menunjukkan

bahwa individu memiliki kemandirian, sehingga individu tidak membutuhkan bantuan orang lain saat melakukan sesuatu. Individu yang penuh percaya diri juga akan menunjukkan sikap optimis terhadap kemampan dirinya dan masa depan yang akan dimilikinya.

Theory of Planned Behavior dari Ajzen digunakan untuk

memprediksi niat membeli konsumen. Dalam TPB dijelaskan bahwa niat individu untuk melakukan suatu perilaku ditentukan oleh tiga faktor, yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku. Sikap terhadap objek yaitu ketika individu memiliki evaluasi bahwa suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi positif maka individu akan cenderung bersikap positif terhadap perilaku tersebut, dan sebaliknya. Norma subjektif dimana ketika individu mendapatkan motivasi dari sosial untuk melakukan suatu perilaku, maka individu tersebut akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk memunculkan perilaku tersebut, dan sebaliknya. Sedangkan kontrol perilaku yaitu ketika individu merasakan banyak faktor pendukung dan sedikit faktor penghambat untuk melakukan suatu perilaku maka individu merasakan adanya kontrol yang besar atas perilaku tersebut, dan sebaliknya.

Ketiga faktor tersebut merupakan tiga konsep yang independen, namun ketiga konsep tersebut membuat kontribusi yang independen sebagai penentu niat. Maka ketiga konsep tersebut dapat saling berhubungan. Faktor-faktor ini secara tidak langsung mempengaruhi niat dan perilaku individu. Faktor dasar yang dimiliki individu dapat

mempengaruhi keyakinan perilaku, keyakinan normatif, dan keyakinan kontrol individu untuk mengarahkan pada perilaku tertentu. Selanjutnya, keyakinan tersebut dapat mempengaruhi sikap, norma subjektif, dan kontrol yang diterima individu dalam memunculkan niat yang kemudian mengarahkan ke perilaku atau tindakan tertentu (Ajzen, 2005).

Kotler (1995) mengemukakan bahwa niat membeli adalah tahap kecenderungan seseorang untuk bertindak sebelum keputusan untuk membeli benar-benar dilaksanakan. Schiffman & Kanuk (2000) menyebutkan bahwa niat membeli termasuk dalam aspek konatif pada sikap yang berkaitan dengan kemungkinan tindakan aktual yang akan dilakukan seseorang sebagai hasil evaluasi terhadap suatu objek. Niat membeli merupakan faktor internal yang mempengaruhi perilaku konsumsi dimana seseorang memiliki pemikiran yang nyata dari refleksi rencana untuk membeli beberapa barang dalam jumlah dan periode tertentu (Schiffman & Kanuk, 2000). Kotler (2000) menyatakan bahwa dalam proses pembelian ini, dorongan seseorang berkaitan dengan motivasi yang dimiliki untuk memakai produk tertentu. Seseorang akan memilih produk yang mengandung atribut-atribut yang diyakini relevan dengan yang dibutuhkannya.

Secara umum, remaja yang memiliki kepercayaan diri cenderung tidak takut dan tidak malu ketika bertemu dengan orang lain, tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan, tampil apa adanya tanpa harus memperbaiki penampilan yang berlebihan, bersemangat, tidak bergantung

pada dukungan dan bantuan orang lain, serta yakin pada kemampuan diri sendiri dan masa depan yang dimiliki. Rasa kurang percaya diri pada remaja putri memunculkan kecenderungan untuk memperbaiki penampilannya terutama yang merasa dirinya memiliki kekurangan dan tidak sama dengan kelompok teman sebayanya dalam konteks secara fisik. Hal itu memberi dampak pada remaja putri menjadi sering menyendiri dari kelompok yang dianggapnya lebih dari dirinya serta bereaksi negatif dalam menghadapi masalah, misalnya dengan menghindari tanggung jawab dan mengisolasi diri sehingga rasa tidak percaya dirinya semakin menjadi tinggi. Dampak tersebut pada akhirnya menyebabkan remaja putri memilih untuk menutupi kekurangannya dengan menggunakan kosmetik dan berusaha untuk berpenampilan sama dengan kelompoknya (Sinaga, dalam Pranoto & Mahardayani, 2009).

Artikel aceh.tribunnews.com menyebutkan bahwa kosmetik yang banyak diminati remaja putri saat ini adalah kosmetik impor. Karakteristik remaja putri yang selalu senang berdandan dan dipuji dalam hal penampilan menyebabkan remaja putri mudah sekali untuk terkondisi oleh perilaku konsumtif (Devya, 2015). Sependapat dengan hal tersebut, Haditono (1995) menyatakan bahwa remaja melakukan kegiatan membeli karena remaja memiliki karakteristik tersendiri dalam hal penampilan, berdandan, berpakaian, dan gaya rambut sehingga mendorong remaja untuk membelanjakan uangnya untuk keperluan tersebut (Devya, 2015).

Karakteristik tersebut kemudian memunculkan perilaku membeli pada remaja putri.

Dokumen terkait