• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memberikan Kuis Atau Permainan Singkat Berhadiah Doorprize Anda sebagai pembicara juga dapat membuat kejutan lainnya bagi

Dalam dokumen MODUL PELATIHAN FASILITATOR (Halaman 114-126)

Materi Inti III TEKNIK FASILITASI VIPP

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

7. Memberikan Kuis Atau Permainan Singkat Berhadiah Doorprize Anda sebagai pembicara juga dapat membuat kejutan lainnya bagi

audiens selama presentasi berlangsung. Bagaimana caranya? Buatlah permainan atau kuis dan meminta audiens untuk menjawab. Supaya ada

unsur kejutan, jangan beritahukan ke audiens bahwa yang menjawab tepat akan mendapat doorprize. Setelah pertanyaan dilontarkan, kemungkinan ada lebih dari satu audiens yang menjawab. Jika anda hanya menyiapkan sebuah doorprize, berikan kepada salah satu peserta yang menjawab paling tepat. Dalam sebuah presentasi, tiga unsur yaitu pembicara, slide presentasi dan audiens adalah sebuah kesatuan yang tak terpisahkan. Presentasi akan terlihat menarik dan suasanya menjadi lebih interaktif apabila pembicara juga melibatkan audiens.

Demikian beberapa cara yang dapat Anda praktekkan dalam berimprovisasi dengan melibatkan audiens agar presentasi menjadi lebih interaktif dan sanggup mempertahankan fokus dan konsentrasi audiens dari awal sampai sesi akhir presentasi Anda.

 Simulasi (definisi, tujuan, jenis, prosedur)

Ada beberapa definisi simulasi dari para ahli yaitu :

Menurut Pusat bahasa Kemdiknas, simulasi adalah satu metode pelatihan yang memperagakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya.

Sri Anitah,W,DKK (2007) metode simulasi merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses pembelajaran yang menggunakan metode simulasi cenderung objeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura.

Dapat kita katakan bahwa simulasi adalah metode pelatihan yang meragakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya.

Tujuan simulasi adalah untuk membantu peserta memahami situasi yang saat itu terjadi dan mampu bekerja sama untuk terlibat dalam proses kolaborasi yang efisien untuk mencapai tujuan tertentu

 Ice breaker (definisi, tujuan, jenis, prosedur)

Ice Breaking adalah padanan dua kata Inggris yang mengandung makna “memecah es”. Istilah ini sering dipakai dalam training dengan maksud menghilangkan kebekuan-kebekuan di antara peserta latihan, sehingga mereka saling mengenal, mengerti dan bisa saling berinteraksi dengan baik antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan status, usia, pekerjaan, penghasilan, jabatan dan sebagainya akan menyebabkan terjadinya dinding pemisah antara peserta yang satu dengan yang lainnya. untuk melebur dinding-dinding penghambat tersebut, diperlukan sebuah proses ice breaking.

Tujuan ice breaker dilakukan untuk:

a. Meningkatkan semangat para peserta

b. Memotivasi mereka untuk sesi yang selanjutnya

c. Mencapai tingkat konsentrasi yang lebih tinggi untuk kegiatan selanjutnya

d. Mengganti sebuah latihan dari yang murni kegiatan intelektual ke kegiatan yang lebih melibatkan rasa/indera.

e. Terciptanya kondisi-kondisi yang setara antara sesama peserta dalam forum training.

f. Menghilangkan sekat-sekat pembatas di antara peserta. g. Terciptanya kondisi yang dinamis di antara peserta

Kegiatan ini harus dipersiapkan dengan baik, petunjuk diberikan dengan jelas dan dilakukan dengan segera. Banyak permainan orang dewasa yang diangkat dari ice breaker. Penggunaan mereka sepenuhnya tergantung pada jenis kelompok, pengaturan, dan suasana hati kelompok. Fasilitator yang berpengalaman akan mampu menentukan kapan menerapkan tiap permainan. Contohnya, untuk menbangunkan para peserta di pagi hari, mengganti subjek, memperbarui konsentrasi setelah makan siang dan lain-lain. Idealnya, harus ada hubungan antar sebuah ice breaker dengan proses workshop. Contohnya, sebuah permainan kerjasama seperti terobosan dan refleksi mengenai kerjasama sebagai sebuah prinsip workshop yang

diharapkan. Untuk beberapa latihan, jika jumlah peserta banyak, fasilitator dapat membagi pleno menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Saat Ice Breaking

1. Seorang pelatih haruslah mempunyai naluri (feeling) khusus yang kuat ketika melakukan proses ice breaking. Ia harus tahu saat peserta sudah lebur atau belum dan masih harus dileburkan. Ketika peserta belum lebur namun ice breaking sudah dihentikan, hal ini akan menyusahkan sewaktu penyajian materi berikutnya.

2. Saat melakukan ice breaking, seorang pelatih harus sudah dapat mendeteksi, (minimal beberapa orang dari peserta sudah masuk dalam memorinya) tentang potensi awal, sikap, sifat dan “karakteristik special” seorang peserta.

3. Waktu yang disediakan untuk melakukan ice breaking sangat kondisional, tergantung kepada tingkat keleburan peserta.

4. Menimbulkan kesan positif, seorang pelatih haruslah dipandang oleh peserta dalam pandangan yang positif, baik dari segi pendapat, sikap, sifat dan interaksinya dengan peserta, karena tidak menutup kemungkinan nanti seorang pelatih akan menjadi tempat “curhat” paling dipercaya bagi peserta yang mengalami persoalan-persoalan khusus.

Jenis ice breaker di sini dibagi dalam dua jenis yaitu, ice breaker tanpa media dan ice breaker dengan media. Ice breaker tanpa media dapat diartikan permainan pendinginan otak dengan tidak menggunakan media di luar anggota tubuh. Sedangkan Ice breaker dengan media dapat menggunakan media apa saja sehingga permainan lebih hidup.

 Role play (definisi, tujuan, jenis, prosedur)

Bermain peran adalah teknik yang berguna untuk menganalisa tema-tema yang berbeda berdasarkan pada situasi yang nyata dan sebenarnya. Mereka bisa digunakan dalam penghubung dengan kegiatan papan yang divisualkan dalam menampilkan masalah-masalah dan memperlihatkan hasil kerja kelompok. Bermain peran dan debat sering kali jadi latihan yang paling diingat dalam kegiatan VIPP.

Langkah-Langkah Bermain Peran

1. Dalam memilih sebuah topik, hubungannya dengan tema proses kelompok dan workshop harus jelas.

2. Anda tidak membutuhkan skenario tertulis atau kostum, ataupun waktu persiapan yang lama.

3. Bicarakan mengenai topik, bertukar ide mengenai bagaimana tiap orang merasakannya, pengalaman apa yang berhubungan dengannya, dan bagaimana ini bisa dipahami oleh tiap orang.

4. Aturlah semua ide yang dinyatakan pada sebuah papan pin dan letakkan mereka dalam urutan tertentu yang mana bisa dilakukan.

5. Tentukan siapa yang akan memainkan tiap peran

6. Hati-hati merencanakan waktu anda. Sebuah permainan peran 5 sampai 10 menit biasanya cukup untuk menyampaikan maksudnya.

7. Latihan singkat jga disarankan untuk memastikan setiap orang dapat bicara cukup keras dan jelas, penggunaan gerakan dan pengenalan properti untuk membuat situasi lebih nyata dan lebih lucu serta menarik perhatian.

Keterangan: teknik-teknik tersebut berguna untuk memulai diskusi mengenai sebuah topik dan memperdalam pemahaman para peserta mengenai sebuah topik. Mereka bisa juga digunakan untuk menyimpulkan sebuah diskusi kelompok, menyatukan hasil dan menampilkannya pada pleno. Sebuah permainan peran bisa didukung oleh hasil-hasil visual kerja kelompok, ditampilkan secara visual dan dipakai untuk mendukung poin-poin utama diskusi berikut ini. Evaluasi setelah sebuah permainan peran harus berfokus pada sikap, fungsi dan cara berpikir yang telah direpresentasikan dan bukan pada kemampuan berakting para peserta. Sangat penting untuk menggaris bawahi jika ini merupakan simulasi dan hindari kritik secara personal.

 Meta plan

Meta plan adalah sebuah sistem dalam mengumpulkan dan mengorganisir informasi atau ide-ide kedalam kolaborasi lingkungan kelompok. Jenis strategi Meta plan adalah mengumpulkan ide atau informasi kedalam kartu, mengelompokkan kartu-kartu tersebut sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan dengan menggunakan system klaster.

Meta plan bermetafora menjadi sebuah metode moderasi fasilitasi dalam bentuk kartu dengan berbagai bentuk dan warna yang berfungsi untuk menuangkan gagasan, ide dari peserta pelatihan/forum diskusi yang kemudian dari gagasan-gagasan itulah didapatkan sebuah solusi dari sebuah permasalahan yang didiskusikan.

Metode moderasi meta plan terbukti efektif untuk mencapai pemahaman bersama dalam diskusi kelompok. Kata “efektif” disini berarti ganda. Pertama, berarti ekonomis waktu. Ketika menggunakan metaplan, hasil

yang dicapai lebih cepat dibanding dengan metode diskusi lainnya. Kedua, efektif memiliki arti peserta lebih terlibat aktif dalam diskusi, karena setiap orang idealnya menuliskan pendapatnya di kartu meta plan tersebut. Meta plan adalah sesuatu yang colorful, unik dan useful. Bagi sebagian orang yang berprofesi sebagai fasilitator, trainer atau coacher terbiasa mendengar dan menggunakan meta plan.

Pengumpulan Kartu

Tujuan: untuk mengumpulkan kartu dengan cepat, seperti cermin kolektif, divisualkan dan diatur pada sebuah papan pin.

Deskripsi:

1. Fasilitator memvisualkan pertanyaan yang akan dijawab. Dia membagikan kartu persegi panjang dengan jumlah yang sama kepada tiap peserta. Jika lebih dari satu kategori ide yang akan dikumpulkan pada waktu yang bersamaan, (contohnya: kesempatan dan masalah, pencapaian dan kegagalan) tiap kategori harus diwakili oleh warna yang berbeda.

2. Para peserta memikirkan dan menulis kartu-kartu mereka dalam dia sesuai dengan aturan menulis. Mereka dapat menulis pada kartu-kartu di atas pangkuan mereka tanpa meninggalkan pleno.

3. Saat semua sudah selesai, kartu yang dikumpulkan diletakkan di atas lantai,kartu-kartu diletakkan di lantai, menghadap ke bawah di tengah-tengah kelompok, dan diacak. Kartu-kartu dengan warna berbeda harus ditumpuk sendiri-sendiri.

4. Fasilitator mengangkat tiap kartu sehingga terlihat jelas oleh para peserta dan dapat dibaca isinya. Kartu-kartu yang tidak jelas artinya, atau yang tidak ditulis dengan baik, akan ditulis ulang segera. Demikian, fasilitator tidak pernah bertanya siapa yang menulis krtu tersebut. Klarifikasi dari dari diskusi kelompok. Penulis kartu dapat secara suka rela menunjukkan dirinya dan menjelaskan atau menulis ulang kartu.

5. Fasilitator kemudian memasang kartu pada papan yang telah dibungkus dengan kertas pembungkus. Fasilitator berurusan dengan satu kategori atau warna pada satu waktu. Pada permulaan dia memasangkan kartunya berjauhan, bertanya pada peserta apakah tiap kartu termasuk dalam klaster yang sama atau tidak. Fasilitator memasangkan ide-ide yang berhubungan dalam klaster yang sama, sesuai dengan petunjuk para peserta.

6. Kartu duplikat tidak boleh dibuang karena tiap kartu adalah kepunyaan seseorang dan duplikasi mengungkapkan pentingnya ide tersebut untuk kelompok.

7. Setelah semua kartu dipasang pada papan, para peserta mengkaji klaster-klaster dan memperbaiki, mengatur ulang, dan memberi label, menggunakan warna-warna dan bentuk yang berbedauntuk judul klaster. Jika tidak ada diskusi lebih lanjut yang mungkin mengubah klaster-klaster tersebut, makan klaster –klaster itu dapat digambar pada awan dan kartu-kartu tersebut ditempelkan pada kertas.

8. Jika diinginkan, klaster-klaster tersebut dapat diprioritaskan dengan memberikan bulatan-bulatan dengan jumlah tertentu oleh setiap peserta pada kartu judul klaster atau pada kartu di dalam klaster. Contohnya, fasilitator dapat meminta para peserta untuk mengelompokkan dalam klaster wilayah masalah yang paling penting untuk diatasi, tiga topik paling penting dalam latihan berikutnya pada kerja kelompok, dll.

Aturan Dasar Pengumpulan Kartu

1. Visualkan pertanyaan, perjelas dan tulis ulang, jika diperlukan

2. Berikan petunjuk yang jelas dan divisualkan mengenai jumlah kartu dan kode warna untuk kategoti-kategori ide yang berbeda.

3. Berikan waktu yang cukup untuk menulis dan minta para peserta untuk meletakkan kartu di atas lantai dengan menghadap ke bawah.

4. Acak dan pilih tiap warna/ kategori, lakukan dengan satu warna/kategori dalam satu waktu

5. Baca tiap kartu dengan keras, perlihatkan pada peserta. Minta para relawan untuk menulis ulang kartu yang tidak jelas atau tulisannya jelek. Jangan pernah bertanya siapa yang menulis kartu tersebut dan jangan membuang kartu-kartu duplikat.

6. Kelompokkan kartu-kartu tersebut berdasarkan saran para peserta. 7. Jaga agar klaster-klaster terpisah dengan rapi agar ada banyak ruang

untuk klaster baru atau untuk memindahkan kartu dari satu klaster ke klaster lain.

8. Sepakati konsensus mengenai label atau judul klaster dan untuk judul gunakan kartu dengan warna atau bentuk berbeda.

9. Batasi klaster dengan bentuk awan menggunakan spidol tebal setelah semua diskusi selesai.

10.Tempelkan kartu-kartu pada kertas pembungkus setelah diskusi selesai pada akhir sesi.

Aturan Untuk Penulisan Kartu

 Tulis hanya satu ide per kartu agar ide –ide dapat dikelompokkan sesuai klaster.

 Tulis hanya tiga baris pada tiap kartu dan bentuklah blok kata-kata  Gunakan kata kunci dan bukan kalimat utuh

 Tulislah huruf dengan berukuran besar baik untuk huruf kapital maupun huruf kecil, agar kata-kata anda dapat dibaca dari jarak 10 meter.

 Belajar untuk menulis dengan jelas dan gunakan sisi terlebar dari spidol, bukan ujungnya.

 Gunakan 2 ukuran penulisan untuk membedakan poin-poin pokok.  Gunakan ukuran, bentuk, dan warna kartu yang berbeda beda untuk

mengatur hasil diskusi secara kreatif.

 Ikuti kode warna yang dibuat untuk kategori ide yang berbeda-beda. Keterangan: Pengumpulan kartu ini efisien tapi membutuhkan perhitungan waktu. Jika Anda mempunyai sebuah kelompok terdiri dari 20 orang, batasi maksimal 3 kartu untuk tiap orang (satu ide satu kartu). Ini akan membutuhkan 40 sampai 60 menit untuk mengelompokkan kartu tapi Anda

akan mendapat titik awal untuk kerja kelompok yang lebih lanjut mengenai analisis masalah, dan lain-lain. Jangan berlebihan menggunakan teknik ini karena akan menjadi membosankan

Pada situasi tertentu, saat waktu terbatas atau saat para peserta membutuhkan pemanasan, anda bisa mulai pengelompokan dan kemudian meminta relawan untuk mengambil alih, dua atau tiga paling banyak. Berikan petunjuk yang jelas mengenai cara memegang dan membaca kartu serta menyelesaikan satu kartu dalam satu waktu. Para peserta bisa berkumpul di sekitar papan untuk memberi bimbingan yang lebih baik kepada mereka yang mengelompokkan.

 Pengaturan Ruang Pelatihan

Bergantung pada besarnya kelompok dan jenis kegiatan, satu ruangan besar dibutuhkan untuk sesi pleno dan ruang-ruang terpisah atau ruang berperedam suara yang layak untuk kerja kelompok. Biasanya meja tidak dibutuhkan. Harus ada kursi dengan jumlah yang jelas untuk peserta yang hadir. Kursi-kursi diletakkan melingkar atau setengah lingkaran, tergantung pada jumlah papan pin yang dibutuhkan untuk bagian-bagian program yang berbeda beda. Kursi mudah dipindahkan. Tanpa meja mobilitasnya lebih besar: para peserta dapat berdiri dengan mudah dan mengungkapkan diri melalui gerak tubuh; membuat kelompok yang lebih kecil; berpindah tempat; menuju papan pin; mengambil materi yang dibutuhkan; mencari bantuan dari fasilitator; dan lain-lain. Meja-meja menjadi sebuah halangan untuk interaksi dan komunikasi kelompok.

Ruangan untuk kerja kelompok harus berisi kursi-kursi. Meja bisa berguna bila diletakkan di samping agar bisa menggambar dan menilis di atas permukaan kertas tapi harus dihindari saat bekerja sebagai kelompok pada papan pin. Tiap kelompok mengambil tanggung jawab untuk mengatur papan pin dan materi yang diperlukan.

Jika ruangan berkarpet kelompok bisa didorong untuk duduk di atas lantai untuk mencapai tingkat informalitas yang lebih tinggi, dengan demikian membuka pertukaran antara para peserta.

Dalam pleno, beberapa meja dapat diletakkan sepanjang dinding atau di sudut di mana mereka tidak mempengaruhi lingkaran kursi-kursi. Meja-meja tersebut dibutuhkan untuk meletakkan materi visualisasi, materi bacaan, dan materi yang dibawa oleh para peserta untuk demonstrasi. Tim fasilitasi dapat menggunakan satu meja untuk persiapan kertas-kertas dan kartu-kartu untuk visualisasi pertanyaan, tugas dan kesimpulan.

b. Pemilihan Jenis Teknik Fasilitasi

Jenis teknik fasilitasi bermacam-macam dan dapat digunakan. Tetapi seringkali teknik fasilitasi tidak sesuai dengan tema yang sedang diangkat.

Langkah yang harus dilakukan oleh fasilitator adalah : - Memahami tema/materi yang sedang dibicarakan

- Menggunakan prinsip relevansi yang artinya keterkaitan. Pemilihan hendaknya relevan atau ada kaitannya dengan tema/ materi yang sedang diberikan.

- Identifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam tema/materi.

- Perhatikan jumlah dan ruang lingkup yang cukup memadai sehingga mempermudah peserta bergerak.

Mc Kee et al (2009) menyampaikan bahwa metode VIPP dapat juga digunakan untuk melatih para fasilitator dan educator. Metode VIPP dapat digabungkan dengan metode partisipasi lain sehingga variasi metode bisa didapatkan dengan tujuan yang berbeda.

Perkenalan yang menarik dan interaktif dalam ITC DRR

Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang, semua kegiatan yang diawali dengan mengenal satu dengan yang lain akan sangat bermakna dalam kualitas interaksi antar individu. Dalam metode VIPP, perkenalan yang diharapkan adalah jenis perkenalan interaktif dan atraktif karena untuk kelanjutannya partisipasi antar individu akan sangat diperlukan untuk mencapai tujuan. Salah satu contoh yang selalu dilakukan dalam kegiatan ITC DRR adalah dengan menggunakan teknik “soulmate”. Prosedur yang dilakukan:

1. Semua peserta menuju playground dan membentuk 2 lingkaran dimana satu lingkaran ada di dalam lingkaran lain. Teknik yang digunakan membentuk lingkaran bisa menggunakan tanggal lahir, bulan lahir, tahun lahir, asal kota, lama bekerja, dll

2. Dengan menggunakan music, peserta berjalan memutar sesuai dengan lingkarannya dan arah lingkaran yang satu dengan yang lain berlawanan. 3. Setelah itu musik berhenti, dan peserta diminta untuk menutup matanya

dan hening sejenak. Fasilitator dapat memberikan pengantar dengan memberikan renungan alasan mengikuti training, bisa juga mengulas fear and expectation yang sudah dilakukan.

4. Kemudian fasilitator mulai menghadapkan peserta berlawanan antara kedua lingkaran. Fasilitator juga dapat membantu memindah peserta apabila perlu. Mata peserta masih dalam keadaan tertutup.

5. Setelah semua telah mendapatkan pasangan, mata peserta boleh dibuka dan langsung melihat pasangan masing-masing yang berhadapan. Fasilitator mengumumkan bahwa itu adalah soulmate mereka.

6. Fasilitator mempersilakan peserta dan pasangannya untuk duduk dan memulai perkenalan. Perkenalan antar soulmate meliputi pemberian nama unik ke pasangan yang diambil dari kata sifat, asal institusi, nomor telepon, email, hal yang disukai dan yang tidak disukai.

7. Kemudian fasilitator mempersilakan 1 pasangan untuk memperkenalkan soulmate-nya di depan kelas, setelah itu menuliskannya di whiteboard setelah perkenalan selesai.

8. Perkenalan tidak harus diselesaikan saat itu, bisa dilanjutkan pada kesempatan lain dalam pelatihan.

Pengenalan Media yang Digunakan dalam ITC-DRR

Dalam pelaksanaan kegiatan ITC-DRR, teknik yang paling dominan digunakan adalah dengan melibatkan partisipasi peserta. Untuk membuat peserta dapat berpartisipasi aktif, maka fasilitator menggunakan media yang menarik, atraktif, dan inovatif.

Ada banyak media yang bisa digunakan, akan tetapi dalam kegiatan fasilitasi dalam ITC DRR biasanya fasilitator menggunakan standar media tertentu, seperti

1. Play ground 2. Media visual

a. Long board

Long board ini merupakan papan panjang yang terbuat dari gabus tebal yang bisa berdiri secara vertical maupun horisontal. Long board ini digunakan untuk media:

 Mood meter  Idea park  Window escape  Fear and expectation  Ground rules

b. White board

c. LCD Projector

d. Flip chart dan kertasnya

e. Sticky notes

3. Media audio

 Sound system lengkap  Lagu dari bermacam genre 4. Media audio visual

 Film Mr Bean  Film Titanic

Pengenalan Games yang Digunakan ITC-DRR

Dalam pelaksanaan kegiatan ITC-DRR, games merupakan teknik fasilitasi yang paling vital. Fasilitator menggunakan games dalam memberikan kesimpulan, menjelaskan kegiatan, membentuk kelompok, menyelesaikan masalah, dan lain-lain.

Games yang paling umum dan sering digunakan dalam ITC-DRR adalah sebagai berikut 1. Titanic

Dalam dokumen MODUL PELATIHAN FASILITATOR (Halaman 114-126)

Dokumen terkait