3.RENCANA PENGEMBANGAN
11. Membina dan mengembangkan koordinasi lintas ‐ pejabat/deputi di Kementerian Koperasi dan UKM, agar Program OVOP dapat terwujud secara sinergi dan terintegrasi
12.Melakukan koordinasi lintas‐pelaku untuk mengamankan hasil survey dan menghindari
pelaksanaan yang tumpang‐tindih.
Di dalam masa perencanaan, sebaiknya sarana dan prasarana yang menunjang Program OVOP dapat segera dipersiapkan. Khusus untuk pangsa pasar ekspor, persiapan secara internal maupun lintas‐pelaku harus dapat dilakukan. Identifikasi sarana dan prasarana perlu dilakukan secara cermat, karena berpengaruh atas kelancaran pelaksanaan ekspor yang bernaung di bawah Program OVOP.
VII.PENUTUP
Program One Village One Product dapat disimpulkan telah mendapat sambutan positiv dari masyarakat. Setiap sosialisasi yang dilakukan Tim OVOP di daerah/pedesaan, disambut penuh antusiasme oleh masyarakat setempat. Sosialisasi harus bisa dilakukan secara berkala. Dimensi pendataan situasi dan kondisi setempat seharusnya menggunakan sistem matrix secara berjenjang. Sehingga mampu merekam data‐data akurat dan komprehensif. Utamanya, Program OVOP tidak boleh salah sasaran.
One Village One Product yang dicanangkan sebagai Program Nasional dan bertujuan mensejahterakan masyarakat di daerah/pedesaan, maka Kementerian Koperasi dan UKM dalam implementasi lapangan berhasil mencermati situasi dan kondisi melalui pendataan sebagai berkut :
1. Melakukan pendataan para pelaku ekonomi/ententitas rantai nilai dan peta sosial daerah/pedesaan setempat. Berawal dari kegiatan mengidentifikasikan faktor penghambat dan pendung unsur kondisi sosial ekonomi. Secara kontekstual pada area sasaran indentifikasi faktor tersebut dilakukan melalui kondisi partisipatif dengan membuat peta sosial, peta lingkungan biofisik, matrik demografi, peta kegiatan ekonomi, pengukuran volume kegiatan ekonomi, peta kelembagaan dan profil lembaga, peta pengaruh lembaga, peta musim dan kalender harian.
Tahapan ini bertujuan mengumpulkan data primer dan sekunder tentang seluruh permasalahan yang berhubungan dengan potensi areal (daerah/pedesaan),
stakeholders, sistem sosial, perekonomian dan seluruh aktivitas yang berkaitan dngan
persepsi masyarakat/petani setempat.
Seluruh aktivitas tersebut di atas, secara teknis dapat dilakukan dengan sistem Base Line
Survey. Untuk dapat memperoleh data primer dipergunakan teknik observasi, informasi
penentu/kunci dan bila diperlukan bisa menggunakan daftar pertanyaan. Langkah berikutnya, melakukan Focus Group Discussion, sebagai upaya meningkatkan partisispasi masyarakat pelaku usaha/petani. Tahapan ini bermanfaat untuk melakukan konfirmsi terhadap hasil pemetaan kondisi sosial ekonomi setempat. Kegiatan ini sekaligus merupakan agenda untuk meningkatkan semangat OVOP dan sebagai tahap awal identifikasi terjadinya kolaborasi para stakeholders yang sudah berada di tengah‐tengah masyarakat pelaku usaha/petani.
2. Pendampingan dan Monitoring. Kegiatan ini dapat meyakinkan bahwa skema aktivitas dilakukan secara benar. Sehingga dapat dipastikan proses pengembangan OVOP dapat terpantau secara akurat. Apalagi bila kegiatan One Village One Product disuatu daerah/pedesaan menggunakan dana pinjaman yang direkomendasikan oleh
Kementerian Koperasi dan UKM. Maka penggunaan tahapan sistem ini dapat dijadikan landasan yang akurat dan komprehensif.
Untuk mencapai manfaat optimal secara nasional, hasil‐hasil yang diperoleh perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas yang terlibat dalam Program OVOP. Sehingga pada program perencanaan lanjutan, kegiatan ini mendapat dukungan lebih nyata.
Model Program OVOP serta tahapannya dapat dilaksanakan sebagai berikut :
Pertama, merubah paradigma untuk seluruh bidang kegiatan usaha yang berada di bawah
naungan Program OVOP. Merubah pola pikir dan pola kerja dari sistem tradisional beralih ke sistem moderen dengan mengutamakan efektivitas dan efesiensi. Khususnya pola pikir para petani yang memerlukan pengarahan pentingnya perubahan menjadi petani modren, untuk meningkatkan kualitas. Peningkatan kualitas komoditas/produk harus mengacu pada tujuan utama Program OVOP, export oriented.
Kedua, para pelaku usaha/petani secara konsisten dan konsekuen dapat menjalani
pengembangan usahanya yang sudah ditetapkan bersama‐sama. Oleh karena itu, sosialisasi yang dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM harus dapat membangkitkan semangat
OVOP, agar menjadi modal utama kegiatan tersebut. Tetapi semangat OVOP jangan sekedar
menjadi slogan. Perlu disadarkan bahwa kebersamaan bermanfaat untuk memacu solidaritas.
Ketiga, sesuai peranan Kementerian Koperasi dan UKM, maka orientasi pertumbuhan dan
perkembangan para pelaku usaha/petani dapat dilakukan melalui pemahaman siences, skill dan speed. Ketiga prinsip dasar dalam merajut usaha adalah modal utama bagi kegiatan Program OVOP di masing‐masing daerah/pedesaan.
Keempat, sistem Program OVOP dengan media Kelompok Tani/Koperasi, dapat dirangkai
melalui :
a. Fokus pada produk unggulan dalam sistem agribisnis,
b. Menggunakan dukungan asistensi untuk teknis budidaya, pengemasan dan pemasaran, c. Mengeterapkan aspek menejemen budidaya atau produksi,
d. Berbasis pada penjualan/pemasaran bersama,
e. Menggunakan menejemen pemasaran yang handal dan lain‐lain yang terkait dalam kegiatan agribisnis komoditi unggulan,
f. Menjaga kesinambungan pasokan (supply), kualitas dan kepuasan pihak konsumen.
Kelima, Program OVOP melalui community college education, dapat dilaksanakan sebagai
a. Melaksanakan pendidikan dengan melibatkan masyarakat setempat. Di daerah/pedesaan tertentu diperlukan figur/tokoh panutan,
b. Pengeterapan Program OVOP melalui community college education, dapat menggunakan wadah pesantren atau lembaga lokal lainnya,
c. Pelaksanaan Program OVOP sebaiknya menggunakan matriks peran tanggungjawab (role and responcibility matrix).
Keenam, meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi secara berkala agar seluruh Program
OVOP dapat terpantau secara akurat.
Ketujuh, memacu semangat berusaha berlandaskan sistem moderen untuk tujuan ekspor.
Dapat dilakukan melalui ;
a. Mengikuti ajang promosi dan pameran komoditas/produk OVOP, berskala nasional maupun internasional,
b. Promosi dan pameran dapat menimbulkan perasaan bangga bagi yang berhasil dan perasaan terpukul bagi yang tidak berhasil.
Kedelapan, bila ekspor merupakan produk hasil pertanian maka diperlukan persiapan
sebagai berikut ;
a. Menggunakan sistem processing yang memenuhi standar internasional dalam kebersihan. Karena kebersihan berkaitan dengan standar kelayakan dapat dikonsumsi. b. Mencantumkan masa berlakunya suatu produk hasil pertanian, sehingga tidak
mengalami claim kadaluwarsa,
c. Membuat disain kemasan individual produk dan kemasan box/kardus sesuai persyaratan konsumen,
d. Menetapkan warna kemasan sesuai jenis produk dan permintaan/persyaratan konsumen.
Kesembilan, para pelaku usaha/petani atau koperasi yang berhasil mengikuti seluruh proses Program OVOP, memperoleh penghargaan atau reward dari Kementerian Koperasi dan UKM. Pemberian penghargaan secara psikologis berpengaruh terhadap semangat OVOP, secara sosial ekonomi akan meningkatkan posisi pelaku usaha/petani pada tataran kenaikan peringkat kehidupan. Tolokukur kriterianya berdasarkan keberhasilan individual atau komunitas setempat, dalam mencapai tujuan akhir program tersebut. Mampu menyajikan komoditas/produk unggulan, mampu bersaing dipasaran serta mampu melaksanakan kegiatan ekspor.
Kesepuluh, merencanakan pengembangan Program OVOP disuatu daerah/pedesaan atas keberhasilannya pada jenjang berikutnya. Mengarahkan pada posisi stabilitas produksi, stabilitas supply dan demand dalam suatu tataran modernisasi disegala bidang usaha. Mengangkat martabat masyarakat pelaku usaha/petani ditataran akar‐rumput suatu tugas dan tanggungjawab bersama. Pengentesan kemiskinan dan mengatasi maraknya pengangguran adalah jiwa dari Instruksi Presiden (INPRES) No.6, Tahun 2007. Untuk mewujudkan INPRES tersebut diperlukan kerja keras melalui koordinasi lintas‐sektoral, melalui perencanaan program yang sinergi. Menghindari terjadinya perencanaan yang tumpang‐tindih.
Program One Village One Product jelas bertujuan memacu peranan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam revalitas roda perekonomian. Terutama kesiapan dalam menghadapi era globalisasi. Perjanjian CAFTA maupun kesepakatan berlakunya liberalisasi perdagangan dunia yang ditandatangani Indonesia harus dihadapi melalui semangat kebersamaan, semangat kebangsaan dalam alam demokrasi ekonomi di negeri ini.
Mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bukan suatu pekerjaan ringan. Luasnya jangkauan wilayah negeri ini dan anekaragam bidang/sektor yang menjadi pijakan pelaku usaha/petani di daerah/pedesaan memerlukan ketekunan, kesabaran dan pemikiran global. Penggunaan sumberdaya alam
(natural resources) sudah menjadi konsep dunia. Kekayaan sumberdaya alam sebagai
penopang perkembangan dan kemajuan bangsa ini harus dapat dimanfaatkan dengan menjaga pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, keseimbangan antara pemanfaatan sumberdaya alam yang kita miliki dengan pelestarian alam harus tetap dijaga.
Dalam rangka mendorong laju perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di dalam wadah Koperasi, peranan dan kiprah Kementerian Koperasi dan UKM diharapkan dapat mewujudkan makna dan jiwa Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007. Mencapai masyarakat sejahtera yang adil dan makmur adalah idaman seluruh bangsa Indonesia.
===========================================================================