MAKNA DAN PERSEPSI DARI SIMBOL OVOP INDONESIA
1. Lingkaran : Kebulatan tekad Bangsa Indonesia untuk maju bersama.
2. Warna Merah : Lambang Keberanian.
3. Warna Putih : Lambang Kesucian.
4. Warna Emas : Lambang Kejayaan, Kesentosaan, Keemasan.
5. Warna Hijau : Lambang kekayaan alam Indonesia, kepedulian akan kelestarian
lingkungan.
6. Warna Biru : Lambang Keharmonisan, Keselarasan, Keseimbangan.
7. Orang : Lambang masyarakat yang memegang peran utama.
8. Orang berangkulan
: Lambang kegotong royongan, kolaborasi, membangun
bersama-sama, menatap masa depan bersama.
9. Sketsa sepasang
Garuda yang terbang tinggi
: Lambang bibit-bibit unggul, tokoh, champion yang harus
disadarkan bahwa mereka adalah Garuda sejati.
10. Kuntum Bunga : Lambang keindahan, keramah tamahan, dan rasa syukur atas
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad memacu peningkatan pendapatan masyarakat Indonesia. Khususnya bagi masyarakat pada tataran akar‐rumput sehingga terjadi perbaikan teraf hidup. Tekad bulat pemerintah, ditopang good will dan
political will dalam mengatasi permasalahan masyarakat yang masih jauh tertinggal dari
geliat ekonomi nasional. Pemerintah Pusat telah memberikan perhatian khusus terhadap upaya pengentasan kemiskinan serta mengatasi pengangguran. Berbagai perubahan telah terjadi di negeri ini. Percaturan politik dan situasi ekonomi di Tanah Air telah merubah paradigma serta kaidah‐kaidah yang merangkum ikatan kebijakan Pemerintah Pusat. Kebijakan Pemerintah Pusat diterbitkan silih‐berganti dan berhasil membawa tatanan yang lebih nyata. Setumpuk peraturan baru memberi dampak penertiban di sana‐sini.
Setelah diterpa badai krisis ekonomi pada tahun 1997‐1998, Pemerintah Pusat di era reformasi berhasil membangun perekonomian makro Indonesia. Keberhasilan membangun ekonomi makro bertujuan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif. Langkah selanjutnya yang harus segera dilaksanakan adalah bagaimana cara meningkatkan kegiatan bagi para pelaku ekonomi di Indonesia. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan terobosan‐terobosan baru dalam membentuk stimulus ekonomi bagi peningkatan kegiatan perekonomian Indonesia. Peningkatan stimulus ekonomi yang dilaksanakan Pemerintah Pusat terangkum diberbagai program, dan dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Upaya ini bertujuan mendorong percepatan peningkatan pendapatan masyarakat dengan terciptanya laju roda ekonomi.
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tiada henti‐hentinya mengupayakan terciptanya laju perekonomian nasional. Dari Sabang hingga Merauke, masing‐masing instansi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah diinstruksikan memberikan perhatian terhadap situasi dan kondisi yang membelenggu kehidupan masyarakat di akar‐rumput.
I.LATAR
BELAKANG
1. INSTRUKSI PRESIDEN
Salah
‐satu kebijakan Presiden Republik Indonesia untuk memacu aktifitas pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, antara lain melalui Program One Village One Product (OVOP).Program ini dicanangkan melalui Instruksi Presiden (INPRES) No.6, Tahun 2007, Tanggal 8
Juni, Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah. Kebijakan tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional. Instruksi Presiden tersebut merupakan kelanjutan Instruksi Presiden N0.3, Tahun 2006, Tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.
Selain ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Instruksi Presiden tersebut ditujukan kepada 18 menteri. Diantaranya, Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Pekerjaan Umum, Sekretaris Kabinet, 3 (tiga) Kepala Badan, para Gubernur, Bupati dan Walikota. Program OVOP telah dicanangkan sebagai Program Nasional, yang harus dilaksanakan di seluruh negeri ini.
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Presiden menginstruksikan agar segera melakukan langkah‐langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing‐masing instansi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Di dalam mengambil langkah‐ langkah sebagaimana dimaksud, berpedoman pada program yang meliputi perbeikan investasi, reformasi sektor keuangan, percepatan pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Presiden R.I. DR.Susilo Bambang Yudhoyono.
berada dilingkup Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Program One Village One Product tidak terbatas pada bidang tertentu. Dapat dilaksanakan di seluruh bidang/sektor kegiatan usaha yang dapat mendorong laju kegiatan perekonomian daerah maupun nasional, dengan mengandalkan sumberdaya alam setempat.
Penjabaran Instruksi Presiden tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM melalui Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM Koperasi, secepatnya mengimplementasikan Program Nasional ini. Dalam implementasi Program OVOP, peranan Kementerian Koperasi dan UKM sangat fundamental, karena menyangkut nafas kehidupan insan Koperasi serta pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Dalam rangka stimulus ekonomi di Indonesia, berbagai program yang dicanangkan Kementerian Koperasi dan UKM, bertujuan agar peranan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi optimal. Khususnya dalam menghadapi ketatnya persaingan usaha dalam era globalisasi. Untuk itu, koperasi‐koperasi di seluruh Indonesia diharapkan turut berpartisipasi diberbagai bidang dan sektor kegiatan yang beranekaragam jenisnya. Harapan pemerintah agar setiap desa atau kabupaten dapat membanggakan komoditas/produk unggulannya. Komoditas/produk unggulan berupa kerajinan, penunjang pariwisata, produk pertanian, kehutanan, produk perikanan dan lain‐lain.
Sebagai langkah awal Program One Village One Product yang dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM dipilih bidang pertanian, khususnya sektor hortikultura sebagai pilot
project. Melalui Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Tim OVOP melakukan survey
kegiatan‐kegiatan para petani serta para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dibeberapa pedesaan/daerah.
Tim OVOP mendata kegiatan usaha masyarakat setempat. Mulai dari kegiatan usaha (mencari nafkah) etos kerja, kehidupan kultural dan tersedianya sumberdaya alam (SDA) sebagai penunjang komoditas/produk setempat. Program OVOP yang dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM adalah membantu pengembangan desa/daerah yang memiliki komoditas/produk unggulan melalui wadah koperasi.
2.TUJUAN dan SASARAN
Tujuan pelaksanaan Program One Village One Product adalah suatu upaya membangun sustainability (kesinambungan) aktivitas melalui perluasan akses pasar yang dihasilkan masing‐masing desa/daerah. Keberhasilan yang dicapai akan meningkatkan pendapatan para petani/pelaku usaha setempat. Pada akhirnya, kegiatan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pelaku usaha.
Sasaran yang hendak dicapai dalam implementasi Program One Village One Product
a. Kerjasama dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan;
b. Membangun sustainability (kesinambungan) berbagai aktivitas di pedesaan/daerah, yang antara lain dapat dilaksanakan melalui menejemen rantai suplai (supply‐chain
management), penempatan kelembagaan koperasi dan peningkatan infrastruktur.
c. Menghasilkan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan para petani serta masyarakat disekitarnya.
d. Meningkatkan posisi tawar (bargainning position) terhadap pasar untuk para pelaku usaha/petani.
Bila Program OVOP sudah memiliki pilihan desa/daerah dengan komoditas/produk unggulan, maka para pelaku usaha/petani harus dipersiapkan sebaik mungkin, sehingga mampu melakukan panatrasi perluasan pasar lokal maupun ekspor.
Indikator keberhasilan Program OVOP dapat ditinjau berdasarkan menejemen moderen yang terukur. Melalui evaluasi berkala dan dibuat sistem agar dapat diperbaharui sesuai permintaan pasar dan siatuasi pada saat itu. Dipastikan bahwa indikator selalu berinduk pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) :
a. Penentuan dilakukan melalui Key Performance Indicator (KPI) dan Key Sucsess Factor (KSF) yang berkaitan dengan rantai agribisnis dan daya dukung lingkungan masyarakat.
b. Pelaksanaan Program OVOP terkait erat dengan tujuan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Karena melalui Program OVOP diharapkan akan terjadi peningkatan pendapatan dan disertai dengan peningkatan taraf hidup seluruh pihak yang terlibal dalam aktivitas tersebut.
Indeks Pembangunan Manusia ditentukan oleh 3 (tiga) landasan; melalui pencapaian taraf pendidikan, kesehatan dan tingkat daya beli masyarakat. Bila seluruh rangkaian tersebut dapat dilaksanakan, niscaya Program OVOP di masing‐masing desa/daerah dapat berhasil dan mancapai sukses.
Di pedesaan maupun di daerah yang ditopang kekayaan sumberdaya alam, berbagai bidang/sektor dapat dipacu untuk dijadikan kegiatan dalam model OVOP. Diperlukan kesadaran para pelaku usaha/petani agar berkreasi dan berinovasi, mendayagunakan sumberdaya alamnya untuk menciptakan keunggulan produk yang khas. Dengan demikian, masyarakat setempat memiliki kebanggaan tersendiri berkat hasil jerih‐payahnya.
Sesuai fungsi dan peranan koperasi sebagai wadah bersatunya para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta penggerak roda perekonomian rakyat, maka pelaksanaan pengembangan sektor riil akan dapat terpacu. Melalui Program OVOP Kementerian Koperasi dan UKM, koperasi dapat didorong untuk segera mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Menjadi penopang kekuatan perekonomian Indonesia.
Melalui koperasi‐koperasi yang tersebar di seluruh Tanah Air, para anggotanya dapat turut melaksanakan Program One Village One Product. Program ini dapat terkait pada berbagai bidang/sektor usaha yang sejenis dalam aktivitas masyarakat/petani setempat, ditunjang dengan kekayaan sumberdaya alamnya.
Dalam rangka mendorong jangkauan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) agar lebih cepat berkembang dimungkinkan menjalin kerjasama melalui kemitraan. Kemitraan merupakan salah‐satu bentuk kerjasama yang efektif dan efesien untuk peningkatan serta pengembangan KUMKM. Kerjasama berdasarkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Program OVOP dapat dilaksanakan dengan menjalin kerjasama melalui kemitraan. Kemitraan dalam bentuk kerjasama pendidikan, pelatihan, produksi, pemasaran, pameran dan lain‐lain. Tahun 1997, Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.44, Tentang Kemitraan dengan pertimbangan agar insan Koperasi, para pelaku Usaha Kecil dan Menengah dapat mempercepat perwujudan perekonomian yang mandiri dan handal.
Sasaran utama Progam OVOP adalah, memberikan kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya bagi mereka yang berada di pedesaan/daerah. Pengentasan kemiskinan dan mengatasi pengangguran sudah menjadi tekad pemerintah untuk menstabilkan perekonomian nasional. Memberikan peluang bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berperan lebih aktiv dalam era globalisasi.
II.TINJAUAN
KONSEPTUAL
1.HASIL KAJIAN LITERATUR
Berawal dari kunjungan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Koperasi dan UKM ke Provinsi Oita, Jepang. Mengunjungi Koperasi Pertanian di Oyama dan Yufuin, tempat keberhasilan Jepang mengembangkan pendekatan usaha model One Village
One Product. Koperasi Pertanian Oyama beranggotakan 700 orang mampu meraih sukses
melalui pendekatan model OVOP. Kegiatannya berhasil mensejahterakan para petani yang mayoritas menggeluti sektor hortikultura (sayur‐mayur dan buah‐buahan). Di sini para petani mengembangkan Jamur Shitake. Keberhasilan mengembangkan produk Jamur Shitake mampu menghasilkan 29% seluruh kapasitas pasokan di Jepang.
Sedangkan di Yufuin, merupakan salah‐satu tempat tujuan wisata air panas yang dikelola para warga setempat secara kooperativ. Para warga setempat secara bersama‐ sama menyediakan fasilitas penginapan yang diperuntukkan bagi para wisatawan. Jumlah wisatawan setiap tahunnya mencapai 3,88 juta orang.
Keberhasilan Jepang dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan OVOP
sudah terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. One Village One Product
kemudian menjadi daya tarik dunia. Berbagai negara mempelajari sistem pengeterapan model OVOP. Negara‐negara di kawasan ASEAN, Afrika dan Amerika Selatan secara cermat mempelajari bagaimana menumbuhkembangkan Program OVOP.
Menteri Perindustrian yang tatkala itu dijabat Ir. Fahmi Idris telah melakukan kunjungan kerja ke Oyama dan Yufuin. Hasil kunjungan tersebut telah dilaporkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Melaporkan, keberhasilan pemberdayaan masyarakat Jepang dikeduaa desa tersebut. Hingga kini Kementerian Perindustrian telah melakukan Program One Village One Product di 33 (tigapuluhtiga) desa. Berbagai jenis industri kecil dikembangkan di bawah naungan Program OVOP, agar perkembangannya lebih cepat dan para pelakunya dapat segera meningkatkan ketrampilan.
Program OVOP berperan terhadap program pemberdayaan masyarakat di Oyama dan Yufuin, khususnya bagi para pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah. Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM mengaplikasikan pendekatan model OVOP di Indonesia, dalam rangka penjabaran Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007. Pendekatan model OVOP
Pendekatan pembangunan kawasan dapat dilakukan melalui pendekatan eksogenus
atau pendekatan endogenus. Untuk dapat melakukan Program OVOP, Kementerian Koperasi dan UKM lebih cenderung membangun masyarakat pedesaan/daerah melalui pendekatan pembangunan endogenus. Pembangunan yang bersandar pada potensi sumberdaya, modal dan memelihara keseimbangan lingkungan. Pendekatan pembangunan endogenus lebih sesuai untuk pengembangan kawasan pedesaan. Terutama untuk pelaksanaan Program One Village One Product.
Meningkatkan pendapatan per kapita penduduk Indonesia dan membangkitkan tingkat akhir revitalisasi ekonomi regional, merupakan tujuan utama Program OVOP.
Program ini adalah salah‐satu upaya membangun dan mengembangkan ekonomi rakyat yang bertujuan mempercepat tekad pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan serta mengatasi pengangguran.
Perlu pula disadari, bahwa antara pelaksanaan Program OVOP dengan hasil kegiatannya (output) merupakan suatu proses panjang yang memerlukan waktu dan kesabaran. Disarankan agar ketepatan pemilihan komoditas/produk yang akan dijalankan melalui model OVOP, harus selektif. Di samping itu, bimbingan pemerintah kepada para pelaku usaha/petani harus fokus. Demikian pula sebaliknya, masyarakat pelaku usaha/petani setelah menetapkan pilihan unggulan setempat harus fokus melaksanakan kegiatan usahanya.
Peranan strategis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) harus tetap dipertahankan. Pada tataran filosofis serta secara fragmatis peranan mereka memberikan kontribusi untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, upaya pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Koperasi di Indonesia harus mampu menjadi tonggak kokoh bagi perekonomian nasional.
Kegiatan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah maupun para petani, patut dicermati agar pelaksanaan Program OVOP dapat dijabarkan secara tepat‐guna. Dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat tataran akar rumput yang masih memerlukan peningkatan taraf hidup serta perbaikan pasar bagi perkembangan dunia usaha Indonesia.
Berbagai faktor turut menjadi penyebab upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), kualitas komoditas/produk dan posisi tawar. Sarana dan prasarana yang tersedia masih tidak memadai, sehingga berakibat timbulnya rangkaian permasalahan yang tak kunjung usai. Latar belakang kultural/budaya dan etos kerja adalah bagian yang tak terpisahkan dari lambatnya upaya mensejahterakan masyarakat ditataran akar‐rumput.
Keberhasilan memang tumbuhberkembang di sana‐sini, sebagai refleksi upaya yang dikerahkan pemerintah dalam peningkatan peranan UMKM. Namun masih terjadi business missing link yang belum teratasi. Terutama terjadi pada pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang berada di pedesaan dan daerah‐daerah. Terutama para petani yang masih bersusah payah mengarungi kehidupannya. Sebagai contoh, para pelaku usaha pertanian, terutama petani yang merajut hidupnya di sektor hortikultura. Mereka yang berada didataran tinggi sejak turun‐temurun menggeluti tanaman ketimun, tomat, kentang dan kubis acapkali terhempas harga jualnya saat masim panen. Selain transportasi dari dataran tinggi turun ke pasar‐ pasar, pasokan hasil panen masih terbatas ke pasar tradisional di mana daya serapnya masih sangat terbatas. Situasi ini pada akhirnya menjerat para petani jatuh kepangkuan para tengkulak, karena kebutuhan dana yang mendadak.
Sistem pertanian konvensional yang diterapkan masih menjadi ciri khas warisan turun‐ temurun. Pentingnya modernisasi bidang pertanian diperlukan untuk menyesuaikan perkembangan kondisi dewasa ini. Turun‐tangan pemerintah harus segera dilaksanakan melalui serangkaian pelatihan dan bimbingan. Selain itu, permasalahan kebijakan, informasi, teknologi, akses permodalan, pemasaran dan transportasi untuk pengangkutan komodtas/produk menjadi kendala berikutnya.
Perkembangan komoditas/produk hasil pertanian dapat diandalkan menjadi tulangpunggung kegiatan perekonomian di pedesaan/daerah. Dukungan sumberdaya alam (SDA) yang melimpah di seputar Tanah Air mampu menjadikan bidang pertanian sebagai pilar pembangunan ekonomi Indonesia. Pembangunan nasional yang berbasis pertanian merupakan bagian utama dari upaya peningkatan pendapatan paling rasional bagi masyarakat di Indonesia.
Sebagai acuan, menurut laporan World Development Report dari Bank Dunia (2007), menyatakan bahwa digolongan masyarakat termiskin dari bidang pertanian, pertumbuhan PDB mencapai 4 (empat) kali lebih efektif dibandingkan dengan pertumbuhan PDB yang berasal dari luar bidang pertanian. Data ini terpantau dalam rangka upaya mengatasi kemiskinan. Sementara itu, di Indonesia bidang pertanian mampu menyerap tenaga kerja hingga mencapai 28,8 juta orang. Angka ini menunjukkan 42,66% dari jumlah seluruh tenaga kerja yang ada di Indonesia.
dan layak dikembangkan di dalam Program OVOP. Antara lain, tanaman bidang pertanian/ hortikultura, pangan dan perkebunan.
Penguatan ekonomi daerah sangat berperan sebagai basis kekuatan perekonomian nasional. Perekonomian nasional yang kuat hanya dapat ditopang oleh tenaga‐tenaga (SDM) yang memiliki ketangguhan ketrampilan (skill). Selain itu, pembangunan nasional memerlukan dukungan sumberdaya alam. Seluruhnya terangkum berlandaskan prinsip‐ prinsip ekonomi kerakyatan yang melaksanakan derap pembangunan secara berkesinambungan.
Contoh lain adalah, situasi dan kondisi di Jepara, Jawa Tengah yang menjadi pusat industri furniture. Sejak beberapa tahun terakhir, komunitas pengusaha kecil dan sebagian pengusaha mnengah produsen furniture timbul‐tenggelam. Bahkan banyak yang menutup usahanya. Padahal 15 (limabelas) tahun lalu, Jepara dimanjakan pesanan untuk pangsa pasar ekspor. Kini industri kecil dan menengah furniture ini banyak yang gulung tika
Hasil penelitian dilapangan menjawab seluruh persoalan yang muncul di Jepara. Ketika Jepara booming pesanan ekspor, para konsumen (buyers) mancanegara melirik situasi dan kondisi di pusat industri furniture ini. Faktor kekurangan modal kerja, product design, finishing, akses pasar, komitmen produksi dan lain‐lain menjadi kelemahan para produsen lokal. Akibatnya, para buyers asal Perancis, Amerika, Belanda, Jepang, Taiwan dan Korea Selatan saling berlomba‐lomba mengusik labilitas para pelaku industri furniture.
Secara bertahap pelaku bisnis mancanegara tersebut menanamkan modalnya dengan berbagai kedok. Pada akhirnya, satu‐persatu kalangan Usaha Kecil dan Menengah di Jepara lambat‐laun menyerahkan aktivitas usahanya kepada para pengusaha mancanegara.
Co teknik t membe mampu
ontoh nyata tradisional erikan nilai u menghasil
a yang terja andalan, m
tambah (a
kan coaste
adi pada ker mulai teran
added valu
r, table run
rajinan tenu cam tenun
ue) pada p
nner, shawl,
un di Indone n impor. Pa
ara pengra
, hiasan din
esia. Tenun adahal kera ajinannya. K
ding dan la
n sebagai sa ajinan tenu Kerajinan i
in‐lain.
lah‐satu n dapat ni telah
Ba kapas y kini pe bahan b (Bali), G Timur, S
agi para pe yang dapat
nanaman k baku masih Garut (Jawa
Sabu, Rote,
engrajin te diperoleh d kembali po
diperlukan a Barat), Ta
dan lain‐la
nun tradisi di area seki hon kapas n di sekitar
apanuli (Su in.
ional, mayo tarnya seba terbengka Desa Kerek umatera Ut
oritas masi agai sumbe lai. Padaha (Tuban), Je ara), Maluk
h menggun rdaya alam al penggun epara, Peda ku, Nusa T
nakan baha m setempat.
aan kapas an (Klaten), enggara Ba
an baku Namun sebagai Gianyar arat dan
Be ke m
enang Kapas erajinan Ten memerlukan pe
Pintal tangan nun Kapas
erhatian Pem
n siap ditenun diberbagai p merintah Daer
n. Kelangkaan pedesaan/da rah.
n kapas pintal erah. Budid
l menjadi ken aya tanama
ndala bagi an kapas
D Palemb lain‐lain lokal. H dan Cin ekspor
Di daerah‐d bang (Suma n. Namun t Hingga kini p
na. Produk ke negara‐n
aerah lainn tera Selata enun songk pun masih m
kerajinan t negara berb
nya, dikena an), Sumate
ket sejak da menggunak
enun songk bangsa Mela
l produksi era Barat, B
ahulukala t kan benang ket masih m
ayu yang se
kerajinan t Bali, Bima,
ak seutuhn emas dan p menjadi kon ecara tradis
tenun song Kalimantan nya menggu perak impo nsumsi loka
i masih mem
ket yang te n, Riau dan unakan bah r dari India al di Indone makai sarun
ersohor. daerah an baku , Jepang esia dan ng.
Se Sengka mahaln
edangkan k ng, Sulawe nya harga u
kerajinan te esi Selatan.
lat sutera/k
enun suter Permasala kepompong
ra secara t ahan serius g yang sela
urun‐temur s yang dih
ma ini diim
run diprod adapi para mpor dari Je
uksi di Kab a pengrajin epang. Suda
lama masalah budidaya ulat sutera di Kabupaten Sengkang mengalami berbagai kendala. Bertahannya usia kepompong ulat sutera, budidaya dan penentuan jadwal pembelian ulat sutera baru, belum dapat direncanakan secara akurat. Jika Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat bertekad melestarikan dan mengembangkan hasil kerajinan produk tenun sutera, maka tak ada jalan lain kecuali mendirikan Pusat Budidaya Ulat Sutera Nasional. Sehingga dari pusat budidaya ini dapat memasok kebutuhan para pengrajin di Tanah Air.
Produk kerajinan Tenun Songket Sarung Wanita (atas) khas Pakanbaru.
Sarung Pria hasil kerajinan Tenun Songket dari Riau (kiri) dan kerajinan Tenun Ulos dari Tapanuli menggunakan benang kapas atau benang katun (kanan).
Kerajinan lain yang memiliki added value adalah produk gerabah. Desa‐desa penghasil gerabah yang terkenal di Banyumulek (Nusa Tenggara Barat), Desa Plered (Jawa Barat), Desa Kasongan (Yogyakarta), Desa Wedi, Klaten (Jawa Tengah), Kalimantan, Tabanan (Bali) dan lain‐lain. Pasang‐surut pasar ekspor yang dialami kerajinan gerabah sebagian besar disebabkan kualitas dan disain yang kurang memenuhi standar permintaan konsumen. Dituntut kreativitas pengrajin, yang dapat menyajikan inovasi disain sesuai tujuan pasar. Para pengrajin gerabah mayoritas tak menyadari pentingnya inovasi disain yang diharapkan oleh para konsumen.
Kualitas gerabah untuk pasar ekspor ke negara‐negara dengan 4 (empat) musim, telah dibuktikan para pengrajin di Desa Wedi, Kabupaten Klaten. Beberapa tahun lalu seorang profesor ahli gerabah/keramik dari Jepang berhasil mentransfer teknologi pembuatan kerajinan gerabah yang mampu bertahan di negara 4 (empat) musim. Gerabah dari beberapa pengrajin di Desa Wedi mampu memasok Jepang, Belgia dan Amerika Serikat. Dibeberapa negara, gerabah Indonesia dipergunakan sebagai produk exterior. Dimensi natural gerabah Indonesia di nilai mengandung unsur etnik yang menarik dan eksotis.
Produk kerajinan Gerabah dari Desa Banyumulek di Nusa Tenggara Barat. Diharapkan menjadi produk ekspor andalan Program OVOP.
Produk perhiasan mutiara dari Lombok, Nusa Tenggara Barat dapat dikembangkan lebih luas. Karena mutiara berkualitas dapat memenuhi permintaan pasar ekspor, khususnya ke Jepang. Faktor disain dan finishing memerlukan peningkatan dan inovasi pemanfaatan mutiara yang tidak sekedar sebagai perhiasan. Misalnya, pada ukuran dan kualitas tertentu dapat dijadikan kancing busana atau sebagai aksen pada produk interior.
Karena mutiara maupun kulit mutiara dapat dijadikan produk‐produk interior dengan added value yang dapat diandalkan. Mutiara layak dijadikan salah‐satu kegiatan Program OVOP,
Industri kerajinan Mutiara hasil kreativitas dan ketrampilan para pengrajin di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Mutiara menjadi produk ekspor bernilai jual tinggi. Layak dikembangkan di bawah naungan Program One Village One Product untuk meningkatkan permintaan pasar Jepang.
Semua yang terurai di atas, sekedar contoh permasalahan yang kita hadapi bersama. Berbagai kendala masih membelenggu berbagai komoditas/produk Indonesia. Bila tak ingin terpuruk di tengah pasar global, seluruh kendala harus dapat diatasi agar para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mampu mengembangkan sayap usahanya. Solusi utama, harus datang dari political will pemerintah. Bila pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah hendak dipacu, sesuai Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007, maka persiapan perencanaan Program OVOP harus dikaji secara seksama. Identifikasi komoditas/produk harus dilakukan secara cermat dan memiliki tolok‐ukur klasifikasi yang jelas.
Produk Tenun Kapas dari Pedan, Klaten (kiri) dan Topi Olahraga produksi para pelaku Usaha Kecil di Soreang, Bandung. Melayani ajang pertandingan olahraga internasional (kanan).
Produk anyaman Enceng Gondok produksi para pengusaha Mikro dan Kecil di Yogyakarta (kiri) sebagai produk interior memasok pasar Jepang, Itali dan Spanyol. Inovasi disain payung tradisional khas Bali (kanan)dijadikan produk interior memasok pangsa pasar Perancis.
Produk alat musik Ketipung hasil produksi pengrajin aggota Koperasi Wanita Citra Kartini di Desa Sumber Pucung, Malang. Secara berkala memenuhi pasar ekspor ke Jamaica.
Prinsip dasar One Village One Product adalah dimana masyarakat desa/daerah mampu mencari dan menggali komoditas/produk yang bisa menjadi unggulan secara berkesinambungan. Langkah awalnya, memperoleh dukungan pemerintah dalam membantu melakukan riset dan uji coba, agar kualitas dan kuantitas dapat ditingkatkan. Tahapan selanjutnya, pemerintah wajib membantu metoda‐metoda produksi termasuk menyelenggarakan pelatihan, bimbingan dan perluasan pasar.
Berdasarkan konsep desa OVOP, tujuan akhir yang harus dicapai OVOP adalah kesejahteraan masyarakat khususnya para petani. Kesejahteraan masyarakat tersebut dapat ditandai dengan timbulnya peningkatan daya beli, pendidikan, kesehatan dan terjaminnya kualitas lingkungan yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat dicapai melalui pembentukan menejemen kegiatan berdasarkan skala prioritas kegiatan dan komoditas/produk. Perlu pula diperhatikan dukungan kekuatan teknologi, sistem informasi, akses pasar dalam suatu kelembagaan OVOP.
Sedangkan ruang‐lingkup kegiatan utama Program OVOP adalah :
1.Inisiasi program
2.Survey potensi komoditas lokal dan potensi pasar
3.Sosialisasi program
4.Implementasi program, pendampingan dan bantuan asistensi. Antara lain; pelatihan budidaya, pelatihan pasca produksi pemasaran dan fasilitasi pasar.
Menyimak keberhasilan Jawa Barat dalam membangun perekonomian yang berlandaskan bidang pertanian, maka Kementerian Koperasi dan UKM melalui Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK memilih untuk melakukan Program OVOP ini di Bidang pertanian, khususnya sektor hortikultura dan produk olahannya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sejak dahulukala menopang pembangunan daerahnya melalui kegiatan pertanian, terutama melalui agribisnis yang memberikan kontribusi terbentuknya kawasan model pertumbuhan adribisnis dibeberapa kota/kabupaten. Provinsi ini berhasil mengimplementasikan program pengembangan agribisnis yang dibangun dalam berbagai kegiatan. Pusat pertumbuhan dan percontohan agribisnis terpadu dipusatkan antara lain di Kabupaten Tasikmalaya, Cibitung dan Sukabumi.
Kerangka pemikiran pengembangan One Village One Poduct agribisnis merupakan upaya pengembangan daerah ruang lingkup Program OVOP, yang ditopang melalui pengembangan produk khas lokal. Produk unggulan berkualitas yang mengikuti pola‐pola :
1. Pengembangan produk dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang berada di lokasi tersebut. Mengusahakan memperoleh bahan baku murah dan berkualitas serta bisa menggunakan bahan‐bahan dari daerah sekitarnya. Lokasi yang ditempati dapat dijadikan lahan produksi.
2. Pembangunan daerah mengutamakan lokalitas bahan baku yang berada didaerahnya dengan mengutamakan peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Menyalurkan kembali kepada masyarakat hasil keuntungan yang diperoleh atas hasil produksinya dan memanfaatkan keahlian untuk melakukan perubahan yang signifikan.
Konsep Dasar Gerakan OVOP
(People’s Partcipation) (Government Function)
Unearth effort of
Regional Resources =of Awareness Regional Resources to the Potentially Power
‐ Giving Prospects
‐ Provide Incentive
‐ Market Development
‐ Promotion
‐ Systemalization ‐ Support
(Technology Necessary Fund, Organization, etc)
‐ Human Resource Development
Marketable Goods Making Quality
Improvement and R&D for
= Strong Will and Innovation for Commmercialization New Products
(Identification of Speciality)
Regional Brand =Channel Development and Promotion of Market
Increase of Income = ManufacturingIncrease of Value Processing Added &
Advancement & Sustainability
of Move Ments Confidence & Sense
Of Accomplishment =Unification Sharing Endeavor of Efforts & Nurture of Region Leaders
Regional Revitalization
Definisi Agribisnis dalam Program OVOP.
Dari hasil pengkajian, maka Tim OVOP Kementerian Koperasi dan UKM menyimpulkan bahwa Program OVOP dapat dilaksanakan dengan sejumlah ketentuan umum sebagai berikut :
a. Tidak melakukan paksaan terhadap rencana pembentukan Program OVOP.
b. Terbentuknya Program OVOP di suatu daerah/pedesaan harus merupakan inisiatif para pelaku usaha/petani setempat, yang secara kultural maupun perkembangan teknologi pertanian moderen mampu menentukan komoditas/produk maupun aktivitas‐aktivitas yang sesuai dikembangkan untuk kemajuan mereka.
c. Bila memungkinan mampu, sebaiknya mengolah hasil komoditas menjadi produk hasil pertanian dengan teknologi tepat‐guna, untuk meningkatkan nilai tambah.
d. Nilai tambah dari hasil pelaksanaan Program OVOP perlu diilustrasikan dengan membandingkan barang‐barang konsumsi lainnya, agar memperjelas keuntungan (laba) yang diperoleh petani/masyarakat setempat.
e. Peranan pemerintah untuk memberikan bimbingan teknis, kemasan dan pemasaran sesuai kebutuhan daerah/pedesaan setempat.
f. Peranan Pemerintah daerah dalam memacu persaingan sehat pada lingkup antar desa/daerah dengan memanfaatkan keunikan dan ciri khas masing‐masing tempat.
g. Keberhasilan para petani/masyarakat setempat harus menimbulkan kebanggaan. Ini merupakan parameter bagi kesuksesan Program OVOP.
h. Penyuluhan oleh para ahli harus dilakukan secara berkesinambungan, agar peningkatan kapasitas pelaku usaha/ petani dalam melaksanakan kegiatan Program OVOP dapat terjamin.
2.KUNCI SUKSES PENGEMBANGAN OVOP
Program
Nasional One Village One Product yang ditopang Instruksi Presiden N0.6, Tahun 2007, Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menegah, telah berjalan. Keberhasilan program tersebut harus dilandasi kesadaran pentingnya membangun kebersamaan dalam semangat OVOP. Jiwa dan semangat OVOP harus selalu ditumbuhkembangkan di antara para pelaku maupun para peserta program ini. Untuk menghindari timbulnya program yang tumpang‐tindih, maka koordinasi antar lintas‐pelaku (sektoral) harus diadakan secara berkala.Agar
Program OVOP dapat mencapai kesuksesan optimal, maka awal langkah yang harus dilakukan Tim OVOP Kementerian Koperasi dan UKM adalah sosialisasi ProgramOVOP secara berkesinambungan. menjadi agenda Tim OVOP. Melakukan pendataan secara berkala agar teridentifikasi lokasi‐lokasi dan komoditas/produk yang layak bernaung di bawah Program OVOP. Supaya program nasional ini dapat berawal dari inisatif masyarakat pedesaan/daerah. Para pelaku usaha/petani di daerah dan pedesaan dapat secara sukarela mengerahkan konsentrasi pemikirannya terhadap suatu komoditas/produk yang paling sesuai untuk dirinya, lingkungannya dan desa setempat. Bila inisiatif datang dari masyarakat, kesadaran terhadap risiko keberhasilan atau kegagalan usahanya siap ditanggungnya. Rasa bertanggungjawab terhadap pilihan jenis usahanya dan unsur kebersamaan dengan prinsip gotongroyong akan melandasi suksesnya Program OVOP melalui koperasi.
Dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya, masing‐masing kelompok masyarakat pelaku usaha/petani yang secara kultural sudah menganut sifat gotongroyong. Semangat membentuk One Village One Product sepatutnya harus mereka yakini akan mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Menggapai kesejahteraan di dalam suatu program yang berada di bawah naungan koperasi adalah salah‐satu prinsip ekonomi kerakyatan. Semangat OVOP menjadi landasan keberhasilan menumbuhkembangkan komoditas/produk unggulan di desa/daerah. Sekaligus dapat meningkatkan rasa bangga masyarakat setempat. Kebanggaan yang mereka miliki dikemudian hari akan memacu keberhasilan Program OVOP.
Di dalam kesempatan sosialisasi Program OVOP, para pejabat, staf, petugas Pemerintah Pusat maupun Daerah sebaiknya mampu menggali dan membangkitkan semangat OVOP bagi para peserta program ini. Selain diperlukan komitmen pemerintah melalui political will, para petanipun harus memiliki komitmen. Rasa saling memiliki dan rasa kebersamaan perlu disadarkan sebagai landasan dasar keberhasilan Program OVOP.
Landasan bagi kegiatan dan gerakan koperasi sesuai Undang‐Undang Dasar tahun 1945.
lokal maupun internasional. Melihat kenyataan dilapangan, beberapa komoditas/produk pertanian dari Cina, Thailand, Vietnam, India dan bahkan dari Amerika Serikat, Australia dan Eropa membanjiri pasar Indonesia.
Para petani harus sadar terhadap modernisasi bidang pertanian. Tiga dasar dalam peningkatan kualitas komoditas/produk dengan melaksanakan sesuai modernisasi ilmu pengetahuan pertanian (siences), keterampilan (skill) dan kecepatan (speed). Memiliki motivasi bagaimana menyingsingkan lengan‐baju, bekerja keras agar mampu mewujudkan
siences yang diperolehnya. Melalui siences juga harus mengerahkan skill, dengan siences
dan skill mampu memacu speed dalam bekerja. Cepat mengejar informasi, cepat
menyesuaikan keadaan dan cepat menangkap peluang pasar.
Agar para pelaku usaha/petani dapat tergugah semangatnya terhadap Program OVOP,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan bimbingan teknis. Khususnya bagaimana meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, pengolahan produk dan pemasaran sesuai kebutuhan masyarakat pembeli. Untuk itu, diperlukan penyuluhan tenaga ahli secara berkesinambungan asgar para pelaku usaha/petani dapat meningkatkan kapasitasnya. Pada akhirnya, mereka mampu melaksanakan Program OVOP dengan penuh semangat.
Kebijakan yang diterapkan Kementerian Koperasi dan UKM dalam Program OVOP,
mensyaratkan agar para petani/pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berkeinginan mendapatkan bantuan teknis, permodalan, pemasaran, pelatihan, bimbingan dan lain‐ lainnya harus menjadi anggota koperasi. Persyaratan ini sekaligus dapat membangkitkan kesadaran serta semangat berkoperasi di antara masyarakat setempat.
Konsistensi Program OVOP perlu dijaga. Oleh karena itu, pemerintah harus selalu konsisten dan konsekuen dalam membina Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam menghadapi persaingan di era globalisasi.
Pada akhirnya, semangat OVOP dapat membangkitkan serta meningkatkan solidaritas di antara para pelaku usaha maupun koperasi di seluruh Tanah Air. Membangkitkan semangat OVOP melalui semangat gotongroyong merupakan pengejawantahan filosofi perkoperasian yang berlandaskan demokrasi ekonomi. Sehingga dalam Program OVOP
nanti, komoditas/produk unggulan masing‐masing desa/daerah dapat terintegerasi dalam satu kesatuan jaringan yang bermanfaat bagi akses pemasaran. Pemasaran lokal antar daerah, di dalam negeri serta pemasaran untuk tujuan ekspor.
Intinya, semangat dan jiwa Program OVOP akan melandasi sukses pelaksanaan serta pengembangan One Village One Product. Sukses OVOP akan menghantarkan kesejahteraan bagi masyarakat pelaku usaha/petani yang saat ini masih mengayuh kehidupannya tanpa kepastian masa depan.
III.KRITERIA
dan
TAHAPAN
PENGEMBANGAN
OVOP
1.KRITERIA
Penetapan kriteria di dalam pelaksanaan Program OVOP sangat fundamental. Kekeliruan dalam penetapan kriteria akan menjadi penghalang pengembangan Program
OVOP. Kriteria penetapan komoditas/produk adalah sebagai berikut :
a.Merupakan produk unggulan desa/daerah atau kompetensi inti dan telah dikembangkan secara turun‐temurun.
b.Merupakan komoditas/produk khas dan unik dari desa/daerah setempat.
c.Berbasis pada sumberdaya alam (SDA) setempat/lokal.
d.Memiliki tampilan dan kualitas produk yang baik.
e.Memiliki peluang pasar yang luas secara domestik maupun internasional.
f.Memiliki nilai tambah produk yang tinggi.
g.Dapat menjadi penghela bagi ekonomi lokal/setempat.
Sedangkan prinsip‐prinsip Program One Village One Product yang berhasil dirangkum Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK adalah sebagai berikut :
Prinsip Pertama ; Lokal Tapi Global:
Pengembangan Program OVOP ditujukan untuk mengembangkan dan memasarkan satu produk unggulan yang dapat menjadi sumber kebanggaan masyarakat setempat. Ini merupakan salah‐satu dari 3 (tiga) prinsip dasar Program OVOP.
Tujuan Program One Village One Product bukan sekedar menampilkan kemampuan membuat cinderamata untuk konsumsi para wisatawan. Namun mampu membuat inovasi dan kreativitas dalam menghasilkan produk lokal yang khas dan layak pasar. Sisi pemasaran pun tidak sekedar tergantung dalam memenuhi permintaan pasar lokal, tetapi juga mampu menembus pasar ekspor. Pengembangan OVOP bertujuan agar dapat mengembangkan dan memberikan perluasan pasar bagi para pelaku usaha/petani, sehingga mampu meraih reputasi bisnis internasional.
minuman keras yang disebut shouchu. Jenis minuman shouchu sangat tersohor di Osaka dan Tokyo dengan harga mahal.
Di Indonesia contoh‐contoh produk yang menjadi ciri khas suatu desa/daerah dapat dikembangkan melalui Program OVOP. Kita mengenal antara lain ; Kopi Luwak, kopi yang memiliki aroma khas dan memiliki nilai tambah. Kopi terdapat di Kintamani (Bali), Lampung, Ambarawa (Jawa Tengah), Aceh dan Medan. Produk kerajinan Gerabah dari Tabanan (Bali), Banyumulek (NTB), Plered (Jawa Barat), Kasongan (Yogyakarta) dan Wedi, Kabupaten Klaten (Jawa Tengah). Produk kerajinan Perak dari Yogyakarta, Kendari (Sulawesi) dan Celuk (Bali). Kerajinan Bordir, terdapat di Sumatera Barat, Tasikmalaya (Jawa Barat), Kudus (Jawa Tengah dan Gorontalo. Buah Salak yang terkenal dapat diperoleh di Bali, Desa Turi, Kabupaten Sleman (Yogyakarta). Salak dapat diolah menjadi manisan dan minuman dengan citarasa khas.
Inovasi produk dari bahan baku Buah Salak berpotensi memasuki pasar internasional.
Beranekaragam jenis produk Indonesia yang layak dan dapat menjadi andalan masuk ke pasar internasional. Berbagai kekayaan alam dan karakteristik produk mampu ditawarkan diajang internasional. Melalui Program OVOP diharapkan dapat diraih peningkatan kualitas dan keanekaragaman sebagai landasan kiprah Kementerian Koperasi dan UKM.
Beberapa contoh produk suatu negara yang sudah terkenal di arena lokal dan global. Produk dari Thailand banyak yang mampu menembus selera internasional. Salah‐satunya makanan jenis sup, Tomyangkun digemari di seluruh dunia. Demikian pula Thai Boxing dan
Thai Massage, mampu merambah ke seluruh dunia. Selain itu, produk kerajinan tenun
suteranya yang tersohor ke seluruh dunia, bermerek Jim Thompson.
Program OVOP pada intinya ditujukan agar masyarakat pelaku usaha/para petani dapat menggunakan sumberdaya lokal untuk dikembangkan menjadi produk bernilai tambah (added value). Prinsip pertama Program OVOP, merevitalisasi setiap masyarakat setempat dengan mengerahkan sumberdaya lokalnya untuk menghasilkan produk bernilai tambah dan sekaligus tetap melakukan konservasi lingkungan.
Prinsip Kedua ; Kemandirian dan Kreativitas :
dengan bidang/sektor masing‐masing. Kehadiran penghela program, harus bisa datang dari warga setempat. Bukan para pejabat yang datang untuk menentukan produk andalan khas setempat. Masyarakat di masing‐masing desa/daerah diberi kewenangan memilih komoditas/produk yang akan mereka kembangkan. Masyarakat setempat disadarkan agar mampu menentukan pilihan dan menyadari bahwa komoditas/produk pilihannya akan merevitalisasi desa/daerahnya.
Potensi‐potensi alam yang terdapat disetiap pedesaan/daerah patut menjadi perhatian. Bagaimana cara‐cara masyarakat/petani mengembangkan potensi‐potensi yang dimilikinya tanpa merusak lingkungan. Kearifan masyarakat setempat akan mampu mengikat kebersamaan diantara para pelaku Program OVOP. Keberhasilan Program OVOP
di suatu desa/daerah diisyaratkan agar memilih tokoh‐tokoh masyarakat (orang‐orang yang disegani) yang menjadi panutan setempat. Panutan bermanfaat bagi penentuan awal menetapkan jenis usaha (bisnis) yang akan dijalankan secara bersama‐sama di dalam wadah koperasi. Mengacu pada prioritas potensi, dengan menampilkan ciri khas/keunikan desa/daerah setempat dan dapat dijadikan andalan bisnis masyarakatnya.
Keberhasilan usaha masyarakat/petani pada akhirnya dapat menjadi “potensi
regional”. Program OVOP dapat dijadikan landasan kampanye dalam memfasilitasi
pembangunan regional melalui kesadaran potensi lokal. Semangat kemandirian harus didorong secara optimal agar masyarakat/petani memahami arti kemandirian yang sesungguhnya. Tanpa bersandar pada subsidi pemerintah. Perlu dipertimbangkan, untuk tidak memberikan subsidi secara langsung kepada masyarakat/petani. Ingat pada ungkapan pepatah “The End Of Money Is The End Of Love”.
Pemerintah Daerah Provinsi harus dilibatkan dalam pelaksanaan Program OVOP,
khususnya untuk pemberian bantuan yeknis. Sebagai contoh, menyediakan panduan bagi para petani, bagaimana melaksanakan pengembangan Jamur Shitake secara benar dan baik. Bagaimana menciptakan jenis minuman baru serta mengolah produk‐produk tradisional menjadi jenis makanan dan minuman yang dapat dijadikan bisnis global.
Pemerintah Daerah Provinsi juga dapat terlibat dalam kegiatan promosi. Promosi di kota‐kota besar di mana Pemerintah Daerah Provinsi dapat berperan sebagai penjual komoditas/produk hasil kreativitas masing‐masing desa, kecamatan dan kota. Akses pasar perlu dibina bersama‐sama secara profesional. Masing‐masing pelaku harus mampu membiayai kegiatan setiap usaha (bisnis) yang dilakukan diwilayahnya.
Secara umum masyarakat pelaku usaha/petani harus dibebaskan memilih komoditas/produk‐produk khusus yang dapat dikembangkan di dalam wadah Program
OVOP. Masing‐masing juga harus sanggup menanggung risiko atas kegiatan usahanya.
dipergunakan untuk promosi, bersumber dari donasi pihak swasta atau para sponsor. Di samping itu, pihak Pemerintah Daerah Provinsi atau donatur memberikan penghargaan kepada perorangan atau kelompok yang berprestasi.
Kemandirian dan kreativitas menjadi prinsip kedua dalam Program OVOP.
Pengembangan sumberdaya manusia (SDM) menjadi kunci penting ketika dilakukan revitalisasi kawasan. Mendayagunakan dan memanfaatkan masyarakat pelaku usaha/petani menjadi kata kunci bagi seluruh kegiatan kehidupan dalam berusaha (berbisnis).
Prinsip Ketiga : Pengembangan Sumberdaya Manusia :
Melalui Program OVOP dapat dilakukan pengembangan sumberdaya manusia (SDM) sebagai komponen terpenting dalam mengkampanyekan Program OVOP. Seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat pelaku usaha/petani harus menghasilkan nuansa khas dan unik di desa/daerahnya. Mereka harus terpacu mendorong sumberdaya manusia disekitarnya agar mampu berinovasi dan berkreasi. Berani menghadapi tantangan‐tantangan baru di sektor industri, pertanian, pariwisata, pemasaran dan sektor‐sektor lainnya.
Sebagai contoh, untuk memenuhi tuntutan kemampuan sumberdaya manusia yang terampil pemerintah Jepang mendirikan “The Land Of Abundance Training School”. Tempat pendidikan sejenis sekolah kejuruan untuk mendidik masyarakat agar menjadi lebih terampil. Pendidikan dilaksanakan pada sore hari, murid‐muridnya terdiri dari para petani, kaum ibu, karyawan koperasi, guru sekolah dan pekerja kantor.
Agar Program OVOP di Indonesia dapat berkembang sesuai Instruksi Presiden No.6,Tahun 2007, maka langkah‐langkah pengembangan sumberdaya manusia (SDM) dapat segera dilaksanakan sesuai kebutuhan setempat. Daerah/desa pertanian harus didukung oleh para petani handal. Alih generasi di bidang pertanian terletak pada kesadaran generasi muda setempat. Oleh karena Program OVOP harus mampu melibatkan generasi muda setempat agar jangan hijrah ke tempat lain. Di Plaga, Kabupaten Badung (Bali) telah didirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pertanian. Di sekolah ini para siswa/siswi dididik untuk menjadi petani unggulan di desa/daerahnya. Peningkatan kualitas SDM sudah saatnya ditata secara moderen dan komprehensif.
Dalam rangka pelaksanaan Program OVOP di Indonesia, diharapkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi dapat saling menopang memberikan penididikan/pelatihan kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan perlu dibangun sesuai kebutuhan di masing‐masing desa/daerah. Sehingga pelaksanaan Program OVOP tidak berhenti hanya pada satu generasi. Melalui Sekolah Menengah Kejuruan maka regenerasi bidang usaha yang sebelumnya ditekuni para pendahulunya dapat dilanjutkan. Alih generasi untuk pelestarian usaha/kegiatan turun‐temurun sudah harus disiasati dengan berbagai upaya. Melalui Program OVOP tentunya pemerintah dapat sekaligus menumbuhkembangkan pendidikan yang sesuai dengan situasi, kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakat setempat. Sehingga tidak terjadi hijrah penduduk dari tempat asalnya ke tempat lain karena kelangkaan lapangan kerja.
Menteri Negara Koperasi dan UKM, DR.Syarief Hasan MM,MBA, menikmati Kopi Kintamani (atas paling kiri). Bersama para petani/pengusaha kecil anggota KSU Bale Dana Mesari di Bangli, Bali (bawah, tengah).
2.TAHAPAN PENGEMBANGAN
Kementerian
Koperasi dan UKM mengawali kegiatan One Village One Product pada tahun 2008. Tahapan pengembangan yang dilakukan adalah sebagai berikut :A. Tahun Pertama (Koordinasi):
1. Identifikasi potensi yang diusulkan daerah untuk dikembangkan melalui pendekatan
OVOP.
2. Mengadakan rapat koordinasi dan evaluasi penetapan lokasi pengembangan Program
OVOP yang memenuhi kriteria seleksi.
3. Menyusun Rencana Tindak Pengembangan OVOP di masing‐masing lokasi/daerah potensial ditetapkan.
4. Identifikasi peran Koperasi dan UKM penghela di daerah potensial yang sudah ditetapkan.
5. Melakukan sosialisasi konsep pengembangan Program OVOP di lokasi terpilih.
6. Tindaklanjut rancana aksi (action plan) yang sudah ditetapkan dan mungkin dilakukan pada tahun pertama.
B. Tahun Kedua (Kerjasama):
1. Peningkatan nilai tambah komoditasa/produk unggulan melalui industri pengolahan
(processing) agar dapat menghasilkan value chain.
2. Peningkatan akses pasar komoditas/produk yang dihasilkan melalui temu usaha
(business matching) serta melakukan promosi diajang lokal dan internasional.
3. Peningkatan supply chain produk unggulan OVOP.
4. Peningkatan kapasitas SDM melalui pendampingan, penyuluhan, pelatihan dan studi banding.
C. Tahun Ketiga (Kelanjutan):
1. Peningkatan akses pasar komoditas/produk unggulan melalui industri pengolahan
(processing) yang memberikan value chain.
2. Peningkatan akses pasar komoditas/produk yang dihasilkan melalui temu usaha
(business matching) serta promosi produk unggulan OVOP diajang lokal dan
internasional.
4. Peningkatan kapasitas SDM melalui pendampingan, penyuluhan, pelatihan dan studi banding.
D. Tahun Keempat (Peningkatan Berkelanjutan):
1. Peningkatan dan perluasan pendampingan komunitas masyarakat lokal sesuai dengan potensi ekonomi daerah.
2. Peningkatan nilai tambah produk melalui industri pengolahan dan memberi kemasan
(packaging).
3. Peningkatan promosi ekonomi masyarakat secara menyeluruh (budaya, produk dan potensi alam) ditingkat provinsi.
4. Peningkatan promosi komoditas/produk unggulan OVOP secara nasional dan internasional (festival dan ajang pameran).
E. Tahun Kelima (Lanjutan):
1. Peningkatan dan perluasan pendampingan komunitas masyarakat lokal sesuai potensi daerah setempat.
2. Peningkatan nilai tambah produk melalui pengolahan dan memberi kemasan.
3. Peningkatan promosi ekonomi masyarakat secara menyeluruh (budaya, produk dan potensi alam).
4. Peningkatan promosi produk unggulan OVOP secara nasional dan internasional (festival dan ajang pameran).
Dari berbagai diskusi yang dilakukan Tim OVOP, maka beberapa persoalan penting untuk diperhatikan agar Program OVOP dapat berhasil dilaksanakan, yaitu :
1. Program OVOP dapat dilaksanakan tanpa perintah atau paksaan dari pihak pemerintah, namun merupakan minat dan tekad yang datang dari masyarakat di pedesaan/daerah setempat.
2. Program OVOP tidak sepenuhnya mengandalkan pembiayaan oleh subsidi atau anggaran dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
4. Masyarakat setempat menentukan komoditas/produk khas dan sesuai untuk desa/daerahnya masing‐masing. Mereka dapat mengolahnya serta meningkatkan mutu berdasarkan teknologi tepat‐guna untuk meningkatkan nilai tambah (added value). 5. Nilai tambah dari hasil Program OVOP perlu diilustrasikan dengan membandingkan
barang‐barang konsumsi lainnya, sehingga memperjelas nilai laba yang diperoleh setelah mengikuti program tersebut.
6. Pemerintah dapat memberikan bimbingan teknis untuk pengolahan produksi dan pemasaran produk sesuai kebutuhan masyarakat setempat.
7. Dalam Program OVOP harus diupayakan agar tidak mengembangkan pola meniru, karena hal tersebut tidak menguntungkan. Setiap desa/daerah harus mampu menyajikan keunikan dengan ciri khas produk yang dipilihnya. Peranan pemerintah untuk dapat membuat persaingan sehat antar desa dengan memanfaatkan keunikan masing‐masing desa/daerah.
8. Komoditas/produk lokal akan lebih menarik perhatian dari luar daerah mereka. Masyarakat setempat akan bangga terhadap komoditas/produik yang dikembangkannya, dan pembangunan wilayah tersebut akan menciptakan lapangan kerja. Sehingga urbanisasi dapat tercegah.
9. Perlu dilakukan penyuluhan oleh tenaga ahli secara berkala untuk meningkatkan kapasitas masyarakat pelaksana Program OVOP.
IV.RINTISAN
ONE
VILLAGE
ONE
PRODUCT
Untuk mencapai keberhasilan optimal, penentuan lokasi proyek percontohan (pilot project) model One Village One Product memerlukan ketelitian dan data yang akurat. Dari hasil survey/penelitian yang dilakukan Tim OVOP, maka sesuai kriteria yang ditetapkan Kementerian Koperasi dan UKM, lokasi awal yang dijadikan proyek percontohan pertama adalah bidang pertanian. Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut di Provinsi Jawa Barat terpilih dalam kegiatan sektor hortikultura.
Pilihan Desa Warung Kondang, Kabupaten Cianjur, ditetapkan Kementerian Koperasi dan UKM dengan mempercayakan kepada Koperasi Mitra Tani Parahyangan sebagai lembaga yang memiliki kegiatan multiguna bagi para anggotanya. Di Desa Cisurupan, Kabupaten Garut kegiatan Program OVOP dipercayakan kepada KUD Mandiri Cisurupan. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK melangkah lebih lanjut. Menetapkan agar Program OVOP menentukan tenaga ahli sebagai mitra kerjanya. Tenaga ahli yang dapat memberikan pelatihan serta pendampingan para petani di lokasi‐lokasi proyek percontohan tersebut.
Melalui Institut Pertanian Bogor (IPB), Kementerian Koperasi dan UKM menjalin kerjasama dengan Misi Teknik dari Taiwan yang memiliki keahlian di bidang pertanian. Untuk itu Tim OVOP yang dipimpin Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK menjajagi kemungkinan‐kemungkinan dukungan dan bimbingan teknis yang dapat diberikan oleh misi Taiwan. Penjajagan dilakukan melalui peninjauan ke beberapa lokasi sentra sayur‐mayur binaan Misi Teknik Taiwan di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dari hasil peninjauan disimpulkan, bahwa sayur‐mayur yang dikembangkan dikedua lokasi tersebut dapat meningkatkan penghasilan para petani setempat. Dari keberhasilan Misi Teknik Taiwan membina para petani, Kementerian Koperasi dan UKM kemudian menjalin kerjasama. Implementasi Program OVOP di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut serta di Kabupaten Bangli diserahkan kepada Misi Teknik Taiwan. Misi ini akan memberikan pelatihan pertanian moderen, bimbingan peningkatan kualitas komoditas unggulan, bimbingan membuat kemasan yang sesuai dengan komoditas. Sekaligus mencarikan perluasan akses pasar.
Tahun 1980, Misi teknik Taiwan ini melakukan budidaya sayuran bernilai ekonomis tinggi, pengembangan percontohan tanaman buah, produksi kedelai, budidaya kambing perah dan kambing potong, mengembangkan produk susu kambing, budidaya perikanan, pengembangan budidaya jamur Edibel dan proses makanan.
Kemudian pada tahun 1990, memperkenalkan model pembentukan kelompok tani yang lazim diterapkan di Taiwan, membina usaha agrobisnis. Proyek usaha agrobinis ini menselaraskan dengan sumberdaya setempat, mengembangkan produk pertanian sesuai potensi pasar, mengeterapkan teknik pertanian moderen, mendorong pertumbuhan industri hortikultura dan usaha agrobisnis di Indonesia, membangun sistem pemasaran yang efektif serta meningkatkan pendapatan para petani. Intinya, menjaga supply dan demand. Tugas utama Misi Teknik Taiwan, memperkenalkan pengalaman pertumbuhan pertanian di Taiwan, meningkatkan pendapatan para petani Indonesia, meningkatkan taraf hidup masyarakat di pedesaan. Tak terkecuali mempererat hubungan bilateral antara Taiwan dengan Indonesia, melalui hasil kerjasama di bidang pertanian. Kerjasama yang sudah direalisasikan Misi Teknik Taiwan dengan Kementerian Pertanian, Badan Bimbingan Massal Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Institut Pertanian Bogor.
Implementasi lapangan yang dilakukan Misi Teknik Taiwan dilaksanakan secara bertahap. Dimulai melakukan pelatihan dan kunjungan, membuat green house sebagai proyek percontohan, pengembangan percontohan, cara menanam dan memelihara, pelatihan kebersihan, memperkenalkan sistem kemasan serta melaksanakan akses pasar.
1.LOKASI AWAL
Pendekatan melalui Program One Village One Product merupakan upaya
mengembangkan komoditas/produk unggulan pedesaan/daerah yang harus dilaksanakan secara terintegrasi dengan menggunakan sumberdaya alam. Dapat melaksanakan industri pengolahan, pengemasan hingga pemasarannya. Bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah melalui rantai nilai (value chain) dan rantai suplai (supply chain).
A.Pelaksanaan program Rintisan Agribisnis One Village One Product (OVOP) yang dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM telah dimulai pada tahun 2008. Diawali melalui pengembangan produk unggulan bidang pertanian, sektor hortikultura dengan melibatkan Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang beranggotakan 328 orang, berlokasi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Para petani anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan menekuni sektor hortikultura sayur‐mayur secara turun‐temurun. Sebagian besar berprofesi sebagai petani dan sebagian kecil adalah buruh tani. Pada tanggal 24 Juni 2008, dilaksanakan uji coba lapangan model pengembangan hortikultura melalui pendekatan OVOP. Pelaksanaan dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Misi Teknik Taiwan ADC Cikarawang, Bogor bersama para petani sayur‐mayur.
Menteri Negara Koperasi dan UKM, DR.Syarief Hasan MM,MBA, (kanan pertama) meninjau hasil Sayur‐ Mayur para petani anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan di Warung Kondang, Cianjur.
Kepala Pemasaran Koperasi Mitra Tani Parahyangan menimbang Buah Labu hasil seorang petani anggota koperasi (kiri). Hasil Sayur‐Mayur para petani siap kirim ke Pasar Swalayan di area Cipanas dan sekitarnya (kanan).
Pelaksanaan kegiatan kerjasama dengan pihak Misi Teknik Taiwan meliputi; identifikasi komoditas sesuai permintaan pasar, bimbingan teknologi budidaya, pasca panen, pensortiran/pemilihan komoditas/produk, pengemasan, pemasaran dan bantuan membuka peluang pasar baru di dalam dan di luar negeri.
Sebagai ilustrasi dapat disampaikan kondisi para petani anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan, sebagai berikut :
a. Pengiriman sayur‐mayur masih dilakukan dengan truk bak terbuka, sehingga mengakibatkan penolakan oleh para konsumen/pembeli. Penolakan disebabkan karena kerusakan mencapai 30% yang diakibatkan karena transportasi tak memadai. Kerugian mencapai sekitar Rp.1 Juta hingga Rp.2 Juta/hari.
b. Koperasi Mitra Tani Parahyangan Unit Beras, memasarkan beras unggulan Kabupaten Cianjur, jenis Pandanwangi 4 Ton/bulan seharga Rp.10.000,‐/Kg dan beras jenis IR‐64 sebanyak 12 Ton/bulan seharga Rp.7.500,‐/Kg.
c. Jumlah penyerapan tenaga kerja sejumlah 94 orang yang terlibat usaha sayur‐mayur dan untuk kegiatan usaha beras 86 orang.
d. Pada saat ini anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan terdiri dari 86 orang anggota untuk Unit Beras, 41 orang anggota untuk Unit Usaha Saprotan dan 201 orang anggota untuk Unit Usaha Sayur‐Mayur.
Dari hasil penelitian Tim OVOP, maka disepakati pihak Tim Teknis Taiwan dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan akan melaksanakan kerjasama. Bantuan Tim Teknis Taiwan meliputi; teknis peningkatan kualitas produk hasil pertanian (kacang kapri) standar ekspor. Langkah awal kerjasama dilaksanakan melalui pelatihan penanaman kacang kapri. Permasalahan mendasar yang dihadapi, konsistensi mempertahankan standar kualitas dan merebaknya serangan hama. Walaupun demikian, para petani setempat sudah berhasil mengembangkan penangkaran kacang kapri beserta pemeliharaannya. Selain itu, melalui bimbingan Misi Teknik Taiwan diperoleh peningkatan kualitas dan kuantitas komoditas sayur‐mayur.
Dalam rangka menjaga kualitas dan memperlancar pemasaran, Kementerian Koperasi dan UKM menghibahkan 1 (satu) unit kendaraan pendingin (cooling unit). Sarana cooling unit ini dapat mengurangi penolakan (reject) dari 30% menjadi 15%. Selisih angka tersebut merupakan pendapatan murni bagi para petani. Sedangkan Koperasi Tani Parahyangan dapat meraih keuntungan (laba) s