• Tidak ada hasil yang ditemukan

eBook Bloe print ovop.compressed

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "eBook Bloe print ovop.compressed"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

MAKNA DAN PERSEPSI DARI SIMBOL OVOP INDONESIA

1. Lingkaran : Kebulatan tekad Bangsa Indonesia untuk maju bersama.

2. Warna Merah : Lambang Keberanian.

3. Warna Putih : Lambang Kesucian.

4. Warna Emas : Lambang Kejayaan, Kesentosaan, Keemasan.

5. Warna Hijau : Lambang kekayaan alam Indonesia, kepedulian akan kelestarian

lingkungan.

6. Warna Biru : Lambang Keharmonisan, Keselarasan, Keseimbangan.

7. Orang : Lambang masyarakat yang memegang peran utama.

8. Orang berangkulan

: Lambang kegotong royongan, kolaborasi, membangun

bersama-sama, menatap masa depan bersama.

9. Sketsa sepasang

Garuda yang terbang tinggi

: Lambang bibit-bibit unggul, tokoh, champion yang harus

disadarkan bahwa mereka adalah Garuda sejati.

10. Kuntum Bunga : Lambang keindahan, keramah tamahan, dan rasa syukur atas

(8)

      

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad memacu peningkatan  pendapatan masyarakat Indonesia. Khususnya bagi masyarakat pada tataran akar‐rumput  sehingga terjadi perbaikan teraf hidup. Tekad bulat pemerintah, ditopang good will dan 

political will dalam mengatasi permasalahan masyarakat yang masih jauh tertinggal dari 

geliat ekonomi nasional. Pemerintah Pusat telah memberikan perhatian khusus terhadap  upaya pengentasan kemiskinan serta mengatasi pengangguran. Berbagai perubahan telah  terjadi di negeri ini. Percaturan politik dan situasi ekonomi di Tanah Air telah merubah  paradigma  serta  kaidah‐kaidah  yang  merangkum  ikatan  kebijakan  Pemerintah  Pusat.  Kebijakan Pemerintah Pusat  diterbitkan silih‐berganti dan berhasil membawa tatanan yang  lebih nyata. Setumpuk peraturan baru memberi dampak penertiban di sana‐sini.

 

      Setelah diterpa badai krisis ekonomi pada tahun 1997‐1998, Pemerintah Pusat di era  reformasi berhasil membangun perekonomian makro Indonesia. Keberhasilan membangun  ekonomi  makro  bertujuan  menciptakan  iklim  usaha  yang  lebih  kondusif.  Langkah  selanjutnya yang harus segera dilaksanakan adalah bagaimana cara meningkatkan kegiatan  bagi  para  pelaku  ekonomi  di  Indonesia.  Dalam  mengatasi  permasalahan  tersebut,  diperlukan  terobosan‐terobosan  baru  dalam  membentuk  stimulus  ekonomi  bagi  peningkatan  kegiatan  perekonomian  Indonesia.  Peningkatan  stimulus  ekonomi  yang  dilaksanakan Pemerintah Pusat terangkum diberbagai program, dan dibiayai dari Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Negara  (APBN).  Upaya  ini  bertujuan  mendorong  percepatan  peningkatan pendapatan masyarakat dengan terciptanya laju roda ekonomi.  

      Pemerintahan  Presiden  Susilo  Bambang  Yudhoyono,  tiada  henti‐hentinya  mengupayakan  terciptanya  laju  perekonomian  nasional.  Dari  Sabang  hingga  Merauke,  masing‐masing  instansi  Pemerintah  Pusat  maupun  Pemerintah  Daerah  diinstruksikan  memberikan  perhatian  terhadap  situasi  dan  kondisi  yang  membelenggu  kehidupan  masyarakat di akar‐rumput. 

(9)

I.LATAR

 

BELAKANG

 

   1. INSTRUKSI PRESIDEN 

        Salah

‐satu kebijakan Presiden Republik Indonesia untuk memacu aktifitas pelaku Usaha  Mikro, Kecil dan Menengah, antara lain melalui Program One Village One Product (OVOP). 

Program ini dicanangkan melalui Instruksi Presiden (INPRES) No.6, Tahun 2007, Tanggal 8 

Juni, Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha 

Mikro,  Kecil  dan  Menengah.  Kebijakan  tersebut  untuk  meningkatkan  pertumbuhan 

ekonomi nasional. Instruksi Presiden tersebut merupakan kelanjutan Instruksi  Presiden  N0.3, Tahun 2006, Tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. 

      Selain ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Instruksi Presiden  tersebut  ditujukan  kepada  18  menteri.  Diantaranya,  Menteri  Perindustrian,  Menteri  Pertanian,  Menteri  Negara  Koperasi  dan  UKM,  Menteri  Pekerjaan  Umum,  Sekretaris  Kabinet, 3 (tiga) Kepala Badan, para Gubernur, Bupati dan Walikota. Program OVOP telah  dicanangkan sebagai Program Nasional, yang harus dilaksanakan di seluruh negeri ini. 

Dalam  rangka  pelaksanaan  kebijakan  Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan  Pemberdayaan  Usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah, Presiden menginstruksikan agar  segera  melakukan  langkah‐langkah  yang  diperlukan  sesuai  tugas,  fungsi  dan  kewenangan masing‐masing instansi guna  meningkatkan  pertumbuhan  ekonomi  nasional.  Di  dalam  mengambil  langkah‐ langkah  sebagaimana  dimaksud,  berpedoman pada program yang meliputi  perbeikan  investasi,  reformasi  sektor  keuangan,  percepatan  pembangunan  infrastruktur  dan  pemberdayaan  Usaha  Mikro, Kecil dan Menengah. 

 

Presiden R.I. DR.Susilo Bambang Yudhoyono

(10)

berada dilingkup Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Program One Village One Product tidak  terbatas pada bidang tertentu. Dapat dilaksanakan di seluruh bidang/sektor kegiatan usaha  yang dapat  mendorong laju kegiatan perekonomian  daerah  maupun nasional,  dengan  mengandalkan sumberdaya alam setempat. 

      Penjabaran  Instruksi  Presiden  tersebut,  Kementerian  Koperasi  dan  UKM  melalui  Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM Koperasi, secepatnya mengimplementasikan  Program Nasional ini. Dalam implementasi Program OVOP, peranan Kementerian Koperasi  dan UKM sangat fundamental, karena menyangkut nafas kehidupan insan Koperasi serta  pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.  

      Dalam rangka stimulus ekonomi di Indonesia, berbagai program yang dicanangkan  Kementerian Koperasi dan UKM, bertujuan agar peranan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan  Menengah menjadi optimal. Khususnya  dalam  menghadapi ketatnya  persaingan  usaha  dalam era globalisasi. Untuk itu, koperasi‐koperasi di seluruh Indonesia diharapkan turut  berpartisipasi diberbagai bidang dan sektor kegiatan yang beranekaragam jenisnya. Harapan  pemerintah agar setiap desa atau kabupaten dapat  membanggakan komoditas/produk  unggulannya. Komoditas/produk unggulan berupa kerajinan, penunjang pariwisata, produk  pertanian, kehutanan, produk perikanan dan lain‐lain. 

      Sebagai langkah awal Program One Village One Product yang dilakukan Kementerian  Koperasi dan UKM dipilih bidang pertanian, khususnya sektor hortikultura sebagai pilot 

project. Melalui Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Tim OVOP melakukan survey 

kegiatan‐kegiatan  para  petani  serta  para  pelaku  Usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah  dibeberapa pedesaan/daerah.  

      Tim OVOP mendata kegiatan usaha masyarakat setempat. Mulai dari kegiatan usaha  (mencari nafkah) etos kerja, kehidupan kultural dan tersedianya sumberdaya alam (SDA)  sebagai  penunjang  komoditas/produk  setempat.  Program  OVOP  yang  dilakukan  Kementerian  Koperasi  dan  UKM  adalah  membantu  pengembangan  desa/daerah  yang  memiliki komoditas/produk unggulan melalui wadah koperasi. 

 

2.TUJUAN dan SASARAN 

      Tujuan  pelaksanaan  Program  One  Village  One  Product  adalah  suatu  upaya  membangun sustainability (kesinambungan) aktivitas melalui perluasan akses pasar yang  dihasilkan  masing‐masing desa/daerah.  Keberhasilan  yang dicapai   akan  meningkatkan  pendapatan para petani/pelaku usaha setempat. Pada akhirnya, kegiatan tersebut dapat  meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pelaku usaha. 

      Sasaran yang hendak dicapai dalam implementasi Program One Village One Product 

(11)

a. Kerjasama dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan; 

b. Membangun sustainability (kesinambungan) berbagai aktivitas di pedesaan/daerah, yang  antara  lain  dapat  dilaksanakan  melalui  menejemen  rantai  suplai  (supply‐chain 

management), penempatan kelembagaan koperasi dan peningkatan infrastruktur. 

c. Menghasilkan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan para petani serta masyarakat  disekitarnya. 

d. Meningkatkan posisi tawar (bargainning position) terhadap pasar untuk para pelaku  usaha/petani. 

      Bila Program OVOP sudah memiliki pilihan desa/daerah dengan komoditas/produk  unggulan, maka para pelaku usaha/petani harus dipersiapkan sebaik mungkin, sehingga  mampu melakukan panatrasi perluasan pasar lokal maupun ekspor. 

      Indikator  keberhasilan  Program  OVOP  dapat  ditinjau  berdasarkan  menejemen  moderen yang terukur. Melalui evaluasi berkala dan dibuat sistem agar dapat diperbaharui  sesuai permintaan pasar dan siatuasi pada saat itu. Dipastikan bahwa indikator selalu  berinduk pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) : 

a. Penentuan dilakukan melalui Key Performance Indicator (KPI) dan Key Sucsess Factor  (KSF) yang berkaitan dengan rantai agribisnis dan daya dukung lingkungan masyarakat. 

b. Pelaksanaan  Program  OVOP  terkait  erat  dengan  tujuan  peningkatan  Indeks  Pembangunan Manusia (IPM). Karena melalui Program OVOP diharapkan akan terjadi  peningkatan pendapatan dan disertai dengan peningkatan taraf hidup seluruh pihak yang  terlibal dalam aktivitas tersebut. 

      Indeks Pembangunan Manusia ditentukan oleh 3 (tiga) landasan; melalui pencapaian  taraf  pendidikan, kesehatan  dan  tingkat  daya  beli  masyarakat.  Bila  seluruh  rangkaian  tersebut dapat dilaksanakan, niscaya Program OVOP di masing‐masing desa/daerah dapat  berhasil dan mancapai sukses. 

      Di pedesaan maupun di daerah yang ditopang kekayaan sumberdaya alam, berbagai  bidang/sektor  dapat  dipacu  untuk  dijadikan  kegiatan  dalam  model  OVOP.  Diperlukan  kesadaran  para  pelaku  usaha/petani  agar  berkreasi  dan  berinovasi,  mendayagunakan  sumberdaya alamnya untuk menciptakan keunggulan produk yang khas. Dengan demikian,  masyarakat setempat memiliki kebanggaan tersendiri berkat hasil jerih‐payahnya.  

(12)

      Sesuai fungsi dan peranan koperasi sebagai wadah bersatunya para pelaku Usaha  Mikro, Kecil dan Menengah serta penggerak roda perekonomian rakyat, maka pelaksanaan  pengembangan  sektor  riil  akan  dapat  terpacu.  Melalui  Program  OVOP  Kementerian  Koperasi dan UKM, koperasi dapat didorong untuk segera mewujudkan masyarakat yang  maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Menjadi penopang kekuatan perekonomian  Indonesia. 

      Melalui koperasi‐koperasi yang tersebar di seluruh Tanah Air, para anggotanya dapat  turut melaksanakan Program One Village One Product. Program ini dapat terkait pada  berbagai bidang/sektor usaha yang sejenis dalam aktivitas masyarakat/petani setempat,  ditunjang dengan kekayaan sumberdaya alamnya.  

      Dalam rangka mendorong jangkauan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah  (KUMKM)  agar  lebih  cepat  berkembang  dimungkinkan  menjalin  kerjasama  melalui  kemitraan. Kemitraan merupakan salah‐satu bentuk kerjasama yang efektif dan efesien  untuk peningkatan serta pengembangan KUMKM. Kerjasama berdasarkan prinsip saling  memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. 

      Program OVOP dapat dilaksanakan dengan menjalin kerjasama melalui kemitraan.  Kemitraan dalam bentuk kerjasama pendidikan, pelatihan, produksi, pemasaran, pameran  dan lain‐lain. Tahun 1997, Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP)  No.44, Tentang Kemitraan dengan pertimbangan agar insan Koperasi, para pelaku Usaha  Kecil dan Menengah dapat mempercepat perwujudan perekonomian yang mandiri dan  handal.   

      Sasaran  utama  Progam  OVOP  adalah,  memberikan  kesejahteraan  masyarakat  Indonesia  khususnya  bagi  mereka  yang  berada  di  pedesaan/daerah.  Pengentasan  kemiskinan  dan  mengatasi  pengangguran  sudah  menjadi  tekad  pemerintah  untuk  menstabilkan perekonomian nasional. Memberikan peluang bagi Usaha Mikro, Kecil dan  Menengah berperan lebih aktiv dalam era globalisasi. 

 

       

      
(13)

II.TINJAUAN

 

KONSEPTUAL

 

 

1.HASIL KAJIAN LITERATUR 

      Berawal dari kunjungan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian  Koperasi dan UKM ke Provinsi Oita, Jepang. Mengunjungi Koperasi Pertanian di Oyama dan  Yufuin, tempat keberhasilan Jepang mengembangkan pendekatan usaha model One Village 

One Product. Koperasi Pertanian Oyama beranggotakan 700 orang mampu meraih sukses 

melalui pendekatan model OVOP. Kegiatannya berhasil mensejahterakan para petani yang  mayoritas menggeluti  sektor hortikultura (sayur‐mayur dan buah‐buahan).  Di sini para  petani  mengembangkan  Jamur  Shitake.  Keberhasilan  mengembangkan  produk  Jamur  Shitake mampu menghasilkan 29% seluruh kapasitas pasokan di Jepang. 

      Sedangkan di Yufuin, merupakan salah‐satu tempat tujuan wisata air panas yang  dikelola para warga setempat secara kooperativ. Para warga setempat secara bersama‐ sama menyediakan fasilitas penginapan yang diperuntukkan bagi para wisatawan. Jumlah  wisatawan setiap tahunnya mencapai 3,88 juta orang.  

      Keberhasilan  Jepang  dalam pemberdayaan masyarakat  melalui pendekatan OVOP 

sudah terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. One Village One Product 

kemudian menjadi daya tarik dunia. Berbagai negara mempelajari sistem pengeterapan  model OVOP. Negara‐negara di kawasan ASEAN, Afrika dan Amerika Selatan secara cermat  mempelajari bagaimana menumbuhkembangkan Program OVOP.  

      Menteri  Perindustrian  yang  tatkala  itu  dijabat  Ir.  Fahmi  Idris  telah  melakukan  kunjungan kerja ke Oyama dan Yufuin. Hasil kunjungan tersebut telah dilaporkan kepada  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Melaporkan, keberhasilan pemberdayaan masyarakat  Jepang dikeduaa desa tersebut. Hingga kini Kementerian Perindustrian telah melakukan  Program One Village One Product di 33 (tigapuluhtiga) desa. Berbagai jenis industri kecil  dikembangkan di bawah naungan Program OVOP, agar perkembangannya lebih cepat dan  para pelakunya dapat segera meningkatkan ketrampilan. 

      Program OVOP berperan terhadap program pemberdayaan masyarakat di Oyama dan  Yufuin,  khususnya bagi para  pengusaha  Mikro, Kecil  dan  Menengah. Oleh karena itu,  Kementerian Koperasi dan UKM mengaplikasikan pendekatan model OVOP di Indonesia,  dalam rangka penjabaran Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007. Pendekatan model OVOP 

(14)

      Pendekatan pembangunan kawasan dapat dilakukan melalui pendekatan eksogenus 

atau  pendekatan  endogenus.  Untuk  dapat  melakukan  Program  OVOP,  Kementerian  Koperasi  dan  UKM  lebih cenderung  membangun  masyarakat  pedesaan/daerah melalui  pendekatan  pembangunan  endogenus.  Pembangunan  yang  bersandar  pada  potensi  sumberdaya, modal dan memelihara keseimbangan lingkungan. Pendekatan pembangunan  endogenus  lebih  sesuai  untuk  pengembangan  kawasan  pedesaan.  Terutama  untuk  pelaksanaan Program One Village One Product.       

      Meningkatkan  pendapatan  per  kapita  penduduk  Indonesia  dan  membangkitkan  tingkat  akhir  revitalisasi  ekonomi  regional,  merupakan  tujuan  utama  Program  OVOP. 

Program ini adalah salah‐satu upaya membangun dan mengembangkan ekonomi rakyat  yang bertujuan mempercepat tekad pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan serta  mengatasi pengangguran. 

      Perlu  pula  disadari,  bahwa  antara  pelaksanaan  Program  OVOP  dengan  hasil  kegiatannya  (output)  merupakan  suatu  proses  panjang  yang  memerlukan  waktu  dan  kesabaran. Disarankan agar ketepatan pemilihan komoditas/produk yang akan dijalankan  melalui model OVOP, harus selektif. Di samping itu, bimbingan pemerintah kepada para  pelaku  usaha/petani  harus  fokus.  Demikian  pula  sebaliknya,  masyarakat  pelaku  usaha/petani setelah menetapkan pilihan unggulan setempat harus fokus melaksanakan  kegiatan usahanya.  

      Peranan  strategis  Usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah  (UMKM)  harus  tetap  dipertahankan. Pada tataran filosofis serta secara fragmatis peranan mereka memberikan  kontribusi untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, upaya  pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Koperasi di Indonesia harus mampu  menjadi tonggak kokoh bagi perekonomian nasional. 

      Kegiatan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah maupun para petani, patut  dicermati agar pelaksanaan Program OVOP dapat dijabarkan secara tepat‐guna. Dapat  bermanfaat  bagi  seluruh  masyarakat  tataran  akar  rumput  yang  masih  memerlukan  peningkatan taraf hidup serta perbaikan pasar bagi perkembangan dunia usaha Indonesia.   

(15)

      Berbagai  faktor turut menjadi penyebab upaya peningkatan  kualitas  sumberdaya  manusia (SDM), kualitas komoditas/produk dan posisi tawar. Sarana dan prasarana yang  tersedia masih tidak memadai, sehingga berakibat timbulnya rangkaian permasalahan yang  tak kunjung usai. Latar belakang kultural/budaya dan etos kerja adalah bagian yang tak  terpisahkan dari lambatnya upaya mensejahterakan masyarakat ditataran akar‐rumput. 

      

 

Keberhasilan memang tumbuhberkembang di sana‐sini, sebagai refleksi upaya yang  dikerahkan pemerintah dalam peningkatan peranan UMKM. Namun masih terjadi business  missing link yang belum teratasi. Terutama terjadi pada pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang  berada di pedesaan dan daerah‐daerah. Terutama para petani yang masih bersusah payah  mengarungi kehidupannya. Sebagai contoh, para pelaku usaha pertanian, terutama petani  yang merajut hidupnya di sektor hortikultura. Mereka yang berada didataran tinggi sejak  turun‐temurun menggeluti tanaman ketimun, tomat, kentang dan kubis acapkali terhempas  harga jualnya saat masim panen. Selain transportasi dari dataran tinggi turun ke pasar‐ pasar, pasokan hasil panen masih terbatas ke pasar tradisional di mana daya serapnya masih  sangat terbatas. Situasi ini pada akhirnya menjerat para petani jatuh kepangkuan para  tengkulak, karena kebutuhan dana yang mendadak. 

      Sistem pertanian konvensional yang diterapkan masih menjadi ciri khas warisan turun‐ temurun.  Pentingnya  modernisasi  bidang  pertanian  diperlukan  untuk  menyesuaikan  perkembangan kondisi dewasa ini. Turun‐tangan pemerintah harus segera dilaksanakan  melalui serangkaian pelatihan dan bimbingan. Selain itu, permasalahan kebijakan, informasi,  teknologi,  akses  permodalan,  pemasaran  dan  transportasi  untuk  pengangkutan  komodtas/produk menjadi kendala berikutnya. 

      Perkembangan  komoditas/produk  hasil  pertanian  dapat  diandalkan  menjadi  tulangpunggung kegiatan perekonomian di pedesaan/daerah. Dukungan sumberdaya alam  (SDA) yang melimpah di seputar Tanah Air mampu menjadikan bidang pertanian sebagai  pilar pembangunan ekonomi Indonesia. Pembangunan nasional yang berbasis pertanian  merupakan  bagian  utama  dari  upaya  peningkatan  pendapatan  paling  rasional  bagi  masyarakat di Indonesia. 

        Sebagai acuan, menurut laporan World Development Report dari Bank Dunia (2007),  menyatakan bahwa digolongan masyarakat termiskin dari bidang pertanian, pertumbuhan  PDB mencapai 4 (empat) kali lebih efektif dibandingkan dengan pertumbuhan PDB yang  berasal dari luar bidang  pertanian.  Data ini terpantau dalam rangka  upaya mengatasi  kemiskinan. Sementara itu, di Indonesia bidang pertanian mampu menyerap tenaga kerja  hingga mencapai 28,8 juta orang. Angka ini menunjukkan 42,66% dari jumlah seluruh tenaga  kerja yang ada di Indonesia. 

(16)

dan layak dikembangkan di dalam Program OVOP. Antara lain, tanaman bidang pertanian/  hortikultura, pangan dan perkebunan. 

      Penguatan ekonomi daerah sangat berperan sebagai basis kekuatan perekonomian  nasional. Perekonomian nasional yang kuat hanya dapat ditopang oleh tenaga‐tenaga (SDM)  yang  memiliki  ketangguhan  ketrampilan  (skill).  Selain  itu,  pembangunan  nasional  memerlukan dukungan sumberdaya  alam. Seluruhnya terangkum berlandaskan  prinsip‐ prinsip  ekonomi  kerakyatan  yang  melaksanakan  derap  pembangunan  secara  berkesinambungan. 

      Contoh lain adalah, situasi dan kondisi di Jepara, Jawa Tengah yang menjadi pusat  industri furniture.  Sejak beberapa tahun terakhir, komunitas pengusaha kecil dan sebagian  pengusaha mnengah produsen furniture timbul‐tenggelam. Bahkan banyak yang menutup  usahanya. Padahal 15 (limabelas) tahun lalu, Jepara dimanjakan pesanan untuk pangsa  pasar ekspor. Kini industri kecil dan menengah furniture ini banyak yang gulung tika 

       Hasil penelitian dilapangan menjawab seluruh persoalan  yang  muncul  di  Jepara.  Ketika Jepara booming pesanan ekspor, para konsumen (buyers)  mancanegara melirik  situasi dan kondisi di pusat industri furniture ini. Faktor kekurangan modal kerja, product  design, finishing, akses pasar, komitmen produksi dan lain‐lain menjadi kelemahan para  produsen lokal. Akibatnya, para buyers asal Perancis, Amerika, Belanda, Jepang, Taiwan dan  Korea Selatan saling berlomba‐lomba mengusik labilitas para pelaku industri furniture. 

Secara  bertahap  pelaku  bisnis  mancanegara  tersebut  menanamkan  modalnya  dengan  berbagai kedok. Pada akhirnya, satu‐persatu kalangan Usaha Kecil dan Menengah di Jepara  lambat‐laun menyerahkan aktivitas usahanya kepada para pengusaha mancanegara.  

 

 

        

(17)

      Co teknik t membe mampu

ontoh nyata tradisional  erikan nilai  u menghasil

a yang terja andalan, m

tambah (a

kan coaste

adi pada ker mulai teran

added valu

r, table run

rajinan tenu cam tenun

ue) pada p

nner, shawl,

un di Indone n impor. Pa

ara pengra

, hiasan din

esia. Tenun adahal kera ajinannya. K

ding dan la

n sebagai sa ajinan tenu Kerajinan i

in‐lain. 

lah‐satu  n dapat  ni telah 

      Ba kapas y kini pe bahan b (Bali), G Timur, S

agi para pe yang dapat 

nanaman k baku masih Garut (Jawa

Sabu, Rote,

engrajin te diperoleh d kembali po

 diperlukan a Barat), Ta

 dan lain‐la

nun tradisi di area seki hon kapas  n di sekitar 

apanuli (Su in. 

ional, mayo tarnya seba terbengka Desa Kerek umatera Ut

oritas masi agai sumbe lai. Padaha  (Tuban), Je ara), Maluk

h menggun rdaya alam al penggun epara, Peda ku, Nusa T

nakan baha m setempat.

aan kapas  an (Klaten),  enggara Ba

an baku   Namun  sebagai  Gianyar  arat dan 

 

        

Be ke m

enang Kapas  erajinan  Ten memerlukan pe

Pintal tangan nun  Kapas 

erhatian Pem

n siap ditenun diberbagai  p merintah Daer

n. Kelangkaan pedesaan/da rah.          

n kapas pintal erah.  Budid

       

l menjadi ken aya  tanama

      

ndala bagi  an  kapas 

                 

                               

       D Palemb lain‐lain lokal. H dan Cin ekspor 

Di daerah‐d bang (Suma n. Namun t Hingga kini p

na. Produk  ke negara‐n

aerah lainn tera Selata enun songk pun masih m

kerajinan t negara berb

nya, dikena an), Sumate

ket sejak da menggunak

enun songk bangsa Mela

l produksi  era Barat, B

ahulukala t kan benang  ket masih m

ayu yang se

kerajinan t Bali, Bima,

ak seutuhn emas dan p menjadi kon ecara tradis

tenun song Kalimantan nya menggu perak impo nsumsi loka

i masih mem

ket yang te n, Riau dan unakan bah r dari India al di Indone makai sarun

ersohor.   daerah  an baku  , Jepang  esia dan  ng. 

      Se Sengka mahaln

edangkan k ng, Sulawe nya harga u

kerajinan te esi  Selatan.

lat sutera/k

enun suter   Permasala kepompong

ra secara t ahan  serius g yang sela

urun‐temur s yang dih

ma ini diim

run diprod adapi para mpor dari Je

uksi di Kab a  pengrajin epang. Suda

(18)

lama masalah budidaya ulat sutera di Kabupaten Sengkang mengalami berbagai kendala.  Bertahannya usia kepompong ulat sutera, budidaya dan penentuan jadwal pembelian ulat  sutera  baru,  belum  dapat  direncanakan  secara  akurat.  Jika  Pemerintah  Daerah  dan  Pemerintah Pusat bertekad melestarikan dan mengembangkan hasil kerajinan produk tenun  sutera, maka tak ada jalan lain kecuali mendirikan Pusat Budidaya Ulat Sutera Nasional.  Sehingga dari pusat budidaya ini dapat memasok kebutuhan para pengrajin di Tanah Air. 

 

        

      Produk kerajinan Tenun Songket Sarung Wanita (atas) khas Pakanbaru.  

                      

Sarung Pria   hasil kerajinan Tenun Songket dari Riau  (kiri) dan kerajinan  Tenun Ulos  dari Tapanuli  menggunakan benang kapas atau benang katun (kanan).       

      

(19)

        Kerajinan lain yang memiliki added value adalah produk gerabah. Desa‐desa penghasil  gerabah yang terkenal di Banyumulek (Nusa Tenggara Barat), Desa Plered (Jawa Barat), Desa  Kasongan (Yogyakarta), Desa Wedi, Klaten (Jawa Tengah), Kalimantan, Tabanan (Bali) dan  lain‐lain.  Pasang‐surut  pasar  ekspor  yang  dialami  kerajinan  gerabah  sebagian  besar  disebabkan kualitas dan disain yang kurang memenuhi standar permintaan konsumen.  Dituntut kreativitas pengrajin, yang dapat menyajikan inovasi disain sesuai tujuan pasar.  Para pengrajin gerabah mayoritas tak menyadari pentingnya inovasi disain yang diharapkan  oleh para konsumen. 

      Kualitas gerabah untuk pasar ekspor ke negara‐negara dengan 4 (empat) musim,  telah dibuktikan para pengrajin di Desa Wedi, Kabupaten Klaten. Beberapa tahun lalu  seorang  profesor  ahli  gerabah/keramik  dari  Jepang  berhasil  mentransfer  teknologi  pembuatan kerajinan gerabah yang mampu bertahan di negara 4 (empat) musim. Gerabah  dari beberapa pengrajin di Desa Wedi mampu memasok Jepang, Belgia dan Amerika Serikat.  Dibeberapa negara, gerabah  Indonesia dipergunakan sebagai produk exterior.  Dimensi  natural gerabah Indonesia di nilai mengandung unsur etnik yang menarik dan eksotis.   

       

          

Produk  kerajinan  Gerabah dari Desa  Banyumulek di  Nusa  Tenggara  Barat.  Diharapkan  menjadi  produk  ekspor andalan Program OVOP. 

            Produk perhiasan mutiara dari Lombok, Nusa Tenggara Barat dapat dikembangkan  lebih  luas.  Karena  mutiara  berkualitas  dapat  memenuhi  permintaan  pasar  ekspor,  khususnya ke Jepang. Faktor disain dan finishing memerlukan peningkatan dan inovasi  pemanfaatan mutiara yang tidak sekedar sebagai perhiasan. Misalnya, pada ukuran dan  kualitas tertentu dapat dijadikan kancing busana atau sebagai aksen pada produk interior. 

Karena mutiara maupun kulit mutiara dapat dijadikan produk‐produk interior dengan added  value yang dapat diandalkan. Mutiara layak dijadikan salah‐satu kegiatan Program OVOP, 

(20)

             

Industri kerajinan Mutiara hasil kreativitas dan ketrampilan para pengrajin di Lombok, Nusa Tenggara Barat.  Mutiara menjadi produk ekspor bernilai jual tinggi. Layak dikembangkan di bawah naungan Program One  Village One Product untuk meningkatkan permintaan pasar Jepang. 

       

       Semua yang terurai di atas, sekedar contoh permasalahan yang kita hadapi bersama.  Berbagai kendala masih membelenggu berbagai komoditas/produk Indonesia. Bila tak ingin  terpuruk di tengah pasar global, seluruh kendala harus dapat diatasi agar para pelaku Usaha  Mikro, Kecil dan Menengah mampu mengembangkan sayap usahanya. Solusi utama, harus  datang dari political will pemerintah. Bila pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah  hendak dipacu, sesuai Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007, maka persiapan perencanaan  Program OVOP harus dikaji secara seksama. Identifikasi komoditas/produk harus dilakukan  secara cermat dan memiliki tolok‐ukur klasifikasi yang jelas.    

 

         

(21)

         

Produk Tenun Kapas dari Pedan, Klaten (kiri) dan Topi Olahraga produksi para pelaku Usaha Kecil di  Soreang, Bandung. Melayani ajang pertandingan olahraga internasional (kanan). 

       

Produk anyaman Enceng Gondok produksi para pengusaha Mikro dan Kecil di Yogyakarta (kiri) sebagai  produk interior memasok pasar Jepang, Itali dan Spanyol. Inovasi disain payung tradisional khas Bali  (kanan)dijadikan produk interior memasok pangsa pasar Perancis.       

 

Produk alat musik Ketipung hasil produksi pengrajin aggota Koperasi Wanita  Citra Kartini di Desa Sumber Pucung, Malang. Secara berkala memenuhi pasar  ekspor ke Jamaica. 

(22)

      Prinsip  dasar  One  Village  One  Product  adalah  dimana  masyarakat  desa/daerah  mampu  mencari  dan  menggali  komoditas/produk  yang  bisa  menjadi  unggulan  secara  berkesinambungan.  Langkah  awalnya,  memperoleh  dukungan  pemerintah  dalam  membantu melakukan riset dan uji coba, agar kualitas dan kuantitas dapat ditingkatkan.  Tahapan  selanjutnya,  pemerintah wajib membantu  metoda‐metoda  produksi  termasuk  menyelenggarakan pelatihan, bimbingan dan perluasan pasar.  

      Berdasarkan  konsep  desa  OVOP,  tujuan  akhir  yang  harus  dicapai  OVOP  adalah  kesejahteraan masyarakat khususnya para petani. Kesejahteraan masyarakat tersebut dapat  ditandai dengan timbulnya peningkatan daya beli, pendidikan, kesehatan dan terjaminnya  kualitas lingkungan yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat  dicapai melalui pembentukan menejemen kegiatan berdasarkan skala prioritas kegiatan dan  komoditas/produk. Perlu pula diperhatikan dukungan kekuatan teknologi, sistem informasi,  akses pasar dalam suatu kelembagaan OVOP. 

      Sedangkan ruang‐lingkup kegiatan utama Program OVOP adalah : 

1.Inisiasi program 

2.Survey potensi komoditas lokal dan potensi pasar 

3.Sosialisasi program 

4.Implementasi  program,  pendampingan  dan  bantuan  asistensi.  Antara  lain;  pelatihan  budidaya, pelatihan pasca produksi pemasaran dan fasilitasi pasar. 

      Menyimak  keberhasilan  Jawa  Barat  dalam  membangun  perekonomian  yang  berlandaskan  bidang  pertanian,  maka  Kementerian  Koperasi  dan  UKM  melalui  Deputi  Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK memilih untuk melakukan Program OVOP ini di  Bidang pertanian, khususnya sektor hortikultura dan produk olahannya. 

      Pemerintah Provinsi Jawa Barat sejak dahulukala menopang pembangunan daerahnya  melalui  kegiatan  pertanian,  terutama  melalui  agribisnis  yang  memberikan  kontribusi  terbentuknya kawasan model pertumbuhan adribisnis dibeberapa kota/kabupaten. Provinsi  ini berhasil mengimplementasikan program pengembangan agribisnis yang dibangun dalam  berbagai kegiatan.  Pusat  pertumbuhan dan percontohan  agribisnis terpadu  dipusatkan  antara lain di Kabupaten Tasikmalaya, Cibitung dan Sukabumi. 

(23)

      Kerangka pemikiran pengembangan One Village One Poduct agribisnis merupakan  upaya  pengembangan  daerah  ruang  lingkup  Program  OVOP,  yang  ditopang  melalui  pengembangan produk khas lokal. Produk unggulan berkualitas yang mengikuti pola‐pola : 

1. Pengembangan produk dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang berada di lokasi  tersebut. Mengusahakan memperoleh bahan baku murah dan berkualitas serta bisa  menggunakan  bahan‐bahan  dari  daerah  sekitarnya.  Lokasi  yang  ditempati  dapat  dijadikan lahan produksi. 

2. Pembangunan daerah mengutamakan lokalitas bahan baku yang berada didaerahnya  dengan mengutamakan peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Menyalurkan  kembali kepada masyarakat hasil keuntungan yang diperoleh atas hasil produksinya dan  memanfaatkan keahlian untuk melakukan perubahan yang signifikan. 

Konsep Dasar Gerakan OVOP  

 

 (People’s Partcipation)  (Government Function) 

 

Unearth effort of 

Regional Resources   =of Awareness Regional Resources to the Potentially Power 

   

   

‐ Giving Prospects 

‐ Provide Incentive  

‐ Market  Development  

‐ Promotion 

‐ Systemalization   ‐ Support 

(Technology  Necessary Fund,  Organization, etc) 

‐ Human Resource  Development         

      

 

 

 

 

 

 

      

 

   

Marketable Goods  Making   Quality 

Improvement   and R&D for  

= Strong Will and Innovation for Commmercialization  New Products 

(Identification of Speciality)   

Regional Brand    =Channel Development and Promotion of Market  

 

Increase of Income   = ManufacturingIncrease of Value Processing Added  &

 

Advancement  & Sustainability  

of Move Ments  Confidence & Sense

Of Accomplishment   =Unification Sharing Endeavor of Efforts &   Nurture of Region Leaders  

Regional   Revitalization  

(24)

Definisi Agribisnis dalam Program OVOP.  

Dari hasil pengkajian, maka Tim OVOP Kementerian Koperasi dan UKM menyimpulkan  bahwa  Program  OVOP  dapat dilaksanakan dengan sejumlah ketentuan umum  sebagai  berikut :  

a. Tidak melakukan paksaan terhadap rencana pembentukan Program OVOP. 

b. Terbentuknya Program OVOP di suatu daerah/pedesaan harus merupakan inisiatif para  pelaku usaha/petani setempat, yang secara kultural maupun perkembangan teknologi  pertanian moderen mampu menentukan komoditas/produk maupun aktivitas‐aktivitas  yang sesuai dikembangkan untuk kemajuan mereka. 

c. Bila memungkinan mampu, sebaiknya mengolah hasil komoditas menjadi produk hasil  pertanian dengan teknologi tepat‐guna, untuk meningkatkan nilai tambah. 

d. Nilai  tambah  dari  hasil  pelaksanaan  Program  OVOP  perlu  diilustrasikan  dengan  membandingkan barang‐barang konsumsi lainnya, agar memperjelas keuntungan (laba)  yang diperoleh petani/masyarakat setempat. 

e. Peranan pemerintah untuk memberikan bimbingan teknis, kemasan dan  pemasaran  sesuai kebutuhan daerah/pedesaan setempat. 

f.  Peranan  Pemerintah  daerah  dalam  memacu  persaingan  sehat  pada  lingkup  antar  desa/daerah dengan memanfaatkan keunikan dan ciri khas masing‐masing tempat. 

g. Keberhasilan para  petani/masyarakat  setempat harus  menimbulkan kebanggaan.  Ini  merupakan parameter bagi kesuksesan Program OVOP. 

h. Penyuluhan oleh para ahli harus dilakukan secara berkesinambungan, agar peningkatan  kapasitas pelaku usaha/ petani dalam melaksanakan kegiatan Program OVOP dapat  terjamin. 

(25)

2.KUNCI SUKSES PENGEMBANGAN OVOP 

      Program

 Nasional One Village One Product yang ditopang Instruksi Presiden N0.6,  Tahun 2007, Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan  Usaha Mikro, Kecil dan Menegah, telah berjalan. Keberhasilan program tersebut harus  dilandasi kesadaran pentingnya membangun kebersamaan dalam semangat OVOP. Jiwa dan  semangat OVOP harus selalu ditumbuhkembangkan di antara para pelaku maupun para  peserta program ini. Untuk menghindari timbulnya program yang tumpang‐tindih, maka  koordinasi antar lintas‐pelaku (sektoral) harus diadakan secara berkala. 

      Agar

 Program OVOP dapat mencapai kesuksesan optimal, maka awal langkah yang  harus dilakukan Tim OVOP Kementerian Koperasi dan UKM adalah sosialisasi Program 

OVOP secara berkesinambungan. menjadi agenda Tim  OVOP. Melakukan pendataan secara  berkala agar teridentifikasi lokasi‐lokasi dan komoditas/produk yang  layak bernaung di  bawah Program OVOP. Supaya program nasional ini dapat berawal dari inisatif masyarakat  pedesaan/daerah. Para pelaku usaha/petani di daerah dan pedesaan dapat secara sukarela  mengerahkan  konsentrasi  pemikirannya  terhadap  suatu  komoditas/produk  yang  paling  sesuai untuk dirinya, lingkungannya dan desa setempat. Bila inisiatif datang dari masyarakat,  kesadaran terhadap risiko keberhasilan atau kegagalan usahanya siap ditanggungnya. Rasa  bertanggungjawab terhadap pilihan jenis usahanya dan unsur kebersamaan dengan prinsip  gotongroyong akan melandasi suksesnya Program OVOP melalui koperasi. 

      Dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya, masing‐masing kelompok masyarakat  pelaku usaha/petani yang secara kultural sudah menganut sifat gotongroyong. Semangat  membentuk  One  Village  One  Product  sepatutnya  harus  mereka  yakini  akan  mampu  meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Menggapai kesejahteraan di dalam suatu  program  yang  berada  di  bawah  naungan  koperasi  adalah  salah‐satu  prinsip  ekonomi  kerakyatan.  Semangat  OVOP  menjadi  landasan  keberhasilan  menumbuhkembangkan  komoditas/produk unggulan di desa/daerah. Sekaligus dapat meningkatkan rasa bangga  masyarakat setempat. Kebanggaan   yang mereka miliki dikemudian hari akan memacu  keberhasilan Program OVOP. 

      Di  dalam  kesempatan  sosialisasi  Program  OVOP,  para  pejabat,  staf,  petugas  Pemerintah  Pusat  maupun  Daerah  sebaiknya  mampu  menggali  dan  membangkitkan  semangat OVOP bagi para peserta program ini. Selain diperlukan komitmen pemerintah  melalui political will, para petanipun harus memiliki komitmen. Rasa saling memiliki dan  rasa kebersamaan perlu disadarkan sebagai landasan dasar keberhasilan Program OVOP. 

Landasan bagi kegiatan dan gerakan koperasi sesuai Undang‐Undang Dasar tahun 1945. 

(26)

lokal maupun internasional. Melihat kenyataan dilapangan, beberapa komoditas/produk  pertanian dari Cina, Thailand, Vietnam, India dan bahkan dari Amerika Serikat, Australia dan  Eropa membanjiri pasar Indonesia.  

      Para petani harus sadar terhadap modernisasi bidang pertanian. Tiga dasar dalam  peningkatan  kualitas  komoditas/produk  dengan  melaksanakan  sesuai  modernisasi  ilmu  pengetahuan pertanian (siences), keterampilan (skill)  dan  kecepatan  (speed).  Memiliki  motivasi bagaimana menyingsingkan lengan‐baju, bekerja keras agar mampu mewujudkan 

siences yang diperolehnya. Melalui siences juga harus mengerahkan skill, dengan siences 

dan  skill  mampu  memacu  speed  dalam  bekerja.  Cepat  mengejar  informasi,  cepat 

menyesuaikan keadaan dan cepat menangkap peluang pasar.  

       Agar para pelaku usaha/petani dapat tergugah semangatnya terhadap Program OVOP, 

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan bimbingan teknis.  Khususnya bagaimana meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, pengolahan produk  dan pemasaran sesuai kebutuhan masyarakat pembeli. Untuk itu, diperlukan penyuluhan  tenaga ahli secara berkesinambungan asgar  para pelaku usaha/petani dapat meningkatkan  kapasitasnya. Pada akhirnya, mereka mampu melaksanakan Program OVOP dengan penuh  semangat. 

      Kebijakan yang diterapkan Kementerian Koperasi dan UKM dalam Program OVOP, 

mensyaratkan agar para petani/pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berkeinginan  mendapatkan  bantuan  teknis, permodalan, pemasaran,  pelatihan,  bimbingan dan lain‐ lainnya harus menjadi anggota koperasi. Persyaratan ini sekaligus dapat membangkitkan  kesadaran serta semangat berkoperasi di antara masyarakat setempat.  

      Konsistensi Program OVOP perlu dijaga. Oleh karena itu, pemerintah harus selalu  konsisten dan konsekuen dalam membina Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah  dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. 

      Pada akhirnya, semangat OVOP dapat membangkitkan serta meningkatkan solidaritas  di antara  para pelaku usaha maupun koperasi di seluruh Tanah Air.    Membangkitkan  semangat OVOP  melalui semangat  gotongroyong  merupakan pengejawantahan  filosofi  perkoperasian yang  berlandaskan demokrasi ekonomi. Sehingga  dalam Program OVOP 

nanti, komoditas/produk unggulan masing‐masing desa/daerah dapat terintegerasi dalam  satu kesatuan jaringan yang bermanfaat bagi akses pemasaran. Pemasaran lokal antar  daerah, di dalam negeri serta pemasaran untuk tujuan ekspor. 

      Intinya, semangat dan jiwa Program OVOP akan melandasi sukses pelaksanaan serta  pengembangan One Village One Product. Sukses OVOP akan menghantarkan kesejahteraan  bagi masyarakat pelaku usaha/petani yang saat ini masih mengayuh kehidupannya tanpa  kepastian masa depan. 

(27)

III.KRITERIA

 

dan

 

TAHAPAN

 

PENGEMBANGAN

 

OVOP

 

      

1.KRITERIA 

      Penetapan  kriteria  di  dalam  pelaksanaan  Program  OVOP  sangat  fundamental.  Kekeliruan dalam penetapan kriteria akan menjadi penghalang pengembangan Program 

OVOP. Kriteria penetapan komoditas/produk adalah sebagai berikut : 

a.Merupakan produk unggulan desa/daerah atau kompetensi inti dan telah dikembangkan  secara turun‐temurun. 

b.Merupakan komoditas/produk khas dan unik dari desa/daerah setempat. 

c.Berbasis pada sumberdaya alam (SDA) setempat/lokal. 

d.Memiliki tampilan dan kualitas produk yang baik. 

e.Memiliki peluang pasar yang luas secara domestik maupun internasional. 

f.Memiliki nilai tambah produk yang tinggi. 

g.Dapat menjadi penghela bagi ekonomi lokal/setempat.   

Sedangkan prinsip‐prinsip  Program  One  Village  One Product  yang  berhasil  dirangkum  Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK adalah sebagai berikut : 

Prinsip Pertama ; Lokal Tapi Global: 

      Pengembangan Program OVOP ditujukan untuk mengembangkan dan memasarkan  satu produk unggulan yang dapat menjadi sumber kebanggaan masyarakat setempat. Ini  merupakan salah‐satu dari 3 (tiga) prinsip dasar Program OVOP.  

      Tujuan Program One Village One Product bukan sekedar  menampilkan kemampuan  membuat cinderamata untuk konsumsi para wisatawan. Namun mampu membuat inovasi  dan kreativitas dalam menghasilkan produk lokal yang khas dan layak pasar. Sisi pemasaran  pun tidak sekedar tergantung dalam memenuhi permintaan pasar lokal, tetapi juga mampu  menembus pasar ekspor. Pengembangan OVOP bertujuan agar dapat mengembangkan dan  memberikan perluasan  pasar bagi  para pelaku usaha/petani, sehingga mampu meraih  reputasi bisnis internasional. 

(28)

minuman keras yang disebut shouchu. Jenis minuman shouchu  sangat tersohor di Osaka  dan Tokyo dengan harga mahal. 

      Di Indonesia contoh‐contoh produk yang menjadi ciri khas suatu desa/daerah dapat  dikembangkan melalui Program OVOP. Kita mengenal antara lain ; Kopi Luwak, kopi yang  memiliki aroma khas dan memiliki nilai tambah. Kopi terdapat di Kintamani (Bali), Lampung,   Ambarawa (Jawa Tengah), Aceh dan Medan. Produk kerajinan Gerabah dari Tabanan (Bali),  Banyumulek (NTB), Plered (Jawa Barat), Kasongan (Yogyakarta) dan Wedi, Kabupaten Klaten  (Jawa Tengah). Produk kerajinan Perak dari Yogyakarta, Kendari (Sulawesi) dan Celuk (Bali).  Kerajinan Bordir, terdapat di Sumatera Barat, Tasikmalaya (Jawa Barat), Kudus (Jawa Tengah  dan Gorontalo. Buah Salak yang terkenal dapat diperoleh di Bali, Desa Turi, Kabupaten  Sleman (Yogyakarta). Salak dapat diolah menjadi manisan dan minuman dengan citarasa  khas.      

             

Inovasi produk dari  bahan baku Buah Salak berpotensi memasuki pasar internasional. 

      Beranekaragam jenis produk Indonesia yang layak dan dapat menjadi andalan masuk  ke pasar internasional. Berbagai kekayaan alam dan karakteristik produk mampu ditawarkan  diajang internasional. Melalui Program OVOP diharapkan dapat diraih peningkatan kualitas  dan keanekaragaman sebagai landasan kiprah Kementerian Koperasi dan UKM. 

      Beberapa contoh produk suatu negara yang sudah terkenal di arena lokal dan global.  Produk dari Thailand banyak yang mampu menembus selera internasional. Salah‐satunya  makanan jenis sup, Tomyangkun digemari di seluruh dunia. Demikian pula Thai Boxing dan 

Thai Massage, mampu merambah ke seluruh dunia. Selain itu, produk kerajinan tenun 

suteranya yang tersohor ke seluruh dunia, bermerek Jim Thompson. 

      Program OVOP pada intinya ditujukan agar masyarakat pelaku usaha/para petani  dapat  menggunakan  sumberdaya  lokal  untuk  dikembangkan  menjadi  produk  bernilai  tambah (added value). Prinsip pertama Program OVOP, merevitalisasi setiap masyarakat  setempat dengan mengerahkan sumberdaya lokalnya untuk menghasilkan produk bernilai  tambah dan sekaligus tetap melakukan konservasi lingkungan. 

Prinsip Kedua ; Kemandirian dan Kreativitas : 

(29)

dengan bidang/sektor masing‐masing. Kehadiran penghela program, harus bisa datang dari  warga setempat. Bukan para pejabat yang datang untuk menentukan produk andalan khas  setempat.  Masyarakat  di  masing‐masing  desa/daerah  diberi  kewenangan  memilih  komoditas/produk yang akan mereka kembangkan. Masyarakat setempat disadarkan agar  mampu  menentukan  pilihan  dan  menyadari bahwa  komoditas/produk  pilihannya akan  merevitalisasi desa/daerahnya. 

      Potensi‐potensi  alam  yang  terdapat  disetiap  pedesaan/daerah  patut  menjadi  perhatian. Bagaimana cara‐cara masyarakat/petani mengembangkan potensi‐potensi yang  dimilikinya  tanpa  merusak  lingkungan.  Kearifan  masyarakat  setempat  akan  mampu  mengikat kebersamaan diantara para pelaku Program OVOP. Keberhasilan Program OVOP 

di suatu desa/daerah diisyaratkan agar memilih tokoh‐tokoh masyarakat (orang‐orang yang  disegani)  yang  menjadi  panutan  setempat.  Panutan  bermanfaat  bagi  penentuan  awal  menetapkan jenis usaha (bisnis) yang akan dijalankan secara bersama‐sama di dalam wadah  koperasi.  Mengacu  pada  prioritas  potensi,  dengan  menampilkan  ciri  khas/keunikan  desa/daerah setempat dan dapat dijadikan andalan bisnis masyarakatnya. 

      Keberhasilan  usaha  masyarakat/petani  pada  akhirnya  dapat  menjadi  “potensi 

regional”.  Program  OVOP  dapat  dijadikan  landasan  kampanye  dalam  memfasilitasi 

pembangunan  regional  melalui  kesadaran  potensi  lokal.  Semangat  kemandirian  harus  didorong  secara  optimal  agar  masyarakat/petani  memahami  arti  kemandirian  yang  sesungguhnya. Tanpa bersandar pada subsidi pemerintah. Perlu dipertimbangkan, untuk  tidak memberikan subsidi secara langsung kepada masyarakat/petani. Ingat pada ungkapan  pepatah “The End Of Money Is The End Of Love”.  

      Pemerintah  Daerah  Provinsi  harus  dilibatkan  dalam  pelaksanaan  Program  OVOP, 

khususnya untuk pemberian bantuan yeknis. Sebagai contoh, menyediakan panduan bagi  para petani, bagaimana melaksanakan pengembangan Jamur Shitake secara benar dan baik.  Bagaimana menciptakan jenis minuman baru serta mengolah produk‐produk tradisional  menjadi jenis makanan dan minuman yang dapat dijadikan bisnis global. 

      Pemerintah Daerah Provinsi juga dapat terlibat dalam kegiatan promosi. Promosi di  kota‐kota  besar  di  mana  Pemerintah  Daerah Provinsi  dapat  berperan  sebagai  penjual  komoditas/produk hasil kreativitas masing‐masing desa, kecamatan dan kota. Akses pasar  perlu  dibina  bersama‐sama  secara  profesional.  Masing‐masing  pelaku  harus  mampu  membiayai kegiatan setiap  usaha (bisnis) yang dilakukan diwilayahnya. 

      Secara  umum  masyarakat  pelaku  usaha/petani  harus  dibebaskan  memilih  komoditas/produk‐produk  khusus  yang dapat dikembangkan di  dalam  wadah Program 

OVOP.  Masing‐masing  juga  harus  sanggup menanggung risiko atas kegiatan usahanya. 

(30)

dipergunakan untuk promosi, bersumber dari donasi pihak swasta atau para sponsor. Di  samping itu, pihak Pemerintah Daerah Provinsi atau donatur memberikan penghargaan  kepada perorangan atau kelompok yang berprestasi.  

      Kemandirian  dan  kreativitas  menjadi  prinsip  kedua  dalam  Program  OVOP. 

Pengembangan  sumberdaya  manusia  (SDM)  menjadi  kunci  penting  ketika  dilakukan  revitalisasi kawasan. Mendayagunakan dan memanfaatkan masyarakat pelaku usaha/petani  menjadi kata kunci bagi seluruh kegiatan kehidupan dalam berusaha (berbisnis). 

Prinsip Ketiga : Pengembangan Sumberdaya Manusia : 

      Melalui Program OVOP dapat dilakukan pengembangan sumberdaya manusia (SDM)  sebagai komponen terpenting dalam mengkampanyekan Program OVOP. Seluruh kegiatan  yang dilakukan masyarakat pelaku usaha/petani harus menghasilkan nuansa khas dan unik  di desa/daerahnya. Mereka harus terpacu mendorong sumberdaya manusia disekitarnya  agar mampu berinovasi dan berkreasi. Berani menghadapi tantangan‐tantangan baru di  sektor industri, pertanian, pariwisata, pemasaran dan sektor‐sektor lainnya. 

      Sebagai contoh, untuk memenuhi tuntutan kemampuan sumberdaya manusia yang  terampil pemerintah Jepang mendirikan “The Land Of Abundance Training School”. Tempat  pendidikan  sejenis  sekolah  kejuruan  untuk  mendidik  masyarakat  agar  menjadi  lebih  terampil. Pendidikan dilaksanakan pada sore hari, murid‐muridnya terdiri dari para petani,  kaum ibu, karyawan koperasi, guru sekolah dan pekerja kantor. 

      Agar  Program  OVOP  di  Indonesia  dapat  berkembang  sesuai  Instruksi  Presiden  No.6,Tahun 2007, maka langkah‐langkah pengembangan sumberdaya manusia (SDM) dapat  segera dilaksanakan sesuai kebutuhan setempat. Daerah/desa pertanian harus didukung  oleh para petani handal. Alih generasi di bidang pertanian terletak pada kesadaran generasi  muda setempat. Oleh karena Program OVOP harus mampu melibatkan   generasi muda  setempat agar  jangan hijrah  ke  tempat  lain.  Di  Plaga,  Kabupaten  Badung  (Bali)  telah  didirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pertanian. Di sekolah ini para siswa/siswi  dididik untuk menjadi petani unggulan di desa/daerahnya.  Peningkatan kualitas SDM sudah  saatnya ditata secara moderen dan komprehensif. 

(31)

      Dalam rangka pelaksanaan Program OVOP di Indonesia, diharapkan Pemerintah Pusat  dan Pemerintah Daerah Provinsi dapat saling menopang memberikan penididikan/pelatihan  kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan perlu dibangun sesuai kebutuhan di masing‐masing  desa/daerah.  Sehingga  pelaksanaan  Program  OVOP  tidak  berhenti  hanya  pada  satu  generasi.  Melalui  Sekolah  Menengah  Kejuruan  maka  regenerasi  bidang  usaha  yang  sebelumnya ditekuni para pendahulunya dapat dilanjutkan. Alih generasi untuk pelestarian  usaha/kegiatan  turun‐temurun  sudah  harus  disiasati  dengan  berbagai  upaya.  Melalui  Program OVOP tentunya pemerintah dapat sekaligus menumbuhkembangkan pendidikan  yang sesuai dengan situasi, kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakat setempat. Sehingga  tidak  terjadi  hijrah  penduduk  dari  tempat  asalnya  ke  tempat  lain  karena  kelangkaan  lapangan kerja. 

 

  

Menteri Negara Koperasi dan UKM, DR.Syarief Hasan MM,MBA, menikmati Kopi Kintamani (atas paling kiri).  Bersama para petani/pengusaha kecil anggota KSU Bale Dana Mesari di Bangli, Bali (bawah, tengah).       

       

        

(32)

2.TAHAPAN PENGEMBANGAN

 

      Kementerian

 Koperasi dan UKM mengawali kegiatan One Village One Product pada  tahun 2008. Tahapan pengembangan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 

A. Tahun Pertama (Koordinasi): 

1. Identifikasi potensi yang diusulkan daerah untuk dikembangkan melalui pendekatan 

OVOP. 

2. Mengadakan rapat koordinasi dan evaluasi penetapan lokasi pengembangan Program 

OVOP yang memenuhi kriteria seleksi. 

3. Menyusun  Rencana  Tindak  Pengembangan  OVOP  di  masing‐masing  lokasi/daerah  potensial ditetapkan. 

4. Identifikasi  peran  Koperasi  dan  UKM  penghela  di  daerah  potensial  yang  sudah  ditetapkan. 

5. Melakukan sosialisasi konsep pengembangan Program OVOP di lokasi terpilih. 

6. Tindaklanjut rancana aksi (action plan) yang sudah ditetapkan dan mungkin dilakukan  pada tahun pertama. 

B. Tahun Kedua (Kerjasama): 

1. Peningkatan nilai tambah komoditasa/produk unggulan melalui industri pengolahan 

(processing) agar dapat menghasilkan value chain. 

2. Peningkatan  akses  pasar  komoditas/produk  yang  dihasilkan  melalui  temu  usaha 

(business matching) serta melakukan promosi diajang lokal dan internasional. 

3. Peningkatan supply chain produk unggulan OVOP. 

4. Peningkatan kapasitas SDM melalui pendampingan, penyuluhan, pelatihan dan studi  banding. 

C. Tahun Ketiga (Kelanjutan): 

1. Peningkatan akses  pasar komoditas/produk unggulan melalui industri pengolahan 

(processing) yang memberikan value chain. 

2. Peningkatan  akses  pasar  komoditas/produk  yang  dihasilkan  melalui  temu  usaha 

(business  matching)  serta  promosi  produk  unggulan  OVOP  diajang  lokal  dan 

internasional. 

(33)

4. Peningkatan kapasitas SDM melalui pendampingan, penyuluhan, pelatihan dan studi  banding. 

D. Tahun Keempat (Peningkatan Berkelanjutan): 

1. Peningkatan dan perluasan pendampingan komunitas masyarakat lokal sesuai dengan  potensi ekonomi daerah. 

2. Peningkatan nilai tambah produk melalui industri pengolahan dan memberi kemasan 

(packaging). 

3. Peningkatan promosi ekonomi masyarakat secara menyeluruh (budaya, produk dan  potensi alam) ditingkat provinsi. 

4. Peningkatan  promosi  komoditas/produk  unggulan  OVOP  secara  nasional  dan  internasional (festival dan ajang pameran). 

E. Tahun Kelima (Lanjutan): 

1. Peningkatan dan perluasan pendampingan komunitas masyarakat lokal sesuai potensi  daerah setempat. 

2. Peningkatan nilai tambah produk melalui pengolahan dan memberi kemasan. 

3. Peningkatan promosi ekonomi masyarakat secara menyeluruh (budaya, produk dan  potensi alam). 

4. Peningkatan  promosi  produk  unggulan  OVOP  secara  nasional  dan  internasional  (festival dan ajang pameran). 

 

      Dari berbagai diskusi yang dilakukan Tim OVOP, maka beberapa persoalan penting  untuk diperhatikan agar Program OVOP dapat berhasil dilaksanakan, yaitu : 

1. Program OVOP dapat dilaksanakan tanpa perintah atau paksaan dari pihak pemerintah,  namun merupakan minat dan tekad yang datang dari masyarakat di pedesaan/daerah  setempat. 

2. Program OVOP tidak sepenuhnya mengandalkan pembiayaan oleh subsidi atau anggaran  dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 

(34)

4. Masyarakat  setempat  menentukan  komoditas/produk  khas  dan  sesuai  untuk  desa/daerahnya masing‐masing. Mereka dapat mengolahnya serta meningkatkan mutu  berdasarkan teknologi tepat‐guna untuk meningkatkan nilai tambah (added value).  5. Nilai tambah dari hasil Program OVOP perlu diilustrasikan dengan membandingkan 

barang‐barang konsumsi lainnya, sehingga memperjelas nilai laba yang diperoleh setelah  mengikuti program tersebut. 

6. Pemerintah  dapat  memberikan  bimbingan  teknis  untuk  pengolahan  produksi  dan  pemasaran produk sesuai kebutuhan masyarakat setempat. 

7. Dalam Program OVOP harus diupayakan agar tidak mengembangkan pola meniru, karena  hal  tersebut  tidak  menguntungkan.  Setiap  desa/daerah  harus  mampu  menyajikan  keunikan dengan ciri khas produk yang dipilihnya. Peranan pemerintah untuk dapat  membuat persaingan sehat antar desa dengan memanfaatkan keunikan masing‐masing  desa/daerah. 

8. Komoditas/produk  lokal  akan  lebih  menarik  perhatian  dari  luar  daerah  mereka.  Masyarakat setempat akan bangga terhadap komoditas/produik yang dikembangkannya,  dan  pembangunan  wilayah  tersebut  akan  menciptakan  lapangan  kerja.  Sehingga  urbanisasi dapat tercegah. 

9. Perlu  dilakukan  penyuluhan  oleh  tenaga  ahli  secara  berkala  untuk  meningkatkan  kapasitas masyarakat pelaksana Program OVOP. 

 

       

     

      

          

 

 

 

 

(35)

IV.RINTISAN

 

ONE

 

VILLAGE

 

ONE

 

PRODUCT

 

 

      Untuk mencapai keberhasilan optimal, penentuan lokasi proyek percontohan (pilot  project) model One Village One Product memerlukan ketelitian dan data yang akurat. Dari  hasil survey/penelitian yang dilakukan Tim OVOP, maka sesuai kriteria yang ditetapkan  Kementerian Koperasi dan UKM, lokasi awal yang dijadikan proyek percontohan pertama  adalah bidang pertanian.   Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut di Provinsi Jawa Barat  terpilih dalam kegiatan sektor hortikultura. 

      Pilihan Desa Warung Kondang, Kabupaten Cianjur, ditetapkan Kementerian Koperasi  dan  UKM  dengan  mempercayakan  kepada  Koperasi  Mitra  Tani  Parahyangan  sebagai  lembaga  yang  memiliki  kegiatan multiguna bagi  para  anggotanya. Di Desa  Cisurupan,  Kabupaten Garut kegiatan Program OVOP dipercayakan kepada KUD Mandiri Cisurupan.        Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK melangkah lebih lanjut. Menetapkan  agar Program OVOP menentukan tenaga ahli sebagai mitra kerjanya. Tenaga ahli yang dapat  memberikan pelatihan serta pendampingan para petani di lokasi‐lokasi proyek percontohan  tersebut. 

      Melalui  Institut  Pertanian  Bogor  (IPB),  Kementerian  Koperasi  dan  UKM  menjalin  kerjasama dengan Misi Teknik dari Taiwan yang memiliki keahlian di bidang pertanian.  Untuk itu Tim OVOP yang dipimpin Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK menjajagi  kemungkinan‐kemungkinan dukungan dan bimbingan teknis yang dapat diberikan oleh misi  Taiwan. Penjajagan dilakukan melalui peninjauan ke beberapa lokasi sentra sayur‐mayur  binaan Misi Teknik Taiwan di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.  

      Dari hasil peninjauan disimpulkan, bahwa sayur‐mayur yang dikembangkan dikedua  lokasi tersebut dapat meningkatkan penghasilan para petani setempat. Dari keberhasilan  Misi  Teknik  Taiwan  membina  para petani, Kementerian  Koperasi  dan  UKM  kemudian  menjalin kerjasama. Implementasi Program OVOP di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten  Garut serta di  Kabupaten Bangli diserahkan kepada Misi Teknik Taiwan. Misi  ini akan  memberikan  pelatihan  pertanian  moderen,  bimbingan  peningkatan  kualitas  komoditas  unggulan,  bimbingan  membuat  kemasan  yang  sesuai  dengan  komoditas.  Sekaligus   mencarikan perluasan akses pasar.  

(36)

      Tahun 1980, Misi teknik Taiwan ini melakukan budidaya sayuran bernilai ekonomis  tinggi, pengembangan percontohan tanaman buah, produksi kedelai, budidaya kambing  perah dan kambing potong, mengembangkan produk susu kambing, budidaya perikanan,  pengembangan budidaya jamur Edibel dan proses makanan. 

      Kemudian pada tahun 1990, memperkenalkan model pembentukan kelompok tani  yang lazim diterapkan di Taiwan, membina usaha agrobisnis. Proyek usaha agrobinis ini  menselaraskan dengan sumberdaya setempat, mengembangkan produk pertanian sesuai  potensi  pasar,  mengeterapkan  teknik  pertanian  moderen,  mendorong  pertumbuhan  industri hortikultura dan usaha agrobisnis di Indonesia, membangun sistem pemasaran yang  efektif serta meningkatkan pendapatan para petani. Intinya, menjaga supply dan demand.        Tugas  utama  Misi  Teknik  Taiwan,  memperkenalkan  pengalaman  pertumbuhan  pertanian di Taiwan, meningkatkan pendapatan para petani Indonesia, meningkatkan taraf  hidup  masyarakat  di  pedesaan.  Tak  terkecuali  mempererat  hubungan  bilateral  antara  Taiwan dengan Indonesia, melalui hasil kerjasama di bidang pertanian. Kerjasama yang  sudah direalisasikan Misi Teknik Taiwan dengan Kementerian Pertanian, Badan Bimbingan  Massal Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa  Yogyakarta dan Institut Pertanian Bogor. 

      Implementasi  lapangan  yang  dilakukan  Misi  Teknik  Taiwan  dilaksanakan  secara  bertahap. Dimulai melakukan pelatihan dan kunjungan, membuat green house sebagai  proyek  percontohan,  pengembangan  percontohan,  cara  menanam  dan  memelihara,  pelatihan kebersihan, memperkenalkan sistem kemasan serta melaksanakan akses pasar. 

 

 

          

(37)

1.LOKASI AWAL

      

      Pendekatan  melalui  Program  One  Village  One  Product  merupakan  upaya 

mengembangkan komoditas/produk unggulan pedesaan/daerah yang harus dilaksanakan  secara terintegrasi dengan menggunakan sumberdaya alam. Dapat melaksanakan industri  pengolahan,  pengemasan  hingga  pemasarannya.  Bertujuan  untuk  meningkatkan  nilai  tambah melalui rantai nilai (value chain) dan rantai suplai (supply chain).  

A.Pelaksanaan program Rintisan Agribisnis One Village One Product (OVOP) yang dilakukan  Kementerian  Koperasi  dan  UKM  telah  dimulai  pada  tahun  2008.  Diawali  melalui  pengembangan produk unggulan bidang pertanian, sektor hortikultura dengan melibatkan  Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang beranggotakan 328 orang, berlokasi di Kecamatan  Warung Kondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. 

      Para petani anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan menekuni sektor hortikultura  sayur‐mayur secara turun‐temurun. Sebagian besar berprofesi sebagai petani dan sebagian  kecil adalah buruh tani. Pada tanggal 24 Juni 2008, dilaksanakan uji coba lapangan model  pengembangan hortikultura melalui pendekatan OVOP. Pelaksanaan dilakukan oleh Institut  Pertanian Bogor (IPB) dan Misi Teknik Taiwan ADC Cikarawang, Bogor bersama para petani  sayur‐mayur. 

(38)

                

Menteri Negara Koperasi dan UKM, DR.Syarief Hasan MM,MBA, (kanan pertama) meninjau hasil Sayur‐ Mayur para petani anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan di Warung Kondang, Cianjur. 

    

                  

Kepala Pemasaran Koperasi Mitra Tani Parahyangan menimbang Buah Labu hasil seorang petani anggota  koperasi (kiri). Hasil Sayur‐Mayur para petani siap kirim ke Pasar Swalayan di area Cipanas dan sekitarnya  (kanan). 

 

          

(39)

      Pelaksanaan kegiatan kerjasama dengan pihak Misi Teknik Taiwan meliputi; identifikasi  komoditas  sesuai  permintaan  pasar,  bimbingan  teknologi  budidaya,  pasca  panen,  pensortiran/pemilihan komoditas/produk, pengemasan, pemasaran dan bantuan membuka  peluang pasar baru di dalam dan di luar negeri.  

      Sebagai ilustrasi dapat disampaikan kondisi para petani anggota Koperasi Mitra Tani  Parahyangan, sebagai berikut : 

a. Pengiriman  sayur‐mayur  masih  dilakukan  dengan  truk  bak  terbuka,  sehingga  mengakibatkan penolakan oleh para konsumen/pembeli. Penolakan disebabkan karena  kerusakan mencapai 30% yang diakibatkan karena transportasi tak memadai. Kerugian  mencapai sekitar Rp.1 Juta hingga Rp.2 Juta/hari. 

b. Koperasi Mitra Tani Parahyangan Unit Beras, memasarkan beras unggulan Kabupaten  Cianjur, jenis Pandanwangi 4 Ton/bulan seharga Rp.10.000,‐/Kg dan beras jenis IR‐64  sebanyak 12 Ton/bulan seharga Rp.7.500,‐/Kg. 

c. Jumlah penyerapan tenaga kerja sejumlah 94 orang yang terlibat usaha sayur‐mayur dan  untuk kegiatan usaha beras 86 orang. 

d. Pada saat ini anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan terdiri dari 86 orang anggota  untuk Unit Beras, 41 orang anggota untuk Unit Usaha Saprotan dan 201 orang anggota  untuk Unit Usaha Sayur‐Mayur. 

      Dari hasil penelitian Tim OVOP, maka disepakati pihak Tim Teknis Taiwan dengan  Koperasi Mitra Tani Parahyangan akan melaksanakan kerjasama. Bantuan Tim Teknis Taiwan  meliputi; teknis peningkatan kualitas produk hasil pertanian (kacang kapri) standar ekspor.  Langkah  awal  kerjasama  dilaksanakan  melalui  pelatihan  penanaman  kacang  kapri.  Permasalahan mendasar yang dihadapi, konsistensi mempertahankan standar kualitas dan  merebaknya serangan hama. Walaupun demikian, para petani setempat sudah berhasil  mengembangkan penangkaran kacang kapri beserta pemeliharaannya. Selain itu, melalui  bimbingan Misi Teknik Taiwan diperoleh peningkatan kualitas dan kuantitas komoditas  sayur‐mayur. 

      Dalam rangka menjaga kualitas dan memperlancar pemasaran, Kementerian Koperasi  dan UKM menghibahkan 1 (satu) unit kendaraan pendingin (cooling unit). Sarana cooling  unit ini dapat mengurangi penolakan (reject) dari 30% menjadi 15%. Selisih angka tersebut  merupakan pendapatan murni bagi para petani. Sedangkan Koperasi Tani Parahyangan  dapat meraih keuntungan (laba) s

Referensi

Dokumen terkait

recorder  lingkungan sekitar  kekayaan alam Iadonesia  Sumber daya di Indonesia (alam maupun manu- sia )  Tempat- tempat usaha atau berlang- sungnya kegiatan

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman kekayaan alam dan juga kebudayaan, hal ini yang menjadi daya tarik dan juga ciri khas dari Indonesia.. Kekayaan alam

Dalam mencermati pembangunan yang semakin melupakan kelestarian alam, perlu adanya pengkajian lebih lanjut akan sejauh mana pemanfaatan lingkungan sebagai modal alam

Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sebagai satu-satunya miniatur Indonesia terlengkap di dunia yang memaparkan kekayaan alam, aneka warna seni dan budaya daerah,

Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dapat diolah sebagai pewarna alam melalui teknik ecoprint. Teknik ecoprint adalah proses mencetak warna dan bentuk tumbuhan

PERANAN KOMUNITAS PEDULI LINGKUNGAN DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT AKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN.. Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu

724 HUMANIORA Vol.2 No.1 April 2011: 722-730 Warna, yaitu: (1) strengths: belum ada buku nama warna khusus dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan nama-nama kekayaan

ISO Sistem Manajemen Lingkungan perusahaan Showa Indonesia Manufacturing yakni melindungi dan memelihara kelestarian alam dan seisinya, membuang sampah/limbah sesuai