• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

3.1.2 Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek

3.1.2.2 Memiliki Percaya Diri karena Prinsip dan

Citra diri wanita K’tut Tantri dalam aspek psikis terlihat ketika ia memberikan penjelasan supaya tidak dituduh sebagai orang yang lancang karena memasuki istana

Raja Bali yang ia anggap sebagai pura. K’tut Tantri memberikan alasan yang sejujurnya dan tidak berbohong mengenai alasannya memasuki istana Raja Bali. Rasa

keingintahuan yang sangat besar mendorongnya untuk lebih mengetahui segala

sesuatu yang ada di Pulau Bali.

K’tut Tantri dianggap sebagai turis yang akan menikmati segala sesuatu yang

ada di Pulau Bali. Namun, anggapan Anak Agung Nura sebagai putera Raja Bali

salah. K’tut Tantri bukan seorang turis, ia adalah seniman yang berharap akan dapat

hotel orang Belanda dan ingin segera meninggalkan hotel itu. Hal ini terdeskripsikan

dalam kutipan berikut:

(55) Tidak, Anak Agung Nura. Saya bukan turis. Saya datang ke pulau Anda ini dengan maksud untuk menetap selama-lamanya di sini. Saya berharap akan bisa melukis di sini dan mengikuti gaya hidup rakyat di sini yang damai dan tenteram.

(56) Kujelaskan bahwa aku sudah tidak tahan lagi tinggal dalam hotel Belanda yang penuh dengan turis, dan karenanya berangkat ke pedalaman dengan ikrar bahwa aku akan tinggal di mana mobilku berhenti karena kehabisan bensin (hlm. 38).

Kutipan di atas mendeskripsikan bahwa, K’tut Tantri adalah orang yang sangat penuh dengan kepercayaan diri dan memiliki prinsip hidup yang kuat serta

yakin dengan apa yang dijalaninya. Ia menjelaskan mengenai maksud dan tujuan

datang ke Pulau Bali. Dengan rasa percaya diri, ia menjelaskan segala sesuatunya

tanpa rasa takut. Hal seperti ini menggambarkan citra diri wanita dalam aspek psikis

seorang tokoh utama yang memegang teguh perinsip hidupnya.

Sikap percaya diri dan tetap dalam pendirian terdeskripsi ketika K’tut Tantri mendapat surat pengusiran dari pihak Belanda. Tetapi, K’tut Tantri yang memiliki

sifat percaya diri dan tetap dalam pendirian menolak surat pengusiran itu, penolakan

itu langsung di hadapan kontrolir Denpasar. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan

berikut:

(57) Silahkan mencobanya, tukasku. Sama-sama sekali tidak berniat pergi, kalau tidak ada alasan sama sekali. Ini namanya tindakan sewenang-wenang. Coba saja menaikkan diri saya ke kapal dengan jalan paksa. Anda pasti menyesal! Lihat saja nanti! (hlm. 107).

Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri yang terdeskripsi pada kutipan di atas

adalah seorang yang keras kepala terhadap hal yang bertentangan dengan penjajahan.

K’tut Tantri tetap dalam pendirian dan percaya diri saat menghadapi kontrolir. Sikap

yang seperti ini yang digambarkan pengarang untuk karakter tokoh utama dalam

novel Revolusi di Nusa Damai.

K’tut Tantri sangat menyadari tindakannya yang sangat berbahaya dan akan

menimbulkan masalah bagi dirinya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

(58) Aku sebenarnya sudah sejak awal menyadari bahwa kegiatanku mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia, suatu saat akan menimbulkan kesulitan besar bagi diriku. Namun seperti sekian banyak pejuang, aku hanya memikirkan bahaya yang mungkin mengancam teman-teman seperjuangan. Saat itu aku masih tetap merasa aman. Padalah ada desas-desus kuat yang berasal dari sumber yang bisa dipercaya, yaitu para pelawan perwira Jepang yang tinggalnya di blog yang bersebelahan, bahwa di daerah situ sering diadakan pemeriksaan dari rumah ke rumah (hlm. 158).

Kutipan di atas mendeskripsikan mengenai citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis yang menyadari atas tindakannya untuk mendukung kemerdekaan

Indonesia. Namun, ia masih tetap merasa aman karena belum ada tindakan yang

cukup berarti dari Jepang kepadanya. K’tut Tantri juga terlihat sangat tenang, walau saat itu terdengar kabar bahwa di daerah tempat tinggalnya sering diadakan

pemeriksaan oleh Jepang. Hal ini menunjukkan ketenangan hati seorang K’tut Tantri. Ketabahan dan keteguhan hati K’tut Tantri terlihat jelas pada saat ia ditahan

diperiksa. Hal ini menunjukkan bahwa, K’tut Tantri adalah orang yang tidak suka

ingkar janji. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

(59) Agen rahasia Amerika! Aku hampir tertawa, kalau tidak sedang setengah mati ketakutan saat itu. Itu kan tidak masuk akal, sama sekali tidak benar. Jawabku. Frisco Flip pernah beberapa kali mengatakan padaku bahwa kami beraksi atas tanggung jawab sendiri, tanpa pertalian sedikit pun dengan dinas rahasia Amerika. Flip selalu mengatakan, ia hanya melakukan kewajibannya selaku warga Negara Amerika, seperti halnya sang professor yang melakukan kewajibannya untuk Cina, sekutu Amerika Serikat. Tetapi tentu saja itu tidak kukatakan pada para pemeriksa (hlm. 161).

Disaat K’tut Tantri merasa ketakutan, ia tetap tidak mau mengatakan yang

sebenarnya kepada pemeriksa Jepang. Hal ini terlihat jelas pada kutipan di atas. Apa

saja yang diketahu oleh K’tut Tantri, ia tetap tidak memberitahukan kepada para

pemeriksa Jepang. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsikan dalam kutipan di atas sebagai orang yang selalu dalam pendirian dan

tidak suka ingkar janji.

Setelah ditawan di penjara selama tiga minggu tanpa alasan yang jelas, ia

dibebaskan. Namun, sebelum dibebaskan K’tut Tantri ditawari rumah dan segala kemewahan jika mau menjadi penyiar radio Jepang. K’tut Tantri sama sekali tidak

menyetujui permintaan kerjasama itu. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

(60) Mempertimbangkannya saja aku tidak mau. Saat itu tubuhku sudah lemah sekali karena perlakuan kasar yang kualami. Tetapi aku masih cukup memiliki kekuatan untuk bersikap tegar mengenai persoalan itu. Bagaimana pendapat Anda tentang wanita Nippon yang menjadi penyiar radio untuk Amerika dalam perang sekarang ini? Tanyaku (hlm. 166).

Keteguhan hati yang tidak mudah tergoda membuat K’tut Tantri tidak

menerima permintaan kerjasama yang ditawarkan oleh Jepang. Hal ini

terdeskripsikan sangat jelas dalam kutipan di atas. K’tut Tantri ditawari menjadi penyiar radio Jepang yang ditujukan untuk Amerika, ia saat itu sama sekali tidak

tertarik. K’tut Tantri sama sekali tidak memikirkan permintaan itu, permintaan itu

langsung ditolak.

Selain keteguhan hati, K’tut Tantri merasa semangatnya mulai tumbuh lagi ketika dijenguk oleh Pito dan kawan-kawannya. Ia menawarkan diri untuk bergabung

dan membaur dengan rakyat Indonesia. K’tut Tantri menegaskan bahwa dirinya akan

menjadi mata dan lidah untuk Pito. Hal ini terdeskripsi dalam kutipan berikut:

(61) Apa pun yang akan terjadi kemudian hari, aku hendak membaurkan nasibku dengan rakyat kalian, kataku pada para pemuda yang masih berdiri sambil menunggu dihadapanku. Tidak ada pilihan lain bagiku, kecuali mendampingi Indonesia yang sedang menghadapi saat-saat menentukan ini. Pada Pito kutambahkan, ajaklah aku, Pito manis, karena kini akulah yang akan menjadi mata dan lidahmu. Aku akan menolongmu memperoleh penukaran yang benar, dan akan kutunjukan jalan padamu. Aku akan melakukannya, atau mati dalam usahaku itu (hlm. 213).

Kutipan di atas mendeskripsikan bahwa, citra diri wanita tokoh K’tut Tantri

dalam aspek psikis memiliki semangat lagi dan bersedia membantu Indonesia. Ia

merasa bersemangat lagi karena didatangi Pito dan kawan-kawannya. Kecintaan

K’tut Tantri pada Indonesia tidak pernah luntur, itu terbukti dalam kutipan di atas. Ia

sama sekali tidak memperdulikan apa yang akan terjadi nanti, penyiksaan Jepang

Selain semangat, K’tut Tantri memiliki keteguhan hati. Hal ini terbukti ketika ia mendapat tawaran uang jika mau untuk tidak mencampuri urusan Indonesia lagi.

Namun, dengan sikap tegas dan sangat mencintai Indonesia, K’tut Tantri menolak

tawaran itu. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

(62) Rupanya besar sekali kepentingan kalian di Indonesia, sehingga mau mencoba taktik seperti ini, kataku mencemooh. Rakyat Indonesia berjumlah tujuh puluh juta jiwa. Biarpun Anda serta konco-konco Anda bersedia menawarkan sejuta gulden untuk setiap orang Indonesia, aku masih tetap takkan bisa dibujuk untuk menghianati tanah air pilihanku itu. Mungkin saja orang Indonesia akan melupakan diriku apabila Negara itu sudah benar-benar merdeka. Kenapa tidak? Aku kan hanya ombak kecil ditengan alun banjir semangat kemerdekaan. Bertahun-tahun lamanya aku hidup di bawah kekuasan penjajahan Belanda. Sedikit sekali kebajikan yang kualami waktu itu, sedang keburukan bertumpuk-tumpuk. Apa sebabnya orang Belanda di Holland berteriak marah ketika Nazi melanda negeri itu dan merampasnya habis-habisan, tetapi kini setelah Sekutu membebaskan Holland mereka hendak melakukan tindakan serupa terhadap Indonesia? Tiga abad lamanya kekaraan Indonesia mengalir ke Negeri Belanda. Tidakkah kini sudah waktunya arus itu harus dikembalikan ke Indonesia, setidak-tidaknya sebagian daripadanya (hlm. 355).

(63) Aku sudah tidak bisa mengendalikan diriku lagi. Begitu ia keluar, kubanting pintu keras-keras. Air mataku berlinang-linang. Terbayang dimataku wajah-wajah ramah Bung Karno, serta kawan-kawanku Bung Amir, Pito dan para pejuang di Jawa Timur. Terngiang ditelingaku suara mereka yang hangat, penuh kasih sayang, serta rasa percaya pada diriku. Itulah hartaku yang sejati. Dibandingkan dengannya, seratus ribu perak uang Belanda sama sekali tak ada artinya (hlm. 355-356).

Kedua kutipan di atas mendeskripsikan citra diri wanita dalam aspek psikis

tentang keteguhan hati K’tut Tantri yang tidak tergoda akan tawaran uang. Ia juga

tidak akan merasa marah jika Indonesia melupakannya ketika nanti telah merdeka.

Sikap rendah hati K’tut Tantri membuatnya tabah menghadapi semua peristiwa yang

dihadapinya. Ia berpendapat bahwa sudah saatnya kekayaan Indonesia yang dulu

Dokumen terkait