• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

3.1.2 Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek

3.1.2.7 Memiliki Sikap Peduli dengan Sesama

Anak Agung Nura mengambil keputusan untuk menikahi K’tut Tantri. Anak

Agung Nura menganggap bahwa, K’tut Tantri adalah wanita yang patut untuk

dilindungi. Namun, K’tut Tantri tidak bisa menerima lamaran dari Anak Agung Nura. Ia tidak mau kalau sampai harus mengorbankan orang lain demi keselamatan dirinya

(81) Di Bali kami diperolehkan beristri lebih dari satu. Lagi pula, kau kan tahu bagaimana hubungannya dengan Ratri. Ya, aku tahu ini mengandung beberapa hal yang merugikan, mungkin untuk kita berdua. Tetapi kau akan aman. Kau akan menjadi orang Bali. Belanda takkan berani menjamahmu lagi. Di sinilah tempatmu. Kau sudah menciptakan tempat di sini untukmu (hlm. 109).

(82) Tidak, Nura-itu tidak mungkin. Aku tidak bisa menerima pengorbanan yang sebegitu besar darimu. Belanda pasti takkan memaafkan dirimu. Kau akan terpaksa melepaskan segala cita-cita demi bangsamu. Tidak, perjuanganku harus kuselesaikan sendiri. Sekarang pun keadaanmu sudah lebih berbahaya dari pada aku, apa pun yang terjadi nanti. Kau sahabat baikku. Saudaraku! Aku tidak bisa menyebabkan dirimu semakin terancam. Aku ini datang ke Bali karena ingin mendapat kebebasan untuk diriku sendiri. Bukan untuk merebut kebebasan orang-oarng yang kusayangi (hlm. 109).

Anak Agung Nura menganggap bahwa K’tut Tantri adalah wanita asing yang

patut mendapat pertolongan. Secara tidak langsung, Anak Agung Nura menganggap

K’tut Tantri adalah wanita yang lemah. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis yang terdeskripsi pada kutipan di atas menunjukkan bahwa, ia tidak mau

melibatkan orang lain dalam masalah yang sedang dihadapinya. Ia tidak rela jika

harus melibatkan orang lain yang disayanginya demi keselamatan sendiri. Dalam

kutipan, K’tut Tantri terdeskripsi sebagai orang yang bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya, sehingga ia tidak mau melibatkan siapa saja demi

keselamatannya.

K’tut Tantri tidak ingin mengulangi kesedihannya. Ia tidak ingin kehilangan Pito, orang yang juga disayanginya. K’tut Tantri berusaha untuk menghalangi Pito

pergi ke Sulawesi. Kepergian Pito ke Sulawesi untuk tugas menyelidiki Kapten

Westerling yang terkenal sangat kejam. Kapten Westerling merupakan utusan

menghalangi kepergian Pito dengan cara meminta Bung Amir mengganti Pito dengan

orang yang lebih tua. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

(83) Aku bergedik, membayangkan seorang pemuda yang belum berpengalaman diutus ke Sulawesi untuk menyelidiki perbuatan seorang gila. Bagaimana kalau Pito sampai jatuh ke tangan Westerling? Kucacat dalam hati untuk meminta Bung Amir agar mempergunakan pengaruhnya untuk mengganti Pito dengan orang lain yang lebih tua. Tetapi tentu saja aku tidak bilang apa-apa pada Pito sendiri (hlm. 297).

Dalam kutipan di atas terdeskripsikan mengenai ketidakinginan dan ketakutan

K’tut Tantri akan kehilangan seseorang yang disayanginya. K’tut Berusaha untuk

mencegah atau menggagalkan kepergian Pito ke Sulawesi. Kutipan di atas

mendeskripsikan bahwa, K’tut Tantri mengalami ketakutan akan kehilangan seorang

yang disayanginya. Ia berusaha mencegah kepergian Pito dengan cara meminta Bung

Amir mengganti Pito dengan orang yang lebih tua. Hal ini terlihat sekali bahwa K’tut

Tantri masih terbayang ketakutan karena kehilangan Anak Agung Nura dan tidak

ingin hal ini menimpa Pito. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis

terdeskripsi selalu melindungi orang yang disayanginya.

K’tut Tantri merupakan wanita asing yang begitu mencintai Indonesia, ia rela

mengambil resiko untuk membantu gerakan kemerdekaan Indonesia. K’tut Tantri juga rela untuk membantu para pejuang Indonesia. Ia membagi kamarnya untuk

tempat beristirahat para pejuang. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

(84) Aku merasa malu ketika memandang kamarku yang luas dan nyaman. Dua tempat tidur yang besar-besar dalam kamar, serta sebuah dipan di beranda. Masing-masing tempat tidur besar itu bisa ditempati empat pemuda bertubuh kecil itu. Aku tidak bisa menyerahkan kamarku, karena di hotel tidak ada wanita lain dengan siapa aku

bbisa tinggal sekamar. Tetapi aku bisa saja membagi kamarku dengan para pejuang kemerdekaan yang sudah capek berperang itu. Akhirnya sebelum aku bisa berubah pikiran atau bahkan merenungkan perbuatanku, kamar tidurku sudah terisi dengan sepuluh pejuang yang tidur pulas. Delapan di dua tempat tidur, dan dua lagi di atas tikar (hlm. 269).

Kutipan di atas mendeskripsikan bahwa, citra diri wanita tokoh K’tut Tantri

dalam aspek psikis merupakan seorang yang peduli dengan sesama. Awalnya, ia tidak

rela jika harus menyerahkan kamarnya pada para pejuang. Namun, ia rela berbagi

dengan para pejuang itu. Sikap yang seperti itu menunjukkan bahwa, K’tut Tantri

memiliki jiwa yang seutuhnya untuk Indonesia. Ia juga rela berkorban untuk

Indonesia, mulai dari hal kecil hingga hal yang besar.

Dalam kemarahan yang menyelimuti K’tut Tantri, ia masih dapat berpikir jernih. K’tut Tantri juga dapat berpikir secara benar dalam keadaan apa saja. Dalam

keadaan sulit, ia masih bisa menasehati seseorang untuk mencari cara lain untuk pergi

ke Jawa. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

(85) Kita kan mencari jalan lain, kataku membesarkan hatinya. Kita tidak boleh menyerah sekarang. Dalam hati aku berusaha menduga-duga alasan orang Indonesia yang menipuku untuk kedua kalinya. Kenapa ia begitu dipercaya orang-orang yogya? Apakah karena pamannya tergolong salah satu tokoh Republik yang terpenting? Semua indikasi yang ada menunjukkan ia berbohong tentang soal jual beli gula dulu. Dan kini kelihatan mencolok sekali bahwa ia hendak menggagalkan pengakuan terhadap negaranya sendiri. Tetapi kenapa ia begitu? (hlm. 339).

Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi dalam

kutipan di atas sebagai orang yang selalu ingin membesarkan hati seseorang. Ia tidak

K’tut Tantri yang merasa bingung tentang orang Indonesia yang berbohong padanya

dan berusaha untuk menggagalkan pengakuan atas negaranya sendiri. Ia juga bingung

kenapa orang seperti itu dipercaya oleh orang di Yogya. K’tut Tantri sama sekali

tidak bisa berpikir tentang kemungkinan itu.

Dokumen terkait