• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Penyusunan Model Simulasi Pengelolaan Hutan

5.2.1.4 Mempresentasikan Model Konseptual

Berikut adalah penjelasan mengenai hubungan antar komponen, perilaku model, dan pola yang terdapat dalam model simulasi pengelolaan hutan KPH BDU.

A. Sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.)

Sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) digunakan untuk menggambarkan nilai dan parameter ekonomi kegiatan pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) yang dilaksanakan oleh KPH BDU. Sub model ini terdiri dari state variable jangka waktu yang mengalami penambahan seiring waktu pengelolaan usaha yang semakin bertambah, state variable pendapatan getah yang mengalami penambahan karena terdapat peningkatan volume produksi getah dalam waktu tiga tahun terakhir serta harga getah yang cenderung melemah dalam rentang waktu tiga tahun terakhir, dan state variable pengeluaran getah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Aliran materi dalam sub model model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) dimulai dengan adanya input jangka waktu yang mempengaruhi state variable jangka waktu untuk digunakan dalam perhitungan

auxilary variable pemasukan dan pengeluaran setelah sebelumnya berinteraksi dengan driving variable suku bunga. Aliran materi input pendapatan dipengaruhi oleh driving variable volume produksi, harga getah, peningkatan produksi, peningkatan pendapatan, dan fluktuasi harga yang semuanya berperan dalam peningkatan state variable input pendapatan getah. Kemudian aliran materi input biaya terpengaruh oleh driving variable peningkatan biaya, state variable input pengeluaran getah cenderung mengalami peningkatan akibat dari aliran materi input pengeluaran.

Hasil akhir dari sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii

Jungh.) adalah nilai dan parameter ekonomi kegiatan pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) berupa variable net present value yang menggambarkan selisih dari auxilary variable pemasukan dengan auxilary variable pengeluaran serta variable BCR (Benefit Cost Ratio) yang menggambarkan perbandingan antara auxilary variable pemasukan dengan

auxilary variable pengeluaran. Berikut adalah konseptualisasi sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) yang terdapat pada gambar delapan.

Gambar 7. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.)

B. Sub model pengelolaan usaha wanatani

Sub model pengelolaan usaha wanatani digunakan untuk menggambarkan nilai dan parameter ekonomi kegiatan pengelolaan usaha wanatani yang dilaksanakan oleh KPH BDU. Sub model ini terdiri dari beberapa state variable

yang mengalami penambahan seiring waktu pengelolaan usaha yang semakin bertambah dan memiliki jangka waktu maksimal tiga tahun ke depan. State variable pendapatan HMT, pendapatan aren, pendapatan kopi, pendapatan bambu, dan pendapatan rotan mengalami penambahan nilai seiring berjalannya waktu pengelolaan usaha yang dilakukan oleh KPH BDU. State variable yang mengalami penambahan nilai tersebut dipengaruhi oleh driving variable seperti harga, volume, dan peningkatan sehingga menjadikan nilai yang terdapat dalam

state variable tersebut bertambah dari waktu ke waktu serta aliran materi yang memasuki state variable secara terus menerus.

Terdapat aliran materi yang berasal dari input pendapatan beberapa komoditas wanatani seperti bambu, kopi, dan lainnya sehingga meningkatkan nilai dari masing-masing state variable yang dimasuki oleh aliran materi. Sebaliknya terdapat aliran materi yang menuju keluar state variable pendapatan rotan dan sharing albizia hingga berpengaruh pada penurunan nilai state variable

tersebut. Akumulasi nilai state variable yang terdapat pada sub model ini dijadikan patokan untuk menentukan nilai auxilary variable yang terdapat pada sub model pengelolaan usaha wanatani ini yaitu pendapatan dan pengeluaran. Net present value dan BCR menjadi parameter dalam penentuan keberhasilan pengelolaan usaha wanatani yang dilakukan oleh KPH BDU. Berikut adalah konseptualisasi sub model pengelolaan usaha wanatani.

Gambar 8. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha wanatani C. Sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan

Sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan mengandung dua komoditas yang dapat dijual dari keberadaan hutan, yaitu mata air dan wisata. Sub model ini dibuat dengan tujuan untuk menerangkan keberhasilan kegiatan pengelolaan usaha jasa lingkungan melalui nilai dan parameter ekonomi yang menjadi hasil akhir dari sub model usaha jasa lingkungan ini. Terdapat lima state variable pada sub model ini yang seluruhnya mengalami penambahan nilai yang diakibatkan oleh aliran materi masuk menuju state variable masing-masing, kelima state variable tersebut ialah penerimaan wisata, biaya wisata, penerimaan air, biaya air, dan jangka waktu.

Pada state variable penerimaan wisata, aliran materi input wisata masuk ke dalam state variable penerimaan wisata setelah mengakumulasikan nilai-nilai

yang diterima dari driving variable pengunjung, tiket, dan peningkatan. Driving variable pengunjung menggambarkan jumlah pengunjung yang mendatangi objek-objek wisata yang terdapat di BKPH Lembang, Cisalak, Padalarang, dan Manglayang Barat, driving variable tiket menggambarkan harga tiket pada tahun 2011 pada objek-objek wisata yang terdapat di keempat BKPH tersebut, sedangkan driving variable peningkatan menggambarkan persentase peningkatan jumlah pengunjung yang datang mengunjungi objek wisata yang ada di masing-masing BKPH dalam tiga tahun terakhir.

State variable penerimaan air menggambarkan akumulasi nilai penerimaan dari jasa lingkungan berupa air baku yang dihasilkan hutan KPH BDU, air baku dihasilkan di seluruh BKPH dan dijual kepada pihak pemerintah, swasta, dan warga melalui skema tarif yang disesuaikan dan tercermin pada driving variable

pendapatan manglayang barat, lembang, cisalak, dan padalarang. Driving variable penurunan air manglayang mempengaruhi auxiliary variable air manglayang barat, driving variable peningkatan air lembang, peningkatan air cisalak, dan peningkatan air padalarang juga mempunyai pengaruh pada sistem. Pada state variable biaya wisata, akumulasi materi yang terkumpul berupa besar biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengelola objek-objek wisata yang berada dalam wilayah pengelolaan dan dikelola secara rutin oleh KPH BDU. Biaya wisata dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan sehingga dapat diasumsikan untuk kedepannya juga akan mengalami peningkatan dengan persentase yang sama, peningkatan biaya wisata merupakan driving variable yang mempengaruhi aliran materi masuk ke dalam state variable biaya wisata.

Pada kegiatan pengelolaan air yang dilakukan oleh KPH BDU, terdapat biaya rutin yang dikeluarkan oleh KPH dalam rangka pemeliharaan mata air, sosialisasi kepada masyarakat dan pihak lain, pengamanan, dan lainnya. Biaya tersebut terakumulasi dalam state variable biaya air dan cenderung mengalami peningkatan yang dalam sub model digambarkan sebagai driving variable

peningkatan biaya air. Sub model pengelolaan jasa lingkungan memiliki output

yang sama dengan sub model lainnya pada sistem pengelolaan hasil hutan bukan kayu di KPH BDU Perum Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat yaitu net present value dan benefit cost ratio. NPVdan BCR menjadi unsur penting dalam analisis

keberhasilan suatu usaha. Berikut adalah penggambaran mengenai sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan yang terdapat pada gambar sepuluh.

Gambar 9. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan D. Sub model pengelolaan usaha KPH BDU

Sub model ini mensimulasikan kegiatan pengelolaan usaha yang dilaksanakan oleh KPH BDU dalam kapasitasnya sebagai suatu perusahaan kehutanan. Sub model ini memiliki lima material transfer dan sepuluh driving variable yang menjadi sumber kuantifikasi pada sub model ini, lima material transfer tersebut yaitu input jangka waktu, input pengeluaran kayu, input pendapatan di luar usaha pokok, input biaya di luar usaha pokok, dan input biaya administrasi dan lainnya. Kemudian sepuluh driving variable yang dimaksud ialah pemasukan getah, pemasukan jasa lingkungan, pengeluaran getah, pengeluaran wanatani, pengeluaran jasa lingkungan, peningkatan biaya kayu, penurunan biaya

administrasi, suku bunga, peningkatan pendapatan non usaha pokok, dan peningkatan pengeluaran non usaha pokok.

Seluruh variable pemasukan akan terakumulasi pada auxilary variable

pemasukan yang menjadi dasar kuantifikasi pada variable akhir net present value

dan BCR KPH BDU, kemudian auxilary variable pengeluaran KPH BDUmengakumulasikan keseluruhan variable yang memiliki data pengeluaran. Terdapat tiga driving variable yang mempengaruhi auxilary variable pemasukan KPH BDU yaitu pemasukan getah dan pemasukan jasa lingkungan, seluruh

driving variable tersebut merupakan auxilary variable yang terdapat pada sub model sebelumnya. Pada auxilary variable pemasukan KPH BDU juga terdapat

auxilary variable yang mempengaruhinya yaitu pemasukan di non usaha pokok.

Auxilary variable pengeluaran KPH BDU dipengaruhi oleh tiga driving variable

dan tiga auxilary variable, driving variable yang dimaksud adalah pengeluaran getah, pengeluaran wanatani, dan pengeluaran jasa lingkungan, sedangkan

auxilary variable yang dimaksud adalah pengeluaran kayu, pengeluaran di luar usaha pokok, dan pengeluaran administrasi dan lain-lain.

Sub model pengelolaan usaha KPH BDU ini adalah model utama yang mengakumulasikan auxilary variable pemasukan dan pengeluaran dari sub model lainnya dalam rangka menilai keberhasilan ekonomi pada seluruh kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh KPH BDU. Sub model ini juga dapat dikembangkan untuk menilai analisis sensitivitas dan penggunaan model, pada penggunaan model akan diciptakan skenario-skenario tertentu yang merubah struktur model secara umum dan bertujuan untuk menilai skenario terbaik bagi sistem. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha KPH BDU disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha KPH BDU 5.2.2 Spesifikasi Model Kuantitatif

Struktur kuantitatif umum dari model simulasi pengelolaan hasil hutan bukan kayu ini adalah dalam format struktur model berdasarkan waktu, kemudian untuk satuan dasar yang digunakan pada model simulasi ini adalah berupa tahun.

Berikut adalah spesifikasi kuantitatif dari sub model pengelolaan usaha KPH BDU:

Input pengeluaran kayu ditentukan oleh biaya kayu dan peningkatan pengeluaran kayu, spesifikasi kuantitatif input pengeluaran kayu adalah sebagai berikut:

Input pengeluaran kayu :

Biaya_Kayu+(Biaya_Kayu*Peningkatan_Pengeluaran)

Pengeluaran kayu ditentukan oleh suku bunga, jangka waktu, dan biaya kayu sebelum dipengaruhi oleh suku bunga dan jangka waktu, berikut adalah spesifikasi kuantitatif pengeluaran kayu:

Pengeluaran kayu :

Biaya_kayu*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu)

Pemasukan KPH BDU dipengaruhi oleh pemasukan kayu, pemasukan di luar usaha pokok, pemasukan getah, pemasukan wanatani, dan pemasukan jasa lingkungan. Berikut adalah spesifikasi kuantitatifnya:

Pemasukan KPH Bandung Utara:

Pemasukan_di_luar_usaha_pokok+Pemasukan_Getah+Pemasukan_Jasa_Lingkun gan+Pemasukan_Wanatani

Pengeluaran KPH BDU ditentukan oleh pengeluaran kayu, pengeluaran di luar usaha pokok, pengeluaran administrasi dan lain-lain, pengeluaran getah, pengeluaran wanatani, dan pengeluaran jasa lingkungan. Berikut adalah spesifikasi kuantitatifnya:

Pengeluaran KPH BDU:

Pengeluaran_Adm_dll+Pengeluaran_di_luar_usaha_pokok+Pengeluaran_Getah+ Pengeluaran_Jasa_Lingkungan+Pengeluaran_Kayu+ Pengeluaran_Wanatani

Net present value KPH BDU ditentukan oleh selisih antara pemasukan dan pengeluaran KPH BDU, berikut adalah spesifikasi kuantitatif net present value

KPH BDU:

Net present value KPH BDU:

Pemasukan KPH BDU – Pengeluaran KPH BDU

BCR atau Benefit Cost Ratio KPH BDU ditentukan oleh rasio antara pemasukan KPH BDU dan pengeluaran KPH BDU, spesifikasi kuantitatif BCR KPH BDU adalah:

BCR KPH BDU:

Pemasukan KPH BDU / Pengeluaran KPH BDU 5.2.3 Evaluasi Model

Evaluasi model dilakukan dengan membandingkan nilai BCR sub model getah pinus dengan nilai BCR getah pinus keadaan sebenarnya pada rentang waktu tujuh semester atau dari tahun 2009 hingga 2011. Evaluasi model ini bertujuan untuk melihat keterandalan model simulasi dalam mewakili keadaan sebenarnya.

Dari grafik perbandingan nilai BCR getah pinus model simulasi dan keadaan sebenarnya terlihat grafik model simulasi berada sedikit di bawah grafik BCR sebenarnya, hal ini disebabkan oleh variabel yang mempengaruhi nilai BCR simulasi melihat fluktuasi nilai BCR sebagai suatu hambatan sehingga proyeksi nilai BCR menjadi lebih konstan. Namun demikian bila membandingkan keduanya, grafik BCR getah pinus model simulasi dan keadaan sebenarnya tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal tersebut dapat memberikan kesimpulan bahwa model simulasi mewakili keadaan sebenarnya, berikut adalah grafik perbandingan BCR getah pinus model simulasi dan keadaan sebenarnya.

Gambar 11. Perbandingan BCR getah pinus 5.2.4 Skenario Penggunaan Model

Penggunaan model adalah langkah yang diambil untuk menjawab tujuan penelitian berupa rekomendasi terkait pengelolaan hasil hutan bukan kayu, rekomendasi yang diberikan berupa skenario-skenario yang disusun dalam rangka minimalisasi kerugian ekonomi yang terus dihadapi oleh KPH BDU. Terdapat tiga skenario yang dibuat untuk memberikan rekomendasi terbaik pengelolaan usaha KPH BDU khususnya dari segi kelestarian ekonomi.

a. Skenario Kayu

Skenario kayu adalah model simulasi yang hanya mengandalkan unit usaha kayu sebagai pemasukan satu-satunya yang dikelola oleh KPH BDU.

b. Skenario Kayu dan HHBK saat ini

Pada kayu dan HHBK saat ini unit usaha yang disimulasikan untuk dikelola oleh KPH BDU adalah kayu, getah pinus, jasa lingkungan, wanatani, dan usaha non pokok.

c. Skenario Kayu dan HHBK Pilihan

Skenario kayu dan HHBK pilihan adalah skenario yang mengkombinasikan unsur kayu dan HBBK pilihan seperti wanatani, jasa lingkungan, dan usaha non pokok sebagai pemasukan KPH BDU. Berikut adalah

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1 2 3 4 5 6 7 B C R Semester BCR Real BCR Simulasi

grafik perbandingan NPV dan BCR metode penggunaan model yang terdapat pada Gambar 13 dan 14.

Gambar 12. Perbandingan NPV metode penggunaan model

Gambar 13. Perbandingan BCR metode penggunaan model

-20,000,000,000.00 -10,000,000,000.00 0.00 10,000,000,000.00 20,000,000,000.00 30,000,000,000.00 40,000,000,000.00 50,000,000,000.00 60,000,000,000.00 70,000,000,000.00 N PV Tahun Kayu Kayu dan HHBK saat ini Kayu dan HHBK pilihan 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 BCR Tahun Kayu Kayu dan HHBK saat ini Kayu dan HHBK pilihan

Dokumen terkait