PROVINSI JAWA BARAT
SAIF HARIS ALHAQ
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh BUDI
KUNCAHYO.
Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor kehutanan, Perum Perhutani mengelola aset negara berupa hutan baik yang berstatus Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), ataupun Hutan Produksi Terbatas (HPT). Kesatuan Pemangkuan Hutan Bandung Utara (KPH BDU) merupakan bagian dari Perum Perhutani dan bertugas untuk mengelola hutan di wilayah Bandung Utara. Dalam mengelola hutan, KPH BDU berusaha untuk mensinergikan unsur ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun dalam pelaksanaannya kelestarian ekonomi belum tercapai, KPH BDU dalam tiga tahun terakhir (2009 - 2011) masih mengalami kerugian dalam neraca keuangannya. Dengan kondisi status hutan yang mayoritas berstatus HL tentu pencapaian lestari ekonomi mendapat tantangan, mengingat komoditas andalan Perum Perhutani secara umum adalah kayu.
Sebagai badan usaha, KPH BDU tentu berusaha untuk menjadikan neraca keuangannya menjadi surplus agar kelestarian ekonomi dapat tercapai. Berbagai cara telah dilakukan KPH BDU dalam rangka mencapai kelestarian ekonomi termasuk menjadikan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sebagai komoditas andalan untuk dikelola.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model simulasi pengelolaan hutan yang dilakukan oleh KPH Bandung Utara, model disimulasikan dalam rangka untuk memberikan rekomendasi terbaik terkait pengelolaan komoditas kehutanan dalam areal hutan dengan mayoritas status dilindungi.
Dalam membuat model simulasi dibutuhkan software pemodelan Stella versi 9.02 dan Microsoft Excell, data yang ada dianalisis untuk dibuat formulasi model konseptual yang bertujuan untuk memperoleh model pengelolaan hutan. Setelah model disusun perlu dilakukan spesifikasi model kuantitatif guna memasukkan persamaan kuantitatif ke dalam model. Evaluasi model dilakukan untuk menilai kewajaran model apabila parameter diubah secara ekstrim. Skenario tertentu dapat diciptakan dalam proses akhir penyusunan model yaitu penggunaan model.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui komoditas yang akan memberikan dampak positif bagi kelestarian ekonomi KPH Bandung Utara adalah jasa lingkungan, wanatani, dan usaha non pokok. Sedangkan komoditas yang memberikan dampak negatif adalah kayu, dan getah Pinus (Pinus merkusii
Jungh.). Skenario terbaik dalam mengelola komoditas hutan adalah menggunakan skenario kayu dan HHBK pilihan yang memberikan surplus pada neraca keuangan.
Kata kunci : Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), KPH Bandung Utara, model
SAIF HARIS ALHAQ. E14070101. Simulation Model of Forest Management in KPH Bandung Utara, West Java and Banten Forest Areas of Perum Perhutani. Supervised by
BUDI KUNCAHYO.
Perum Perhutani a State-Owned Enterprises (SOEs) operating in the forestry sector, Perum Perhutani manages state assets in the form of Protected Forest (PtF), Producted Forest (PdF), or Limited Producted Forest (LPF). Kesatuan Pemangku Hutan Bandung Utara (KPH BDU) is part of Perum Perhutani and duty to manage the forests in the KPH BDU area. In managing forests, KPH BDU seeks to synergize the elements of economic, social, and environmental. However, its implementation has not been achieved economic sustainability, KPH BDU in the last three years (2009 - 2011) was a loss in the balance sheet. With the condition of the majority of forest status status is certainly achieving sustainable economic PF challenged, given the commodity Perum Perhutani generally is wood.
As a business entity, KPH BDU would seek to make a surplus in its balance sheet in order to achieve economic sustainability. Various ways have been done KPH BDU in order to achieve economic sustainability, including making non-wood forest products (NTFPs) as a commodity to be managed.
This study aims to create a simulation model of forest management by KPH BDU, the model simulated in order to provide the best recommendations related to the management of forest commodities in the majority of the forest area protected status.
In making the necessary simulation model Stella modeling software version 9.02 and Microsoft Excel 2007, the data are analyzed for the formulation of a conceptual model is intended to obtain forest management model. Once the model is developed quantitative model specification needs to be done to put the equation into a quantitative model. Evaluation model to assess the reasonableness of the model when the parameters changed in the extreme. Certain scenarios can be created in the final process modeling is the use of the model.
Based on the results of research known commodity that will provide a positive impact on the economic sustainability of northern Bandung KPH is environmental services, agro-forestry, and non-essential businesses. While commodities are negatively impacted wood and sap pine (Pinus merkusii Jungh.). The best case scenario in managing forest commodities is to use timber and non-timber forest scenario option that gives surplus on the balance sheet.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Simulasi
Pengelolaan Hutan di KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Provinsi
Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 16 Maret 2013
PROVINSI JAWA BARAT
SAIF HARIS ALHAQ
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
Nama : Saif Haris Alhaq
NRP : E14070101
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS NIP : 19610720 198601 1 002
Mengetahui
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 19630401 199403 1 001
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
nikmat, karunia, dan kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan dukungan dari berbagai pihak, penulis akhirnya dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Bandung Utara
Perum Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat”. Semoga skiripsi ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya.
2. Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang menegakkan Islam.
3. Ayah, Ibu dan segenap keluarga penulis atas motivasi, dukungan baik moral
maupun material dan rasa sayang yang tak henti-hentinya kepada penulis.
4. Bapak Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS dan bapak Ir. Sucahyo Sadiyo, MS selaku
dosen penguji yang telah memberikan koreksi dan arahan pada skripsi saya.
6. Bapak Nugraha, Bapak Diki, Bapak Heri, Bapak Fitri, Bapak Eem, Bapak
Eris, Bapak Dani dan segenap karyawan KPH Bandung Utara serta SPH III
Bandung yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.
7. Teman-teman angkatan 44 Manajemen Hutan : Fidel, Sony, Amar, Yudi,
Arief, Wiwit, Ibrahim, Putu, Heryana, Frensi, Heru, Ari, Ade, Andi, Sukma,
Herlina, Ika, Puji, Sri, Kiki, dan teman-teman yang lainnya yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-satu, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.
8. Teman-teman Ibaddurahman: Anas, Hafidz, Agus, Fidel, Age, Ria, Fina, dan
Lilis yang telah memberikan semangat, nasehat, dan inspirasi bagi penulis
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
Bogor, 16 Maret 2013
merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Dartomo
Mohamad Sidik dan Ibu Dwi Budi Riyanti.
Tahun 1995-2001 penulis memulai Pendidikan Sekolah Dasar di SDIT
Nurul Fikri Depok, Jawa Barat. Pada tahun 2001-2004 penulis melanjutkan
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPIT Ibnu Salam Serang, Banten. Pada
tahun 2007 penulis lulus dari SMAIT Nurul Fikri Depok, Jawa Barat dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis memilih
Program Studi Mayor Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2010 memilih Biometrika sebagai bidang
keahlian.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yakni sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Manajemen Hutan,
anggota IFSA (International Forest Student Assosiation), kepala departemen
komunikasi dan informasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas
Kehutanan, dan anggota kementerian komunikasi dan informasi BEM KM
(Keluarga Mahasiswa) IPB. Penulis pernah melaksanakan Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang dan Papandayan, Jawa Barat, melaksanakan
Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi.
Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Restorasi
Konservasi Indonesia, Jambi.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian
dalam bidang Biometrika dengan judul Model Simulasi Pengelolaan Hutan di
KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III, Provinsi Jawa Barat di bawah
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 1
1.3 Manfaat ... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Hutan Bukan Kayu ... 2
2.1.1 Pengertian ... 2
2.1.2 Potensi HHBK ... 3
2.2. Sistem dan Model Simulasi ... 4
2.2.1 Sistem ... 4
2.2.2 Model Simulasi ... 6
2.3 Analisis Ekonomi ... 7
2.3.1 Rasio Manfaat dan Biaya (BCR) ... 7
2.3.2 Nilai Akan Datang (Future Value) ... 8
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 9
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 9
3.4 Analisis Data ... 10
BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ... 12
4.2 Kondisi Fisik ... 13
4.3 Tanah ... 13
4.5 Sosial Ekonomi ... 14
4.6 Tegakan ... 16
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Model Pengelolaan Hutan yang Dilaksanakan oleh KPH Bandung Utara ... 18
5.2 Penyusunan Model Simulasi Pengelolaan Hutan ... 26
5.2.1 Formulasi Model Konseptual ... 27
5.2.1.1 Penentuan Tujuan Model ... 27
5.2.1.2 Pembatasan Model ... 27
5.2.1.3 Kategorisasi Komponen-komponen dalam Sistem ... 28
5.2.1.4 Mempresesntasikan Model Konseptual ... 30
5.2.2 Spesifikasi Model Kuantitatif ... 37
5.2.3 Evaluasi Model... 39
5.2.4 Skenario Penggunaan Model... 40
5.2.5 Model Pengelolaan Hutan yang Terbaik ... 42
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 43
6.2 Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Pemasukan KPH Bandung Utara tahun 2009-2011 ... 21
2. Pengeluaran KPH Bandung Utara tahun 2009-2011 ... 21
3. Komoditas wanatani berupa: (a) Kopi (Coffea sp.) dan (b) HMT (Hijauan Makanan Ternak) ... 22
4. Pohon Pinus (Pinus merkusii Jungh.) yang tidak produktif ... 24
5. Komoditas jasa lingkungan berupa: (a) objek wisata dan (b) mata air ... 26
6. Gambaran interaksi antara sub model dengan model utama ... 27
7. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) ... 31
8. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha wanatani ... 33
9. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan ... 35
10.Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha KPH BDU ... 37
11.Perbandingan BCR getah pinus ... 40
12.Perbandingan NPV metode penggunaan model ... 41
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Sebaran wilayah administratif KPH Bandung Utara ... 12
2. Bagian hutan KPH Bandung Utara ... 13
3. Penyebaran penduduk di tiap kecamatan sekitar wilayah kelas perusahaan
pinus KPH Bandung Utara ... 15
4. Tingkat pendidikan penduduk tiap kecamatan di sekitar wilayah KP. Pinus
KPH Bandung Utara ... 16
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Pengelolaan KPH Bandung Utara dalam BKPH dan RPH ... 45
2. Struktur Kelas Hutan KP. Pinus Jangka RPKH 2012 – 2021 ... 46
3. Struktur Kelas Hutan Cluster Jati Jangka RPKH 2012 – 2021 ... 47
4. Rencana Produksi Kayu KP. Pinus KPH Bandung Utara 2012 -2021 ... 48
5. Rencana Sadap Buka KP. Pinus KPH Bandung Utara Jangka RPKH 2012 – 2021 ... 49
6. Rencana Sadap Lanjut KP. Pinus KPH Bandung Utara Jangka RPKH 2012 – 2021 ... 50
7. Rencana Pemanfaatan/Pemungutan HHBK Kawasan KP. Pinus KPH Bandung Utara ... 51
8. Rencana Pemanfaatan Jasa Lingkungan ... 52
9. Rencana Tanaman KPH Bandung Utara ... 53
10.Rencana Pemeliharaan KPH Bandung Utara ... 54
11.Rencana PHBM KP. Pinus KPH Bandung Utara ... 56
12.Rencana RUPHR KP. Pinus KPH Bandung Utara ... 57
13.Laporan Aliran Uang KPH Bandung Utara 2009 – 2011 ... 58
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
bergerak di sektor kehutanan, Perum Perhutani mengelola aset negara berupa
hutan baik yang berstatus Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), ataupun
Hutan Produksi Terbatas (HPT). Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung
Utara merupakan bagian dari Perum Perhutani dan bertugas untuk mengelola
hutan di wilayah Bandung bagian Utara. Dalam mengelola hutan, KPH Bandung
Utara berusaha untuk mensinergikan unsur ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Namun dalam pelaksanaannya kelestarian ekonomi belum tercapai, KPH Bandung
Utara dalam tiga tahun terakhir (2009 -2011) masih mengalami kerugian dalam
neraca keuangannya. Dengan kondisi status hutan yang mayoritas berstatus HL
tentu pencapaian lestari ekonomi mendapat tantangan, mengingat komoditas
andalan Perum Perhutani secara umum adalah kayu.
Sebagai badan usaha, KPH Bandung Utara (KPH BDU) tentu berusaha
untuk menjadikan neraca keuangannya menjadi surplus agar kelestarian ekonomi
dapat tercapai. Berbagai cara telah dilakukan KPH Bandung Utara dalam rangka
mencapai kelestarian ekonomi termasuk menjadikan Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) sebagai komoditas andalan untuk dikelola.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menyusun model simulasi pengelolaan hutan.
2. Menetapkan model pengelolaan hutan yang terbaik salah satunya dengan
memanfaatkan hasil hutan bukan kayu.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini berupa model simulasi pengelolaan hutan di KPH
Bandung Utara. Model simulasi pengelolaan hutan ini diharapkan dapat
membantu KPH Bandung Utara dalam menyusun strategi pengelolaan hutan agar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Hutan Bukan Kayu
2.1.1 Pengertian
Dalam Permenhut: 35/Menhut-II/2007 definisi HHBK adalah hasil hutan
baik nabati dan hayati beserta produk turunannya dan budidayanya kecuali kayu
(Anonim 2007a). Adapun HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk
dimanfaatkan oleh masyarakat menurut Sumadiwangsa (2000) dalam Sudarmalik
et al. (2006) dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut:
1. Getah-getahan: getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet alam,
dan lain-lain.
2. Tanin: pinang, gambir, rhizophora, briguiera, dan lain-lain.
3. Resin: gaharu, kemedangan, jernang, damar mata kucing, damar batu, damar
rasak, kemenyan, dan lain-lain.
4. Minyak atsiri: minyak gaharu, minyak kayu putih, minyak keruing, minyak
lawang, dan minyak kayu manis.
5. Madu: apis dorsata dan apis melliafera.
6. Rotan dan bambu: segala jenis rotan, bambu, dan nibung.
7. Penghasil karbohidrat: sagu, aren, nipah, sukun, dan lainnya.
8. Hasil hewan: sutra alam, lilin lebah, dan aneka hewan yang tidak dilindungi.
9. Tumbuhan obat dan tanaman hias: aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek
hutan, palmae, pakis, dan lain-lain.
Menurut Baharuddin dan Tasikrawati (2009) Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) penting untuk konservasi, kelestarian, dan ekonomi. Penting untuk
konservasi sebab untuk mengeluarkan hasil hutan bukan kayu biasanya dapat
dilakukan dengan kerusakan minimal terhadap hutan. HHBK penting untuk
kelestarian sebab proses panen dapat dilakukan secara lestari dan tanpa kerusakan
hutan. Penting untuk ekonomi karena produk bukan kayu ini berharga/memiliki
nilai ekonomi yang tinggi. Pada beberapa keadaan pendapatan dari HHBK dapat
Keuntungan lain dari pengelolaan HHBK adalah dapat mengurangi kerusakan
hutan alam, selama masyarakat lokal memperoleh pendapatan dari lahan hutan.
2.1.2 Potensi HHBK
Selama ini HHBK hampir tidak tersentuh dalam kegiatan kehutanan yang
masih mengandalkan hasil hutan kayu baik dari hutan alam maupun hutan
tanaman. Padahal potensi pemanfaatan yang bernilai ekonomis sangat besar yang
perlu digali dan pengelolaan perlu dioptimalkan (Suharisno 2009). Menurut
Puslitbang Hasil Hutan (2010) pemanfaatan HHBK pada umumnya masih bersifat
tradisional dan masih menghadapi banyak kendala pengembangannya baik pada
aspek budidaya, skala ekonomi, penanganan pasca panen, pengolahannya
sederhana, rendahnya daya saing, kualitas produk serta pemasaran lokal.
Pemungutan HHBK lebih banyak dilakukan secara manual (non-mekanis) yang
tidak menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Pemanfaatan HHBK
umumnya dilakukan oleh masyarakat dan mempunyai peranan ekonomis langsung
kepada masyarakat.
Pada saat ini, kontribusi pendapatan Perhutani dari Hasil Hutan Bukan
Kayu yang sebesar 25% dari total keseluruhan pendapatan berasal dari sepuluh
komoditas unggulan yaitu: gondo terpentin, minyak kayu putih, wisata, madu, air
minum dalam kemasan, sutra, seed lak, kopal, dll. Di masa mendatang Perum
Perhutani tidak mungkin hanya menyandarkan pada komoditas hasil hutan kayu.
Berdasarkan pada potensi sumber daya dengan kekuatan, kekhasan, keunggulan
hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan yang ada baik berbasis lahan maupun
non lahan (Anonim 2005).
Pada saat ini HHBK hanya memberikan kontribusi devisa lebih kecil
dibandingkan hasil hutan kayu, namun pada masa yang akan datang HHBK
berpeluang memberikan devisa yang lebih besar dari pada hasil hutan kayu. Hal
ini disebabkan laju kerusakan hutan semakin bertambah dari 1,6 juta hektar per
tahun pada periode 1985-1997 menjadi 3,8 juta hektar per tahun pada periode
1997-2000, potensi kayu terus menurun yang diakibatkan oleh besarnya tingkat
penjarahan (illegal logging) dan penebangan hutan yang tidak terkendali. Akibat
melalui keputusan bersama Departemen Kehutanan serta Departemen
Perindustrian dan Perdagangan pada tahun 1985 mengenai larangan ekspor kayu
bulat dan bahan baku serpih serta kebijakan menurunkan Jatah Produksi Tebangan
Tahunan (JPT) oleh Departemen Kehutanan pada tahun 2003. Semenjak
diberlakukannya kebijakan JPT pada tahun 2003 menyebabkan ketersediaan
bahan baku kayu pada industri pengolahan kayu menurun (Arimbi 2008).
Lebih lanjut Roadmap Litbang Kehutanan 2010-2025 (Anonim 2009)
mengemukakan bahwa tantangan yang dihadapi dalam penelitian HHBK adalah
masih terbatasnya pemanfaatan sebagai sumber ekonomi masyarakat dan
penerimaan negara , nilai tambah dan daya saing, evaluasi kelayakan usaha,
ketersediaan serta akses teknologi pengolahan yang memadai. Di samping itu,
HHBK unggulan daerah belum tersedia dan tercatat dengan baik.
2.2 Sistem dan Model Simulasi
2.2.1 Sistem
Menurut Manetsch dan Park (1979) dalam Gayatri (2010) sistem adalah
suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk
mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan. Sedangkan sub sistem
adalah suatu unsur atau komponen fungisional dari suatu sistem yang berperan
dalam pengoperasian sistem tersebut.
Dasar dari analisis sistem adalah asumsi bahwa proses alami terorganisasi
dalam suatu hierarki yang kompleks. Proses sistem terbentuk dari hasil aksi dan
interaksi proses-proses yang sederhana. Tidak ada sistem yang terpisahkan, setiap
sistem berinteraksi satu sama lain (Patten 1971 dalam Gayatri 2010).
Tahapan analisis sistem menurut Grant et al (1997) yaitu formulasi model
konseptual, spesifikasi model kuantitatif, evaluasi model dan penggunaan model.
1) Formulasi model konseptual.
Tujuan tahapan ini untuk menentukan suatu konsep dan tujuan model
sistem yang akan dianalisis. Penyusunan model konseptual ini didasarkan pada
kenyataan di alam dengan segala sistem yang terkait antara satu dengan yang
sebenarnya. Kenyataan yang ada di alam dimasukkan dalam simulasi dengan
memperhatikan komponen-komponen yang terkait sesuai dengan konsep dan
tujuan melakukan pemodelan simulasi. Tahapan ini terdiri dari enam langkah
sebagai berikut :
1. Penentuan tujuan model
2. Pembatasan model
3. Kategorisasi komponen-komponen dalam sistem. Setiap komponen yang
masuk dalam ruang lingkup sistem dikategorisasikan kedalam berbagai
kategori sesuai dengan karakter dan fungsinya sebagai berikut:
a.State variable, yang menggambarkan akumulasi materi dalam sistem
a. Driving variable, variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain namun tidak dapat dipengaruhi oleh sistem.
b.Konstanta. Adalah nilai numerik yang menggambarkan karakteristik sebuah
sistem yang tidak berubah atau suatu nilai yang tidak mengalami
perubahan pada setiap kondisi simulasi.
b.Auxiliary variable, variabel yang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi sistem.
c.Material transfer, menggambarkan transfer materi selama periode tertentu. Material transfer terletak diantara dua state, source dan state, source dan
sink.
d.Information transfer, menggambarkan penggunaan informasi tentang state dari sistem untuk mengendalikan perubahan state.
e.Source dan sink berturut-turut menggambarkan asal (awal) dimulainya proses dan akhir dari masing-masing transfer materi.
4. Pengidentifikasian hubungan antar komponen.
5. Menyatakan komponen dan hubungannya dalam model yang lazim.
6. Menentukan pola perilaku dari model sesuai dengan pengetahuan dan teori
yang ada.
7. Menggambarkan pola yang diharapkan dari perilaku model.
2) Spesifikasi model kuantitatif
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengembangkan model kuantitatif
memberikan nilai kuantitatif terhadap masing-masing nilai variabel dan
menterjemahkan setiap hubungan antar variabel dan komponen penyusun model
sistem tersebut ke dalam persamaan matematik sehingga dapat dioperasikan oleh
program simulasi.
3) Evaluasi model
Evaluasi model berguna untuk mengetahui keterandalan model sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan. Langkah-langkah dalam evaluasi model meliputi :
1. Mengevaluasi kewajaran model dan kelogisan model
2. Analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kewajaran
perilaku model jika dilakukan perubahan salah satu paramater dalam model
secara ekstrim.
4) Penggunaan model
Tujuan tahapan ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang telah
diidentifikasi pada awal pembuatan model. Tahapan ini melibatkan perencanaan
dan simulasi beberapa skenario.
2.2.2 Model Simulasi
Pemodelan (modelling) adalah kegiatan membuat model untuk tujuan tertentu. Model adalah abstraksi dari suatu sistem. Sistem adalah sesuatu yang
terdapat di dunia nyata. Sehingga pemodelan adalah kegiatan membawa sebuah
dunia nyata kedalam dunia tak nyata atau maya tanpa kehilangan sifat-sifat
utamanya (Gayatri 2010).
Pemodelan sistem adalah sebuah pengetahuan dan seni. Sebuah
pengetahuan karena ada logika yang jelas ingin dibangunnya dengan urutan yang
sesuai. Sebuah seni, karena pemodelan mencakup bagaimana menuangkan
persepsi manusia atas dunia nyata dengan segala keunikannya (Gayatri 2010).
Soerianegara (1978), mengemukakan bahwa simulasi adalah eksperimentasi
yang menggunakan model dari suatu sistem. Simulasi dalam analisis sistem
meliputi tiga kegiatan berikut:
1. Membuat model yang menggambarkan keadaan sistem dan proses-proses
2. Memanipulasi atau melakukan percobaan-percobaan terhadap model tersebut
yang akan menghasilkan data eksperimen.
3. Menggunakan model dan data untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan
persoalan mengenai sistem sebenarnya (real world) yang diteliti.
2.3 Analisis Ekonomi
2.3.1 Rasio Manfaat dan Biaya (BCR)
Teknik analisis rasio manfaat terhadap biaya atau benefit cost ratio (BCR) adalah perbandingan antara besaran manfaat dengan besaran biaya yang diperoleh
atau dikeluarkan oleh suatu investasi yang sedang dianalisis, karena yang
diperbandingkan adalah manfaat dan biayanya maka metode ini sering disebut
metode analisis rasio manfaat dan biaya. Pada dasarnya BCR akan
membandingkan antara manfaat yang diperoleh dari suatu investasi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan investasi tersebut, pembandingan
tersebut haruslah kompatibel dan didasarkan pada referensi waktu yang sesuai.
Berdasarkan referensi waktu memandangnya, perolehan manfaat dan pengeluaran
biayanya dapat didasarkan pada saat ini (present), saat akan datang (net present), dan dapat pula merupakan rataan tahunannya (annual equivalent) (Nugroho 2004).
Suatu usaha atau kegiatan investasi apapun bentuknya harus dapat
menghasilkan keuntungan, paling tidak seluruh biaya yang dikeluarkan harus
dapat diimbangi oleh manfaat yang diperoleh, dengan pendekatan analisis nilai
kini (NK) pernyataan seluruh biaya yang dikeluarkan harus dapat diimbangi oleh
manfaat yang diperoleh mengindikasikan bahwa suatu kegiatan investasi minimal
harus dapat mendatangkan nilai kini manfaat (NKM) yang sama dengan nilai kini
biaya (NKB) pada tingkat pengembalian minimum yang atraktif (TPMA = i %)
dan untuk periode investasi (n) tertentu. Apabila NKM lebih besar dari NKB
maka akan diperoleh nilai manfaat bersih kini yang positif atau dengan perkataan
lain kegiatan investasi tersebut menguntungkan, sebaliknya apabila NKM lebih
kecil dari NKB maka akan diperoleh nilai manfaat bersih kini (NMB) yang
negatif atau dengan perkataan lain kegiatan investasi tersebut akan merugi
2.3.2 Nilai Akan Datang (Future Value)
Untuk mengevaluasi keragaan dan menetapkan pilihan investasi yang
menggunakan teknik analisis nilai kini, referensi waktu yang digunakan sebagai
pijakan adalah saat ini. Sementara pada teknik analisis nilai rataan tahunan,
pijakan yang digunakan adalah nilai rata-rata selama periode investasi yang tentu
saja memperhitungkan bunga atau TPMA. Dengan demikian referensi waktu
sebagai pijakan analisis pada dasarnya tidak terbatas pada saat ini tetapi dapat
menggunakan rataan tahunan atau suatu titik waktu tertentu di dalam rentang
periode analisis, demikian pula tentunya referensi waktu sebagai pijakan analisis
dapat juga menggunakan suatu titik pada saat yang akan datang. Teknik analisis
yang menggunakan referensi waktu yang akan datang sebagai pijakan analisis
tersebut dinamakan teknik analisis nilai akan datang (future value analysis). Dengan teknik ini maka evaluasi keragaan dan atau perbandingan alternatif
investasi didasarkan pada nilai akan datang (NAD) dari pengeluaran atau
pemasukan kini atau yang terjadi sebelum titik waktu akan datang yang dimaksud
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Peneltian
Penelitian ini dilaksanakan di KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III
Provinsi Jawa Barat pada bulan Maret 2012 hingga Mei 2012.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder terkait kegiatan pengelolaan HHBK di KPH Bandung Utara Perhutani
Unit III Provinsi Jawa Barat.
Alat yang diunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, komputer dengan
software Stella versi 9.02 untuk simulasi model serta software microsoft excel
untuk pengolahan data.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder
sebagai data pokok dan data primer sebagai data penunjang.
Data-data sekunder yang dibutuhkan sebagai penunjang penelitian meliputi :
a. Letak dan luas areal hutan.
b. Struktur kelas hutan KPH Bandung Utara.
c. Laporan produksi hasil hutan tahun 2009 -2011.
d. Laporan keuangan KPH Bandung Utara tahun 2009 -2011.
e. Rencana pengaturan kelestarian hutan KPH Bandung Utara.
f. Rencana produksi hasil hutan KPH Bandung Utara.
Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa :
a. Kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan KPH Bandung Utara.
b. Sistem pengelolaan HHBK yang dilakukan KPH Bandung Utara.
Data primer diperoleh dengan wawancara dan diskusi kepada pihak Seksi
Perencanaan Hutan (SPH), KPH Bandung Utara, Rekanan usaha KPH Bandung
3.4 Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui analisis sistem dan simulasi. Tahapan
analisis sistem menurut Grant et. al (1997) meliputi formulasi model konseptual, spesifikasi model kuantitatif, evaluasi model dan penggunaan model.
1) Formulasi Model Konseptual
Tujuan dari pembuatan model ini adalah untuk memperoleh model
pengelolaan HHBK yang dilakukan oleh KPH Bandung Utara dan dapat
diproyeksikan ke masa depan serta dihubungkan dengan skenario tertentu
sehingga dapat dilakukan tindakan-tindakan khusus untuk mengelola HHBK agar
kegiatan pengelolaan hutan dapat dilakukan secara lestari termasuk agar
kelestarian ekonomi dapat tercapai.
Batasan pembuatan model ini yaitu model ini dibuat pada unit pengelolaan
HHBK. Model ini dibagi kedalam empat sub model yaitu: sub model pengelolaan
usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.), sub model pengelolaan usaha wanatani, sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan, dan sub model
pengelolaan usaha KPH Bandung Utara (Model Utama).
2) Spesifikasi Model Kuantitatif
Basic time unit yang dipakai adalah tahun. Pada tahap ini dimasukkan
persamaan atau nilai kuantitatif ke dalam sub model. Data-data pengelolaan
HHBK akan dicari hubungannya yang kemudian akan dimasukkan dalam bentuk
kuantitatif ke dalam suatu model.
3) Evaluasi Model
Evaluasi model bertujuan untuk mengetahui keterandalan model untuk
mendeskripsikan keadaan yang sebenarnya. Evaluasi model dilakukan dengan
membandingkan output dari model dengan data sebenarnya. Data sebenarnya
yang digunakan untuk uji validasi merupakan gabungan data primer dan sekunder.
Evaluasi model ini menggunakan analisis sensitivitas yang merupakan suatu
perlakuan merubah nilai pada parameter yang berpengaruh di model untuk
melihat kewajaran model simulasi.
4) Penggunaan Model
Model yang telah dibentuk digunakan untuk menjawab pertanyaan sesuai
digunakan untuk mengimplementasikan skenario tertentu pada pengelolaan
HHBK di KPH Bandung Utara. Diharapkan dengan adanya model simulasi
pengelolaan HHBK ini KPH Bandung Utara dapat membuat kebijakan yang
sesuai dan tepat terkait pengelolaan hutan di wilayahnya.
Selanjutnya terdapat teknik analisis data yang digunakan untuk analisis
ekonomi yaitu analisis benefit cost ratio (BCR) dan analisis net present value
(FV), berikut adalah rumus BCR dan FV:
a. BCR = Benefit (Keuntungan) / Cost (Biaya) b. FV = Benefit (Keuntungan) - Cost (Biaya)
Dalam model simulasi ini terdapat pengaruh suku bunga yang besarnya
lima persen per tahun atau 2.5 % per semester, suku bunga dipakai untuk
menghitung besar BCR dan FV pada masa yang akan datang. Berikut adalah
rumus pengaruh suku bunga yang digunakan pada BCR dan FV:
c. BCR = Benefit (Keuntungan) * (1+i)n / Cost (Biaya) * (1+i)n d. FV = Benefit (Keuntungan) * (1+i)n - Cost (Biaya) * (1+i)n Keterangan:
i = Besar suku bunga
BAB IV
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Kesatuan Pemangkuan Hutan Bandung Utara mempunyai total luas
wilayah setelah pengukuhan seluas 25.431,80 Ha dengan luasan efektif yang
dikelola Perum Perhutani sebesar 20.560,36 Ha.
KPH Bandung Utara memiliki batas geografis 107000’28’’ - 107048’28’’ BT (Bujur Timur) dan 06038’34’’ - 07002’57’’ LS (Lintang Selatan). Secara administratif KPH Bandung Utara berada pada empat kabupaten/kota, yaitu
Bandung, Bandung Barat, Purwakarta, dan Subang. Data penyebaran wilayah
KPH Bandung Utara disajikan di Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran wilayah administratif KPH Bandung Utara
No Kabupaten
Kawasan hutan yang
% Masuk KPH Bandung Utara
(Ha)
1 Bandung 2.122,50 10,32
2 Bandung Barat 10.545,33 51,29
3 Purwakarta 350,36 1,70
4 Subang 7.542,17 36,68
Jumlah 20.560,36 100,00
Sumber: RPKH KP Pinus KPH Bandung (Utara 2012 – 2021)
KPH Bandung Utara memiliki areal kerja yang berbatasan dengan tempat
lain yang secara detail dijelaskan sebagai berikut:
a. Bagian Utara berbatasan dengan wilayah kerja KPH Purwakarta
b. Bagian Timur berbatasan dengan wilayah kerja KPH Sumedang
c. Bagian Selatan berbatasan dengan wilayah kerja KPH Garut dan KPH
Bandung Selatan
d. Bagian Barat berbatasan dengan wilayah kerja KPH Bandung Selatan dan
KPH Cianjur
Wilayah KPH Bandung Utara sebagian besar dilewati oleh DAS Citarum
meliputi sub DAS Cidurian, Cijalu, Cikapundung, Cilamaya, Cimahi, Cimeta,
Cisalada, Cimosang, dan Citarik serta DAS Cipunegara meliputi sub DAS
Cilandesan, Cileat, Cilulumpang, Cimuncang, Citepus, Cipunegara, Ciwangun,
Cikondang, dan Cipabelahan.
KPH Bandung Utara termasuk kedalam Kelas Perusahaan Pinus (KP
Pinus) dan terbagi dalam dua Bagian Hutan (BH) yang ada di wilayah kerja KPH
Bandung Utara dan memiliki rincian yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Bagian hutan KPH Bandung Utara
No Bagian
Hutan
Kelas Luas (Ha)
Total (ha)
Perusahaan HL HP HPT>15 %
1 Gn. Kramat Pinus 10.340,09 - 1.301,63 11.641,72
Jumlah 1 10.340,09 - 1.301,64 11.641,72
2 Gn.
Sanggarah Pinus 4.372,23 26,75 76,80 4.475,78
Cluster Jati 1.447,86 2.995,00 - 4.442,86
Jumlah 2 5.820,09 3.021,75 76,80 8.918,64
Jumlah 16.160,18 3.021,75 1.378,43 20.560,36
Sumber: RPKH KP Pinus KPH Bandung Utara (2012 - 2021)
4.2 Kondisi Fisik
Keseluruhan wilayah KPH Bandung Utara merupakan daerah perbukitan
dan Pegunungan. Berdasarkan hasil overlay antara peta kontur dan peta kawasan
hutan KPH Bandung Utara diketahui bahwa kawasan Hutan Produksi sebagian
besar memiliki elevasi 275 – 800 mdpl, sebagian lagi khususnya di sebagian RPH
Burangrang Selatan berada di ketinggian 800 – 1500 m dpl.
Ketinggian tempat ini digunakan sebagai salah satu untuk penentuan jenis
tanaman yang akan dikembangkan. Seperti diketahui, jati tumbuh dengan baik di
ketinggian kisaran 800 m dpl. Untuk ketinggian di atas itu dikembangkan tanaman
yang lebih cocok, semacam Pinus dan lainnya.
4.3 Tanah
Menurut peta tanah tinjau Provinsi Jawa Barat tahun 1996 yang telah
diperbaharui oleh Seksi Pengukuran dan Perpetaan Biro Perencanaan Unit III
Jawa Barat tanggal 19 Juni 1994, jenis tanah kawasan KP. Pinus KPH Bandung
Utara sebagai berikut:
Komplek regosol kelabu dan litosol, andosol coklat, terdapat di kelompok
hutan gunung tangkuban perahu.
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat terdapat di kelompok hutan: tangkuban perahu, burangrang selatan, burangrang utara.
Latosol coklat terdapat di kelompok hutan: gn. susuru, gn. sarengseng,
pasir keraton, haur seah, sela gombong.
2. Bagian Hutan Gunung Karamat
Kompleks regosol kelabu dan litosol terdapat di kelompok hutan gn. salak.
Regosol coklat kemerahan terdapat di kelompok hutan bukanagara dan
cagak kadaka.
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat terdapat di kelompok hutan
bukanagara, cangak kadaka, manglayang/pulosari dan bukit tunggul.
4.4 Iklim
Wilayah hutan KPH Bandung Utara terletak pada suatu daerah dengan
musim hujan dan musim kemarau yang jelas, menurut Schmidt & Ferguson tipe
Iklim pada wilayah KPH Bandung Utara tersebut umumnya adalah tipe C dengan
curah hujan berkisar 1.800 mm–3.000 mm/tahun.
4.5 Sosial Ekonomi
Salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam pengelolaan hutan adalah
faktor sosial ekonomi masyarakat desa hutan. Begitu pula di KPH Bandung Utara.
Tercatat terdapat 16 kecamatan yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan
yang pada umumnya masyarakatnya memiliki interaksi yang tinggi dengan hutan.
Interaksi inilah yang harus dikelola dengan baik, karena bila tidak akan menjadi
faktor negatif bagi pengelolaan hutan.
Penyebaran penduduk di sekitar wilayah KPH Bandung Utara, tingkat
kepadatan tertinggi di wilayah Kec. Lembang Kab.Bandung Barat 170.439 orang
dan yang terendah di wilayah Kec. Kiarapedes Kab. Purwakarta 25.933 orang.
Adapun tingkat kepadatan penduduk tiap kecamatan di KP. Pinus KPH Bandung
Tabel 3. Penyebaran penduduk di tiap kecamatan sekitar wilayah kelas perusahaan pinus KPH Bandung Utara
No. Kecamatan Jumlah penduduk
Pria Wanita Jumlah
1 Cilengkrang 21.274 21.667 42.941
2 Cileunyi 67.841 65.128 132.969
3 Cimenyan 49.753 47.168 96.921
4 Cikalong Wetan 57.014 57.014 114.028
5 Cipatat 62.414 61.191 123.605
6 Cipeundeuy 42.651 43.138 85.789
7 Cisarua 33.075 32.424 65.499
8 Lembang 86.510 83.929 170.439
9 Parongpong 45.601 43.780 89.381
10 Darangdang 29.596 29.960 59.556
11 Klarapedes 13.323 12.610 25.933
12 Wanayasa 19.526 19.570 39.096
13 Sagalaherang 14.407 14.686 29.093
14 Jalan Cagak 18.724 19.087 37.811
15 Cisalak 18.854 19.220 38.074
16 Tanjungsiang 21.560 21.979 43.539
Jumlah 602.123 592.551 1.194.574
Sumber: RPKH KP Pinus KPH Bandung Utara (2012 – 2021)
Pada wilayah kerja KPH Bandung Utara mayoritas penduduk adalah
lulusan Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah penduduk lulusan SD sebesar 459.403
jiwa yang tersebar di 16 kecamatan dengan jumlah sebaran terbesar ada di
Kecamatan Cipatat dengan jumlah penduduk lulusan SD sebesar 57.431 jiwa.
Sedangkan jumlah populasi dengan tingkat pendidikan tinggi menempati
urutan terendah dari sisi jumlah yaitu sebesar 32.076 jiwa yang tersebar di 16
kecamatan dengan jumlah tertingginya terdapat di Kecamatan Cileunyi yaitu
sebesar 10.716 jiwa. Sementara itu juga terdapat masyarakat yang tidak pernah
menempuh pendidikan formal, jumlah terbesar terdapat pada kecamatan
Cimenyan dengan jumlah masyarakt yang tidak sekolah sebesar 25.439 jiwa.
Berikut rincian tingkat pendidikan penduduk tiap kecamatan yang ada di wilayah
Tabel 4. Tingkat pendidikan penduduk tiap kecamatan di sekitar wilayah KP. Pinus KPH Bandung Utara
No Kecamatan
Jumlah Penduduk
Sarjana/
SMU SMP SD
Tidak
Jumlah
diploma sekolah
1 Cilengkrang - 6.033 6.436 15.684 9.249 37.402
2 Cileunyi 10.716 27.477 21.421 42.835 9.885 112.334
3 Cimenyan 1.982 3.950 15.508 31.013 25.439 77.892
4 Cikalong W. 763 7.170 12.023 46.764 25.591 92.311
5 Cipatat 551 9.155 18.333 57.431 17.581 103.051
6 Cipeundeuy 997 4.815 18.969 32.797 16.618 74.196
7 Cisarua 957 4.588 16.434 21.995 9.747 53.721
8 Lembang 7.643 20.983 25.969 56.678 21.147 132.420
9 Parongpong 911 10.028 17.670 29.656 13.279 71.544
10 Darangdang 964 3.961 4.449 19.428 9.350 38.152
11 Klarapedes 698 7.129 18.636 16.140 18.701 61.304
12 Wanayasa 1.491 3.287 9.875 20.406 19.679 54.738
13 Sagalaherang 1.508 4.236 6.458 15.971 17.622 45.795
14 Jalan Cagak 798 6.572 8.768 18.567 12.545 47.250
15 Cisalak 854 5.648 9.872 16.582 10.256 43.212
16 Tanjungsiang 1.243 3.574 7.652 17.456 12.365 42.290
Jumlah 32.076 128.606 218.473 459.403 249.054 1.087.612 Sumber: RPKH KP Pinus KPH Bandung Utara (2012 – 2021)
4.6 Tegakan
Pada areal hutan KPH Bandung Utara, luasan yang mendominasi areal
tersebut adalah hutan lindung dengan jumlah luasan sebesar 16.160 ha. Hutan
produksi dan hutan produksi terbatas hanya memperoleh luasan berturut-turut
sebesar 3021 ha dan 1378 ha. Data mengenai penyebaran kelas hutan KP Pinus
Tabel 5. Penyebaran kelas hutan KP Pinus KPH Bandung Utara
Bagian
hutan BKPH
Kelas hutan
Fungsi hutan Jumlah
HL HP HPT>15% (ha)
Gn.
Kramat Cisalak HAS - - 976,43 976,43
HL 6590,9 - - 6590,9
KTN - - 17,7 17,7
KUI - - 37,7 37,7
KUII - - 142 142
KUIII - - 43,1 43,1
KUIV - - 44,2 44,2
KUVI - - 9,8 9,8
KUVII - - 3 3
LDTI - - 7,8 7,8
TBP - - 10,4 10,4
TKL - - 9,5 9,5
Total 6590,9 - 7892,53 7892,53
Gn.
Sanggarah Lembang HL 3999,77 - - 3999,77
WW - 26,75 76,8 103,55
Total 3999,77 26,75 76,8 4103,32
Manglayang
Barat HL 4121,65 - - 4121,65
Total 4121,65 - - 4121,65
Padalarang HAS - 409,8 - 409,8
HL 1447,86 - - 1447,86
HTKH - 24,2 - 24,2
KPS - 71,87 - 71,87
KUI - 1330 - 1330
KUII - 537,66 - 537,66
Gn.
Sanggarah Padalarang LDTI - 35,07 - 35,07
TBK - 136,1 - 136,1
TBP - 2 - 2
TJKL - 256,4 - 256,4
TKL - 66,6 - 66,6
TKLR - 22 - 22
WW - 3 - 3
Total 1447,86 2995 - 4442,86
Grand
Total 16160,2 3021,8 1378,43 20560,4
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Model Pengelolaan Hutan yang Dilaksanakan oleh KPH Bandung Utara
Kesatuan Pemangkuan Hutan Bandung Utara (KPH BDU) merupakan
sebuah institusi yang memiliki tugas untuk mengelola hutan yang terdapat pada
wilayah Bandung bagian Utara. Dalam mengelola hutan, KPH BDU mendapat
bimbingan dari Seksi Perencanaan Hutan III (SPH III) yang bertugas
merencanakan segala bentuk kegiatan pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh
KPH BDU. Dalam mengelola hutan yang sebagian besarnya berstatus Hutan
Lindung (HL), KPH BDU memiliki kewajiban untuk melaporkan segala bentuk
kegiatan yang dilakukan kepada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat–Banten.
KPH Bandung Utara mengadopsi struktur organisasi baku Perum
Perhutani yang diterapkan di seluruh KPH yang ada di ketiga unit Perum
Perhutani, Administratur (Adm) sebagai penanggung jawab wilayah Perum
Perhutani Bandung Utara memiliki bawahan yang bertugas membantu Adm untuk
mengelola hutan sesuai dengan rencana kelestariannya. Kelestarian yang
dimaksud di sini meliputi kelestarian lingkungan, sosial, dan ekonomi. Seksi
PSDH (Pengelolaan Sumber Daya Hutan) merupakan divisi penting dalam
struktur organisasi KPH Bandung Utara karena seksi PSDH memegang tanggung
jawab untuk melaksanakan program-program pengelolaan hutan yang meliputi
seluruh aspek teknis kehutanan dan aspek kelestarian, baik tidaknya pengelolaan
hutan yang dilaksanakan oleh KPH Bandung Utara secara tidak langsung
ditentukan oleh kinerja seksi PSDH.
Wilayah KPH Bandung Utara sebesar 78,6 % dari total keseluruhan
wilayah kerja yang menjadi tanggung jawab KPH Bandung Utara adalah hutan
lindung, undang-undang telah mengatur cara pengelolaan hutan yang lindung
salah satunya adalah aturan pelarangan penebangan pohon yang berada dalam
zona hutan lindung. Hal ini berpengaruh pada strategi pengelolaan hutan yang
dijalankan oleh KPH Bandung Utara sehingga dalam Rencana Pengaturan
Kelestarian Hutan (RPKH) yang disusun oleh SPH III Perum Perhutani terdapat
pengelolaan hutan, unsur HHBK dimasukkan kedalam RPKH dengan maksud
agar HHBK dapat menjadi komoditas alternatif yang dapat dimanfaatkan oleh
KPH Bandung Utara melihat kondisi hutan yang ada selain komoditas lain yang
selama ini telah menjadi fokus perhatian utama Perum Perhutani yaitu Jati
(Tectona grandis) dan Pinus (Pinus merkusii Jungh.).
KPH Bandung Utara menyimpan potensi usaha Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) yang sangat besar, HHBK yang dimaksud berupa wanatani atau
agroforestri yang mencakup Rotan (Calamus sp.), Kopi (Coffea sp.), Hijauan Makanan Ternak (HMT), Bambu (Dendrocalamus sp.), Aren (Arenga pinnata), Karet (Havea brasiliensis), perdagangan agroforestry (beras, kelapa, kapolaga, bambu, dan sapi), dan sharing Albizia (Albizia falcataria). Kemudian KPH Bandung Utara juga melakukan kegiatan pengelolaan HHBK lainya yang dalam
tujuan jangka menengah RPKH 2012-2021 dijadikan usaha pokok yaitu getah
Pinus (Pinus merkusii Jungh.), selanjutnya terdapat unit usaha pengelolaan jasa lingkungan yang meliputi usaha mata air dan wisata.
Visi KPH Bandung Utara yang terdapat dalam buku RPKH tahun
2012-2021 adalah “Menjadi Pengelola hutan lestari untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”, dan dilakukan dalam kerangka implementasi misi
Perusahaan, yaitu:
1. Mengelola sumber daya hutan dengan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari
berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung Daerah Aliran Sungai
(DAS), serta meningkatkan manfaat hasil hutan kayu dan bukan kayu,
ekowisata, jasa lingkungan, agroforestri serta potensi usaha berbasis
kehutanan lainnya guna menghasilkan keuntungan untuk menjamin
pertumbuhan perusahaan secara berkelanjutan.
2. Membangun dan mengembangkan perusahaan, organisasi serta sumberdaya
manusia perusahaan yang modern, profesional dan handal serta
memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan lembaga
perekonomian koperasi masyarakat desa hutan atau koperasi petani hutan.
3. Mendukung dan turut berperan serta dalam pembangunan wilayah secara
regional dan nasional, serta memberikan kontribusi secara aktif dalam
Adapun tujuan atau arah pengelolaan sumber daya hutan yang akan
direfleksikan dalam RPKH KP. Pinus KPH Bandung Utara adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan Jangka Panjang :
Memantapkan dan menumbuhkembangkan kapasitas fungsi hutan
KPH Bandung Utara baik fungsi konservasi lingkungan, fungsi sosial,
maupun fungsi ekonomi produksinya serta optimalisasi pemanfaatannya bagi
kepentingan peningkatan kesejahteraan perusahaan dan masyarakat di
sekitarnya.
2. Tujuan Jangka Menengah :
a. Membangun kawasan hutan KPH Bandung Utara sesuai hasil kajian
redesain SDH yang menegaskan Pinus sebagai jenis KP untuk BH
Sanggarah dan BH Karamat dengan pemanfaatan utama berupa produk
getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) serta
b. Membangun cluster Jati dengan jenis JPP (Jati Plus Perhutani) di sebagian
BH Sanggarah.
3. Tujuan Jangka Pendek :
a. Melakukan penanaman di hutan produksi dengan jenis sesuai KP dan
rehabilitasi di hutan lindung dengan jenis-jenis unggul untuk kepentingan
konservasi lingkungan maupun ekonomi produksi.
b. Mengkonversi jenis Jati lokal menjadi jenis JPP pada cluster jati di BH
Sanggarah secara bertahap.
c. Memanfaatkan seluruh potensi tegakan pinus untuk dilakukan
penyadapan.
d. Pengembangan pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) serta
pemanfaatan wisata dan jasa lingkungan.
Dari visi dan misi KPH Bandung Utara yang terdapat di dalam RPKH
2012-2021 terdapat isu pengelolaan HHBK dan jasa lingkungan yang tersusun
dalam tujuan jangka pendek perusahaan, sementara pada tujuan jangka menengah
dan jangka panjang hanya tercantum salah satu bagian dari HHBK yang menjadi
merkusii Jungh.). Pemasukan KPH Bandung Utara antara tahun 2009-2011 disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Pemasukan KPH Bandung Utara tahun 2009-2011.
Rencana KPH Bandung Utara untuk menjadikan komoditas getah Pinus
(Pinus merkusii Jungh.) sebagai komoditas utama terlihat kurang realistis karena bila dilihat dari perbandingan antara pemasukan dan pengeluarannya, pengeluaran
yang terdapat pada usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) jauh lebih besar dari pemasukannya sehingga usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) merupakan usaha yang memberikan kerugian bagi KPH BDU. Pengeluaran KPH
Bandung Utara tahun 2009-2011 disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Pengeluaran KPH Bandung Utara tahun 2009 – 2011 0
500,000,000 1,000,000,000 1,500,000,000 2,000,000,000 2,500,000,000 3,000,000,000 3,500,000,000
Kayu tebangan
Jasa lingkungan
Wanatani Getah pinus Di luar usaha pokok
tahun 2009 tahun 2010 tahun 2011
1,000,000,000 2,000,000,000 3,000,000,000 4,000,000,000 5,000,000,000 6,000,000,000 7,000,000,000 8,000,000,000 9,000,000,000
tahun 2009
Sebaliknya pada komoditas wanatani pemasukan jauh melebihi
pengeluaran, hal ini dapat terjadi karena KPH Bandung Utara sebatas
menyewakan areal hutannya untuk kegiatan pengelolaan wanatani yang dilakukan
oleh masyarakat melalui skema Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Pada masa panen KPH Bandung Utara mendapatkan bagi hasil dari masyarakat
pengelola wanatani atas jasanya memberikan izin atas penggunaan lahan untuk
mengelola usaha wanatani. Bila dilihat dari sisi ekonomi terutama perbandingan
antara pemasukan dan pengeluaran, usaha wanatani yang dijalankan secara
PHBM oleh KPH Bandung Utara terbukti memiliki nilai keuntungan yang sangat
tinggi.
Komoditas wanatani ditanam dengan memanfaatkan lahan yang berada di
bawah tegakan KP Pinus, secara ekologi teknik agroforestri tersebut sangat ramah
lingkungan karena tidak mengorbankan tegakan di atasnya untuk ditebang. Jenis
yang ditanam di bawah tegakan merupakan jenis yang sudah diteliti agar dapat
hidup di bawah tegakan dengan intensitas cahaya matahari kurang. Pengelola
komoditas wanatani merupakan masyarakat sekitar hutan yang bernaung di bawah
payung PHBM, secara kelestarian sosial skema PHBM ini sangat baik karena
menempatkan masyarakat sebagai pengelola utama komoditas wanatani. Dengan
adanya program PHBM ini masyarakat secara tidak langsung turut serta menjaga
hutan
a b
Gambar 3. Komoditas wanatani berupa: (a) Kopi (Coffea sp.) dan (b) HMT (Hijauan Makanan Ternak)
Namun demikian komoditas wanatani tidak dilihat sebagai komoditas
menengah dan panjang yang menjadikan komoditas getah Pinus (Pinus merkusii
Jungh.) sebagai komoditas utama walaupun secara ekonomi tidak lestari. Getah
Pinus (Pinus merkusii Jungh.) memang memiliki potensi pendapatan yang baik untuk masa yang akan datang apabila pengelolaannya dilaksanakan dengan baik
sesuai manual pengelolaan komoditas getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) dan dilengkapi dengan inovasi-inovasi pengelolaan yang merangkul pihak luar, namun
yang menjadi hambatan di sini adalah kelestarian ekonomi pengelolaan getah
Pinus (Pinus merkusii Jungh.). Kelestarian ekonomi merupakan hal yang penting dalam suatu kegiatan pengusahaan hutan, tanpa adanya kelestarian ekonomi yang
baik pihak pengusaha yang dalam hal ini adalah Perum Perhutani tidak akan bisa
melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan dalam waktu yang lama.
Kelestarian ekonomi sangat dipengaruhi oleh kelestarian lingkungan dan
kelestarian ekonomi mempengaruhi kelestarian sosial, hambatan ekonomi yang
dihadapi oleh kegiatan pengusahaan getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) datang dari faktor aturan pengelolaan hutan di areal hutan lindung. Pengelolaan pada
hutan lindung dan kawasan lindung mengacu kepada :
a. Pemanfaatan hutan pada hutan lindung dan hutan produksi mengacu kepada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.6 tahun 2007 jo Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No.3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
b. Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No.859/Kpts/Dir/1999 tanggal 6
Oktober 1999 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Lindung di Kawasan
Hutan Perum Perhutani.
c. Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No.079/Kpts/Dir/2004 tanggal 20
Februari 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Lima Tahun
Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Perlindungan Setempat di
Perum Perhutani.
d. Surat Keputusan Kepala PT. Perhutani (Persero) Unit III Jawa Barat
No.1057/Kpts/III/2001 tanggal 16 November 2001 tentang Petunjuk
e. Moratorium logging sesuai SK. Gubernur Jawa Barat No.522/1224 /Bin.Prod
tanggal 20 Mei 2003 tentang Perlindungan dan Pengamanan Hutan di Jawa
Barat.
f. Surat Direksi No.47/053.4/Can/Dir tanggal 19 Februari tahun 2009 Perihal
Penghentian Tebangan Pinus.
Fluktuasi kegiatan sadapan Pinus pada jangka lalu dipengaruhi oleh dua
faktor utama yaitu lahirnya SK. Mentri Kehutanan No. 195/Kpts-II/ 2003 tanggal
4 Juli 2003 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Jawa Barat
yang merubah sebagian kawasan hutan produksi menjadi hutan lindung (kebijakan
rescoring), serta PP. No. 6 tahun 2007 tanggal 8 Januari 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Kegiatan
sadapan Pinus KPH Bandung Utara sampai dengan akhir tahun 2006 masih
terpusat di lokasi hutan produksi yang luasnya sangat terbatas akibat kebijakan
rescoring tahun 2003. Pada tahun 2007 dan seterusnya, kegiatan sadapan mulai
meningkat lagi ketika Perhutani mulai menerapkan kebijakan pemerintah untuk
mengakomodir pemanfaatan HHBK di kawasan Hutan Lindung. Dan untuk
pengaturan sadapan di hutan lindung Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan
Banten menerbitkan SK. No. 808/Kpts/III/2010 tanggal 4 November 2010 tentang
Juknis Sadapan di Hutan Lindung.
Dalam pengelolaan getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) yang optimal, pohon-pohon pinus yang telah menua dan tidak produktif dalam menghasilkan
getah wajib ditebang agar dapat dilakukan penanaman kembali. Namun pada areal
produksi getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) situasinya berbeda, mayoritas pohon-pohon pinus yang telah menua tidak dapat ditebang karena terbentur
peraturan yang telah dijelaskan di paragraf sebelumnya. Di sisi lain bila dilihat
dari BCR (Benefit Cost Ratio) atau perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran, usaha pengelolaan getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) dinilai tidak menguntungkan. Hal ini terjadi karena salah satunya disebabkan oleh imbas
peraturan moratorium penebangan pada HL yang menyebabkan pengelolaan
usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) di KPH Bandung Utara tidak optimal. Komoditas kayu tebangan merupakan komoditas yang memiliki jumlah
pengeluaran terbesar bila dibandingkan dengan komoditas lainnya, sementara
komoditas kayu tebangan tidak memiliki pemasukan sama sekali. Hal ini terjadi
murni disebabkan oleh kebijakan Perum Perhutan Unit III yang menginstruksikan
agar seluruh biaya pengelolaan kayu yang rinciannya terdapat dalam lampiran
dibebankan kepada KPH BDU. Sementara pemasukan dari kegiatan pengelolaan
kayu yang dalam hal ini penebangan pada HP maupun HPT dikelola oleh KBM
(Kesatuan Bisnis Mandiri) Perum Perhutani Unit III, KBM Perum Perhutani
merupakan institusi yang berkoordinasi di bawah Perum Perhutani Unit III dan
bertugas mengelola objek bisnis potensial yang berada dalam wilayah Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten.
Komoditas jasa lingkungan yang dikembangkan oleh KPH Bandung Utara
merupakan komoditas yang cukup lestari dari sisi ekonomi, bila dilihat dari data
keuangan tahun 2009-2011 pemasukan yang diterima oleh KPH Bandung Utara
dari komoditas jasa lingkungan lebih besar dari pengeluarannya. Jasa lingkungan
dimanfaatkan oleh pihak lain melalui skema PKS (Perjanjian Kerja Sama), nilai
PKS pada komoditas air bervariasi bergantung kesepakatan antara KPH Bandung
a b
Gambar 5. Komoditas jasa lingkungan berupa: (a) objek wisata dan (b) mata air
5.2 Penyusunan Model Simulasi Pengelolaan Hutan
Model simulasi yang dibuat dalam penyusunan model simulasi
pengelolaan hutan ini terdiri dari tiga sub model dan satu model utama yaitu:
a. Sub model pengelolaan usaha getah pinus (Pinus merkusii Jungh.) b. Sub model pengelolaan usaha wanatani
c. Sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan
d. Sub model pengelolaan usaha KPH BDU (Model utama)
Model simulasi pengelolaan hutan ini terdiri dari empat sub model antara
satu sub model dengan sub model lainnya tidak saling mempengaruhi namun
model utama dipengaruhi oleh sub model yang ada. Besar keuntungan atau
kerugian yang terdapat pada sub model pengelolaan getah Pinus (Pinus merkusii
Jungh.), wanatani, dan jasa lingkungan mempengaruhi besar keuntungan atau
kerugian dan benefit cost ratio (BCR) pada model pengelolaan hutan KPH BDU. Namun BCR dan keuntungan atau kerugian yang terdapat pada model
pengelolaan hutan KPH BANDUNG UTARAtidak dapat mempengaruhi sub
model pengelolaan getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.), wanatani, dan jasa lingkungan. Berikut adalah gambaran interaksi antara sub model dan model
Gambar 6. Gambaran interaksi antara sub model dengan model utama
5.2.1 Formulasi Model Konseptual
5.2.1.1 Penentuan Tujuan Model
Tujuan penyusunan model simulasi ini sesuai dengan tujuan penelitian ini
yaitu menilai kelestarian ekonomi (net present value dan benefit cost ratio) pada kegiatan pengelolaan hasil hutan bukan kayu di KPH BDU yang memperhatikan
perubahan volume produksi, fluktuasi harga komoditas, suku bunga, jangka waktu
pengelolaan, fluktuasi biaya pengelolaan, serta rencana produksi kedepan.
Selanjutnya model simulasi yang disusun digunakan untuk mensimulasikan
berbagai macam skenario yang menyangkut pendapatan, pengeluaran, net present value, dan benefit cost ratio (BCR). Di samping itu model simulasi pengelolaan hasil hutan bukan kayu ini juga digunakan untuk memformulasikan perhitungan
faktor-faktor penentu kelestarian ekonomi.
5.2.1.2 Pembatasan Model
Batasan-batasan yang digunakan dalam penyusunan model simulasi ini
adalah:
Pengelolaan usaha
KPH Bandung Utara
(Model utama)
Pengelolaan usaha
getah pinus (Pinus merkusii Jungh.)
Pengelolaan
usaha wanatani
Pengelolaan usaha
a. Volume produksi adalah jumlah total keseluruhan komoditas yang berhasil
dipanen dalam suatu proses produksi.
b. Harga adalah acuan yang digunakan untuk menilai suatu komoditas dalam
satuan Rupiah.
c. Fluktuasi produksi adalah persentase perubahan volume produksi dalam
beberapa tahun.
d. Fluktuasi harga adalah persentase perubahan harga komoditas dalam beberapa
tahun.
e. Biaya adalah besarnya pengeluaran yang digunakan dalam kegiatan
pengelolaan dalam satuan Rupiah.
f. Fluktuasi biaya adalah persentase perubahan biaya yang digunakan dalam
kegiatan pengelolaan dalam beberapa tahun.
g. Suku bunga adalah besarnya persentase inflasi dalam suatu kegiatan
pengelolaan hutan sesuai jangka waktu kegiatan.
h. Jangka waktu adalah seberapa lama suatu kegiatan pengelolaan hutan
dilaksanakan.
i. Net present value adalah nilai yang didapat dari pengurangan antara pemasukan dan pengeluaran yang sudah dipengaruhi oleh suku bunga dan
jangka waktu.
j. Benefit cost ratio adalah nilai yang diperoleh dari perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran.
5.2.1.3 Kategorisasi Komponen-komponen dalam Sistem
Setiap komponen yang masuk dalam ruang lingkup sistem
dikategorisasikan ke dalam berbagai kategori sesuai dengan karakter dan
fungsinya sebagai berikut:
a. Sub model pengelolaan getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.)
- State variable meliputi jangka waktu, in pendapatan getah, dan in pengeluaran getah.
- Driving variable meliputi suku bunga, volume produksi, harga getah, peningkatan produksi, fluktuasi harga, peningkatan biaya getah, dan
- Auxilary variable meliputi pemasukan dan pengeluaran.
- Material transfer meliputi input jangka waktu, input pendapatan, dan input pengeluaran.
b. Sub model pengelolaan wanatani
- State variable meliputi pendapatan HMT, pendapatan aren, pendapatan kopi, pendapatan bambu, pendapatan rotan, biaya wanatani, pemasukan
wanatani, dan jangka waktu.
- Driving variable meliputi harga HMT, volume HMT ton, volume HMT ton, harga aren kg, volume aren kg, peningkatan aren, harga kopi kg,
volume kopi kg, peningkatan kopi, harga bambu btg, jumlah bambu btg,
peningkatan bambu, harga rotan btg, jumlah rotan btg, peningkatan rotan,
peningkatan biaya wanatani, peningkatan pendapatan wanatani, dan suku
bunga.
- Auxilary variable pengeluaran wanatani.
- Material transfer meliputi input jangka waktu, in HMT, in aren, in kopi, in bambu, out rotan, in biaya, dan in pemasukan.
c. Sub model pengelolaan jasa lingkungan
- State variable meliputi penerimaan air, penerimaan wisata, biaya air, biaya wisata, dan jangka waktu.
- Driving variable meliputi tiket cisalak, pengunjung cisalak, peningkatan cisalak, tiket lembang, pengunjung lembang, peningkatan lembang, tiket
manglayang, peningkatan manglayang, pengunjung manglayang, tiket
padalarang, pengunjung padalarang, peningkatan padalarang, pendapatan
air lembang, peningkatan air lembang, penurunan air manglayang,
pendapatan manglayang, pendapatan air padalarang, peningkatan air
padalarang, peningkatan air cisalak, pendapatan air cisalak, peningkatan
biaya air, peningkatan biaya wisata, biaya pegawai jasling, biaya tan
RUPHR, dan suku bunga.
- Auxilary variable meliputi pemasukan, pengeluaran, cisalak, lembang, manglayang barat, padalarang, air lembang, air manglayang barat, air
- Material transfer meliputi input jangka waktu, in air, in wisata, out wisata, dan out air.
d. Sub model pengelolaan usaha KPH BDU
- State variable meliputi jangka waktu, biaya kayu, biaya non usaha pokok, pendapatan non usaha pokok, pemasukan wanatani, dan biaya administrasi
dan lain-lain.
- Driving variable meliputi suku bunga, peningkatan pendapatan non usaha pokok, peningkatan pengeluaran non usaha pokok, penurunan biaya
administrasi, pemasukan getah, pengeluaran getah, pengeluaran wanatani,
pemasukan jasa lingkungan, dan pengeluaran jasa lingkungan.
- Auxilary variable pengeluaran kayu, pemasukan non pokok, pengeluaran non usaha pokok, pengeluaran administrasi dan lain-lain, pemasukan KPH
BDU, dan pengeluaran KPH BDU.
- Material transfer meliputi in jangka waktu, in pengeluaran kayu, in pendapatan non usaha pokok, in pengeluaran non usaha pokok, dan in
biaya administrasi dan lain-lain.
5.2.1.4 Mempresentasikan Model Konseptual
Berikut adalah penjelasan mengenai hubungan antar komponen, perilaku
model, dan pola yang terdapat dalam model simulasi pengelolaan hutan KPH
BDU.
A. Sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.)
Sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) digunakan untuk menggambarkan nilai dan parameter ekonomi kegiatan
pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) yang dilaksanakan oleh KPH BDU. Sub model ini terdiri dari state variable jangka waktu yang mengalami penambahan seiring waktu pengelolaan usaha yang semakin
bertambah, state variable pendapatan getah yang mengalami penambahan karena terdapat peningkatan volume produksi getah dalam waktu tiga tahun terakhir serta
harga getah yang cenderung melemah dalam rentang waktu tiga tahun terakhir,
Aliran materi dalam sub model model pengelolaan usaha getah Pinus
(Pinus merkusii Jungh.) dimulai dengan adanya input jangka waktu yang mempengaruhi state variable jangka waktu untuk digunakan dalam perhitungan
auxilary variable pemasukan dan pengeluaran setelah sebelumnya berinteraksi dengan driving variable suku bunga. Aliran materi input pendapatan dipengaruhi oleh driving variable volume produksi, harga getah, peningkatan produksi, peningkatan pendapatan, dan fluktuasi harga yang semuanya berperan dalam
peningkatan state variable input pendapatan getah. Kemudian aliran materi input biaya terpengaruh oleh driving variable peningkatan biaya, state variable input pengeluaran getah cenderung mengalami peningkatan akibat dari aliran materi
input pengeluaran.
Hasil akhir dari sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii