• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

D. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

2) Mencintai Rasulullah Saw

dan berhukum dengan ketetapannya. Allah berfirman dalam dalam QS. Al-Hasyr ayat 7:

...





























Artinya: “...Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya

Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr, 59:7).

Dengan demikian, maka semua perintah Rasulullah Saw. wajib ditaati dan semua larangannya dijauhi sebagai bukti cinta kepada Rasulullah Saw.

2) Mencintai Rasulullah Saw.

Cinta kepada Rasulullah tidak cukup hanya dibuktikan dengan membaca shalawat dan salam, tetapi juga harus diwujudkan dengan tindakan konkret, diantaranya adalah menjalankan ajaran Rasulullah Saw., rindu bertemu beliau serta memperbanyak membaca shalawat dan pujian kepada Rasul. 3) Meneladani Akhlak Rasulullah Saw.

Sikap dan ketaatan Nabi Muhammad Saw. pada ajaran yang terkandung dalam Al-Qur‟an menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dalam kehidupannya sehingga patutlah jika umatnya meneladani akhlak beliau.

24 Akhlak kepada Rasulullah Saw. merupakan wujud kecintaan dan keimanan umatnya kepada sang pemimpin yaitu Rasulullah Saw. dengan menaati, menjalankan perintahnya serta mengikuti jejak beliau, manusia akan dijamin kesejahteraannya di dunia dan akhirat.

b. Akhlak Pada Diri Sendiri

Akhlak terhadap diri sendiri mencakup semua persoalan yang menyangkut diri sendiri, baik secara rohani maupun secara jasmani (Nasharuddin, 2015:257). Adapun akhlak pribadi menurut Yunahar Ilyas (2007:81) dalam buku kuliah akhlak meliputi:

1) Shidiq

Shidiq (ash-sidqu) secara bahasa berasal dari Bahasa

Arab kata

اقدص - قدصي قدص

artinya benar, nyata, atau berkata jujur, lawan dari dusta atau bohong (al-kazib) (Munawir, 1984:770). Seorang muslim dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir batin yaitu benar hati, benar perkataan, dan benar perbuatan.

2) Amanah

Amanah secara bahasa berasal dari kata

- نمأي نمأ

ةنامأ

artinya dapat dipercaya (Munawir, 1984:40). Dalam pengertian yang luas, amanah mencakup banyak hal, yaitu

25 menyimpan rahasia orang lain, menjaga kehormatan, menjaga diri sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan dan lain-lain. Sifat amanah seakar dengan kata iman, antara keduanya terdapat kaitan yang sangat erat, sekali menipis keimanan seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya.

3) Istiqamah

Term istiqamah secara bahasa berasal dari kata

ماقتسا

ميقتسي

-ةماقتسا

yang berarti tegak lurus atau berdiri (Munawir,

1984:361), sedangkan pengertian dalam KBBI, istiqamah

diartikan sikap teguh pendirian dan selalu konskuen. Dalam terminologi akhlak, istiqamah adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keilaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan.

4) Iffah

Pengertian „iffah, secara etimologi adalah bentuk masdar dari

ةّفع - ّفعي ّفع

artinya menjaga kehormatan diri, kesucian diri, tak mau mengerjakan yang keji (Munawir, 1984:272). Secara istilah, „iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya.

26 Nilai dan wibawa seseorang tidaklah ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya dan tidak pula ditentukan oleh rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya. Oleh karena itu, untuk menjaga kehormatan diri, setiap orang harus menjauhkan diri dari segala perbuatan dan perkataan yang dilarang Allah Swt. dengan mengendalikan hawa nafsunya, tidak hanya dari hal-hal yang haram, bahkan kadang-kadang harus menjaga dirinya dari hal-hal yang halal karena bertentangan dengan kehormatan dirinya (Ilyas, 2008:90). 5) Mujahadah

Mujahadah berasal dari kata

ةدهاجم - دهاجي دهاج

yang berarti berjuang (Munawir, 1984:93). Dalam konteks akhlak, mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat pendekatan diri kepada Allah Swt., baik hambatan yang bersifat internal maupun yang eksternal.

Hambatan yang bersifat internal datang dari jiwa yang mendorong untuk berbuat keburukan, hawa nafsu yang tak terkendali, dan kecintaan pada dunia. Sedangkan hambatan eksternal datang dari syaithan, orang-orang kafir, munafik, serta para pelaku kemaksiatan dan kemungkaran.

Untuk mengatasi dan melawan hambatan tersebut diperlukan kemauan keras dan perjuangan yang

sungguh-27 sungguh yang disebut mujahadah, apabila seseorang bermujahadah untuk keridhaan Allah Swt. maka Allah akan menunjukkan jalan kepanya untuk tujuan tersebut.

6) Syaja’ah

Secara bahasa syaja‟ah berasal dari kata

عجشي عجش

ةعاجش

artinya berani (Munawir, 1984:695). berani bukan berarti siap menantang siapa saja tanpa memperdulikan apakah seseorang berada di pihak yang benar atau yang salah, dan bukan pula berani memperturutkan hawa nafsu, tetapi berani yang berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh pertimbangan. Keberanian tidaklah ditentukan oleh kekuatan fisik, tetapi ditentukan oleh kekuatan hati dan kebersihan jiwa. Betapa banyak orang yang fisiknya besar dan kuat, tapi hatinya lemah. Sebaliknya, betapa banyak yang fisiknya lemah tapi hatinya kuat.

7) Tawadhu’

Tawadhu‟ secara bahasa berasal dari kata

عضاوتي عضاوت

-اعضاوت

artinya merendahkan diri, rendah hati, lawan dari sombong atau takabur (Munawir, 1984:501). Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari orang lain, sementara

28 orang yang sombong menghargai dirinya secara berlebihan. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri. Sekalipun dalam praktiknya orang yang rendah hati cenderung merendahkan dirinya di hadapan orang lain, tapi sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri.

Orang yang tawadhu‟ menyadari bahwa apa saja yang dimiliki adalah karunia dari Allah Swt. Sikap tawadhu‟

membuat seseorang dihormati dan dihargai, tidak akan membuat derajat seseorang menjadi rendah.

8) Malu

Malu (al-haya‟) adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang tidak baik. Orang yang memiliki rasa malu, apabila melakukan sesuatu yang tidak baik akan terlihat gugup dan sebaliknya, orang yang tidak punya rasa malu akan melakukannya dengan tenang tanpa ada rasa gugup.

Sifat malu dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, malu kepada Allah Swt. kedua, malu kepada diri sendiri, dan

ketiga, malu kepada orang lain. Orang yang malu kepada Allah

apabila tidak mengerjakan perintah-Nya dan tidak menjauhi larangan-Nya, dengan sendirinya malu terhadap diri sendiri. Penolakan datang dari dalam dirinya sendiri, ia akan

29 mengendalikan hawa nafsunya dari keinginan-keinginan yang tidak baik.

9) Sabar

Pengertian sabar secara bahasa berasal dari kata

ربص

ربصي

-اربص

berarti sabar, tabah (Munawir, 1984:760). Secara terminologis, sabar artinya menahan diri dari segala sesuatu yang disukai dan tidak disukai karena mengharap ridha Allah. Hal-hal yang tidak disukai seperti musibah kematian, sakit, kelaparan dan sebagainya, sedangkan sabar dalam hal-hal yang disukai misalnya segala kenikmatan duniawi yang disukai oleh hawa nafsu, sabar dalam hal ini berarti menahan dan mengekang diri dari memperturutkan hawa nafsu.

Menurut Imam Ghazali, sabar merupakan ciri khas manusia dan binatang, malaikat tidak memerlukan sifat sabar. Binatang tidak memerlukan sifat sabar karena binatang diciptakan tunduk sepenuhnya pada hawa nafsu, bahkan hawa nafsu itulah satu-satunya yang mendorong binatang untuk bergerak atau diam. Sedangkan malaikat tidak memerlukan sifat sabar karena memang tidak ada hawa nafsu yang harus dihadapinya. Malaikat selau cenderung pada kesucian, sehingga tidak diperlukan sifat sabar untuk memelihara dan mempertahankan kesuciannya.

30 10) Pemaaf

Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Dalam bahasa Arab, sifat pemaaf disebut dengan al-„afwu yang berarti kelebihan atau yang berlebih, sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 219:

...









...

“...Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka

nafkahkan. Katakanlah: “Yang berlebih dari keperluan...” (QS. Al-Baqarah, 2:219).

Ayat tersebut dapat dipahami bahwa yang berlebih seharusnya diberikan agar keluar, dari pengertian mengeluarkan yang berlebih itu, kata al-„afwu kemudian berkembang maknanya menjadi menghapus. Dalam konteks ini, memaafkan berarti menghapus luka atau bekas luka yang ada di dalam hati. c. Akhlak dalam Keluarga

Setelah manusia lahir, keluarga akan terlihat jelas fungsinya dalam dunia pendidikan, yaitu memberi pengalaman kepada anak baik melalui pemeliharaan, pembinaan, ataupun pengaruh yang menuju terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua. Orang tua (keluarga) menjadi pusat kegiatan rohani pertama pada anak, baik tentang sikap, cara berbuat atau cara berpikir. Keluarga

31 juga menjadi pelaksana pendidikan Islam yang akan mempengaruhi pada pembentukan akhlak mulia.

Akhlak dalam keluarga dalam buku Pendidikan Agama Islam yang dikutip oleh Muhammad Daud Ali (2008:358) diantaranya yaitu berbakti pada kedua orang tua (birru al-walidain) dengan ikhlas, saling membina cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, mendidik anak dengan kasih sayang, dan memelihara

silaturrahim.

d. Akhlak Bermasyarakat

Hidup bermasyarakat adalah hal yang tidak bisa lepas dari seorang manusia, karena penciptaan manusia sebagai makhluk sosial membuatnya selalu membutuhkan orang lain. Untuk itu, menjaga akhlak dalam hidup bermasyarakat adalah hal yang sangat penting agar hubungan baik dengan orang lain selalu terjalin dengan harmonis sehingga dapat menciptakan rasa cinta dan damai di masyarakat.

Akhlak di sini juga termasuk yang ada disekitar, yaitu tetangga. Akhlak yang dapat diterapkan dalam bermasyarakat menurut Mohammad Daud Ali (2008:358) di antaranya: memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan, saling menolong dalam kebaikan dan takwa, menganjurkan anggota masyarakat dan diri sendiri untuk berbuat

Dokumen terkait