NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM AL-
QUR’AN
SURAT AL-
AN’AM AYAT 151
-153
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
ANA ZUHROTUN NISAK
NIM 11113059
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM AL-
QUR’AN
SURAT AL-
AN’AM AYAT 151
-153
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
ANA ZUHROTUN NISAK
NIM 11113059
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
iii KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Lingkar Salatiga Km. 02 Sidorejo Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: www.tarbiyah.iainsalatiga.ac.id e-mail: tarbiyah@iainsalatiga.ac.id
SKRIPSI
iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN PUBLIKASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ana Zuhrotun Nisak
NIM : 111 13 059
Jurusan : S1 – Pendidikan Agama Islam (PAI)
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
Menyatakan bahwa sripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah. Skripsi ini boleh di upload di perpustakaan IAIN Salatiga.
v
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab,
33:21).
اــــــــــَــــــقُلُخ ْمُهُـنَسْحَأ اــــــــــــــًناَْيِْإ َْيِْنِمْؤُمْلا ُلَمْكَا
“Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”
vi PERSEMBAHAN
Yang utama dari segalanya, ucap syukur kepada Allah Swt. atas taburan
cinta dan kasih sayang-Nya yang telah memberikan kekuatan,membekali dengan
ilmu, serta memperkenalkan dengan cinta, atas karuniaserta kemudahan yang
Allah berikan akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini penulis
persembahkan kepada:
1. Terkhusus kepada ayahanda dan ibunda tercinta, terimakasih yang tak
terhingga karena selama ini telah mendidik dan merawatku dengan kasih
sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan.
2. Saudara-saudaraku yang telah mewarnai hari-hari indah dalam
kebersamaan serta memberi semangat, do‟a, nasihat dan seluruh bantuannya.
3. Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan motivasi serta pengarahan sampai selesainya skripsi ini.
4. Sahabat-sahabat PAI 2013 terimakasih telah memberikan banyak
kenangan yang indah dan teman-teman seperjuangan yang telah
memberikan dukungan semangat dan do‟a sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
5. Teman-teman PPL 2016, KKN 2017 yang telah memberikan banyak
pelajaran tentang artinya kebersamaan dan kekeluargaan.
vii KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Dengan mengucap puji syukur kepada Allah Swt. atas segala limpahan
rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw.
yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan.
Skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur‟an Surat Al-An‟am Ayat 151-153” disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) jurusan Pendidikan Agama Islam di
IAIN Salatiga.
Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang
telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Tarbiyah yang telah
memberikan kesempatan yang luas untuk menyelesaikan studi.
4. Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I. selaku pembimbing yang telah dengan ikhlas
dan sabar mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya
dalam membimbing penyelesaian dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.SI. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi.
6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah menyampaikan banyak ilmu pengetahuan
dan pengalaman dengan penuh kesabaran, serta karyawan IAIN Saltiga yang
telah memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi ini selesai.
7. Para guru yang menyampaikan pengetahuannya, semoga Allah memberikan
balasannya.
viii 9. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat semua yang telah membantu
memberikan dukungan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah Swt. serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin.
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, semua ini dikarenakan keterbatasan kemampuan serta
pengetahuan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini memberikan sumbangan
bagi pengembangan dunia pendidikan khususnya pendididikan agama Islam.
Amin-amin ya rabbal ‟alamin
Salatiga, 13 September 2017
Penulis
Ana Zuhrotun Nisak
ix ABSTRAKSI
Nisak, Ana Zuhrotun. 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur‟an
Surat Al-An‟am Ayat 151-153. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I.
Kata Kunci: Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
Penelitian ini tentang nilai-nilai akhlak dalam Al-Qur‟an surat al
-An‟am ayat 151-153, bahwa akhlak Islam adalah nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan as-Sunnah. Akhlak menjadi bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam sehingga Al-Qur‟an menganggapnya sebagai rujukan penting bagi kaum muslim. Melihat realitas kehidupan saat ini, terlihat banyak manusia yang mulai jauh dari nilai-nilai
Al-Qur‟an, untuk itu pendidikan akhlak menjadi alternatif utama untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan begitu, upaya menanamkan kembali nilai-nilai akhlak mulia menjadi sangat urgen, dengan berpedoman pada Al-Qur‟an dan sunnah Rasul Saw. Seperti sepuluh wasiat Allah dalam surat al-An‟am ayat 151-153 yang memiliki kandungan nilai-nilai akhlak yang patut untuk dikaji lebih lanjut seiring dengan perkembangan zaman, karena itu penelitian ini diharapkan dapat menggali nilai-nilai akhlak di dalamnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Al-Qur‟an surat a
l-An‟am ayat 151-153? (2) Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153 dalam kehidupan sehari-hari?
Untuk menjawab penelitian tersebut, penulis menggunakan penelitian library research dengan mengambil naskah surat al-An‟am ayat 151-153. Metode yang digunakan adalah metode analisis isi yaitu teks yang dianalisis sesuai dengan isi atau pesan yang terkandung dalam teks tersebut.
x DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
LEMBAR BERLOGO
JUDUL ... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv
MOTTO ... v A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Kegunaan Penelitian ... 6
E. Kajian Pustaka ... 7
F. Metodologi Penelitian ... 9
G. Definisi Operasioanal ... 10
H. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pendidikan Akhlak... 15
B. Dasar Pendidikan Akhlak ... 18
C. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 20
xi
E. Kalsifikasi Pendidikan Akhlak ... 33
BAB III DESKRIPSI SURAT AL-AN‟AM AYAT 151-153 A. Redaksi Ayat dan Terjemahan QS. Al-An‟am Ayat 151-153 ... 36
B. Tafsir QS. Al-An‟am Ayat 151-153 ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PPEMBAHASAN A. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam QS. Al-An‟am Ayat 151-153 ... 64
B. Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari ... 83
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 92
B. Saran-saran ... 93
C. Penutup ... 95
DAFTAR PUSTAKA... 96
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia tidak akan bisa berkembang dan mengembangkan
kebudayaannya secara sempurna bila tidak ada pendidikan. Pendidikan
menjadi suatu keharusan bagi manusia karena pada hakikatnya manusia lahir
dalam keadaan tidak berdaya, dan tidak langsung dapat berdiri sendiri atau
dapat memelihara dirinya sendiri. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika
eksistensi pendidikan merupakan salah satu syarat yang mendasar untuk
meneruskan dan mengekalkan kebudayaan manusia (Sadulloh, 2014:10).
Islam memandang ilmu pengetahuan dengan mengembalikan kepada
fitrah manusia tentang mencari ilmu pengetahuan, dapat diketahui di dalam
Al-Qur‟an banyak ditemukan ayat yang menjelaskan tentang sains serta
mengajak umat Islam untuk mempelajarinya. Di dalamnya terkandung
ajaran-ajaran pokok menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang kemudian
dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa dan
kapanpun masanya akan hadir secara fungsional memecahkan persoalan
kemanusiaan, salah satunya adalah permasalahan pendidikan yang selalu
ramai diperbincangkan umat. Tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur‟an adalah
sumber ilmu pengetahuan yang diturunkan bagi manusia sebagai pedoman dan
petunjuk dalam menganalisis setiap kejadian di alam ini, sekaligus menjadi
2 Al-Qur‟an merupakan bacaan yang sempurna dan mulia, tidak ada satu
bacaan pun selain Al-Qur‟an yang dipelajari dan diketahui sejarahnya bukan
sekedar secara umum, tetapi ayat demi ayat, baik dari segi tahun, bulan, masa,
dan musim turunnya, malam atau siang, dalam perjalanan atau di tempat
berdomisili penerimanya (Nabi Muhammad Saw.), bahkan sebab-sebab serta
saat turunnya ayat, demikianlah kemukjizatan Al-Qur‟an dengan segala
kesempurnaannya (Shihab, 2014:21).
Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur‟an diklasifikasikan menjadi tiga;
pertama, aspek akidah yang memuat ajaran tentang keimanan akan keesaan
Tuhan serta kepercayaan pada hari akhir, kedua, aspek syari‟ah memuat ajaran
tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya, ketiga, aspek akhlak memuat ajaran tentang norma-norma keagamaan dan sosial yang harus
diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif
(Shihab, 1994:40). Salah satu konsep dasar bahwa Islam adalah sumber akhlak
telah dikemukakan sendiri oleh Nabi Muhammad Saw. yang berkaitan dengan
tugas beliau sebagai seorang utusan Allah, yaitu:
ِق َلَْخَْلِا َمِراَكَم َمِّمَتُِلِ ُتْثِعُب اَمَّنِا
“Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad dan Baihaqi) (Imam Ahmad Ibn Hanbal, 1991:504).
Al-Qur‟an mengajak manusia untuk menyandang akhlak yang mulia,
dan sebaliknya, Al-Qur‟an mengingatkan manusia untuk berusaha keras
menghindari bermacam-macam jenis moral yang tidak terpuji, dinyatakan
3
sembahlah Tuhanmu, dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan
kemenangan.”(Q.S. Al-Hajj, 22:77).
Akhlak mulia berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai
aktivitas kehidupan manusia di segala bidang. Seseorang yang memiliki ilmu
pengetahuan dan teknologi modern yang disertai dengan akhlak mulia akan
dapat memanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan manusia. Sebaliknya,
orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki
kekuasaan, dan sebagainya namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia,
maka semuanya dapat disalahgunakan yang berakibat bencana di muka bumi.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendidikan akhlak bertujuan
untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui
perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan baik berusaha
dilakukan, dan terhadap perbuatan yang buruk berusaha dihindari (Nata,
2002:15).
Melihat realitas kehidupan saat ini, terlihat banyak manusia mulai jauh
dari nilai-nilai Al-Qur‟an yang dapat dilihat di dalam kehidupan sehari-hari,
lemahnya pemahaman terhadap Al-Qur‟an membuat berbagai macam
penyimpangan dalam kehidupan marak terjadi. Masih terlihat jelas fenomena
kemerosotan akhlak di negara yang mayoritas penduduknya muslim ini,
4 pergaulan bebas, tindak kriminal, kekerasan, korupsi, penipuan, dan
perilaku-perilaku tercela lainnya, sehingga sifat-sifat terpuji seperti toleransi, kejujuran,
kepedulian, saling bantu, kepekaan sosial, yang merupakan jati diri bangsa
sejak berabad-abad lamanya seolah menjadi barang mahal (Juwariyah,
2010:21), padahal dalam surat al-An‟am ayat 151-153 ditekankan adanya
keharusan manusia untuk menghindari keburukan akhlak, baik terhadap Allah
maupun pada sesama manusia.
Peran keluarga dan sekolah memiliki peran penting dalam membentuk
akhlak, keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang menjadi
dasar pengembangan bagi watak anak dalam mengikuti perkembangan
pendidikan selanjutnya. Saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi begitu kompleks, di mana keluarga tidak mampu untuk
menyampaikan secara lengkap dan utuh kepada anak-anaknya, maka
dibutuhkan lingkungan sekolah yang lebih mampu menyampaikan ilmu
pengetahuan teknologi tersebut (Sadulloh, 2014:196).
Namun, persoalan pendidikan abad ini memang sangat kompleks dan
heterogen, ditambah lagi dengan lahirnya berbagai macam lembaga
pendidikan yang terkadang kurang memperhatikan atau bahkan
mengesampingkan faktor nilai dan agama dalam proses pendidikannya.
Sehubungan dengan hal itu, sudah menjadi tugas para pendidik dan para
pengelola di dunia pendidikan bukan hanya sekedar mentransfer ilmu
5 dirinya sebagai uswatun hasanah dalam setiap tutur kata dan perbuatan, karena keberadaannya merupakan cermin anak didik.
Melihat persoalan tersebut, maka upaya menanamkan kembali
nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur‟an menjadi sangat urgen, salah satu cara
menuju akhlak mulia tentu harus mencontoh pribadi Rasulullah Saw. yang
memiliki sifat-sifat terpuji dan menjadi pedoman bagi umatnya, karena akhlak
beliau adalah akhlak Al-Qur‟an (Ya‟qub, 2005:257). Tak terelakkan lagi
bahwa dengan akhlak mulia, keteguhan iman, dan budi pekerti luhur
Rasulullah dapat merubah peradaban bangsa Arab Jahiliyah pada saat itu,
bangsa tersebut dapat dikatakan sebagai masyarakat yang uncivilized dalam hampir segala aspek, terutama aspek moralitas. Agar kebiasaan Jahiliyah
tersebut tidak terulang masa kini, maka harus berpedoman pada ajaran
Al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah Saw. yang menjadi cermin Al-Qur‟an. Seperti
sepuluh wasiat Allah dalam surat al-An‟am ayat 151-153 terkandung
nilai-nilai akhlak yang layak untuk dikaji seiring dengan perkembangan zaman.
Berangkat dari hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih
dalam tentang materi ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Nilai-Nilai
6 B. Rumusan Masalah
Dari judul penelitian di atas, penulis berusaha untuk mengetahui
pendidikan akhlak maka dalam penelitian ini ada beberapa permasalahan
diantaranya:
1. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam
Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153?
2. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung
dalam Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153 dalam kehidupan
sehari-hari?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok masalah yang dirumuskan, berkembang menjadi
beberapa poin yang akan menjadi tujuan penelitian, tujuan itu adalah:
1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam
Al-Qur‟an al-An‟am ayat 151-153.
2. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang
terkandung dalam Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153 dalam
kehidupan sehari-hari.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pendidikan Islam
7 mengenai nilai pendidikan akhlak dalam Al-Qur‟an dan nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-An‟am ayat 151-153.
2. Manfaat Praktis
Dapat memberi manfaat bagi para pendidik dan pemikir di masa
mendatang tentang akhlak dengan dimensi akhlak terpuji dan akhlak
tercela, serta dapat mensosialisakikan pendidikan akhlak di masyarakat
yang sejalur dengan ajaran Islam.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah suatu istilah untuk mengkaji bahan atau literatur
kepustakaan (literature review). Bentuk kegiatan ini memaparkan dan mendeskripsikan pengetahuan, argumen, dalil, konsep, atau
ketentuan-ketentuan yang pernah diungkapkan dan diketemukan oleh peneliti
sebelumnya yang terkait dengan objek masalah yang hendak dibahas. Adapun
karya-karya yang mendukung dan dijadikan kajian pustaka sebagai berikut:
1. Penelitian yang ditulis oleh Fatkhul Manan Jazuli dengan judul skripsi
“Konsep Pendidikan Akhlak Anak Terhadap Orang Tua dalam Al-Qur‟an
Surat Al-Isra‟ 23-25”. Menyimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak
berdasarkan QS. Al-Isra‟ ayat 23-25 dalam dunia pendidikan Islam yaitu:
pendidikan akidah di sekolah hendaknya mengajarkan tauhid yang
dilakukan dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan pendidikan
birru al-walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua).
2. Penelitian yang ditulis oleh Siti Khoerotunnisa, IAIN Salatiga, jurusan
8 Pendidikan Islam (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13)”.
Menyimpulkan bahwa Al-Qur‟an mengandung nilai-nilai yang universal
dan menjadi penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya, pada ayat 11
dijelakan larangan saling mengolok satu sama lain, ayat ke 12 dijelaskan
tentang ghibah atau pergunjingan, serta taubat. dan ayat 13 menjelaskan
tentang ta‟aruf atau saling mengenal.
3. Penelitian yang ditulis oleh Muhammad Khoirul Anwar, IAIN Salatiga,
jurusan PAI (2017) dengan judul skripsi “Peran Keluarga dalam
Membentuk Karakter Anak (Telaah Surat An-Nahl Ayat 78)”.
Menyimpulkan bahwa keluarga mempunyai peran penting dalam
membentuk karakter/akhlak anak dengan mengoptimalkan potensi pada
anak (pendengaran, peglihatan, dan hati), berinteraksi sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuan anak, serta keluarga harus memberikan
uswah atau teladan yang baik bagi anak. Upaya yang dapat dilakukan
dalam membentuk karakter anak dalam surat an-Nahl ayat 78 yaitu dengan
cara menanamkan nilai akidah, nilai dan ajaran ibadah, jiwa sosial,
memberikan pengawasan dan perhatian, serta menjaga jasmani dan
kesehatannya.
Dari beberapa skripsi yang sudah disebutkan di atas berbeda dengan
skripsi yang penulis buat, persamaannya yaitu sama-sama membahas tentang
akhlak akan tetapi pengambilan ayat berbeda, penulis mengambil surat
9 F. Metodologi Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan beberapa teknik yang relevan
untuk sampai pada tujuan penelitian, yang meliputi:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu library
research, penelitian dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan
dengan objek penelitian, bahwa jenis penelitian yang dilakukan
menggunakan metode library research. Dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun skunder, dicari dari
sumber-sumber kepustakaan seperti buku, majalah, artikel, dan jurnal (Kuswaya,
2009:11).
2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dari Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat
151-153, selain itu, sumber data penulis juga diambil dari buku-buku yang
relevan dengan pembahasan dalam skripsi ini. Sumber data di sini yaitu
sumber data primer dan sumber data skunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data yang berkaitan
langsung dengan penelitian yaitu Al-Qur‟an surat Al-An‟am ayat 151
-153 beserta tafsirannya menurut para ulama, diantaranya kitab tafsir
Al-Misbah karya Quraisy Syihab, kitab tafsir Al-Maraghi, kitab tafsir
10 b. Sumber Data Skunder
Sumber data skunder adalah pengumpulan data yang dicari di
dalam dokumen atau sumber pustaka, data tersebut adalah data
skunder yang telah tertulis atau diolah oleh orang lain (Wiratama,
2006:36). Data skunder merupakan sumber data yang mengandung dan
melengkapi sumber-sumber data primer, yang diambil dengan cara
mencari, menganalisis buku-buku, internet, dan informasi lainnya yang
berkaitan dengan judul skripsi.
3. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan adalah metode analisis isi (content
analysis). Menurut Sumadi Suryabrata (2010:85), metode analisis isi
adalah data deskriptif atau textular yang sering dianalisis menurut isinya atau pesan yang terkandung dalam teks tersebut.
Metode ini digunakan penulis untuk mendeskripsikan isi atau
kandungan yang ada dalam Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153
mengenai nilai-nilai akhlak apa saja yang terkandung dalam ayat tersebut.
G. Definisi Operasional
Untuk memperjelas makna judul serta menghindari penafsiran dan
penjelasan juga sebagai batasan penulisan. Maka penulis akan menjelaskan
istilah-istilah yang penting di dalam judul. Adapun istilah-istilah itu:
1. Nilai Pendidikan Akhlak
Nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sifat-sifat
11 2007:789). Nilai adalah sesuatu yang memberikan makna pada hidup yang
memberi acuan, titik tolak, dan tujuan hidup. Nilai adalah sesuatu yang
dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang.
Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, selalu menyangkut pola pikir dan
tindakan sehingga ada hubungan yang amat erat antara nilai dan etika
(Adisusilo, 2012:56). Dalam pembahasan ini, nilai yang dimaksud adalah
nilai pendidikan akhlak dalam Q.S. Al-An‟am ayat 151-153.
Secara terminologi, pendidikan merupakan terjemahan dari istilah
pedagogi yang berasal dari bahasa Yunani Kuno paidos (budak)dan agoo
(membimbing). Jadi, pedagogi diartikan sebagai „budak yang
mengantarkan anak majikan untuk belajar (Jumali dkk, 2004:19).
Dinamakan pendidikan jika kegiatan mencakup dimensi pengetahuan
sekaligus kepribadian, dengan demikian hakikat pendidikan adalah
kegiatan formal yang melibatkan guru, murid, kurikulum, evaluasi,
administrasi yang secara simultan memproses peserta didik bertambah
pengetahuan, skill, dan nilai kepribadian dalam suatu kalender akademik.
Akhlak secara etimologi, akhlak merupakan bentuk jamak dari
khuluq (
قُلُخ
) yang berarti budi pekerti, tingkah laku, perangai atau tabiat(Munawir, 1984:364). Akhlak dalam perspektif pendidikan Islam yaitu
untuk membentuk manusia yang memiliki karakter baik, keras kemauan,
sopan dalam bertutur kata dan perbuatan, tingkah laku mulia, bersifat
12 Dengan kata lain, pendidikan akhlak memiliki tujuan untuk
memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui
perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan baik berusaha
dilakukan, dan terhadap perbuatan yang buruk berusaha dihindari supaya
melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah), serta berprinsip untuk mencapai kebahagiaan dalam berhubungan dengan Allah
Swt. (hablun minallah) disamping berhubungan dengan manusia (hablun
minannas) dan alam sekitar, agar tercipta manusia yang memiliki
kesempurnaan dibanding makhluk lainnya (Nata, 2002:16).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan
akhlak adalah sesuatu yang dijunjung tinggi oleh masyarakat maupun
bangsa yang dilakukan untuk mengetahui, mengembangkan, menciptakan
sifat atau tingkah laku pada seseorang untuk berlaku sesuai dengan nilai
dan norma yang ada.
2. Al-Qur‟an Surat Al-An‟am Ayat 151-153
Surat ini terdapat pada juz 7-8 dan merupakan urutan surat yang
ke-enam, terdiri atas 165 ayat, dan termasuk golongan surat Makkiyah,
secara harfiah al-An‟am bermakna ternak, dinamai demikian karena sekian ayatnya berbicara soal ternak dalam konteks kehalalan dan keharamannya.
Menurut sejumlah riwayat, keseluruhan ayatnya turun sekaligus, tidak ada
surat panjang lain yang turun sekaligus, kecuali surat ini (Shihab, 2012:3).
Telaah ini penulis fokuskan pada ayat 151-153 yang berisi
13 dinilai sebagai sepuluh wasiat Allah yang dianugerahkan-Nya pada umat
al-Qur‟an. Dalam realita kita temui banyak akhlak tercela yang masih
sering dianggap remeh dalam prakteknya, namun sebenarnya banyak
akibat berbahaya yang ditimbulkan. Penelitian ini juga ditujukan agar
lebih memahami nilai beretika dalam hidup berdampingan dan lebih
berhati-hati dalam menyikapi kondisi tertentu dalam menjalani kehidupan.
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian
awal, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari
sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman perstujuan pembimbing,
halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman
motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman
daftar isi, dan halaman daftar lampiran.
Bagian isi dalam penelitian ini, penulis menyusun ke dalam 5 bab
yang rinciannya adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini akan dibahas latar belakang
penelitian, rumusan dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka,
metodologi penelitian, definisi operasional, dan diteruskan sistematika
pembahasan yang digunakan dalam membuat penelitian ini agar lebih
terstruktur dan sistematis.
Bab II Landasan Teori. Pada bab II akan dibahas tentang pengertian
pendidikan akhlak, dasar pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang
14 Bab III Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur‟an Al-An‟am
Ayat 151-153. Berisi redaksi Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153 dan
terjemahya, asbab an-nuzul surat al-An‟am, munasabah ayat, dan dilanjutkan penafsiran Q.S. Al-An‟am ayat 151-153.
Bab IV Analisis. Pada bab ini dibahas tentang nilai-nilai pendidikan
akhlak yang terkandung dalam Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153,
dilanjutkan pembahasan mengenai implementasinya dalam kehidupan
sehari-hari.
Bab V Penutup. Bab ini merupakan akhir dari pembahasan yang
berisi kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran, serta
15 BAB II
LANDASAN TEORI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
A. Pengertian Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak terbentuk dari dua kata yaitu, pendidikan dan
akhlak. Pengertian pendidikan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan yang berupa proses, cara, dan perbuatan mendidik (KBBI,
1990:263). Sedangkan pengertian pendidikan dalam Undang-undang RI No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 yaitu:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan
keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”
Menurut Ki Hajar Dewantara dalam buku Materi Umum Untuk Guru
Sekolah (2007:3), pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak dalam rangka
kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
16 dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya, salah
satu hal yang perlu dikembangkan adalah persoalan tentang akhlak.
Pengertian akhlak dari segi bahasa (lughatan), term “akhlak” berasal
dari bahasa Arab dari kata
قا
َخ ْل
–
ُل ُق
ْخ
َي
–
َق
َخ َل
artinya menjadikan, membuat,menciptakan (Munawir, 1984:120). Kata akhlak seakar dengan kata Khaliq
(Pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan). Kata khuluq
tercantum dalam QS. Al-Qalam ayat 4, ayat yang dinilai sebagai konsiderans
pengangkatan Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul:
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang
agung”(QS. Al-Qalam 68:4).
Pengertian akhlak secara istilah (isthilahan) dapat merujuk pada beberapa pendapat pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih yang dikenal sebagai
pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu mengatakan bahwa akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Nata, 2002:3).
Sementara itu, Imam al-Ghazali yang dikenal sebagai Hujjatul Islam
(Pembela Islam) menjelaskan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa, yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah,
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Ilyas, 2007:2).
Menurut Ahmad Amin, akhlak didefinisikan sebagai kehendak yang
17 suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, yang membawa kecenderungan
kepada pemilihan pada pihak yang benar (akhlaq al-mahmudah) atau pihak yang jahat (akhlaq al-madzmumah) (Supadie, dkk, 2012:216-217).
Kesimpulannya, akhlak adalah suatu perbuatan yang dimiliki manusia
sejak lahir dan menjadi kebiasaan yang tertanam dalam jiwa, sehingga akan
muncul secara spontan ketika diperlukan tanpa memerlukan pemikiran atau
pertimbangan serta dorongan dari luar.
Term akhlak dalam pendidikan, akhlak menunjukkan bahwa
pendidikan sangat menekankan pada perilaku. Dalam ajaran Islam, akhlak
sangat penting bagi kehidupan manusia karena hakekatnya pendidikan akhlak
selalu bersumber pada Al-Qur‟an dan hadis, dengan kedua pedoman tersebut
diharapkan memperoleh gambaran tentang pendidikan akhlak.
Berdasarkan uraian di atas, pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai
usaha sadar yang dilakukan secara berkesinambungan dalam membina sikap
manusia agar terbentuk sifat-sifat yang terpuji dan menghindari sifat-sifat
yang tercela. Pendidikan akhlak ini berkaitan dengan perubahan perilaku,
maka dalam pendekatannya menggunakan cara keteladanan, latihan, dan
pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam buku Pendidikan Islam karya Haidar Putra Daulay (2007:228)
pendidikan akhlak diistilahkan dengan budi pekerti, yaitu bagian integral
yang tidak dapat dipisahkan dari pembentukan manusia seutuhnya, karena
pendidikan budi pekerti tersebut memiliki kedudukan strategis yang selama
18 Menurut Ilyas dalam buku kuliah akhlak (2007:11), kedudukan akhlak
adalah sebagai berikut:
a. Rasulullah menempatkan penyempurnaaan akhlak mulia sebagai misi
pokok risalah Islam.
b. Akhlak merupakan salah satu pokok ajaran Islam.
c. Akhlak yang baik (mahmudah) akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang pada hari kiamat.
d. Rasulullah menjadikan baik buruknya akhlak seseorang sebagai kualitas
seseorang di hari kiamat.
e. Iman menjadikan akhlak terpuji sebagai bukti dari ibadah kepada Allah.
f. Nabi Muhammad selalu berdo‟a agar Allah membaikkan akhlak beliau.
g. Banyak ayat Al-Qur‟an yang berhubungan dengan akhlak.
B. Dasar Pendidikan Akhlak
Dasar pendidikan akhlak dalam Islam bersumber pada Al-Qur‟an dan
hadis karena akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam
(Ahmad dan Salimi, 1994:199). Al-Qur‟an merupakan dasar utama dalam
Islam yang memberikan petunjuk di jalan kebenaran dan mengantarkan pada
pencapaian kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dasar pendidikan akhlak
terdapat dalam surat Ali Imran ayat 14:
19
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3:104).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menganjurkan hambanya
untuk dapat menasehati, mengajar, membimbing, dan mendidik sesamanya
dalam hal melakukan kebajikan dan meninggalkan keburukan. Dengan
demikian, Allah telah memberikan dasar yang jelas mengenai pendidikan
akhlak yang merupakan suatu usaha untuk membimbing dan mengarahkan
manusia supaya berakhlak mulia.
Dasar pendidikan akhlak dalam hadis dijelaskan Rasulullah dalam
sabda beliau:
ِق َلَْخَْلِا َمِراَكَم َمِّمَتُِلِ ُتْثِعُب اَمَّنِا
“Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak”.
(HR. Ahmad dan Baihaqi) (Imam Ahmad Ibn Hanbal, 1991:504).
Dari ayat Al-Qur‟an dan hadis di atas menunjukkan bahwa dasar
pendidikan akhlak adalah Al-Qur‟an dan hadis, dari dasar tersebut dapat
diketahui bahwa kriteria suatu perbuatan itu bersifat baik atau buruk.
C. Tujuan Pendidikan Akkhlak
Pendidikan akhlak merupakan upaya untuk melahirkan manusia
berkepribadian muslim yang mudah untuk melaksanakan ketentuan hukum
dan ketetapan syari‟at yang diperintahkan, atau dengan kata lain tujuan
pendidikan akhlak yaitu untuk membentuk karakter muslim yang taat dan
20 Sebagaimana akhlak mulia yang terdapat pada Nabi Muhammad Saw.
yang mana dari situlah akhlak mulia dapat dicontoh dan senantiasa berada
dalam kebenaran serta berjalan di jalan yang lurus. Perintah untuk
menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan terdapat pada firman Allah
Surat al-Ahzab ayat 21:
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al-Ahzab, 33:21).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. merupakan figur
utama sebagai utusan Allah Swt. yang patut dijadikan panutan dalam
menjalani kehidupan di dunia dan mencapai kehidupan di akhirat. Maka,
dapat diketahui bahwa tujuan utama pendidikan akhlak yaitu agar manusia
berada dalam kebenaran dan selalu berada di jalan yang lurus, jalan yang
digariskan oleh Allah Swt. Inilah yang akan mengantarkan manusia pada
kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika
perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur‟an.
Tujuan lain pendidikan akhlak yaitu:
a. Mempersiapkan manusia beriman yang senantiasa beramal shalih.
b. Mempersiapkan insan beriman dan shaleh yang dapat berinteraksi
21 c. Mempersiapkan insan beriman dan shaleh yang mampu dan mau berbuat
amar ma‟ruf nahi munkar, serta berjuang di jalan Allah demi tegaknya
Islam (Mahmud, 2004:159).
D. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Ruang lingkup pendidikan akhlak sangat luas, mencakup seluruh
aspek dalam kehidupan, baik secara vertikal dengan Allah Swt. maupun
secara horizontal sesama makhluk-Nya (manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa). Ruang lingkup akhlak
tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluq dan kepada Tuhan sebagai Khaliq. Sekurang-kurangnya ada 4 alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah, yaitu:
a. Karena Allah yang telah menciptakan manusia.
b. Karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera,
berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari,
disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada
manusia.
c. Karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan
makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang
22 d. Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan menguasai daratan dan lautan.
Namun demikian, meskipun Allah telah memberikan berbagai
kenikmatan terhadap manusia, bukan menjadi alasan Allah perlu
dihormati. Bagi Allah, dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi
kemuliaan-Nya, akan tetapi sebagai manusia sudah sewajarnya
menunjukkan akhlak yang pas kepada Allah (Nata, 2002:147-148).
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan
kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah, Dia memiliki sifat terpuji
yang begitu agung, jangankan manusia, malaikat pun tidak ada yang
mampu menjangkau hakikat-Nya (Shihab, 1999:261). Banyak cara yang
dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah Swt., diantaranya: tidak
menyekutukan-Nya (mentauhidkan-Nya), mencintai-Nya, taqwa, ridha
dan ikhlas terhadap segala keputusan-Nya, selalu berdo‟a kepada-Nya,
selalu berusaha mencari ridha Allah, dan sebagainya (Nata, 2002:148).
2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia a. Akhlak Terhadap Rasulullah
Menurut M. A. Salamullah (2008:36), beberapa akhlak yang
harus dilakukan oleh setiap muslim terhadap Rasulullah Saw. yaitu:
1) Mengimani dan Menjalankan Ajaran Rasulullah Saw
Umat Islam wajib beriman kepada Rasulullah Saw.
beserta risalah yang dibawanya. Makna mengenai ajaran
23 dan berhukum dengan ketetapannya. Allah berfirman dalam
dalam QS. Al-Hasyr ayat 7:
...
tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. SesungguhnyaAllah amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr, 59:7).
Dengan demikian, maka semua perintah Rasulullah Saw.
wajib ditaati dan semua larangannya dijauhi sebagai bukti cinta
kepada Rasulullah Saw.
2) Mencintai Rasulullah Saw.
Cinta kepada Rasulullah tidak cukup hanya dibuktikan
dengan membaca shalawat dan salam, tetapi juga harus
diwujudkan dengan tindakan konkret, diantaranya adalah
menjalankan ajaran Rasulullah Saw., rindu bertemu beliau serta
memperbanyak membaca shalawat dan pujian kepada Rasul.
3) Meneladani Akhlak Rasulullah Saw.
Sikap dan ketaatan Nabi Muhammad Saw. pada ajaran
yang terkandung dalam Al-Qur‟an menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam kehidupannya sehingga patutlah jika umatnya
24 Akhlak kepada Rasulullah Saw. merupakan wujud
kecintaan dan keimanan umatnya kepada sang pemimpin yaitu
Rasulullah Saw. dengan menaati, menjalankan perintahnya serta
mengikuti jejak beliau, manusia akan dijamin kesejahteraannya di
dunia dan akhirat.
b. Akhlak Pada Diri Sendiri
Akhlak terhadap diri sendiri mencakup semua persoalan yang
menyangkut diri sendiri, baik secara rohani maupun secara jasmani
(Nasharuddin, 2015:257). Adapun akhlak pribadi menurut Yunahar
Ilyas (2007:81) dalam buku kuliah akhlak meliputi:
1) Shidiq
Shidiq (ash-sidqu) secara bahasa berasal dari Bahasa
Arab kata
اقدص
-
قدصي
–
قدص
artinya benar, nyata, atauberkata jujur, lawan dari dusta atau bohong (al-kazib) (Munawir, 1984:770). Seorang muslim dituntut selalu berada dalam
keadaan benar lahir batin yaitu benar hati, benar perkataan, dan
benar perbuatan.
2) Amanah
Amanah secara bahasa berasal dari kata
-
نمأي
–
نمأ
ةنامأ
artinya dapat dipercaya (Munawir, 1984:40). Dalam25 menyimpan rahasia orang lain, menjaga kehormatan, menjaga
diri sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan dan
lain-lain. Sifat amanah seakar dengan kata iman, antara keduanya
terdapat kaitan yang sangat erat, sekali menipis keimanan
seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya.
3) Istiqamah
Term istiqamah secara bahasa berasal dari kata
–
ماقتسا
ميقتسي
-ةماقتسا
yang berarti tegak lurus atau berdiri (Munawir,1984:361), sedangkan pengertian dalam KBBI, istiqamah
diartikan sikap teguh pendirian dan selalu konskuen. Dalam
terminologi akhlak, istiqamah adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keilaman sekalipun menghadapi
berbagai macam tantangan dan godaan.
4) ‘Iffah
Pengertian „iffah, secara etimologi adalah bentuk masdar
dari
ةّفع
-
ّفعي
–
ّفع
artinya menjaga kehormatan diri,kesucian diri, tak mau mengerjakan yang keji (Munawir,
1984:272). Secara istilah, „iffah adalah memelihara kehormatan
diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan
26 Nilai dan wibawa seseorang tidaklah ditentukan oleh
kekayaan dan jabatannya dan tidak pula ditentukan oleh
rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya. Oleh karena
itu, untuk menjaga kehormatan diri, setiap orang harus
menjauhkan diri dari segala perbuatan dan perkataan yang
dilarang Allah Swt. dengan mengendalikan hawa nafsunya,
tidak hanya dari hal-hal yang haram, bahkan kadang-kadang
harus menjaga dirinya dari hal-hal yang halal karena
bertentangan dengan kehormatan dirinya (Ilyas, 2008:90).
5) Mujahadah
Mujahadah berasal dari kata
ةدهاجم
-
دهاجي
–
دهاج
yang berarti berjuang (Munawir, 1984:93). Dalam konteks
akhlak, mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat
pendekatan diri kepada Allah Swt., baik hambatan yang bersifat
internal maupun yang eksternal.
Hambatan yang bersifat internal datang dari jiwa yang
mendorong untuk berbuat keburukan, hawa nafsu yang tak
terkendali, dan kecintaan pada dunia. Sedangkan hambatan
eksternal datang dari syaithan, orang-orang kafir, munafik, serta
para pelaku kemaksiatan dan kemungkaran.
Untuk mengatasi dan melawan hambatan tersebut
sungguh-27 sungguh yang disebut mujahadah, apabila seseorang bermujahadah untuk keridhaan Allah Swt. maka Allah akan
menunjukkan jalan kepanya untuk tujuan tersebut.
6) Syaja’ah
Secara bahasa syaja‟ah berasal dari kata
عجشي
–
عجش
–
ةعاجش
artinya berani (Munawir, 1984:695). berani bukanberarti siap menantang siapa saja tanpa memperdulikan apakah
seseorang berada di pihak yang benar atau yang salah, dan
bukan pula berani memperturutkan hawa nafsu, tetapi berani
yang berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh
pertimbangan. Keberanian tidaklah ditentukan oleh kekuatan
fisik, tetapi ditentukan oleh kekuatan hati dan kebersihan jiwa.
Betapa banyak orang yang fisiknya besar dan kuat, tapi hatinya
lemah. Sebaliknya, betapa banyak yang fisiknya lemah tapi
hatinya kuat.
7) Tawadhu’
Tawadhu‟ secara bahasa berasal dari kata
عضاوتي
–
عضاوت
-اعضاوت
artinya merendahkan diri, rendah hati, lawan darisombong atau takabur (Munawir, 1984:501). Orang yang rendah
28 orang yang sombong menghargai dirinya secara berlebihan.
Rendah hati tidak sama dengan rendah diri. Sekalipun dalam
praktiknya orang yang rendah hati cenderung merendahkan
dirinya di hadapan orang lain, tapi sikap tersebut bukan lahir
dari rasa tidak percaya diri.
Orang yang tawadhu‟ menyadari bahwa apa saja yang
dimiliki adalah karunia dari Allah Swt. Sikap tawadhu‟
membuat seseorang dihormati dan dihargai, tidak akan membuat
derajat seseorang menjadi rendah.
8) Malu
Malu (al-haya‟) adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang tidak baik.
Orang yang memiliki rasa malu, apabila melakukan sesuatu
yang tidak baik akan terlihat gugup dan sebaliknya, orang yang
tidak punya rasa malu akan melakukannya dengan tenang tanpa
ada rasa gugup.
Sifat malu dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, malu kepada Allah Swt. kedua, malu kepada diri sendiri, dan
ketiga, malu kepada orang lain. Orang yang malu kepada Allah
apabila tidak mengerjakan perintah-Nya dan tidak menjauhi
larangan-Nya, dengan sendirinya malu terhadap diri sendiri.
29 mengendalikan hawa nafsunya dari keinginan-keinginan yang
tidak baik.
9) Sabar
Pengertian sabar secara bahasa berasal dari kata
–
ربص
ربصي
-اربص
berarti sabar, tabah (Munawir, 1984:760). Secaraterminologis, sabar artinya menahan diri dari segala sesuatu
yang disukai dan tidak disukai karena mengharap ridha Allah. Hal-hal yang tidak disukai seperti musibah kematian, sakit,
kelaparan dan sebagainya, sedangkan sabar dalam hal-hal yang
disukai misalnya segala kenikmatan duniawi yang disukai oleh
hawa nafsu, sabar dalam hal ini berarti menahan dan mengekang
diri dari memperturutkan hawa nafsu.
Menurut Imam Ghazali, sabar merupakan ciri khas
manusia dan binatang, malaikat tidak memerlukan sifat sabar.
Binatang tidak memerlukan sifat sabar karena binatang
diciptakan tunduk sepenuhnya pada hawa nafsu, bahkan hawa
nafsu itulah satu-satunya yang mendorong binatang untuk
bergerak atau diam. Sedangkan malaikat tidak memerlukan sifat
sabar karena memang tidak ada hawa nafsu yang harus
dihadapinya. Malaikat selau cenderung pada kesucian, sehingga
tidak diperlukan sifat sabar untuk memelihara dan
30 10) Pemaaf
Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap
kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan
keinginan untuk membalas. Dalam bahasa Arab, sifat pemaaf
disebut dengan al-„afwu yang berarti kelebihan atau yang berlebih, sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 219:
nafkahkan. Katakanlah: “Yang berlebih dari keperluan...” (QS. Al-Baqarah, 2:219).
Ayat tersebut dapat dipahami bahwa yang berlebih
seharusnya diberikan agar keluar, dari pengertian mengeluarkan
yang berlebih itu, kata al-„afwu kemudian berkembang maknanya menjadi menghapus. Dalam konteks ini, memaafkan
berarti menghapus luka atau bekas luka yang ada di dalam hati.
c. Akhlak dalam Keluarga
Setelah manusia lahir, keluarga akan terlihat jelas fungsinya
dalam dunia pendidikan, yaitu memberi pengalaman kepada anak
baik melalui pemeliharaan, pembinaan, ataupun pengaruh yang
menuju terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua.
Orang tua (keluarga) menjadi pusat kegiatan rohani pertama pada
31 juga menjadi pelaksana pendidikan Islam yang akan mempengaruhi
pada pembentukan akhlak mulia.
Akhlak dalam keluarga dalam buku Pendidikan Agama Islam
yang dikutip oleh Muhammad Daud Ali (2008:358) diantaranya
yaitu berbakti pada kedua orang tua (birru al-walidain) dengan ikhlas, saling membina cinta dan kasih sayang dalam kehidupan
keluarga, mendidik anak dengan kasih sayang, dan memelihara
silaturrahim.
d. Akhlak Bermasyarakat
Hidup bermasyarakat adalah hal yang tidak bisa lepas dari
seorang manusia, karena penciptaan manusia sebagai makhluk sosial
membuatnya selalu membutuhkan orang lain. Untuk itu, menjaga
akhlak dalam hidup bermasyarakat adalah hal yang sangat penting
agar hubungan baik dengan orang lain selalu terjalin dengan
harmonis sehingga dapat menciptakan rasa cinta dan damai di
masyarakat.
Akhlak di sini juga termasuk yang ada disekitar, yaitu
tetangga. Akhlak yang dapat diterapkan dalam bermasyarakat
menurut Mohammad Daud Ali (2008:358) di antaranya: memuliakan
tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
bersangkutan, saling menolong dalam kebaikan dan takwa,
32 baik dan mencegah diri serta orang lain melakukan perbuatan
munkar.
e. Akhlak Bernegara
Melihat zaman yang semakin berkembang dari waktu ke
waktu menuntut manusia untuk memahami akhlak secara esensial,
dalam arti bahwa manusia memahami akhlak bukan hanya sebagai
sikap atau perilaku saja. Melainkan akhlak tersebut
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan akhlak dalam
melaksanakan bakti seseorang terhadap negara, agar menjadi
semakin sensitif terhadap persoalan yang terjadi pada bangsa dan
negara.
Akhlak bernegara meliputi: Mencintai tanah air, mendirikan
pemerintahan yang adil dan kuat serta menaatinya, mengembangkan
pendidikan, memerangi musuh dan mempertahankan tanah air, serta
menyusun tentara dan membangun pertahanan yang dapat membela
dan menjaga negara (Husein, 2004:21).
3. Akhlak Terhadap Lingkungan
Di samping akhlak kepada manusia, Allah juga memerintahkan
untuk berbuat baik kepada alam sekitar. Akhlak yang diajarkan
Al-Qur‟an terhadap lingkungan pada dasarnya bersumber dari fungsi
manusia sebagai khalifah yang menuntut adanya interaksi antara manusia
33 mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar
makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil
buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini
berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai
tujuan penciptaannya. Hal ini mengartikan bahwa manusia dituntut untuk
mampu menghormati proses-proses yang berjalan dan terhadap semua
proses yang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung
jawab sehingga tidak melakukan perusakan.
Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa
semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, semuanya
memiliki ketergantungan pada-Nya. Keyakinan ini menghantarkan
manusia untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” yang harus
diperlakukan dengan wajar dan baik (Nata, 2013:129-130).
Uraian tersebut memperlihatkan bahwa akhlak Islami sangat
komprehensif, mencakup berbagai makhluk yang diciptakan Allah, tidak
hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia, tetapi juga berbicara
tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuhan, air, dan
sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing makhluk akan
merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.
E. Klasifikasi Akhlak
Keadaan jiwa yang ada pada seseorang itu adakalanya melahirkan
34 itu, akhlak ditinjau dari sifatnya diklasifikasikan menjadi dua yaitu akhlak
terpuji dan akhlak tercela (Supadie, dkk, 2012:224). Akhlak yang terpuji
(akhlaq al-mahmudah) adalah segala macam sikap baik (terpuji) yang perlu
diimplementasikan dalam hidup. Contohnya:
a. Mengesakan Allah. Nabi Muhammad Saw. diutus kepada manusia
dengan menyampaikan misi menyampaikan kalimat Tauhid, yaitu
menyembah kepada Allah semata dan tidak menyembah kepada
selain-Nya, karena itu, setiap muslim wajib beriman atau percaya bahwa Tuhan
itu Maha Esa.
b. Berbuat baik kepada orang tua, baik dalam keadaan masih hidup atau
sudah meninggal. Hanya dengan ridha orang tua, seorang anak dapat
menjalani hidupnya dengan damai dan selamat di dunia dan akhirat,
karena dengan ridha orang tualah Allah berkehendak menurunkan
ridha-Nya.
c. Merawat dan mendidik anak dengan kasih sayang. Sebagai amanat yang
dititipkan Allah kepada orang tua, anak wajib dirawat, dibesarkan, dan
diasuh dengan penuh kasih sayang serta mendidiknya dengan baik,
contohnya; memberikan asupan makanan yang bergizi, memenuhi
kebutuhan anak dari nafkah yang halal.
d. Ikhlas, secara bahasa berakar dari kata akhlasha yang berarti bersih, jernih, murni, tidak bercampur. Secara terminologis, ikhlas adalah
berharap semata-mata mengharapkan ridha Allah Swt. Pendidikan akhlak
35 semata, agar akhlak itu senantiasa orisinil tidak dibuat-buat yang berubah
karena perubahan jabatan, lingkungan, waktu, tempat, dan seseorang
yang diajak bergaul (Hafidz dan Kastolani, 2009:111).
Sedangkan akhlak yang Tercela (akhlaq al-madzmumah) adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang buruk (tercela). Contohnya:
a. Dusta atau bohong, yaitu pernyataan tentang sesuatu yang tidak sesuai
dengan keadaan yang sesungguhnya. Dusta tidak hanya berkaitan dengan
perkataan saja, tetapi juga dengan perbuatan (Supadie, 2012:226).
b. Membunuh. Pembunuhan tanpa dasar dilakukan sengaja merupakan
suatu kejahatan, sebab itu merupakan pelanggaran terhadap kreasi Allah
Swt. tidak ada bedanya antara kasus pembunuhan yang dilakukan
sendirian ataupun beramai-ramai, semua pelakunya akan masuk ke
neraka (Az-Zuhaili, 2013:192).
c. Zalim, berarti berbuat aniaya, tidak adil alam memutuskan perkara, berat
sebelah dalam tindakan atau mengambil hak orang lain. Perbuatan
tersebut disebabkan beberapa faktor, yaitu perasaan benci dan cinta, serta
mengutamakan kepentingan diri sendiri (Supadie, 2012:227).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan akhlak
yang harus diajarkan kepada manusia adalah akhlak terpuji dan akhlak
tercela. Akhlak terpuji diajarkan agar manusia selalu melakukan perbuatan
mulia yang diperintahkan Allah Swt., sedangkan akhlak tercela diajarkan
supaya manusia menghindarinya, mengetahui dampak dari perilaku tercela,
36 BAB III
DESKRIPSI SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153
A. Redaksi Ayat dan Terjemahan QS. Al-An’am Ayat 151-153 1. Redaksi ayat dan Terjemahan
37
Artinya:
151. “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan
atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
152. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
153. Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan-jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari
jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.”
(QS. Al-An‟am, 6:151-153).
2. Isi Pokok Kandungan
Surat Al-An‟am adalah surat ke-enam, al-An‟am berarti hewan
ternak, terdiri dari 165 dan termasuk golongan surat Makkiyah. Kata
al-An‟amditemukan dalam surat ini sebanyak enam kali, dinamai al-An‟am
(hewan ternak) karena surat ini banyak menerangkan hukum-hukum yang
berhubungan dengan hewan ternak dan juga hubungan hewan tersebut
dengan adat istiadat serta kepercayaan orang-orang musyrik. Menurut
kepercayaan mereka, hewan tersebut dapat disembelih sebagai kurban
untuk mendekatkan diri kepada sesembahan mereka (Departemen Agama
38 Pokok-pokok isinya:
a. Keimanan
Bukti-bukti keesaan Allah serta kesempurnaan sifat-sifat-Nya;
tentang kenabian Muhammad; penegasan Allah atas kenabian
Ibrahim, Ishak, Ya‟kub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa,
Harun, Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas, Alyasa‟, Yunus, Luth; penegasan
tentang adanya risalah dan wahyu serta hari pembalasan dan hari
kebangkitan; sesatnya kepercayaan orang musyrik dan keingkaran
mereka terhadap hari kiamat.
b. Hukum
Larangan mengikuti adat istiadat yang dibuat-buat oleh kaum
jahiliyah; makan yang halal dan yang haram; sepuluh wasiat dalam
dalam Al-Qur‟an; Tauhid, keadilan dan hukum, dan larangan mencaci
maki berhala.
c. Kisah
Kisah umat-umat terdahulu yang menentang rasul-rasul; kisah
pengalaman Nabi Muhammad dan para nabi; dan cerita Nabi Ibrahim
membimbing kaumnya kepada agama Tauhid.
d. Lain-lain
Sikap keras kepala kaum musyrik; cara nabi memimpin
umatnya; bidang-bidang kerasulan dan tugas-tugasnya. Tantangan
kaum musyrik untuk melemahkan rasul; kepercayaan orang-orang
39 keagamaan dan kemasyarakatan, dan lain-lain (Departemen Agama
RI, 2009:64).
3. Asbab An-Nuzul
Asbab an-nuzul memiliki arti turunnya ayat-ayat Al-Qur‟an yang
ditrunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. secara
berangsur-angsur bertujuan untuk memperbaiki akidah, ibadah, akhlak,
dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena
itu dapat dikatakan bahwa terjadinya penyimpangan dan kerusakan dalam
tatanan manusia menjadi sebab turunnya Al-Qur‟an. Asbab an-nuzul
(sebab turunnya ayat) di sini maksudnya sebab-sebab yang secara khusus
berkaitan dengan turunnya ayat-ayat tertentu. Sedangkan menurut
sebagian ulama seperti Imam Asy-Sya‟bi mengatakan turunnya Al
-Qur‟an ke Baitul Izzah pertama-tama dimulai dari malam lailatul qadar,
setelah itu turun secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit dalam
berbagai kesempatan dari beberapa waktu yang berlainan (Djalal,
2012:51-55).
Ibnu Kasir (1999:189) mengambil dari Al-Hakim yang
meriwayatkan dalam kitab Mustadraknya, dari Jabir, “Tatkala surat al
-An‟am turun, Rasulullah Saw. bertasbih kemudian bersabda:
َقُفُْلْا َّدَساَم ِةَكئ َلََملا َنِم ِةَرْوُّسلا ِهِذَه َعَّيَش ْدَقَل
40 Dalam tafsir Al-Misbah (Shihab, 2012:313), surat al-An‟am ayat
151-153, menurut sejumlah riwayat, keseluruhan ayat-ayatnya turun
sekaligus. Pakar hadis at-Thabrani meriwayatkan, surat ini diantar oleh
tujuh puluh ribu malaikat dengan alunan tasbih.
Di samping keterangan tersebut, sebagian ulama mengecualikan
beberapa ayat – sekitar enam ayat yang menurut mereka turun setelah
nabi berhijrah ke Madinah, yaitu ayat 90, 93, dan 151-153, karena ada
riwayat yang hanya menyebutkan dua ayat, yaitu ayat 90 dan 91. Riwayat
lain bahkan hanya mengatakan satu ayat, yaitu ayat 90. Tetapi
riwayat-riwayat itu mengandung kelemahan-kelemahan, apalagi seperti tulis pakar
tafsir dan hadis Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, “Banyak riwayat
mengatakan seluruh ayat ini turun sekaligus. Persoalan yang
diinformasikan riwayat itu bukan persoalan ijtihad atau nalar tetapi
sejarah, bukan juga persoalan yang berhubungan dengan hawa nafsu yang
dapat mengantar kepada penolakannya, atau persoalan redaksi, yang bisa
menjadikannya memiliki kelemahan. Karena itu, riwayat-riwayat yang
turunnya seluruh ayat-ayat surat ini sekaligus pastilah punya dasar yang
dapat dipertanggungjawabkan”.
Di sisi lain, riwayat pengecualian beberapa ayat yang dikemukakan
dinilai oleh sekian banyak ulama memiliki kelemahan-kelemahan,
sehingga tidak wajar bila dijadikan dasar untuk menolak riwayat yang
demikian banyak tentang turunnya surat ini sekaligus. Riwayat yang lebih
41 Tidak ada surat panjang lain yang turun sekaligus kecuali surat
al-An‟am ini, hal ini untuk membuktikan bahwa Allah mampu
menurunkannya sekaligus tanpa berbeda mutu, karena kemaslahatan
menuntut diturunkannya sedikit demi sedikit.
Turunnya sekaligus seluruh ayat surat ini tidak menjadikan riwayat
sebab nuzul beberapa ayatnya harus ditolak. Karena seperti diketahui,
sebab nuzul tidak harus dipahami dalam arti peristiwa yang menjelang
turunnya ayat. Tetapi juga dipahami dalam arti peristiwa-peristiwa yang
petunjuk dan hukumnya dikandung oleh ayat yang bersangkutan, selama
peristiwa yang dinyatakan sebagai sebab nuzul itu terjadi pada periode
turunnya Al-Qur‟an. Baik terjadi sebelum maupun sesudah turunnya ayat
yang dimaksud.
Dalam tafsir Al-Misbah (Shihab, 2012:314), Imam Suyuthi
menyebut riwayat yang memnginformasikan bahwa surat ini turun di
waktu malam, dan bumi bergoncang menyambut kehadirannya.
Riwayat-riwayat yang disinggung di atas oleh sebagian ulama dinilai sebagai
riwayat-riwayat yang dha‟if atau lemah. Karena itu, tidak halangan untuk
mengakui turunnya surat ini sekaligus. Apalagi seperti tulis Al-Baqi‟,
tujuan utama surat ini adalah memantapkan tauhid dan ushuluddin atau prinsip-prinsip ajaran agama.
Dalam tafsir Al-Misbah (Shihab, 2012:315), Sayyid Quthub
memulai tafsirnya tentang surat ini dengan menguraikan ciri-ciri surat