• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM AL-

QUR’AN

SURAT AL-

AN’AM AYAT 151

-153

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

ANA ZUHROTUN NISAK

NIM 11113059

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)

i

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM AL-

QUR’AN

SURAT AL-

AN’AM AYAT 151

-153

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

ANA ZUHROTUN NISAK

NIM 11113059

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(4)
(5)

iii KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

Jl. Lingkar Salatiga Km. 02 Sidorejo Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: www.tarbiyah.iainsalatiga.ac.id e-mail: tarbiyah@iainsalatiga.ac.id

SKRIPSI

(6)

iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN PUBLIKASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ana Zuhrotun Nisak

NIM : 111 13 059

Jurusan : S1 – Pendidikan Agama Islam (PAI)

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)

Menyatakan bahwa sripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah. Skripsi ini boleh di upload di perpustakaan IAIN Salatiga.

(7)

v

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang

baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab,

33:21).

اــــــــــَــــــقُلُخ ْمُهُـنَسْحَأ اــــــــــــــًناَْيِْإ َْيِْنِمْؤُمْلا ُلَمْكَا

Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”

(8)

vi PERSEMBAHAN

Yang utama dari segalanya, ucap syukur kepada Allah Swt. atas taburan

cinta dan kasih sayang-Nya yang telah memberikan kekuatan,membekali dengan

ilmu, serta memperkenalkan dengan cinta, atas karuniaserta kemudahan yang

Allah berikan akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini penulis

persembahkan kepada:

1. Terkhusus kepada ayahanda dan ibunda tercinta, terimakasih yang tak

terhingga karena selama ini telah mendidik dan merawatku dengan kasih

sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan.

2. Saudara-saudaraku yang telah mewarnai hari-hari indah dalam

kebersamaan serta memberi semangat, do‟a, nasihat dan seluruh bantuannya.

3. Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan motivasi serta pengarahan sampai selesainya skripsi ini.

4. Sahabat-sahabat PAI 2013 terimakasih telah memberikan banyak

kenangan yang indah dan teman-teman seperjuangan yang telah

memberikan dukungan semangat dan do‟a sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini.

5. Teman-teman PPL 2016, KKN 2017 yang telah memberikan banyak

pelajaran tentang artinya kebersamaan dan kekeluargaan.

(9)

vii KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah Swt. atas segala limpahan

rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw.

yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur‟an Surat Al-An‟am Ayat 151-153” disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna

memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) jurusan Pendidikan Agama Islam di

IAIN Salatiga.

Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang

telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan kerendahan hati,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melakukan penelitian.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Tarbiyah yang telah

memberikan kesempatan yang luas untuk menyelesaikan studi.

4. Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I. selaku pembimbing yang telah dengan ikhlas

dan sabar mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya

dalam membimbing penyelesaian dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.SI. selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan dan motivasi.

6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah menyampaikan banyak ilmu pengetahuan

dan pengalaman dengan penuh kesabaran, serta karyawan IAIN Saltiga yang

telah memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi ini selesai.

7. Para guru yang menyampaikan pengetahuannya, semoga Allah memberikan

balasannya.

(10)

viii 9. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat semua yang telah membantu

memberikan dukungan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah Swt. serta

mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin.

Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh

dari kesempurnaan, semua ini dikarenakan keterbatasan kemampuan serta

pengetahuan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

diharapkan dalam kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini memberikan sumbangan

bagi pengembangan dunia pendidikan khususnya pendididikan agama Islam.

Amin-amin ya rabbal ‟alamin

Salatiga, 13 September 2017

Penulis

Ana Zuhrotun Nisak

(11)

ix ABSTRAKSI

Nisak, Ana Zuhrotun. 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur‟an

Surat Al-An‟am Ayat 151-153. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I.

Kata Kunci: Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak

Penelitian ini tentang nilai-nilai akhlak dalam Al-Qur‟an surat al

-An‟am ayat 151-153, bahwa akhlak Islam adalah nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan as-Sunnah. Akhlak menjadi bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam sehingga Al-Qur‟an menganggapnya sebagai rujukan penting bagi kaum muslim. Melihat realitas kehidupan saat ini, terlihat banyak manusia yang mulai jauh dari nilai-nilai

Al-Qur‟an, untuk itu pendidikan akhlak menjadi alternatif utama untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan begitu, upaya menanamkan kembali nilai-nilai akhlak mulia menjadi sangat urgen, dengan berpedoman pada Al-Qur‟an dan sunnah Rasul Saw. Seperti sepuluh wasiat Allah dalam surat al-An‟am ayat 151-153 yang memiliki kandungan nilai-nilai akhlak yang patut untuk dikaji lebih lanjut seiring dengan perkembangan zaman, karena itu penelitian ini diharapkan dapat menggali nilai-nilai akhlak di dalamnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Al-Qur‟an surat a

l-An‟am ayat 151-153? (2) Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153 dalam kehidupan sehari-hari?

Untuk menjawab penelitian tersebut, penulis menggunakan penelitian library research dengan mengambil naskah surat al-An‟am ayat 151-153. Metode yang digunakan adalah metode analisis isi yaitu teks yang dianalisis sesuai dengan isi atau pesan yang terkandung dalam teks tersebut.

(12)

x DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

LEMBAR BERLOGO

JUDUL ... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Kajian Pustaka ... 7

F. Metodologi Penelitian ... 9

G. Definisi Operasioanal ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pendidikan Akhlak... 15

B. Dasar Pendidikan Akhlak ... 18

C. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 20

(13)

xi

E. Kalsifikasi Pendidikan Akhlak ... 33

BAB III DESKRIPSI SURAT AL-AN‟AM AYAT 151-153 A. Redaksi Ayat dan Terjemahan QS. Al-An‟am Ayat 151-153 ... 36

B. Tafsir QS. Al-An‟am Ayat 151-153 ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PPEMBAHASAN A. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam QS. Al-An‟am Ayat 151-153 ... 64

B. Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari ... 83

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 92

B. Saran-saran ... 93

C. Penutup ... 95

DAFTAR PUSTAKA... 96

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia tidak akan bisa berkembang dan mengembangkan

kebudayaannya secara sempurna bila tidak ada pendidikan. Pendidikan

menjadi suatu keharusan bagi manusia karena pada hakikatnya manusia lahir

dalam keadaan tidak berdaya, dan tidak langsung dapat berdiri sendiri atau

dapat memelihara dirinya sendiri. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika

eksistensi pendidikan merupakan salah satu syarat yang mendasar untuk

meneruskan dan mengekalkan kebudayaan manusia (Sadulloh, 2014:10).

Islam memandang ilmu pengetahuan dengan mengembalikan kepada

fitrah manusia tentang mencari ilmu pengetahuan, dapat diketahui di dalam

Al-Qur‟an banyak ditemukan ayat yang menjelaskan tentang sains serta

mengajak umat Islam untuk mempelajarinya. Di dalamnya terkandung

ajaran-ajaran pokok menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang kemudian

dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa dan

kapanpun masanya akan hadir secara fungsional memecahkan persoalan

kemanusiaan, salah satunya adalah permasalahan pendidikan yang selalu

ramai diperbincangkan umat. Tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur‟an adalah

sumber ilmu pengetahuan yang diturunkan bagi manusia sebagai pedoman dan

petunjuk dalam menganalisis setiap kejadian di alam ini, sekaligus menjadi

(15)

2 Al-Qur‟an merupakan bacaan yang sempurna dan mulia, tidak ada satu

bacaan pun selain Al-Qur‟an yang dipelajari dan diketahui sejarahnya bukan

sekedar secara umum, tetapi ayat demi ayat, baik dari segi tahun, bulan, masa,

dan musim turunnya, malam atau siang, dalam perjalanan atau di tempat

berdomisili penerimanya (Nabi Muhammad Saw.), bahkan sebab-sebab serta

saat turunnya ayat, demikianlah kemukjizatan Al-Qur‟an dengan segala

kesempurnaannya (Shihab, 2014:21).

Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur‟an diklasifikasikan menjadi tiga;

pertama, aspek akidah yang memuat ajaran tentang keimanan akan keesaan

Tuhan serta kepercayaan pada hari akhir, kedua, aspek syari‟ah memuat ajaran

tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya, ketiga, aspek akhlak memuat ajaran tentang norma-norma keagamaan dan sosial yang harus

diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif

(Shihab, 1994:40). Salah satu konsep dasar bahwa Islam adalah sumber akhlak

telah dikemukakan sendiri oleh Nabi Muhammad Saw. yang berkaitan dengan

tugas beliau sebagai seorang utusan Allah, yaitu:

ِق َلَْخَْلِا َمِراَكَم َمِّمَتُِلِ ُتْثِعُب اَمَّنِا

“Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad dan Baihaqi) (Imam Ahmad Ibn Hanbal, 1991:504).

Al-Qur‟an mengajak manusia untuk menyandang akhlak yang mulia,

dan sebaliknya, Al-Qur‟an mengingatkan manusia untuk berusaha keras

menghindari bermacam-macam jenis moral yang tidak terpuji, dinyatakan

(16)

3

sembahlah Tuhanmu, dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan

kemenangan.”(Q.S. Al-Hajj, 22:77).

Akhlak mulia berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai

aktivitas kehidupan manusia di segala bidang. Seseorang yang memiliki ilmu

pengetahuan dan teknologi modern yang disertai dengan akhlak mulia akan

dapat memanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan manusia. Sebaliknya,

orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki

kekuasaan, dan sebagainya namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia,

maka semuanya dapat disalahgunakan yang berakibat bencana di muka bumi.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendidikan akhlak bertujuan

untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui

perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan baik berusaha

dilakukan, dan terhadap perbuatan yang buruk berusaha dihindari (Nata,

2002:15).

Melihat realitas kehidupan saat ini, terlihat banyak manusia mulai jauh

dari nilai-nilai Al-Qur‟an yang dapat dilihat di dalam kehidupan sehari-hari,

lemahnya pemahaman terhadap Al-Qur‟an membuat berbagai macam

penyimpangan dalam kehidupan marak terjadi. Masih terlihat jelas fenomena

kemerosotan akhlak di negara yang mayoritas penduduknya muslim ini,

(17)

4 pergaulan bebas, tindak kriminal, kekerasan, korupsi, penipuan, dan

perilaku-perilaku tercela lainnya, sehingga sifat-sifat terpuji seperti toleransi, kejujuran,

kepedulian, saling bantu, kepekaan sosial, yang merupakan jati diri bangsa

sejak berabad-abad lamanya seolah menjadi barang mahal (Juwariyah,

2010:21), padahal dalam surat al-An‟am ayat 151-153 ditekankan adanya

keharusan manusia untuk menghindari keburukan akhlak, baik terhadap Allah

maupun pada sesama manusia.

Peran keluarga dan sekolah memiliki peran penting dalam membentuk

akhlak, keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang menjadi

dasar pengembangan bagi watak anak dalam mengikuti perkembangan

pendidikan selanjutnya. Saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi begitu kompleks, di mana keluarga tidak mampu untuk

menyampaikan secara lengkap dan utuh kepada anak-anaknya, maka

dibutuhkan lingkungan sekolah yang lebih mampu menyampaikan ilmu

pengetahuan teknologi tersebut (Sadulloh, 2014:196).

Namun, persoalan pendidikan abad ini memang sangat kompleks dan

heterogen, ditambah lagi dengan lahirnya berbagai macam lembaga

pendidikan yang terkadang kurang memperhatikan atau bahkan

mengesampingkan faktor nilai dan agama dalam proses pendidikannya.

Sehubungan dengan hal itu, sudah menjadi tugas para pendidik dan para

pengelola di dunia pendidikan bukan hanya sekedar mentransfer ilmu

(18)

5 dirinya sebagai uswatun hasanah dalam setiap tutur kata dan perbuatan, karena keberadaannya merupakan cermin anak didik.

Melihat persoalan tersebut, maka upaya menanamkan kembali

nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur‟an menjadi sangat urgen, salah satu cara

menuju akhlak mulia tentu harus mencontoh pribadi Rasulullah Saw. yang

memiliki sifat-sifat terpuji dan menjadi pedoman bagi umatnya, karena akhlak

beliau adalah akhlak Al-Qur‟an (Ya‟qub, 2005:257). Tak terelakkan lagi

bahwa dengan akhlak mulia, keteguhan iman, dan budi pekerti luhur

Rasulullah dapat merubah peradaban bangsa Arab Jahiliyah pada saat itu,

bangsa tersebut dapat dikatakan sebagai masyarakat yang uncivilized dalam hampir segala aspek, terutama aspek moralitas. Agar kebiasaan Jahiliyah

tersebut tidak terulang masa kini, maka harus berpedoman pada ajaran

Al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah Saw. yang menjadi cermin Al-Qur‟an. Seperti

sepuluh wasiat Allah dalam surat al-An‟am ayat 151-153 terkandung

nilai-nilai akhlak yang layak untuk dikaji seiring dengan perkembangan zaman.

Berangkat dari hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih

dalam tentang materi ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Nilai-Nilai

(19)

6 B. Rumusan Masalah

Dari judul penelitian di atas, penulis berusaha untuk mengetahui

pendidikan akhlak maka dalam penelitian ini ada beberapa permasalahan

diantaranya:

1. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam

Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153?

2. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung

dalam Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153 dalam kehidupan

sehari-hari?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok masalah yang dirumuskan, berkembang menjadi

beberapa poin yang akan menjadi tujuan penelitian, tujuan itu adalah:

1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam

Al-Qur‟an al-An‟am ayat 151-153.

2. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang

terkandung dalam Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153 dalam

kehidupan sehari-hari.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa

manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pendidikan Islam

(20)

7 mengenai nilai pendidikan akhlak dalam Al-Qur‟an dan nilai-nilai

pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-An‟am ayat 151-153.

2. Manfaat Praktis

Dapat memberi manfaat bagi para pendidik dan pemikir di masa

mendatang tentang akhlak dengan dimensi akhlak terpuji dan akhlak

tercela, serta dapat mensosialisakikan pendidikan akhlak di masyarakat

yang sejalur dengan ajaran Islam.

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah suatu istilah untuk mengkaji bahan atau literatur

kepustakaan (literature review). Bentuk kegiatan ini memaparkan dan mendeskripsikan pengetahuan, argumen, dalil, konsep, atau

ketentuan-ketentuan yang pernah diungkapkan dan diketemukan oleh peneliti

sebelumnya yang terkait dengan objek masalah yang hendak dibahas. Adapun

karya-karya yang mendukung dan dijadikan kajian pustaka sebagai berikut:

1. Penelitian yang ditulis oleh Fatkhul Manan Jazuli dengan judul skripsi

“Konsep Pendidikan Akhlak Anak Terhadap Orang Tua dalam Al-Qur‟an

Surat Al-Isra‟ 23-25”. Menyimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak

berdasarkan QS. Al-Isra‟ ayat 23-25 dalam dunia pendidikan Islam yaitu:

pendidikan akidah di sekolah hendaknya mengajarkan tauhid yang

dilakukan dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan pendidikan

birru al-walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua).

2. Penelitian yang ditulis oleh Siti Khoerotunnisa, IAIN Salatiga, jurusan

(21)

8 Pendidikan Islam (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13)”.

Menyimpulkan bahwa Al-Qur‟an mengandung nilai-nilai yang universal

dan menjadi penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya, pada ayat 11

dijelakan larangan saling mengolok satu sama lain, ayat ke 12 dijelaskan

tentang ghibah atau pergunjingan, serta taubat. dan ayat 13 menjelaskan

tentang ta‟aruf atau saling mengenal.

3. Penelitian yang ditulis oleh Muhammad Khoirul Anwar, IAIN Salatiga,

jurusan PAI (2017) dengan judul skripsi “Peran Keluarga dalam

Membentuk Karakter Anak (Telaah Surat An-Nahl Ayat 78)”.

Menyimpulkan bahwa keluarga mempunyai peran penting dalam

membentuk karakter/akhlak anak dengan mengoptimalkan potensi pada

anak (pendengaran, peglihatan, dan hati), berinteraksi sesuai dengan

kemampuan dan pengetahuan anak, serta keluarga harus memberikan

uswah atau teladan yang baik bagi anak. Upaya yang dapat dilakukan

dalam membentuk karakter anak dalam surat an-Nahl ayat 78 yaitu dengan

cara menanamkan nilai akidah, nilai dan ajaran ibadah, jiwa sosial,

memberikan pengawasan dan perhatian, serta menjaga jasmani dan

kesehatannya.

Dari beberapa skripsi yang sudah disebutkan di atas berbeda dengan

skripsi yang penulis buat, persamaannya yaitu sama-sama membahas tentang

akhlak akan tetapi pengambilan ayat berbeda, penulis mengambil surat

(22)

9 F. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, digunakan beberapa teknik yang relevan

untuk sampai pada tujuan penelitian, yang meliputi:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu library

research, penelitian dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan

dengan objek penelitian, bahwa jenis penelitian yang dilakukan

menggunakan metode library research. Dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun skunder, dicari dari

sumber-sumber kepustakaan seperti buku, majalah, artikel, dan jurnal (Kuswaya,

2009:11).

2. Sumber Data

Data penelitian ini diperoleh dari Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat

151-153, selain itu, sumber data penulis juga diambil dari buku-buku yang

relevan dengan pembahasan dalam skripsi ini. Sumber data di sini yaitu

sumber data primer dan sumber data skunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan sumber data yang berkaitan

langsung dengan penelitian yaitu Al-Qur‟an surat Al-An‟am ayat 151

-153 beserta tafsirannya menurut para ulama, diantaranya kitab tafsir

Al-Misbah karya Quraisy Syihab, kitab tafsir Al-Maraghi, kitab tafsir

(23)

10 b. Sumber Data Skunder

Sumber data skunder adalah pengumpulan data yang dicari di

dalam dokumen atau sumber pustaka, data tersebut adalah data

skunder yang telah tertulis atau diolah oleh orang lain (Wiratama,

2006:36). Data skunder merupakan sumber data yang mengandung dan

melengkapi sumber-sumber data primer, yang diambil dengan cara

mencari, menganalisis buku-buku, internet, dan informasi lainnya yang

berkaitan dengan judul skripsi.

3. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan adalah metode analisis isi (content

analysis). Menurut Sumadi Suryabrata (2010:85), metode analisis isi

adalah data deskriptif atau textular yang sering dianalisis menurut isinya atau pesan yang terkandung dalam teks tersebut.

Metode ini digunakan penulis untuk mendeskripsikan isi atau

kandungan yang ada dalam Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153

mengenai nilai-nilai akhlak apa saja yang terkandung dalam ayat tersebut.

G. Definisi Operasional

Untuk memperjelas makna judul serta menghindari penafsiran dan

penjelasan juga sebagai batasan penulisan. Maka penulis akan menjelaskan

istilah-istilah yang penting di dalam judul. Adapun istilah-istilah itu:

1. Nilai Pendidikan Akhlak

Nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sifat-sifat

(24)

11 2007:789). Nilai adalah sesuatu yang memberikan makna pada hidup yang

memberi acuan, titik tolak, dan tujuan hidup. Nilai adalah sesuatu yang

dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang.

Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, selalu menyangkut pola pikir dan

tindakan sehingga ada hubungan yang amat erat antara nilai dan etika

(Adisusilo, 2012:56). Dalam pembahasan ini, nilai yang dimaksud adalah

nilai pendidikan akhlak dalam Q.S. Al-An‟am ayat 151-153.

Secara terminologi, pendidikan merupakan terjemahan dari istilah

pedagogi yang berasal dari bahasa Yunani Kuno paidos (budak)dan agoo

(membimbing). Jadi, pedagogi diartikan sebagai „budak yang

mengantarkan anak majikan untuk belajar (Jumali dkk, 2004:19).

Dinamakan pendidikan jika kegiatan mencakup dimensi pengetahuan

sekaligus kepribadian, dengan demikian hakikat pendidikan adalah

kegiatan formal yang melibatkan guru, murid, kurikulum, evaluasi,

administrasi yang secara simultan memproses peserta didik bertambah

pengetahuan, skill, dan nilai kepribadian dalam suatu kalender akademik.

Akhlak secara etimologi, akhlak merupakan bentuk jamak dari

khuluq (

قُلُخ

) yang berarti budi pekerti, tingkah laku, perangai atau tabiat

(Munawir, 1984:364). Akhlak dalam perspektif pendidikan Islam yaitu

untuk membentuk manusia yang memiliki karakter baik, keras kemauan,

sopan dalam bertutur kata dan perbuatan, tingkah laku mulia, bersifat

(25)

12 Dengan kata lain, pendidikan akhlak memiliki tujuan untuk

memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui

perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan baik berusaha

dilakukan, dan terhadap perbuatan yang buruk berusaha dihindari supaya

melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah), serta berprinsip untuk mencapai kebahagiaan dalam berhubungan dengan Allah

Swt. (hablun minallah) disamping berhubungan dengan manusia (hablun

minannas) dan alam sekitar, agar tercipta manusia yang memiliki

kesempurnaan dibanding makhluk lainnya (Nata, 2002:16).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan

akhlak adalah sesuatu yang dijunjung tinggi oleh masyarakat maupun

bangsa yang dilakukan untuk mengetahui, mengembangkan, menciptakan

sifat atau tingkah laku pada seseorang untuk berlaku sesuai dengan nilai

dan norma yang ada.

2. Al-Qur‟an Surat Al-An‟am Ayat 151-153

Surat ini terdapat pada juz 7-8 dan merupakan urutan surat yang

ke-enam, terdiri atas 165 ayat, dan termasuk golongan surat Makkiyah,

secara harfiah al-An‟am bermakna ternak, dinamai demikian karena sekian ayatnya berbicara soal ternak dalam konteks kehalalan dan keharamannya.

Menurut sejumlah riwayat, keseluruhan ayatnya turun sekaligus, tidak ada

surat panjang lain yang turun sekaligus, kecuali surat ini (Shihab, 2012:3).

Telaah ini penulis fokuskan pada ayat 151-153 yang berisi

(26)

13 dinilai sebagai sepuluh wasiat Allah yang dianugerahkan-Nya pada umat

al-Qur‟an. Dalam realita kita temui banyak akhlak tercela yang masih

sering dianggap remeh dalam prakteknya, namun sebenarnya banyak

akibat berbahaya yang ditimbulkan. Penelitian ini juga ditujukan agar

lebih memahami nilai beretika dalam hidup berdampingan dan lebih

berhati-hati dalam menyikapi kondisi tertentu dalam menjalani kehidupan.

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian

awal, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari

sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman perstujuan pembimbing,

halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman

motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman

daftar isi, dan halaman daftar lampiran.

Bagian isi dalam penelitian ini, penulis menyusun ke dalam 5 bab

yang rinciannya adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini akan dibahas latar belakang

penelitian, rumusan dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka,

metodologi penelitian, definisi operasional, dan diteruskan sistematika

pembahasan yang digunakan dalam membuat penelitian ini agar lebih

terstruktur dan sistematis.

Bab II Landasan Teori. Pada bab II akan dibahas tentang pengertian

pendidikan akhlak, dasar pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang

(27)

14 Bab III Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur‟an Al-An‟am

Ayat 151-153. Berisi redaksi Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153 dan

terjemahya, asbab an-nuzul surat al-An‟am, munasabah ayat, dan dilanjutkan penafsiran Q.S. Al-An‟am ayat 151-153.

Bab IV Analisis. Pada bab ini dibahas tentang nilai-nilai pendidikan

akhlak yang terkandung dalam Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 151-153,

dilanjutkan pembahasan mengenai implementasinya dalam kehidupan

sehari-hari.

Bab V Penutup. Bab ini merupakan akhir dari pembahasan yang

berisi kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran, serta

(28)

15 BAB II

LANDASAN TEORI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

A. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak terbentuk dari dua kata yaitu, pendidikan dan

akhlak. Pengertian pendidikan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan yang berupa proses, cara, dan perbuatan mendidik (KBBI,

1990:263). Sedangkan pengertian pendidikan dalam Undang-undang RI No.

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 yaitu:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual,

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan

keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”

Menurut Ki Hajar Dewantara dalam buku Materi Umum Untuk Guru

Sekolah (2007:3), pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan

bertumbuhnya budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak dalam rangka

kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

(29)

16 dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya, salah

satu hal yang perlu dikembangkan adalah persoalan tentang akhlak.

Pengertian akhlak dari segi bahasa (lughatan), term “akhlak” berasal

dari bahasa Arab dari kata

قا

َخ ْل

ُل ُق

ْخ

َي

َق

َخ َل

artinya menjadikan, membuat,

menciptakan (Munawir, 1984:120). Kata akhlak seakar dengan kata Khaliq

(Pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan). Kata khuluq

tercantum dalam QS. Al-Qalam ayat 4, ayat yang dinilai sebagai konsiderans

pengangkatan Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul:

Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang

agung”(QS. Al-Qalam 68:4).

Pengertian akhlak secara istilah (isthilahan) dapat merujuk pada beberapa pendapat pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih yang dikenal sebagai

pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu mengatakan bahwa akhlak

adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan

perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Nata, 2002:3).

Sementara itu, Imam al-Ghazali yang dikenal sebagai Hujjatul Islam

(Pembela Islam) menjelaskan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam

jiwa, yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah,

tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Ilyas, 2007:2).

Menurut Ahmad Amin, akhlak didefinisikan sebagai kehendak yang

(30)

17 suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, yang membawa kecenderungan

kepada pemilihan pada pihak yang benar (akhlaq al-mahmudah) atau pihak yang jahat (akhlaq al-madzmumah) (Supadie, dkk, 2012:216-217).

Kesimpulannya, akhlak adalah suatu perbuatan yang dimiliki manusia

sejak lahir dan menjadi kebiasaan yang tertanam dalam jiwa, sehingga akan

muncul secara spontan ketika diperlukan tanpa memerlukan pemikiran atau

pertimbangan serta dorongan dari luar.

Term akhlak dalam pendidikan, akhlak menunjukkan bahwa

pendidikan sangat menekankan pada perilaku. Dalam ajaran Islam, akhlak

sangat penting bagi kehidupan manusia karena hakekatnya pendidikan akhlak

selalu bersumber pada Al-Qur‟an dan hadis, dengan kedua pedoman tersebut

diharapkan memperoleh gambaran tentang pendidikan akhlak.

Berdasarkan uraian di atas, pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai

usaha sadar yang dilakukan secara berkesinambungan dalam membina sikap

manusia agar terbentuk sifat-sifat yang terpuji dan menghindari sifat-sifat

yang tercela. Pendidikan akhlak ini berkaitan dengan perubahan perilaku,

maka dalam pendekatannya menggunakan cara keteladanan, latihan, dan

pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam buku Pendidikan Islam karya Haidar Putra Daulay (2007:228)

pendidikan akhlak diistilahkan dengan budi pekerti, yaitu bagian integral

yang tidak dapat dipisahkan dari pembentukan manusia seutuhnya, karena

pendidikan budi pekerti tersebut memiliki kedudukan strategis yang selama

(31)

18 Menurut Ilyas dalam buku kuliah akhlak (2007:11), kedudukan akhlak

adalah sebagai berikut:

a. Rasulullah menempatkan penyempurnaaan akhlak mulia sebagai misi

pokok risalah Islam.

b. Akhlak merupakan salah satu pokok ajaran Islam.

c. Akhlak yang baik (mahmudah) akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang pada hari kiamat.

d. Rasulullah menjadikan baik buruknya akhlak seseorang sebagai kualitas

seseorang di hari kiamat.

e. Iman menjadikan akhlak terpuji sebagai bukti dari ibadah kepada Allah.

f. Nabi Muhammad selalu berdo‟a agar Allah membaikkan akhlak beliau.

g. Banyak ayat Al-Qur‟an yang berhubungan dengan akhlak.

B. Dasar Pendidikan Akhlak

Dasar pendidikan akhlak dalam Islam bersumber pada Al-Qur‟an dan

hadis karena akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam

(Ahmad dan Salimi, 1994:199). Al-Qur‟an merupakan dasar utama dalam

Islam yang memberikan petunjuk di jalan kebenaran dan mengantarkan pada

pencapaian kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dasar pendidikan akhlak

terdapat dalam surat Ali Imran ayat 14:

(32)

19

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang

munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3:104).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menganjurkan hambanya

untuk dapat menasehati, mengajar, membimbing, dan mendidik sesamanya

dalam hal melakukan kebajikan dan meninggalkan keburukan. Dengan

demikian, Allah telah memberikan dasar yang jelas mengenai pendidikan

akhlak yang merupakan suatu usaha untuk membimbing dan mengarahkan

manusia supaya berakhlak mulia.

Dasar pendidikan akhlak dalam hadis dijelaskan Rasulullah dalam

sabda beliau:

ِق َلَْخَْلِا َمِراَكَم َمِّمَتُِلِ ُتْثِعُب اَمَّنِا

“Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak”.

(HR. Ahmad dan Baihaqi) (Imam Ahmad Ibn Hanbal, 1991:504).

Dari ayat Al-Qur‟an dan hadis di atas menunjukkan bahwa dasar

pendidikan akhlak adalah Al-Qur‟an dan hadis, dari dasar tersebut dapat

diketahui bahwa kriteria suatu perbuatan itu bersifat baik atau buruk.

C. Tujuan Pendidikan Akkhlak

Pendidikan akhlak merupakan upaya untuk melahirkan manusia

berkepribadian muslim yang mudah untuk melaksanakan ketentuan hukum

dan ketetapan syari‟at yang diperintahkan, atau dengan kata lain tujuan

pendidikan akhlak yaitu untuk membentuk karakter muslim yang taat dan

(33)

20 Sebagaimana akhlak mulia yang terdapat pada Nabi Muhammad Saw.

yang mana dari situlah akhlak mulia dapat dicontoh dan senantiasa berada

dalam kebenaran serta berjalan di jalan yang lurus. Perintah untuk

menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan terdapat pada firman Allah

Surat al-Ahzab ayat 21:



teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah

dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al-Ahzab, 33:21).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. merupakan figur

utama sebagai utusan Allah Swt. yang patut dijadikan panutan dalam

menjalani kehidupan di dunia dan mencapai kehidupan di akhirat. Maka,

dapat diketahui bahwa tujuan utama pendidikan akhlak yaitu agar manusia

berada dalam kebenaran dan selalu berada di jalan yang lurus, jalan yang

digariskan oleh Allah Swt. Inilah yang akan mengantarkan manusia pada

kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika

perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur‟an.

Tujuan lain pendidikan akhlak yaitu:

a. Mempersiapkan manusia beriman yang senantiasa beramal shalih.

b. Mempersiapkan insan beriman dan shaleh yang dapat berinteraksi

(34)

21 c. Mempersiapkan insan beriman dan shaleh yang mampu dan mau berbuat

amar ma‟ruf nahi munkar, serta berjuang di jalan Allah demi tegaknya

Islam (Mahmud, 2004:159).

D. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Ruang lingkup pendidikan akhlak sangat luas, mencakup seluruh

aspek dalam kehidupan, baik secara vertikal dengan Allah Swt. maupun

secara horizontal sesama makhluk-Nya (manusia, binatang,

tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa). Ruang lingkup akhlak

tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Akhlak Terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau

perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluq dan kepada Tuhan sebagai Khaliq. Sekurang-kurangnya ada 4 alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah, yaitu:

a. Karena Allah yang telah menciptakan manusia.

b. Karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera,

berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari,

disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada

manusia.

c. Karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana

yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan

makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang

(35)

22 d. Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya

kemampuan menguasai daratan dan lautan.

Namun demikian, meskipun Allah telah memberikan berbagai

kenikmatan terhadap manusia, bukan menjadi alasan Allah perlu

dihormati. Bagi Allah, dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi

kemuliaan-Nya, akan tetapi sebagai manusia sudah sewajarnya

menunjukkan akhlak yang pas kepada Allah (Nata, 2002:147-148).

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan

kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah, Dia memiliki sifat terpuji

yang begitu agung, jangankan manusia, malaikat pun tidak ada yang

mampu menjangkau hakikat-Nya (Shihab, 1999:261). Banyak cara yang

dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah Swt., diantaranya: tidak

menyekutukan-Nya (mentauhidkan-Nya), mencintai-Nya, taqwa, ridha

dan ikhlas terhadap segala keputusan-Nya, selalu berdo‟a kepada-Nya,

selalu berusaha mencari ridha Allah, dan sebagainya (Nata, 2002:148).

2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia a. Akhlak Terhadap Rasulullah

Menurut M. A. Salamullah (2008:36), beberapa akhlak yang

harus dilakukan oleh setiap muslim terhadap Rasulullah Saw. yaitu:

1) Mengimani dan Menjalankan Ajaran Rasulullah Saw

Umat Islam wajib beriman kepada Rasulullah Saw.

beserta risalah yang dibawanya. Makna mengenai ajaran

(36)

23 dan berhukum dengan ketetapannya. Allah berfirman dalam

dalam QS. Al-Hasyr ayat 7:



...

tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya

Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr, 59:7).

Dengan demikian, maka semua perintah Rasulullah Saw.

wajib ditaati dan semua larangannya dijauhi sebagai bukti cinta

kepada Rasulullah Saw.

2) Mencintai Rasulullah Saw.

Cinta kepada Rasulullah tidak cukup hanya dibuktikan

dengan membaca shalawat dan salam, tetapi juga harus

diwujudkan dengan tindakan konkret, diantaranya adalah

menjalankan ajaran Rasulullah Saw., rindu bertemu beliau serta

memperbanyak membaca shalawat dan pujian kepada Rasul.

3) Meneladani Akhlak Rasulullah Saw.

Sikap dan ketaatan Nabi Muhammad Saw. pada ajaran

yang terkandung dalam Al-Qur‟an menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dalam kehidupannya sehingga patutlah jika umatnya

(37)

24 Akhlak kepada Rasulullah Saw. merupakan wujud

kecintaan dan keimanan umatnya kepada sang pemimpin yaitu

Rasulullah Saw. dengan menaati, menjalankan perintahnya serta

mengikuti jejak beliau, manusia akan dijamin kesejahteraannya di

dunia dan akhirat.

b. Akhlak Pada Diri Sendiri

Akhlak terhadap diri sendiri mencakup semua persoalan yang

menyangkut diri sendiri, baik secara rohani maupun secara jasmani

(Nasharuddin, 2015:257). Adapun akhlak pribadi menurut Yunahar

Ilyas (2007:81) dalam buku kuliah akhlak meliputi:

1) Shidiq

Shidiq (ash-sidqu) secara bahasa berasal dari Bahasa

Arab kata

اقدص

-

قدصي

قدص

artinya benar, nyata, atau

berkata jujur, lawan dari dusta atau bohong (al-kazib) (Munawir, 1984:770). Seorang muslim dituntut selalu berada dalam

keadaan benar lahir batin yaitu benar hati, benar perkataan, dan

benar perbuatan.

2) Amanah

Amanah secara bahasa berasal dari kata

-

نمأي

نمأ

ةنامأ

artinya dapat dipercaya (Munawir, 1984:40). Dalam

(38)

25 menyimpan rahasia orang lain, menjaga kehormatan, menjaga

diri sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan dan

lain-lain. Sifat amanah seakar dengan kata iman, antara keduanya

terdapat kaitan yang sangat erat, sekali menipis keimanan

seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya.

3) Istiqamah

Term istiqamah secara bahasa berasal dari kata

ماقتسا

ميقتسي

-ةماقتسا

yang berarti tegak lurus atau berdiri (Munawir,

1984:361), sedangkan pengertian dalam KBBI, istiqamah

diartikan sikap teguh pendirian dan selalu konskuen. Dalam

terminologi akhlak, istiqamah adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keilaman sekalipun menghadapi

berbagai macam tantangan dan godaan.

4) Iffah

Pengertian „iffah, secara etimologi adalah bentuk masdar

dari

ةّفع

-

ّفعي

ّفع

artinya menjaga kehormatan diri,

kesucian diri, tak mau mengerjakan yang keji (Munawir,

1984:272). Secara istilah, „iffah adalah memelihara kehormatan

diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan

(39)

26 Nilai dan wibawa seseorang tidaklah ditentukan oleh

kekayaan dan jabatannya dan tidak pula ditentukan oleh

rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya. Oleh karena

itu, untuk menjaga kehormatan diri, setiap orang harus

menjauhkan diri dari segala perbuatan dan perkataan yang

dilarang Allah Swt. dengan mengendalikan hawa nafsunya,

tidak hanya dari hal-hal yang haram, bahkan kadang-kadang

harus menjaga dirinya dari hal-hal yang halal karena

bertentangan dengan kehormatan dirinya (Ilyas, 2008:90).

5) Mujahadah

Mujahadah berasal dari kata

ةدهاجم

-

دهاجي

دهاج

yang berarti berjuang (Munawir, 1984:93). Dalam konteks

akhlak, mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat

pendekatan diri kepada Allah Swt., baik hambatan yang bersifat

internal maupun yang eksternal.

Hambatan yang bersifat internal datang dari jiwa yang

mendorong untuk berbuat keburukan, hawa nafsu yang tak

terkendali, dan kecintaan pada dunia. Sedangkan hambatan

eksternal datang dari syaithan, orang-orang kafir, munafik, serta

para pelaku kemaksiatan dan kemungkaran.

Untuk mengatasi dan melawan hambatan tersebut

(40)

sungguh-27 sungguh yang disebut mujahadah, apabila seseorang bermujahadah untuk keridhaan Allah Swt. maka Allah akan

menunjukkan jalan kepanya untuk tujuan tersebut.

6) Syaja’ah

Secara bahasa syaja‟ah berasal dari kata

عجشي

عجش

ةعاجش

artinya berani (Munawir, 1984:695). berani bukan

berarti siap menantang siapa saja tanpa memperdulikan apakah

seseorang berada di pihak yang benar atau yang salah, dan

bukan pula berani memperturutkan hawa nafsu, tetapi berani

yang berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh

pertimbangan. Keberanian tidaklah ditentukan oleh kekuatan

fisik, tetapi ditentukan oleh kekuatan hati dan kebersihan jiwa.

Betapa banyak orang yang fisiknya besar dan kuat, tapi hatinya

lemah. Sebaliknya, betapa banyak yang fisiknya lemah tapi

hatinya kuat.

7) Tawadhu’

Tawadhu‟ secara bahasa berasal dari kata

عضاوتي

عضاوت

-اعضاوت

artinya merendahkan diri, rendah hati, lawan dari

sombong atau takabur (Munawir, 1984:501). Orang yang rendah

(41)

28 orang yang sombong menghargai dirinya secara berlebihan.

Rendah hati tidak sama dengan rendah diri. Sekalipun dalam

praktiknya orang yang rendah hati cenderung merendahkan

dirinya di hadapan orang lain, tapi sikap tersebut bukan lahir

dari rasa tidak percaya diri.

Orang yang tawadhu‟ menyadari bahwa apa saja yang

dimiliki adalah karunia dari Allah Swt. Sikap tawadhu‟

membuat seseorang dihormati dan dihargai, tidak akan membuat

derajat seseorang menjadi rendah.

8) Malu

Malu (al-haya‟) adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang tidak baik.

Orang yang memiliki rasa malu, apabila melakukan sesuatu

yang tidak baik akan terlihat gugup dan sebaliknya, orang yang

tidak punya rasa malu akan melakukannya dengan tenang tanpa

ada rasa gugup.

Sifat malu dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, malu kepada Allah Swt. kedua, malu kepada diri sendiri, dan

ketiga, malu kepada orang lain. Orang yang malu kepada Allah

apabila tidak mengerjakan perintah-Nya dan tidak menjauhi

larangan-Nya, dengan sendirinya malu terhadap diri sendiri.

(42)

29 mengendalikan hawa nafsunya dari keinginan-keinginan yang

tidak baik.

9) Sabar

Pengertian sabar secara bahasa berasal dari kata

ربص

ربصي

-اربص

berarti sabar, tabah (Munawir, 1984:760). Secara

terminologis, sabar artinya menahan diri dari segala sesuatu

yang disukai dan tidak disukai karena mengharap ridha Allah. Hal-hal yang tidak disukai seperti musibah kematian, sakit,

kelaparan dan sebagainya, sedangkan sabar dalam hal-hal yang

disukai misalnya segala kenikmatan duniawi yang disukai oleh

hawa nafsu, sabar dalam hal ini berarti menahan dan mengekang

diri dari memperturutkan hawa nafsu.

Menurut Imam Ghazali, sabar merupakan ciri khas

manusia dan binatang, malaikat tidak memerlukan sifat sabar.

Binatang tidak memerlukan sifat sabar karena binatang

diciptakan tunduk sepenuhnya pada hawa nafsu, bahkan hawa

nafsu itulah satu-satunya yang mendorong binatang untuk

bergerak atau diam. Sedangkan malaikat tidak memerlukan sifat

sabar karena memang tidak ada hawa nafsu yang harus

dihadapinya. Malaikat selau cenderung pada kesucian, sehingga

tidak diperlukan sifat sabar untuk memelihara dan

(43)

30 10) Pemaaf

Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap

kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan

keinginan untuk membalas. Dalam bahasa Arab, sifat pemaaf

disebut dengan al-„afwu yang berarti kelebihan atau yang berlebih, sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 219:

nafkahkan. Katakanlah: “Yang berlebih dari keperluan...” (QS. Al-Baqarah, 2:219).

Ayat tersebut dapat dipahami bahwa yang berlebih

seharusnya diberikan agar keluar, dari pengertian mengeluarkan

yang berlebih itu, kata al-„afwu kemudian berkembang maknanya menjadi menghapus. Dalam konteks ini, memaafkan

berarti menghapus luka atau bekas luka yang ada di dalam hati.

c. Akhlak dalam Keluarga

Setelah manusia lahir, keluarga akan terlihat jelas fungsinya

dalam dunia pendidikan, yaitu memberi pengalaman kepada anak

baik melalui pemeliharaan, pembinaan, ataupun pengaruh yang

menuju terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua.

Orang tua (keluarga) menjadi pusat kegiatan rohani pertama pada

(44)

31 juga menjadi pelaksana pendidikan Islam yang akan mempengaruhi

pada pembentukan akhlak mulia.

Akhlak dalam keluarga dalam buku Pendidikan Agama Islam

yang dikutip oleh Muhammad Daud Ali (2008:358) diantaranya

yaitu berbakti pada kedua orang tua (birru al-walidain) dengan ikhlas, saling membina cinta dan kasih sayang dalam kehidupan

keluarga, mendidik anak dengan kasih sayang, dan memelihara

silaturrahim.

d. Akhlak Bermasyarakat

Hidup bermasyarakat adalah hal yang tidak bisa lepas dari

seorang manusia, karena penciptaan manusia sebagai makhluk sosial

membuatnya selalu membutuhkan orang lain. Untuk itu, menjaga

akhlak dalam hidup bermasyarakat adalah hal yang sangat penting

agar hubungan baik dengan orang lain selalu terjalin dengan

harmonis sehingga dapat menciptakan rasa cinta dan damai di

masyarakat.

Akhlak di sini juga termasuk yang ada disekitar, yaitu

tetangga. Akhlak yang dapat diterapkan dalam bermasyarakat

menurut Mohammad Daud Ali (2008:358) di antaranya: memuliakan

tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat

bersangkutan, saling menolong dalam kebaikan dan takwa,

(45)

32 baik dan mencegah diri serta orang lain melakukan perbuatan

munkar.

e. Akhlak Bernegara

Melihat zaman yang semakin berkembang dari waktu ke

waktu menuntut manusia untuk memahami akhlak secara esensial,

dalam arti bahwa manusia memahami akhlak bukan hanya sebagai

sikap atau perilaku saja. Melainkan akhlak tersebut

diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan akhlak dalam

melaksanakan bakti seseorang terhadap negara, agar menjadi

semakin sensitif terhadap persoalan yang terjadi pada bangsa dan

negara.

Akhlak bernegara meliputi: Mencintai tanah air, mendirikan

pemerintahan yang adil dan kuat serta menaatinya, mengembangkan

pendidikan, memerangi musuh dan mempertahankan tanah air, serta

menyusun tentara dan membangun pertahanan yang dapat membela

dan menjaga negara (Husein, 2004:21).

3. Akhlak Terhadap Lingkungan

Di samping akhlak kepada manusia, Allah juga memerintahkan

untuk berbuat baik kepada alam sekitar. Akhlak yang diajarkan

Al-Qur‟an terhadap lingkungan pada dasarnya bersumber dari fungsi

manusia sebagai khalifah yang menuntut adanya interaksi antara manusia

(46)

33 mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar

makhluk mencapai tujuan penciptaannya.

Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil

buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini

berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai

tujuan penciptaannya. Hal ini mengartikan bahwa manusia dituntut untuk

mampu menghormati proses-proses yang berjalan dan terhadap semua

proses yang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung

jawab sehingga tidak melakukan perusakan.

Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa

semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, semuanya

memiliki ketergantungan pada-Nya. Keyakinan ini menghantarkan

manusia untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” yang harus

diperlakukan dengan wajar dan baik (Nata, 2013:129-130).

Uraian tersebut memperlihatkan bahwa akhlak Islami sangat

komprehensif, mencakup berbagai makhluk yang diciptakan Allah, tidak

hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia, tetapi juga berbicara

tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuhan, air, dan

sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing makhluk akan

merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.

E. Klasifikasi Akhlak

Keadaan jiwa yang ada pada seseorang itu adakalanya melahirkan

(47)

34 itu, akhlak ditinjau dari sifatnya diklasifikasikan menjadi dua yaitu akhlak

terpuji dan akhlak tercela (Supadie, dkk, 2012:224). Akhlak yang terpuji

(akhlaq al-mahmudah) adalah segala macam sikap baik (terpuji) yang perlu

diimplementasikan dalam hidup. Contohnya:

a. Mengesakan Allah. Nabi Muhammad Saw. diutus kepada manusia

dengan menyampaikan misi menyampaikan kalimat Tauhid, yaitu

menyembah kepada Allah semata dan tidak menyembah kepada

selain-Nya, karena itu, setiap muslim wajib beriman atau percaya bahwa Tuhan

itu Maha Esa.

b. Berbuat baik kepada orang tua, baik dalam keadaan masih hidup atau

sudah meninggal. Hanya dengan ridha orang tua, seorang anak dapat

menjalani hidupnya dengan damai dan selamat di dunia dan akhirat,

karena dengan ridha orang tualah Allah berkehendak menurunkan

ridha-Nya.

c. Merawat dan mendidik anak dengan kasih sayang. Sebagai amanat yang

dititipkan Allah kepada orang tua, anak wajib dirawat, dibesarkan, dan

diasuh dengan penuh kasih sayang serta mendidiknya dengan baik,

contohnya; memberikan asupan makanan yang bergizi, memenuhi

kebutuhan anak dari nafkah yang halal.

d. Ikhlas, secara bahasa berakar dari kata akhlasha yang berarti bersih, jernih, murni, tidak bercampur. Secara terminologis, ikhlas adalah

berharap semata-mata mengharapkan ridha Allah Swt. Pendidikan akhlak

(48)

35 semata, agar akhlak itu senantiasa orisinil tidak dibuat-buat yang berubah

karena perubahan jabatan, lingkungan, waktu, tempat, dan seseorang

yang diajak bergaul (Hafidz dan Kastolani, 2009:111).

Sedangkan akhlak yang Tercela (akhlaq al-madzmumah) adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang buruk (tercela). Contohnya:

a. Dusta atau bohong, yaitu pernyataan tentang sesuatu yang tidak sesuai

dengan keadaan yang sesungguhnya. Dusta tidak hanya berkaitan dengan

perkataan saja, tetapi juga dengan perbuatan (Supadie, 2012:226).

b. Membunuh. Pembunuhan tanpa dasar dilakukan sengaja merupakan

suatu kejahatan, sebab itu merupakan pelanggaran terhadap kreasi Allah

Swt. tidak ada bedanya antara kasus pembunuhan yang dilakukan

sendirian ataupun beramai-ramai, semua pelakunya akan masuk ke

neraka (Az-Zuhaili, 2013:192).

c. Zalim, berarti berbuat aniaya, tidak adil alam memutuskan perkara, berat

sebelah dalam tindakan atau mengambil hak orang lain. Perbuatan

tersebut disebabkan beberapa faktor, yaitu perasaan benci dan cinta, serta

mengutamakan kepentingan diri sendiri (Supadie, 2012:227).

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan akhlak

yang harus diajarkan kepada manusia adalah akhlak terpuji dan akhlak

tercela. Akhlak terpuji diajarkan agar manusia selalu melakukan perbuatan

mulia yang diperintahkan Allah Swt., sedangkan akhlak tercela diajarkan

supaya manusia menghindarinya, mengetahui dampak dari perilaku tercela,

(49)

36 BAB III

DESKRIPSI SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153

A. Redaksi Ayat dan Terjemahan QS. Al-An’am Ayat 151-153 1. Redaksi ayat dan Terjemahan

(50)

37

Artinya:

151. “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan

atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).

152. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.

153. Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan-jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari

jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.”

(QS. Al-An‟am, 6:151-153).

2. Isi Pokok Kandungan

Surat Al-An‟am adalah surat ke-enam, al-An‟am berarti hewan

ternak, terdiri dari 165 dan termasuk golongan surat Makkiyah. Kata

al-An‟amditemukan dalam surat ini sebanyak enam kali, dinamai al-An‟am

(hewan ternak) karena surat ini banyak menerangkan hukum-hukum yang

berhubungan dengan hewan ternak dan juga hubungan hewan tersebut

dengan adat istiadat serta kepercayaan orang-orang musyrik. Menurut

kepercayaan mereka, hewan tersebut dapat disembelih sebagai kurban

untuk mendekatkan diri kepada sesembahan mereka (Departemen Agama

(51)

38 Pokok-pokok isinya:

a. Keimanan

Bukti-bukti keesaan Allah serta kesempurnaan sifat-sifat-Nya;

tentang kenabian Muhammad; penegasan Allah atas kenabian

Ibrahim, Ishak, Ya‟kub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa,

Harun, Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas, Alyasa‟, Yunus, Luth; penegasan

tentang adanya risalah dan wahyu serta hari pembalasan dan hari

kebangkitan; sesatnya kepercayaan orang musyrik dan keingkaran

mereka terhadap hari kiamat.

b. Hukum

Larangan mengikuti adat istiadat yang dibuat-buat oleh kaum

jahiliyah; makan yang halal dan yang haram; sepuluh wasiat dalam

dalam Al-Qur‟an; Tauhid, keadilan dan hukum, dan larangan mencaci

maki berhala.

c. Kisah

Kisah umat-umat terdahulu yang menentang rasul-rasul; kisah

pengalaman Nabi Muhammad dan para nabi; dan cerita Nabi Ibrahim

membimbing kaumnya kepada agama Tauhid.

d. Lain-lain

Sikap keras kepala kaum musyrik; cara nabi memimpin

umatnya; bidang-bidang kerasulan dan tugas-tugasnya. Tantangan

kaum musyrik untuk melemahkan rasul; kepercayaan orang-orang

(52)

39 keagamaan dan kemasyarakatan, dan lain-lain (Departemen Agama

RI, 2009:64).

3. Asbab An-Nuzul

Asbab an-nuzul memiliki arti turunnya ayat-ayat Al-Qur‟an yang

ditrunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. secara

berangsur-angsur bertujuan untuk memperbaiki akidah, ibadah, akhlak,

dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena

itu dapat dikatakan bahwa terjadinya penyimpangan dan kerusakan dalam

tatanan manusia menjadi sebab turunnya Al-Qur‟an. Asbab an-nuzul

(sebab turunnya ayat) di sini maksudnya sebab-sebab yang secara khusus

berkaitan dengan turunnya ayat-ayat tertentu. Sedangkan menurut

sebagian ulama seperti Imam Asy-Sya‟bi mengatakan turunnya Al

-Qur‟an ke Baitul Izzah pertama-tama dimulai dari malam lailatul qadar,

setelah itu turun secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit dalam

berbagai kesempatan dari beberapa waktu yang berlainan (Djalal,

2012:51-55).

Ibnu Kasir (1999:189) mengambil dari Al-Hakim yang

meriwayatkan dalam kitab Mustadraknya, dari Jabir, “Tatkala surat al

-An‟am turun, Rasulullah Saw. bertasbih kemudian bersabda:

َقُفُْلْا َّدَساَم ِةَكئ َلََملا َنِم ِةَرْوُّسلا ِهِذَه َعَّيَش ْدَقَل

(53)

40 Dalam tafsir Al-Misbah (Shihab, 2012:313), surat al-An‟am ayat

151-153, menurut sejumlah riwayat, keseluruhan ayat-ayatnya turun

sekaligus. Pakar hadis at-Thabrani meriwayatkan, surat ini diantar oleh

tujuh puluh ribu malaikat dengan alunan tasbih.

Di samping keterangan tersebut, sebagian ulama mengecualikan

beberapa ayat – sekitar enam ayat yang menurut mereka turun setelah

nabi berhijrah ke Madinah, yaitu ayat 90, 93, dan 151-153, karena ada

riwayat yang hanya menyebutkan dua ayat, yaitu ayat 90 dan 91. Riwayat

lain bahkan hanya mengatakan satu ayat, yaitu ayat 90. Tetapi

riwayat-riwayat itu mengandung kelemahan-kelemahan, apalagi seperti tulis pakar

tafsir dan hadis Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, “Banyak riwayat

mengatakan seluruh ayat ini turun sekaligus. Persoalan yang

diinformasikan riwayat itu bukan persoalan ijtihad atau nalar tetapi

sejarah, bukan juga persoalan yang berhubungan dengan hawa nafsu yang

dapat mengantar kepada penolakannya, atau persoalan redaksi, yang bisa

menjadikannya memiliki kelemahan. Karena itu, riwayat-riwayat yang

turunnya seluruh ayat-ayat surat ini sekaligus pastilah punya dasar yang

dapat dipertanggungjawabkan”.

Di sisi lain, riwayat pengecualian beberapa ayat yang dikemukakan

dinilai oleh sekian banyak ulama memiliki kelemahan-kelemahan,

sehingga tidak wajar bila dijadikan dasar untuk menolak riwayat yang

demikian banyak tentang turunnya surat ini sekaligus. Riwayat yang lebih

(54)

41 Tidak ada surat panjang lain yang turun sekaligus kecuali surat

al-An‟am ini, hal ini untuk membuktikan bahwa Allah mampu

menurunkannya sekaligus tanpa berbeda mutu, karena kemaslahatan

menuntut diturunkannya sedikit demi sedikit.

Turunnya sekaligus seluruh ayat surat ini tidak menjadikan riwayat

sebab nuzul beberapa ayatnya harus ditolak. Karena seperti diketahui,

sebab nuzul tidak harus dipahami dalam arti peristiwa yang menjelang

turunnya ayat. Tetapi juga dipahami dalam arti peristiwa-peristiwa yang

petunjuk dan hukumnya dikandung oleh ayat yang bersangkutan, selama

peristiwa yang dinyatakan sebagai sebab nuzul itu terjadi pada periode

turunnya Al-Qur‟an. Baik terjadi sebelum maupun sesudah turunnya ayat

yang dimaksud.

Dalam tafsir Al-Misbah (Shihab, 2012:314), Imam Suyuthi

menyebut riwayat yang memnginformasikan bahwa surat ini turun di

waktu malam, dan bumi bergoncang menyambut kehadirannya.

Riwayat-riwayat yang disinggung di atas oleh sebagian ulama dinilai sebagai

riwayat-riwayat yang dha‟if atau lemah. Karena itu, tidak halangan untuk

mengakui turunnya surat ini sekaligus. Apalagi seperti tulis Al-Baqi‟,

tujuan utama surat ini adalah memantapkan tauhid dan ushuluddin atau prinsip-prinsip ajaran agama.

Dalam tafsir Al-Misbah (Shihab, 2012:315), Sayyid Quthub

memulai tafsirnya tentang surat ini dengan menguraikan ciri-ciri surat

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa: Nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13 adalah

Ten commandments sepuluh wasiat yang ada dalam Q.S Al-An’am ayat 151-153 berisi ajaran : 1 tidak mempersekutukan Allah, 2 berbuat baik kepada kedua orang tua, 3 tidak membunuh

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat Yusuf ayat 13-25 yaitu: akhlak terhadap diri sendiri meliputi.. nilai Jujur,

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa: Nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13 adalah akhlak

Berkaitan dengan pendapat para mufassir yang telah di jelaskan dalam bab sebelumnya, maka dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 90 terdapat beberapa nilai-nilai Pendidikan

Nilai pendidikan akhlak yang ditekankan dalam Al- Israa‟ ayat 29 tersebut bahwa ada larangan untuk tidak menjadi orang pelit atau kikir dalam membelanjakan harta yang

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa : nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an (surat Al- Baqarah ayat

Fokus penelitian yang diangkat dalam penelitian yakni tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam perspektif Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 90 dan implementasi pendidikan akhlak dalam