• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENDAMPINGI NABI 63 diketahuinya benar kejujuran dan keikhlasannya serta keterusterangan-

UMAR MASUK ISLAM

3. MENDAMPINGI NABI 63 diketahuinya benar kejujuran dan keikhlasannya serta keterusterangan-

nya dalam menyampaikan pendapat.

Yang ikhlas dan zuhud

Yang lebih pantas kita hormati dan kita hargai justru orang yang tidak begitu mengutariiakan kepentingannya sendiri, dan dengan ikhlas memberikan pendapatnya demi kepentingan umum. Dalam hal ini Umar merupakan teladan yang baik. Di atas sudah kita lihat pendapat-pen- dapatnya itu memang bersih dari segala yang mencurigakan. Bahkan juga sudah kita lihat bagaimana cita-citanya sekiranya Allah meng-

haramkan khamar yang ketika itu belum diharamkan, padahal di zaman jahiliah dia sendiri seorang peminum minuman keras yang sudah me-

lebihi semestinya. Harapannya agar minuman itu diharamkan hanya karena cintanya demi segala kebaikan masyarakat disertai disiplinnya yang begitu kuat. Di samping itu ia termasuk seorang zahid yang paling keras menjauhi harta. Kalau Rasulullah memberikan kepadanya harta hasil rampasan perang yang diperoleh Muslimin, ia berkata: "Berikan kepada yang lebih miskin dari saya." Suatu hari ia berkata demikian kepada Rasulullah, maka kata Nabi: "Terimalah dan simpan kemudian sedekahkan."

Bahkan begitu kuat zuhudnya, ketika ia mendapat bagian tanah di Khaibar, dan ia menemui Nabi Sallallahu 'alaihi wa sallam maka katanya: "Saya mendapat bagian tanah di Khaibar, yang sebenarnya belum pernah saya mendapat harta begitu berharga, tetapi apa yang harus saya perbuat dengan itu." "Kalau Anda mau pokoknya wakafkan dan sedekahkan dengan itu." Maka dengan itu oleh Umar disedekahkan kepada fakir miskin, kaum kerabat, membebaskan hamba sahaya, fi sabilillah dan kepada tamu. Boleh juga orang yang mengurusnya ikut menikmati dengan sepantasnya atau memberikan kepada teman yang tidak ikut memilikinya. Dan dia berkata: Yang tak boleh dijual, di- hibahkan atau diwariskan pokoknya. Inilah yang pertama kali sedekah dilakukan dalam Islam, dan inilah pokok yang pertama yang menjadi sistem wakaf di kalangan Muslimin di mana pun mereka berada.

Tidak heran jika orang yang sudah demikian rupa keadaannya dan zuhudnya akan sangat dihargai dan dihormati oleh semua umat Islam lepas dari wataknya yang begitu keras dan tegar. Ia juga sangat dicintai dan dihargai oleh Rasulullah sehingga ia memanggilnya dengan Saudaraku. Pernah Umar meminta izin kepadanya akan melaksanakan umrah. Nabi mengizinkan dengan mengatakan: "Saudaraku, jangan lupakan kami

dalam doa Anda." Setiap Umar ingat akan kata-kata ini ia berkata: "Sejak terbit matahari kata "Saudaraku," inilah yang saya senangi."

Allah menempatkan kebenaran di lidah dan di hati Umar

Keikhlasan dan kebersihan hati dari segala hawa nafsu serta cintanya pada keadilan, itulah yang membuat gelar "al-Faruq" melekat padanya. Belum terdapat kata sepakat siapa yang menamakan Umar al- Faruq. Ketika ditanya mengenai hal ini menurut sumber dari Aisyah ketika ditanya ia berkata: "Nabi 'alaihis-salam." Disebutkan bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Allah menempatkan kebenaran di lidah dan di hati Umar. Dialah al-Faruq" ("Pemisah"), yang memisahkan antara yang hak dengan yang batil." Dalam at-Taba- qat Ibn Sa'd mengutip sebuah ungkapan berikut rujukannya sebagai berikut: "Saya mendapat kabar bahwa yang pertama kali mengatakan Umar al-Faruq Ahli Kitab. Kaum Muslimin menggunakan sebutan itu dari kata-kata mereka. Belum ada suatu berita yang kami terima bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan itu." Mana pun yang benar dari sumber-sumber tersebut, yang tak dapat diragukan lagi Umar adalah seorang Faruq — yang memisahkan antara yang hak dengan yang batil. Dan inilah yang mengabadikan nama al-Faruq sepanjang sejarah, yang melekat pada Umar sampai sekarang, dan akan tetap demikian selamanya.

Mengenai sikapnya yang begitu keras dan tegar, itu pulalah maka Nabi lebih mengutamakan Abu Bakr, dan selain Abu Bakr tak ada orang yang lebih diutamakan, karena keikhlasannya, keterusterangan- nya, keteguhan hati serta kebijakannya. Umar, yang begitu terkenal karena sikapnya yang keras dan tegar sehingga tak dapat ditawar-tawar, dalam beberapa peristiwa tampak ia lemah lembut dengan perasaan yang halus seperti sebagian sudah kita kemukakan peristiwanya ketika ia masuk Islam. Disebutkan bahwa ketika Umar meminta izin akan menemui Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam, ada beberapa pe- rempuan Kuraisy yang sedang berbicara kepada Nabi dengan suara tinggi. Setelah diizinkan, perempuan-perempuan itu cepat-cepat me- ngenakan hijab.1 Begitu Umar masuk, Rasulullah tertawa seraya berkata: "Heran saya melihat perempuan-perempuan yang sejak tadi sudah di tempat saya, tetapi begitu mendengar suara Anda cepat-cepat

1 Hijab, biasanya berarti tabir, pemisah. Di sini rupanya, seperti di beberapa tempat lain, juga berarti kerudung. — Pnj.

3. MENDAMPINGI NABI 65 mereka mengenakan hijab." Umar menjawab: "Lebih berhak Rasulullah yang harus mereka segani." Kemudian sambungnya: "Mereka me- musuhi diri mereka sendiri. Kalian segan kepada saya dan tidak segan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam? Mereka menjawab: "Ya, karena Anda kasar dan keras."

Akhlak Umar dan kesedihannya ketika Nabi wafat

Mungkin karena kerasnya Umar, ketika dalam sakitnya Rasulullah meminta Abu Bakr mengimami salat. Suatu waktu Abu Bakr tak ada di tempat, dan yang menjadi imam salat Umar dengan suaranya yang nyaring terdengar menggelegar, maka Rasulullah bertanya: "Mana Abu Bakr? Allah dan kaum Muslimin tidak menghendaki yang demikian."

Melihat wataknya yang keras dan tegar adakalanya kita heran ketika ada berita Rasulullah telah wafat melihat Umar kebingungan menghadapi kenyataan. Ia menolak setiap usaha orang yang hendak meyakinkannya mengenai kenyataan pahit itu. Ia berdiri di depan orang banyak sambil berkata: "Ada orang dari kaum munafik yang mengira bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam telah wafat. Tetapi, demi Allah sebenarnya dia tidak meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama empat puluh hari, kemudian kembali lagi ke tengah mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!" Setelah Abu Bakr datang dan sesudah melihat Rasulullah ia pun yakin bahwa Ra- sulullah memang sudah tiada. Abu Bakr mendatangi orang-orang yang sedang berkerumun itu lalu katanya: "Barang siapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barang siapa me- nyembah Allah, Allah hidup selamanya tak pernah mati." Kemudian ia membacakan firman Allah: "Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya pun telah berlalu rasul-rasul. Apabila dia mati atau terbunuh kamu akan berbalik belakang? Barang siapa berbalik belakang samasekali takkan merugikan Allah tetapi Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang bersyukur." (Qur'an, 3:144). Setelah Abu Bakr membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke tanah. Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi, setelah ia yakin bahwa Rasulullah memang sudah wafat, seolah ia tak pernah men- dengar ayat itu sebelumnya. Saat itu mana wataknya yang keras dan tegar itu! Bahkan mana pula ketidaksabarannya dan yang selalu gelisah

dibandingkan dengan ketabahan Abu Bakr yang begitu lembut hati, cepat keluar air mata, teman dekat dan pilihan RasuluUah itu, mana pula tempat Umar dibandingkan dengan ketabahan Abu Bakr!

Tetapi tak lama setelah kembali sadar, Umar kembali pula sebagai manusia politik. Kembali ia memikirkan masa depan kaum Muslimin sesudah peristiwa yang sungguh memilukan hati itu. Besar sekali dampak pemikiran dan tindakannya dalam menghadapi situasi kritis semacam ini, sehingga ia dapat menangkis setiap permusuhan terhadap Islam, dan sekaligus membuka jalan untuk penyebarannya di barat dan di timur.